Senin, 30 Maret 2020

SYARAT MENJADI YANG TERBESAR DI SURGA

SYARAT MENJADI YANG TERBESAR DALAM KERAJAAN ALLAH

Matius 18:1-5 
  1. Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: "Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?"
  2. Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka
  3. lalu berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. 
  4. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga.
  5. Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku."

Kenapa anak kecil ? dan anak kecil  usia berapa yang Yesus maksudkan ? 
                 Yoel Giban, M.Pd.K

Harus kita akui bahwa anak kecil sekarang dan anak kecil dahulu itu berbeda. Perbedaan anak Zaman dahulu dan Zaman sekarang terdapat banyak perbedaan yaitu dalam konsep berfikir dan dalam konsep kerja.

Maka itu Anak kecil harus di klasifikasi berdasarkan usia. Sebagaimana para psikolog membuat klasifikasi  anak berdasarkan usia yaitu 0-5 tahun (balita) 6-12 tahun (kanak-kanak) 13-17 tahun  ( pra remaja) dan 18-22 tahun disebut (Remaja). Atas dasar pengelompokkan ini anak kecil yang Yesus maksudkan adalah anak kecil berusia 6-12 tahun sebagai anak yang polos dan mudah untuk diajar. Hal itu di perkuat dengan  kesaksian injil Matius 18:2, Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka. Dalam terjemahan  lama Matius 18:2 (TL)  Maka dipanggil oleh Yesus seorang kanak-kanak, didirikan-Nya di tengah-tengah mereka itu,. Dalam terjemahan Alkitab berita baik Matius 18:2 (BM)  Yesus memanggil seorang kanak-kanak dan menyuruhnya berdiri di hadapan mereka semua.

Kenapa Kanak-kanak ? Karena Anak usia 6-12 tahun dianggap bisa berjalan, Anak yang bisa berdiri sendiri, dan anak yang bisa diajak untuk berdialog. Anak kategori ini bisa makan segala makanan, bubur dan nasi serta susu ibu dan susu kaleng. Artinya dia tidak hanya minum susu tetapi dia bisa makan nasi yang keras. Bisa di pukul dan bisa di beritahukan kesalahannya jika melakukan kesalahan atau menerima nasehat orang tua.

Sifat anak usia 0-5 tahun pada umumnya berkantung full pada orangtua (secara khusus ibunya) dan makan makanan lembek yaitu susu dan bubur. Sementara anak usia 6-12 tahun adalah anak yang aktif, ingin mengetahui banyak hal. Suka bermain dengan banyak teman baik dengan sesama jenis maupun lawan jenis. Sering berkelahi dan sering salah paham, namun kembali lagi bermain. Tahap ini dianggap tidak mempunya ego sehingga tidak mengakibatkan permusuhan antar sesama teman. Berbeda dengan anak usia 13-17 tahun yang cenderung mandiri dan difensif mengerti perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Mempunyai ego dan mempunyai geng sehingga kelompok ini lebih dianggap sebagai pra remaja, dan perkelahian mengakibatkan dendam. Sementara usia 18 keatas dianggap sebagai remaja maka pada kelompok ini adalah mendewasakan diri sendiri oleh anak-anak. 

Yesus memberikan gambaran  pada tahap ke dua supaya menjadi "yang terbesar dalam kerajaan Allah"  harus seperti anak kecil yang kelompok dua. Maka itu Dia berkata kepada kita bahwa kalau mau menjadi yang terbesar dalam Kerajaan Allah maka kita harus menjalankan dua hal berikut yaitu, Bertobat menjadi seperti anak-anak dan Merendakan diri seperti anak kecil : 

1. BERTOBAT MENJADI SEPERTI ANAK KECIL

Kamus besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kata bertobat dari kata dasar "to·bat " mempunya pengertian; 1 sadar dan menyesal akan dosa (perbuatan yg salah atau jahat) dan berniat akan memperbaiki tingkah laku dan perbuatan; 2 kembali kpd agama (jalan, hal) yg benar ; 3 merasa tidak sanggup lagi; 4 menyatakan rasa heran, kesal, atau sebal. Sementara kata 'ber·to·bat " artinya  1 menyesal dan berniat hendak memperbaiki (perbuatan yg salah dsb): 2 kembali kpd Tuhan atau agama (jalan) yg benar.

Berdasarkan definisi kamus diatas dapat dikatakan bahwa bertobat adalah sadar bahwa hidupnya jauh dari kehendak Tuhan sehingga harus kembali kepada kedaulatan Tuhan dan kekuasaannya."Roma 12:1-2 Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna"

Dalam bahasa Ibrani kata "syuv" berarti berputar, berbalik kembali. Mengacu kepada tindakan berbalik dari dosa kepada Allah. Dalam Yer 3:14 diterjemahkan 'kembalilah', dalam Mzm 78:34 'berbalik', dalam Yer 18:8 'bertobat'.

Dalam Perjanjian Lama beberapa kali bicara tentang suatu bangsa kembali kepada Allah, satu kali tentang bangsa kafir di Niniwe (Yun 3:7-10), dan selebihnya berkaitan dengan Israel. PL jarang sekali mencatat pertobatan perseorangan (Mzm 51:14, peristiwa Naaman, Yosia dan Manasye), tapi menubuatkan pertobatan 'segala ujung bumi' kepada Allah (Mzm 22:28). Bagi orang Israel, yaitu umat perjanjian Allah, pertobatan berarti kembali kepada Allah sesudah tersesat dan sesudah mendurhakai-Nya. Dengan perkataan lain, bukan berubah agama tapi meneguhkan kembali kepercayaan dan ketaatan pribadi kepada Allah. 

Penekanan Perjanjian Lama (PL) mencakup pertobatan melebihi duka cita penyesalan dan perubahan tingkah laku lahiriah. Dalam keadaan apa pun pertobatan yang sungguh kepada Allah mencakup merendahkan diri batiniah, perubahan hati yang sungguh, dan benar-benar merindukan pengampunan Tuhan (Ul 4:29 dan; 30:2, 10Yes 6:9 dan juga Yer 24:7), disertai pengenalan yang jelas dan baru akan diriNya dan jalan-Nya (Yer 24:7; demikian juga 2 Raj 5:152 Taw 33:13).
Sementara Dalam Perjanjian baru di bagi menjadi bebrapa hal
A. Metanoia dan metanoeo muncul dalam PB kr 58 kali dan selalu diterjemahkan 'bertobat', kecuali Luk 17:3 ('menyesal') dan Ibr 12:17 ('memperbaiki kesalahan', yang lebih merupakan tafsiran daripada terjemahan). 

Arti asasi kedua kata di atas ialah perubahan hati, yakni pertobatan nyata dalam pikiran, sikap, pandangan dengan arah yang sama sekali berubah, putar balik dari dosa kepada Allah dan pengabdian kepada-Nya. Inilah yang terungkap dalam perangai atau perilaku seseorang sebagai dampak dari karya Roh Kudus yang melahirkan kembali orang itu.

Tapi adalah salah bila meremehkan duka cita penyesalan dan kebencian terhadap dosa, berpaling dari dosa itu dan menghadap Allah. Memang benar, ada dukacita yang abnormal yang bukan pertobatan (2 Kor 7:10); dukacita demikian jelas dalam peristiwa Yudas (Mat 27:3-5) dan Esau (Ibr 12:17). Tapi ada duka cita penyesalan yang sesuai dengan kehendak Allah, yang melahirkan pertobatan dan mendatangkan keselamatan (2 Kor 7:9-10) dan hal ini, mutlak sebagai unsur pertobatan (Ayb 42:5-6Mzm 51:1-17Luk 22: 61).

Pertobatan adalah syarat mutlak untuk beroleh keselamatan. Yesus memulai pelayanan-Nya di muka umum dengan seruan 'bertobatlah', dan salah satu ucapan-Nya sebelum Ia naik ke sorga ialah, 'pertobatan dan pengampunan dosa harus diberitakan kepada segala bangsa' (Luk 24:47, dan 13:3-5). Baik Petrus (Kis 2:38) maupun Paulus (Kis 17:30) memberitakan mutlak perlunya pertobatan, dan dalam Kis 20:21 Paulus meringkaskan injilnya dengan, 'Bertobat kepada Allah dan percaya kepada Tuhan kita Yesus Kristus'. Tuntutan supaya bertobat, dan kenyataan bahwa pertobatan adalah mutlak perlu untuk pengampunan dosa dan beroleh hidup yang kekal, menyatakan bahwa keselamatan mustahil tanpa pertobatan. 'Iman' tanpa pertobatan bukanlah iman yang membawa kepada keselamatan.

Adalah sia-sia mempertanyakan yang mana lebih dahulu: pertobatan atau iman? Keduanya terjadi serentak. Iman terarah kepada Kristus untuk memperoleh keselamatan dari dosa, kekudusan, kehidupan dan mencakup perihal membenci dosa dan meninggalkannya yang disebut pertobatan, yakni berbalik dari dosa kepada Allah termasuk menerima anugerah Allah dalam Kristus dengan iman.

B. Kata "Epistrefo" muncul 30 kali. Dalam arti harfiah kata ini diterjemahkan 'kembali' atau 'berpaling' (Mat 10:13; 24:18Kis 16:18Why 1:12). 

Satu kali diterjemahkan 'insaf berkaitan dengan pemulihan Petrus sesudah kejatuhannya ke dalam dosa (Luk 22:32). Jika kata itu mengandung makna keagamaan, maka biasanya diterjemahkan 'berbalik' (Mat 13:15 dan ayat-ayat yang sejajarnya, dialaskan pada kata Ibrani syuv), dan dua kali diterjemahkan 'bertobat' (Kis 3:19; 15:3). Kata kerja biasa strefo juga diterjemahkan 'bertobat' dalam Mat 18:3.
Jadi epistrefo menunjuk kepada tindakan 'putar balik' atau 'pertobatan' kepada Allah, unsur yang sangat menentukan dan dengan itu orang berdosa Yahudi atau non-Yahudi masuk ke dalam eskatologis Kerajaan Allah melalui iman dalam Yesus Kristus dan menerima pengampunan dosa. Tindakan ini menjamin perolehan keselamatan yang dibawa oleh Kristus, dan sifatnya adalah sekali untuk selamanya, tidak dapat diulangi seperti teracu dalam pemakaian biasa 'waktu aoristus' dari kata kerja Yunani bersangkutan.
Jadi, orang yang bertobat adalah orang yang beranjak dari kehidupan lama dan masuk dalam kehidupan yang di pimpin oleh Tuhan. 

Orang yang di pimpin oleh Tuhan seumpama dengan seorang anak kecil yang polos dan berkantung hidupnya kepada orangtuanya. Itu sebabnya Yesus berpesan kalau mau menjadi yang terbesar dalam kerajaan Allah harus bertobat atau berbalik (epistrefo)dari hidup yang penuh dengan kedagingan kepada hidup yang penuh kasih dalam kekuasaan Tuhan.

2.MERENDAHKAN DIRI MENJADI SEPERTI SEORANG ANAK KECIL

Kata merendahkan diri artinya "mengurangkan, mengebawahkan, menjatuhkan, menurunkan, memperkecilkan" pertanyaan sederhananya adalah apanya yang mengurangi dan menurunkan ? Yang harus menurunkan atau mengurangi adalah "ego" sifat kedagingan harus di kalahkan dan menanamkan sifat ilahi yaitu Manusia baru.

Kolose 3:8-10 Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu. Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya,  dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya;

Sifat baik yang dalam PL ditunjukkan dengan perilaku lahiriah seperti menangis, *berpuasa, dan mengoyakkan jubah (1Raj. 21:292Raj. 22:11-20Ams. 3:34). Dalam PB kerendahan hati adalah merasa tak berdaya seperti *anak-anak (Mat. 18:4), tidak mempertahankan kedudukan (Flp. 2:8-9), atau tidak merendahkan martabat orang lain (Luk. 14:11; 18:4). Kerendahan hati seperti ini berkenan kepada Allah (Ef. 4:2). Namun, di kalangan orang Yunani kerendahan hati dianggap sebagai sesuatu yang buruk ketimbang sifat baik. Ayah Glaucus mengajar dia agar 'selalu menjadi yang terbaik, harus berada di atas orang lain'.
 Mzm 113:5, 6 melukiskan betapa tinggi dan agungnya Allah dan tanpa bandingan, namun Ia merendahkan diri untuk mengawasi ciptaan-Nya. Perjanjian Lama (PL) memuji sifat itu (Ams 15:33; 18:12), berkat Tuhan sering dicurahkan atas orang yang rendah hati. Musa dibenarkan karena kerendahan hatinya (Bil 12:3). Belsyazar ditegur oleh Daniel (Dan 5:22) karena tidak belajar pada pengalaman Nebukadnezar, yg dapat mengajarkan sikap merendahkan diri. 
Menurut 2 Taw kerendahan hati menjadi tolok ukur suksesnya pemerintahan raja. Kebaikan itu berhubungan erat dengan penderitaan yg seringkali disebabkan oleh manusia, tapi juga oleh Allah, namun selalu bermaksud menghasilkan kerendahan hati.
Demikian pula dalam PB (Mat 23:12 dan ayat-ayat sejajar) kata yang sama menyatakan hukuman atas kecongkakan (yaitu penghinaan karena hukuman Allah), dan syarat untuk mendapat kedudukan tinggi (yaitu kerendahan hati yg memberi kesempatan bagi Allah untuk memberkati).

Paulus dalam Flp 4:12 menggambarkan penderitaannya dan menjelaskan bahwa manfaatnya terletak dalam sikap menerima pengalaman sehingga keadaan mendesak menjadi kesempatan untuk mengembangkan sikap rendah hari. Dalam Flp 2:8 ia menyebut teladan Kristus yang sengaja mengesampingkan hak istimewa-Nya dan merendahkan diri langkah demi langkah. Pada waktunya Ia akan ditinggikan.

Sama seperti kebaikan lainnya, kerendahan hati dapat berupa perbuatan pura-pura. Bahaya ini dijelaskan dalam Kol. Kol 2:18 dan 2:23 memang sulit ditafsirkan, tapi jelas kerendahan hati di situ adalah kepura-puraan. Guru-guru palsu membanggakan diri sebagai orang penting dan mempertentangkan sistem spekulatifnya dengan penyataan Allah. Mereka menyangkal hal yg nampaknya dituntut oleh asketisme mereka. Paulus memperingatkan pembacanya akan bahaya kerendahan hari yg palsu; dalam 3:12 ia mendesak supaya memiliki kerendahan hati yg sejati.
Jadi artinya menurunkan ego sebagai lambang kehidupan lama dan beralih menjadi murid yang taat kepada perintah Tuhan. Seorang anak Tuhan harus mengalahkan dirinya sendiri sehingga bisa menjadi teladan bagi orang lain dalam kata-kata dan perbuatan sebagaimana pesan Rasul Paulus kepada anak didiknya.1 Timotius 4:12  Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.  Setiap anak Tuhan harus bisa memperlihatkan Kristus dalam kata-kata dan dalam perbuatan sehingga orang lain dapat mengalami Kristus dalam hidup mereka.

Dalam pemahaman sederhananya adalah "barang siapa yang bertobat dan memperlihatkan kerendahan hatinya dengan menerima orang lain, serta mencerminkan kehidupan Kristus dalam hidupnya maka sesungguhnya Kristus telah datang dalam rumahnya".

KESUMPULAN
Untuk menjadi yang terbesar dalam kerajaan Allah harus meninggalkan ego sendiri dan menuruti kehendak Tuhan yaitu seperti anak kecil yang mau taat walau aturan itu tidak tertulis tetapi melaksanakan secara taat. Demikianlah harusnya bagi kita sebagai pewaris kerajaan Allah. Amin

#taatpadakebenaranAllah
#epistrefoputarbalik
#tulisanyg.blogspot.com

Minggu, 29 Maret 2020

Perjamuan Kudus

Perjamuan Kudus
Lukas 22:14-23

Makan bersama kerap menjadi momen untuk memperingati peristiwa penting, salah satunya adalah perpisahan. Sebelum berpisah, biasanya, kita akan berkumpul bersama dengan orang terkasih. Tentu saja, acara utama pertemuan itu bukan untuk makan semata. Kesempatan itu biasanya kita pakai untuk berbicara dari hati ke hati bersama handai tolan sebelum momen perpisahan tiba.

Yesus pun melakukan hal serupa sebelum disalib dan "berpisah" dengan murid-murid-Nya. Ia menggunakan perjamuan makan Paskah terakhir untuk mencurahkan isi hati-Nya. Pada momen ini, Yesus memberi tahu mereka bahwa saat-saat penderitaan-Nya sebagai Anak Manusia akan segera tiba.

Yesus tidak menjadikan momen makan Paskah terakhir itu sebagai acara perpisahan belaka. Di situ, Ia menyelipkan sebuah pengajaran penting, bukan hanya kepada murid-murid-Nya saat itu, tetapi bagi setiap orang percaya di sepanjang zaman. Yesus berpesan agar perjamuan Paskah terus dilakukan untuk memperingati penderitaan-Nya. Roti melambangkan tubuh Kristus dan anggur adalah darah-Nya yang tertumpah bagi isi dunia.

Anak Manusia harus menderita agar menggenapi rancangan karya keselamatan Bapa. Perjamuan Kudus adalah momen bagi orang percaya untuk mengingat karya itu. Selain itu, Perjamuan Kudus juga menjadi momen bagi kita untuk mengingat janji kedatangan-Nya kembali. Saat itu, kita akan seperjamuan makan dengan-Nya.

Perjamuan Kudus memang momen penting bagi orang percaya. Sebab dalam ritual singkat itu, tersirat inti ajaran kekristenan, yaitu karya keselamatan dan janji kedatangan-Nya kembali. Dengan mengingat semua itu, seharusnya kita tetap hidup dalam kebenaran Allah. Oleh karena itu, mari kita menjalani kehidupan yang beriman kepada Kristus dengan terus mengingat pengorbanan dan karya keselamatan-Nya di setiap aspek kehidupan kita, dan tetap setia kepada-Nya selama menantikan kedatangan-Nya kembali. [YGM]

Kamis, 26 Maret 2020

Hati-hati dengan Pikiranmu

Lukas 22:1-2

Idealnya, pikiran selalu selaras dengan tindakan. Apabila memikirkan dosa, kemungkinan kita pun akan tergoda untuk melakukannya. Bahkan pada dasarnya, sejak memikirkan dosa, sebenarnya kita sudah berdosa di hadapan Allah.

Para imam kepala dan ahli-ahli Taurat sedang memikirkan sesuatu. Mereka sedang berpikir keras menemukan cara untuk membunuh Yesus. Namun, keinginan itu terhalang oleh ketakutan mereka terhadap massa. Pasalnya, banyak orang mengagumi Yesus. Ia terkenal karena ajaran-Nya selalu mendapat tempat di hati pendengar-Nya. Bahkan, para imam kepala, ahli Taurat, dan orang Saduki tidak bisa menyanggah pengajaran Yesus. Tidak hanya itu, Lukas mencatat banyak orang antusias mendengar pengajaran-Nya di Bait Allah (Luk 21:38). Oleh karena itu, para imam kepala dan ahli Taurat takut kepada mereka. Mereka takut karena tidak ingin dicap buruk dan berdosa di mata banyak orang. Jadi, mereka memikirkan cara membunuh Yesus, tetapi tanpa dicap sebagai orang berdosa. Bukannya mempersiapkan Paskah, para imam kepala dan ahli Taurat malah memikirkan jalan untuk membunuh Yesus. Hari Raya Paskah seharusnya menjadi peringatan kudus atas perjanjian antara Allah dan umat-Nya. Namun, mereka menodai hari suci itu dengan akal bulus untuk membunuh Yesus. Tanpa mereka sadari, rencana jahat itu menjadi bagian dari penggenapan nubuatan para nabi bagi karya dan pelayanan Yesus.

Mungkin, kita tidak seperti para imam kepala dan ahli Taurat yang berpikir untuk membunuh Yesus. Namun, apakah kita menyadari bahwa kita sering kali menyakiti hati Tuhan? Kita kerap melukai-Nya dengan memikirkan apa yang tidak Ia kehendaki.

Jadi, kita mesti berhati-hati dengan apa yang kita pikirkan. Jangan sampai pikiran tersebut menjadi noda dosa di hadapan Allah. Sebaiknya, mari kita memikirkan hal yang baik dan berkenan di hadapan-Nya. Mari kita memikirkan cara hidup yang taat dalam melakukan kehendak-Nya dengan setia, dan memohon agar Tuhan menguasai hati dan pikiran kita agar menyenangkan-Nya. [YGM]

Selasa, 24 Maret 2020

Bangkit dan Teguhlah!

Lukas 21:25-33

Tanda-tanda sering kali menjadi ciri khusus bahwa sesuatu akan terjadi. Tanda-tanda itu bisa membuat orang menjadi takut, tetapi ada juga yang membuat orang bersemangat. Respons seseorang terhadap tanda bergantung pada caranya menafsirkan tanda tersebut.

Perihal kedatangan-Nya, Yesus memberitahukan kepada murid-Nya mengenai tanda-tanda di langit dan di bumi. Di langit, terlihat tanda pada matahari, bulan, dan bintang-bintang. Di bumi, laut bergelora sehingga seluruh bangsa bingung dan takut. Manusia juga diliputi ketakutan dan kecemasan karena rentetan kejadian tersebut. Saat itulah, orang akan melihat kedatangan Anak Manusia dengan kekuasaan dan kemuliaan-Nya (25-27). Waktu itu akan menjadi hari penyelamatan bagi orang percaya. Oleh karena itu, ketika semua tanda itu tergenapi, kita harus bangkit sekaligus bangga menyambut kedatangan Kristus.

Semua perkataan Yesus pasti akan terjadi. Kepastian ini disampaikan Yesus melalui sebuah perumpamaan. Sepasti tanda-tanda pergantian musim, demikian pula dengan kedatangan Kristus.

Kedatangan Kristus, pada Hari Tuhan merupakan puncak hukuman bagi orang berdosa, tetapi tidak bagi orang percaya. Bagi orang percaya, kedatangan Yesus merupakan puncak dari pengharapan dan keselamatan dalam Yesus Kristus. Oleh karena itu, tanda-tanda itu seharusnya membuat kita bangkit dan bertumbuh dalam iman menyambut kedatangan-Nya.

Kita sering kali takut, cemas, bahkan khawatir tentang banyak kejadian dalam dunia ini. Berita tentang bencana alam dan konflik antar bangsa seakan-akan tidak berujung. Berbagai peristiwa itu mungkin membuat kita bertanya mengapa semua itu harus terjadi. Firman Tuhan menegaskan bahwa semua itu seharusnya tidak membuat iman kita luntur, apalagi mati. Bangkit dan teguhlah dalam iman! Dunia boleh bergejolak, tetapi umat Allah semakin teguh bertumbuh dalam iman. Biarlah tanda-tanda terjadi, namun kita tetap teguh berpegang dalam iman kepada Kristus sampai akhir sambil percaya bahwa Dia senantiasa menyertai kita. [YGM]

Sabtu, 21 Maret 2020

WAJIBKA UMAT TUHAN MEMBAYAR PAJAK

Hal Membayar Pajak
Lukas 20:20-26

Seorang mata-mata bertanya kepada Yesus: "Apakah kita diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?" (21). Yesus tahu bahwa jawabannya bukanlah boleh atau tidak. Dia juga tahu-terlepas dari jeratan pertanyaan itu-ada hal prinsipiel di balik pertanyaan tersebut.

Ahli-ahli Taurat dan imam-imam kepala percaya bahwa Allah adalah raja mereka. Tanah air yang mereka diami adalah karunia Allah dan milik-Nya. Kalaupun harus membayar, Allah yang berhak menerima, bukan penjajah. Itulah yang mereka lakukan melalui persembahan persepuluhan. Persoalannya, mereka berada dalam penjajahan Romawi yang menarik pajak dari warga setempat.

Pertanyaan itu juga merupakan pertanyaan umat Kristen mula-mula. Bolehkah membayar pajak kepada penguasa kafir, padahal Allah itu Esa? Bukankah dengan membayar pajak, secara tidak langsung, berarti mendukung agama kafir?

Kisah ini tak hanya bicara soal pajak. Yesus berhasil menguraikan persoalan itu dengan cerdik. Dia meminta mereka menunjukkan mata uang yang digunakan untuk membayar pajak. Setelah itu, Yesus bertanya, "Gambar dan tulisan siapakah ada padanya?" (24).

Pertanyaan itu bermaksud menjernihkan persoalan. Mata uang sebagai alat pembayar pajak memperlihatkan pengakuan wewenang kaisar secara tidak langsung. Mereka terpaksa mengakui kewibawaan kaisar dalam hidup sehari-hari. Pada titik itulah, Yesus berkata, "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah."

Namun, kalimat Yesus juga gamblang memperlihatkan bahwa keberadaan kaisar sejatinya lebih rendah daripada Allah. Bukankah Allah yang menciptakan kaisar, dan bukan sebaliknya? Artinya, jika pemerintah menyimpang, umat Allah wajib mengkritiknya! Orang Kristen harus lebih takut kepada Allah.

Selain itu, kita harus menjadi warga negara yang baik dengan menjalankan kewajiban kita kepada negara.[YGM]

Fb group.RH Lilin Kecil

Jumat, 20 Maret 2020

ARTI KATA IRONI

Ironi
Lukas 21:1-4

Kata ironi berasal dari bahasa Yunani, yaitu eironia. Artinya adalah majas yang mengungkapkan sindiran halus. Dalam literatur, ironi sering digunakan untuk menekankan suatu hal yang ingin diutarakan oleh penulis agar pesan yang ingin disampaikannya menjadi lebih kuat.

Pada bagian ini, Yesus menggunakan ironi untuk menggambarkan situasi yang menyedihkan sekaligus memalukan. Pada nas sebelumnya, kita sudah melihat ahli-ahli Taurat memperlakukan para janda secara tidak adil (20:47). Walau sebenarnya, Allah memerintahkan mereka untuk memperhatikan janda-janda itu.

Nas kali ini bercerita tentang seorang janda yang memberi persembahan di Bait Suci. Jumlah pemberiannya memang sedikit. Namun, secara persentase ia memberikan lebih banyak daripada orang kaya (3). Fenomena ini ironis sekaligus membuat Yesus begitu kagum. Bahkan, Ia sampai memuji persembahan janda tersebut, bukan karena jumlah, tetapi ketulusannya. Nas ini menunjukkan bahwa memberi walau sedang dalam kondisi yang lemah sangat menyenangkan Tuhan (4). Kesulitan bukanlah alasan bagi seseorang untuk tidak memberi. Justru, memberi dalam kekurangan merupakan perwujudan kasih yang besar.

Tuhan ingin agar kita meneladani si janda yang memberi tanpa dipengaruhi oleh kondisi dan kesulitan. Mungkin, ini terlihat bodoh bagi dunia. Justru nas ini menunjukkan betapa Yesus melihat, menghargai, bahkan mengagumi tindakan seperti itu. Artinya, pengalaman serba kurang tidak boleh menyurutkan perbuatan baik seseorang.

Sekarang, kita hidup dalam budaya dengan gaya hidup mewah. Keadaan ini membentuk kita menjadi egois sehingga sulit untuk belajar memberi. Kalaupun memikirkan orang lain, itu pun demi keuntungan sendiri. Ini sungguh ironis dan menyedihkan. Seharusnya, kehidupan seorang Kristen meneladani janda yang menjungkirbalikkan sistem nilai dunia yang tanpa kasih, dan mengasihi sekalipun dalam kondisi sulit.[YGM]

Fb group:.RH LILIN KECIL

Rabu, 18 Maret 2020

cerita soal Iman

Pada suatu hari di kampung Yoasim ada satu keluarga yang terdiri atas bapak mama dan kedua anak mereka yaitu satu laki-laki dan satunya perempuan. Bapaknya buta karena kena  cipratan batu waktu kerja. Suatu hari terdengar berita di kampung akan ada kebaktian kebangunan rohani (KKR) dari kota akan diadakan di kampung sehingga bapak mengatakan kepada anaknya anak saya ingin menghadiri kebaktian itu supaya aku dapat sembuh. Anaknya mengatakan ok bapak kalau begitu nanti saya antar bapak ke kebaktian nanti. Setelah dua hari kemudian bapak dan anaknya berangkat sebelum ibadah KKR mulai dengan harapan bapak dapat sembuh dari kebutaannya.

Setelah pemberitaan Firman Tuhan seperti biasanya dalam kebaktian kebangunan rohani pendeta tantang semua yang ingin disembuhkan silakan maju ke depan untuk di doakan. Maka anak dari bapak yang buta itu mengantar bapaknya ke dekat pangkung. Pendeta mulai mendoakan satu persatu sampai kepada bapak yang buta itu dan pendeta bertanya bapak, apakah bapak percaya Yesus sanggup menyembuhkan bapak ? jawabnya saya percaya. Apakah bapak percaya dalam kuasa kematian dan kebangkitan-Nya dapat menolong dan memberkati bapak serta menyembuhkan mata bapak yang buta hari ini ?  Jawabnya saya percaya Yesus anak Daud dapat menolong saya sebagaimana yang Dia lakukan kepada kebanyakan orang lainnya.

Selanjutnya pendeta bertanya yang terakhir kepada bapak yang buta itu, apakah bapak ke tempat ibadah ini bersama keluarga ? Ya benar pak pendeta. Apakah istri yang mengantar ? Jawabnya tidak pak pendeta saya diantar sama IMAN. Pendeta jawab dengan TEGAS dengan satu KEYAKINAN yang sama dan berkata kepadanya kalau begitu bapak akan disembuhkan oleh IMAN bapak hari ini dan saat ini juga. 

Bapak yang buta ini terkejut mendengarnya dan berkata kepada pak pendeta bapak saya hari ini jam ini juga saya sangat kecewa akan ucapan bapak. Saya pikir bapak akan menyembuhkan saya dengan doa-doa bapak sebagai dengan yang lainnya namun bapak mengatakan IMAN yang menyembuhkan saya. Iman selalu bersama saya tetapi dia tidak perduli dengan apa yang saya alami ini. Dia tahu saya buta tetapi dia (Iman) hanya terdiam seribu bahasa tidak melakukan apapun. Tetapi kenapa begitu pak pendeta apakah saya mendidik iman salah ?

Pendeta bertanya kepadanya maksudnya bagaimana bapak ? Jawabnya iman itu adalah anak laki-laki satu-satunya yang tinggal di rumah. Pendeta terdiam seribu bahasa dan berkata coba bapak kasitahu sebelumnya supaya aku paham.

Cerita ini lucu namun bagaimana kita menafsirkanya ? Iman yang tersimpan hanya dalam kata-kata akan mendatangkan kekecewan yang mendalam. Karena kita menganggap bahwa iman itu hanya ada dalam imajinasi saja. Belajar untuk percaya yang tidak terlibat...corona vs KUASA DARAH YESUS.(YGM)

Cerita by.yoelgiban


Bagian ke 4 tiga jenis kebaikan

BAGIAN KE-4 TIGA JENIS KEBAIKAN MANUSIA PADA ASPEK KEBAIKAN JIWANI="HARUS TAHU MEMBALAS BUDI ATAS KEBAIKAN ORANG LAIN"

“Tetapi jikalau seorang janda mempunyai anak atau cucu, hendaknya mereka itu pertama-tama belajar berbakti kepada kaum keluarganya sendiri dan membalas budi orang tua dan nenek mereka, karena itulah yang berkenan kepada Allah.”
‭‭1 Timotius‬ ‭5:4‬ ‭TB‬‬

Dibawah ini merupakan gambar  foto yang sangat inspiratif bagaimana jiwa hewan/binatang singa, yang tahu membalas budi kepada seorang gadis yang pernah merawat dirinya ketika sakit serius dan hampir mati. Ketika singa bertemu dan melihat gadis penyelamat dirinya, singa tersebut berdiri, merangkul dan memeluk berulang-ulang kepada gadis tersebut, sebagai ekspresi tindakan dan sikap membalas budi baik gadis itu.

Apa yang dilakukan singa ini, merupakan "tamparan" kepada umat manusia, termasuk umat pemercaya, karena tidak sedikit di dalam dunia kerohanian, terdapat sikap-sikap pengkhiatan, bagaimana orang orang yang pernah mendapat dan merasakan kebaikan orang lain, namun di kemudian hari, dirinya menjadi "pengkhianatnya". Beberapa kasus misalnya: seorang pekerja atau pendamping gembala, kemudian "menikam dari belakang" kepada gembala yang didampinginya, lalu membawa sebagian jemaat lari, dan digembalakan sendiri, setelah dirinya berpengaruh di tengah-tengah jemaat itu.

Saran:

Janganlah orang Kristen menggenapi pepatah "air susu di dalas air tuba" dalam perjalanan hidupnya, karena binatang/hewan singa yang buas dan ganas, bisa tahu membalas budi orang yang pernah menyelamatkan nyawanya; padahal hewan itu hanya terdiri dari tubuh dan jiwa; harusnya orang Kristen, yang terdiri dari tubuh, jiwa, dan roh, bahkah ditambah Roh Kudus menyatu dengan roh kita; mampu berperilaku sama, bahkan sangat mungkin lebih dari itu, yakni membalas budi baik orang lain yang pernah kita terima dan rasakan, amen.

bagian ke 1 tiga jenis kebaikan

BAGIAN KE-1 "TIGA JENIS KEBAIKAN MANUSIA SALAH SATUNYA KEBAIKAN JIWANI":

Seorang ayah dan ibu yang bertanggung jawab untuk memelihara anak-anaknya adalah merupakan wujud dari kualitas kebaikan jiwani, seperti firman Tuhan berikut ini:

“Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya.””
‭‭Matius‬ ‭7:9-11‬ ‭TB‬‬

Gambar binatang di bawah merupakan simbul dari kebaikan jiwani, karena binatang memang tidak memiliki roh, namun seganas apapun binatang buas, yang bersangkutan memiliki naluri bawaan dari lahir, bahwa dirinya akan bertanggung jawab untuk memelihara dan mengayomi anak-anaknya.

Orang tua tidak cukup hanya bertanggung-jawab untuk memberi kecukupan makan dan minum bagi anak-anaknya. Anak anak juga perlu perlindungan dari sisi yang lain, salah satu contohnya adalah jiwanya. Orang Kristen yang kawin cerai, sebagai orang tua, tindakan itu merupakan "kejahatan" jiwani yang berpengaruh langsung kepada jiwa anak-anaknya.

1. Memisahkan anak dengan salah satu orang tuanya, atau bisa kedua-duanya, jika anak itu tidak mau ikut orang tuanya, misalnya akhirnya anak itu dirawat neneknya.
2. Menimbulkan rasa traumatik dikemudian hari, yakni anak anaknya akan trauma dan bisa bisa sampai tidak mau menikah jika sudah akil balig nanti.
3. Dan lain-lain.

Saran: Semoga tidak ada otang tua kristiani yang melakukan kejahatan jiwani kepada anak anaknya; yakni menelantarkan anak kandungnya, dan lalu hidup semau "gue".amin

Bagian ke 2 tiga jenis kebaikan manusia

BAGIAN KE-2 TIGA JENIS KEBAIKAN MANUSIA PADA ASPEK KEBAIKKAN JIWANI ADALAH "ANAK HARUS MENGHORMATI ORANG TUA"

“Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan, Allahmu, kepadamu.”
‭‭Keluaran‬ ‭20:12‬ ‭TB‬‬

Gambar binatang di bawah ini, bagaimana ke-dua anaknya berendeng mengapit induknya, dan yang sebelah nampak sepertinya mengelus-eluskan kepalanya ke ibunya, sebagai tanda ekspresi sayang dan hormatnya kepada induk yang melahirkan dan merawatnya. Tidak mungkin anak binatang buas itu akan melawan dan memangsa induknya sekali pun kelak kekuatannya menyamai induknya.
Demikian juga, gambar momen istimewa bagi anak ke-duaku ketika diwisuda dalam gambar berikutnya; sebagai tanda hormatku kepada ibuku (nenek ke-dua anak-anakku); sengaja ibuku saya jemput dari Jepara, Jawa-Tengah dan saya bawa ke Bekasi, Jawa-Barat, dengan tujuan agar bisa menghadiri acara wisuda cucunya tersebut, sehingga ibuku turut merasakan kebahagiaan kami semua.

Saran dan kesimpulan:
Semoga tidak ada diantara kita para pengikut Kristus, menjadi anak yang tidak menghormati orang tua, karena hal itu merupakan bagian dari kebaikkan jiwani. Jangan kalah dengan binatang, sekalipun tanpa anjuran firman Allah dan juga tidak memiliki roh; mereka pun sanggup menghormati induk yang pernah melahirkan dan membesarkannya. Amin

Senin, 16 Maret 2020

Hal Membayar Pajak

Hal Membayar Pajak
Lukas 20:20-26

Seorang mata-mata bertanya kepada Yesus: "Apakah kita diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?" (21). Yesus tahu bahwa jawabannya bukanlah boleh atau tidak. Dia juga tahu-terlepas dari jeratan pertanyaan itu-ada hal prinsipiel di balik pertanyaan tersebut.

Ahli-ahli Taurat dan imam-imam kepala percaya bahwa Allah adalah raja mereka. Tanah air yang mereka diami adalah karunia Allah dan milik-Nya. Kalaupun harus membayar, Allah yang berhak menerima, bukan penjajah. Itulah yang mereka lakukan melalui persembahan persepuluhan. Persoalannya, mereka berada dalam penjajahan Romawi yang menarik pajak dari warga setempat.

Pertanyaan itu juga merupakan pertanyaan umat Kristen mula-mula. Bolehkah membayar pajak kepada penguasa kafir, padahal Allah itu Esa? Bukankah dengan membayar pajak, secara tidak langsung, berarti mendukung agama kafir?

Kisah ini tak hanya bicara soal pajak. Yesus berhasil menguraikan persoalan itu dengan cerdik. Dia meminta mereka menunjukkan mata uang yang digunakan untuk membayar pajak. Setelah itu, Yesus bertanya, "Gambar dan tulisan siapakah ada padanya?" (24).

Pertanyaan itu bermaksud menjernihkan persoalan. Mata uang sebagai alat pembayar pajak memperlihatkan pengakuan wewenang kaisar secara tidak langsung. Mereka terpaksa mengakui kewibawaan kaisar dalam hidup sehari-hari. Pada titik itulah, Yesus berkata, "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah."

Namun, kalimat Yesus juga gamblang memperlihatkan bahwa keberadaan kaisar sejatinya lebih rendah daripada Allah. Bukankah Allah yang menciptakan kaisar, dan bukan sebaliknya? Artinya, jika pemerintah menyimpang, umat Allah wajib mengkritiknya! Orang Kristen harus lebih takut kepada Allah.

Selain itu, kita harus menjadi warga negara yang baik dengan menjalankan kewajiban kita kepada negara.[YGM]

Fb group.Rh lilin Kecil

Minggu, 15 Maret 2020

Dampak dari emosi dan kemarahan

DAMPAK EMOSI DAN KEMARAHAN

Wajar saja jika seseorang melakukan suatu tindakan yang di pengaruhi oleh emosi atau karena marah. Sebagai Manusia emosi atau marah merupakan tanda kita masih manusia yang hidup dalam dunia. Namun persoalan besarnya adalah jika emosi atau kemarahan itu melahirkan petaka dan melukai orang lain akan dapat membawa kita dalam berbagai masalah. 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: Emosi adalah, luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat atau keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan); keberanian yang bersifat subjektif). Berbeda dengan kata "Marah" sebab marah berarti sangat tidak senang disebabkan karena dihina, diperlakukan tidak sepantasnya, dsb) atau juga "mendengar" ucapannya yang kasar akan membangkitkan kemarahan.

Oleh karena itu kita harus memahami bahwa sebenarnya  dari mana datangnya Emosi ? Emosi datang dari pendengaran akan hal-hal yang negatif ataupun positif dari teman-teman atau orang lain di sekitar kita. Karena itu pergaulan juga menentukan emosi kita.Paulus berkata dalam 1 Korintus 15:33 (TB)  "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik".

Apa saja dampak yang di timbulkan oleh emosi kita ?

"AKIBAT (hasil) DARI EMOSI ADALAH:
  1. KEBAHAGIAAN, KESENANGAN, SEMANGAT (positif)
  2. KEMARAHAN DAN KEMARAHAN MELAHIRKAN
  3. MALAPETAKA, YANG AKHIRNYA
  4. KEHILANGAN KEMULIAAN ATAU HAK HIDUP"

PERBEDAAN KEMARAHAN YESUS DAN KEMARAHAN HERODES dan MUSA

  1. YESUS: Markus 10:14 (TB)  Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.
  2. MUSA : Keluaran 17:2 (TB)  Jadi mulailah mereka itu bertengkar dengan Musa, kata mereka: "Berikanlah air kepada kami, supaya kami dapat minum." Tetapi Musa berkata kepada mereka: "Mengapakah kamu bertengkar dengan aku? Mengapakah kamu mencobai TUHAN?"
  3. HERODES: Matius 2:16 (TB) Ketika Herodes tahu, bahwa ia telah diperdayakan oleh orang-orang majus itu, ia sangat marah. Lalu ia menyuruh membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya, yaitu anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah, sesuai dengan waktu yang dapat diketahuinya dari orang-orang majus itu.

APAKAH KITA BOLEH MARAH ? APAKAH MARAH ITU DOSA ?
Selama "Marah" baik untuk mendatangkan kebenaran silakan saja itu baik, namun kemarahan itu mendatangkan masalah usahakan untuk tidak mengeluarkan kata-kata yang berdampak negatif.

YESUS BERPENDAPAT DALAM, Matius 5:22 "Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.

Dampak ( pengaruh) dari Emosi adalah
[x]Melukai orang lain, sahabat, teman, atau siapa saja: akibatnya semua akan menjau dari kita
[x]Akan ada konsekwensi dari tindakan yang kita buat: kehilangan teman atau keluarga kita.
[x]Menyesal merupakan tidak yang tidak berarti adalah suatu tindakan kebodohan oleh sebab itu usahakan untuk tidak melakukan suatu tindakan kebodohan
[x]Kita akan kehilangan orang terbaik di sekitar kita

Apa yang harus kita lakukan agar terhindar dari malapetaka ?

[x]Belajar untuk tidak terprofokasi dengan kata-kata yang tidak berfaeda
[x]Biasakan untuk selalu berpikir positif atas segala hal
[x]Semaksimal mungkin bergaul positif dengan semua orang

KESIMPULANNYA

JADILAH PRIBADI YANG TERKESAN DALAM SEGALA HAL, SEBAB ITU AKAN MEMBERIKAN KENANGAN TERINDAH BAGI ORANG LAIN DI SEKITARMU. IKUTI TELADAN YESUS. WALAU MELAKUKAN HAL YANG DIANGGAP ORANG LAIN NEGATIF TETAPI SELALU MENDATANGKAN KEBAIKAN UNTUK  BANYAK ORANG. SEPERTI YESUS BUAT KERIBUTAN DALAM RUMAH IBADAH, SEPERTI YESUS BERDUAAN DENGAN SEORANG PEREMPUAN YANG KEDAPATAN BERZINA YESUS SELALU ADA DALAM KEBENARAN. (YGM)

Fb group.Rh Lilin Kecil


Kisah Para Penggarap Kebun Anggur

Lukas 20:9-19

Apakah komentar Anda mengenai para penggarap kebun anggur dalam perumpamaan Yesus ini? Mungkin Anda akan bergumam, "Enggak tahu diri!" Gumaman Anda tepat! Mereka agaknya lupa-atau lebih tepat melupakan-siapa diri mereka. Meski berstatus penyewa, mereka tak mau membayar sewa. Bahkan, mereka memukuli hamba-hamba utusan sang pemilik dan membunuh ahli warisnya. Oleh karena itulah, si pemilik siap menghukum mereka (16)!

Mereka dihukum karena lupa diri. Bukankah mereka cuma penyewa? Mereka telah mendapatkan kesempatan hidup dari kebun anggur itu. Bukankah jika tidak diberikan kesempatan itu, mereka akan menjadi penganggur? Akan tetapi, itulah masalahnya. Mereka tak puas menjadi penyewa, tetapi ingin menjadi pemilik. Itulah alasan utama mereka membunuh anak dari sang pemilik. Mereka ingin menjadikan kebun anggur itu sebagai milik pribadi.

Perumpamaan Yesus yang berakhir dengan vonis itu ditanggapi positif oleh orang banyak yang mendengarkan cerita itu. Mereka agaknya sayang dengan nasib para penggarap itu dan berharap adanya pengampunan dari sang pemilik (16).

Namun demikian, ahli-ahli Taurat dan imam-imam kepala, yang merasa tersindir dengan perumpamaan itu, malah makin membenci Yesus (19). Mereka merasa, merekalah yang dimaksudkan dengan para penggarap kebun anggur itu. Namun, bukannya bertobat, mereka malah berupaya menangkap Yesus. Tindakan itu sejatinya makin menegaskan bahwa merekalah para penggarap kebun anggur itu dalam dunia nyata. Tampaknya, para ahli Taurat dan imam kepala juga sudah lupa diri!

Dalam hidup, sejatinya kita pun tak luput dari kesalahan. Allah yang Mahamurah menggunakan banyak cara untuk mengingatkan kita. Jalan terbaik bagi kita bukanlah mengeraskan hati, melainkan bertobat. Itu jugalah nasihat penulis surat Ibrani: "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu!" (Ibr 4:7). Dengan demikian, sikap mengeraskan hati harus dibuang jauh! [YGM]

Fb group.Rh lilin kecil

Sabtu, 14 Maret 2020

TIDAK PERCAYA DIRI

TIDAK PERCAYA DIRI
Lukas 20:1-8

Demikianlah pertanyaan para imam kepala, ahli Taurat, dan tua-tua kepada Yesus: "Katakanlah kepada kami dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu, dan siapa yang memberikan kuasa itu kepada-Mu!" (2). Agaknya, pertanyaan ini dilandasi rasa kurang percaya diri.

Di satu sisi, mereka mengakui bahwa Yesus memang lain dari yang lain. Guru dari Nazaret itu mengajar dengan penuh kuasa. Akan tetapi di sisi lain, mereka terlalu angkuh untuk mengakuinya di depan umum. Oleh karena itu, mereka merasa perlu bertanya kepada Yesus. Mereka ingin mendapatkan ketegasan dari mulut Yesus sendiri.

Yesus tidak menanggapi pertanyaan itu. Dia malah mengajukan pertanyaan baru yang membawa mereka ke dalam dilema. Jika mereka mengakui bahwa baptisan Yohanes berasal dari surga, maka mereka seharusnya memercayainya. Namun, kalau kuasa itu berasal dari manusia, mereka sadar bahwa perkataan Yohanes Pembaptis memang tidak bisa dibantah kebenarannya. Bahkan, mereka takut kalau orang banyak akan melempari mereka dengan batu.

Jalan tengah pun mereka ambil dengan mengatakan bahwa mereka tidak tahu (7). Jalan itu sengaja ditempuh karena mereka memang tidak mau terus terang mengakui kebenaran yang dinyatakan Yohanes Pembaptis. Itu berarti mereka juga tidak tahu apa yang benar untuk diri mereka sendiri. Bahkan, mereka tidak mampu mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Sekali lagi, semua itu didasari rasa kurang percaya diri. Kata anak muda zaman sekarang: nggak pede!

Itu jugalah yang dikatakan Yesus. Intinya, mereka tidak mau memercayai kebenaran yang dinyatakan Yohanes Pembaptis. Artinya, mereka tidak mengakui bahwa Allahlah yang mengutus-Nya. Ketika mereka tidak memercayai kebenaran baptisan Yohanes, mereka juga tidak mungkin memercayai Yesus Orang Nazaret. Oleh karena itu, Yesus tidak menyatakan dengan terus terang. Sebab, semuanya sudah terang. Karena itu, marilah kita berusaha menumbuhkan rasa percaya diri di dalam diri kita masing-masing [YMI]


fb group. Rh Lilin Kecil

Jumat, 13 Maret 2020

Hidup sebagai anak Tuhan bagian I Revisi

Teks.Efesus 5:1-3 (TB)  "Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah.Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut saja pun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus".

Dalam teks diatas Rasul Paulus menasihatkan kepada jemaat di Efesus bahwa sebagai anak Tuhan harus memperlihatkan perbedaan kualitas hidup seperti terang dalam kegelapan. Anak Tuhan identik dengan terang yang bersinar di malam hari. Terang yang dimaksudkan adalah seperti lilin kecil dalam gelap akan terlihat besar. Itu sebabnya Paulus menasehatkan anak-Tuhan seperti lilin kecil dalam kegelapan. Anak Tuhan berbeda dengan anak-anak dalam kegelapan. Perbedaan itu  harus terlihat dari, sikap, tutur kata, tindak tanduk dan perbuatan dalam menjalani hidup.

Rasul Paulus menasihatkan kepada kita mengenai bagaimana  dapat mewartakan Kristus dalam kesaksian hidup melalui sikap saling mengasihi dan saling mengampuni serta saling memolong dalam Tuhan. Rasul Paulus juga menegaskan dalam pasal sebelumnya, khususnya di dalam ayat-ayat terakhir pasal tersebut, yang ditunjukkan dengan penggunaan kata sebab itu yang digunakan sebagai kata sambung untuk menghubungkan apa yang telah ia katakan di dalam pasal sebelumnya dengan apa yang terkandung di dalam ayat-ayat di atas ini, “Sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu, sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, atau penurut-penurut teladan-Nya (TL).” Sehingga sikap kata-kata dan perbuatan kita menjadi kesaksian yang hidup yang dapat mempengaruhi kehidupan orang lain dalam mengiring Tuhan.

Orang percaya harus meneladani Yesus, sepanjang Ia menyatakan Diri-Nya dalam hidup kita dengan ikuti teladan-Nya. Hidup anak Tuhan harusnya menyelaraskan diri dengan teladan-teladan-Nya, dan memperbarui kembali gambar Allah di atas diri kita. Hal ini dapat mendatangkan kehormatan bagi hidup beragama kita, bahwa dalam ber-agama berarti meneladani Allah. Jadilah kamu penurut-penurut Allah, atau berusahalah menyerupai Dia dalam setiap anugerah, khususnya di dalam kasih-Nya serta di dalam kebajikan-Nya dalam mengampuni. Allah adalah kasih, dan barang siapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah, dan Allah di dalam dia. Dengan demikian Ia telah menyatakan nama-Nya, yaitu Pengasih dan penyayang, dan berlimpah kasih setia. Hal hal ini harusnya menjadi kesaksian yang hidup dalam bermasyarakat sehingga secara tidak langsung kita menjadi pewartanya Allah. Pewarta bukan hanya yang menyampaikan Firman Allah diatas mimbar gereja melainkan pewarta yang hidup adalah dia yang meladani Yesus dalam hidup bermasyarakat dan melalui sikap dan tutur katanya menjadi kesaksian hidup yang mempengaruhi kehidupan orang lain sesungguhnya dialah pewarta yang sebenarnya.
Rasul Paulus mengajar kita bahwa anak Terang selalu membawa terang dalam kegelapan. Karena itu paulus menasehatkan kepada jemaat di Efesus bahwa " jadilah penurut" Allah" pengertian yang mendalam terlihat dalam terjemahan Firman Allah Yang Hidup  Efesus 5:1-2 (FAYH)  Dalam segala perbuatan hendaklah Saudara mengikuti teladan Allah sebagaimana seorang anak yang sangat dikasihi mengikuti teladan ayahnya. Ayat 2, Kasihilah orang lain dengan mengikuti teladan Kristus yang mengasihi Saudara, dan yang memberikan diri-Nya kepada Allah sebagai suatu kurban yang menghilangkan dosa Saudara. Dan Allah bersenang hati, sebab kasih Kristus kepada Saudara bagaikan wangi-wangian yang harum bagi-Nya.
Jadi ayat pertama dalam surat efesus dikatakan bahwa dalam segala perbuatan hendaknya mengikuti teladan Tuhan. Sebagaimana pemahaman kita dalam bermasyarakat bahwa buah tidak jauh dari pohonnya demikian juga sebagai anak Tuhan seharusnya berlaku seperti anak Tuhan. Paulus juga menasehatkan agar setiap anak Tuhan harus memperlihatkan perbedaan dalam dunia.

Sebagai pesan terakhir dari saya bahwa anak Tuhan bukan palayan Tuhan. Anak Tuhan adalah dia yang melakukan kehendak Tuhan dan mengikuti teladan Tuhan. Bukan dia yang berkata TUHAN-TUHAN tetapi perbuatan dan perkataannya jauh dari harapan Tuhan. Ayat penutup yang harus kita baca adalah Injil Matius 7:21 (TB)  Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.

Yang punya hak dan status sebagai anak Tuhan adalah dia yang melakukan kehendak Tuhan dan mengikuti teladan-Nya dan bukan dia yang mengatakan Tuhan" tetapi sikap dan perilakunya tidak mencerminkan sebagai anak Tuhan. Amin, Tuhan Yesus memberkati.

Bacar juga tulisan saya tentang "Hidup sebagai anak terang bagian 2-6 di 
https/tulisanyg.blogspot.com/ RH Lilin Kecil


Selasa, 10 Maret 2020

Undangan Yesus

 Lukas 19:1-10

Salah satu kesibukan dalam perkawinan adalah mempersiapkan undangan dan memilih tamu yang akan hadir. Masalah ini jelas sangat penting. Untuk hal ini, pemilik pesta pasti memiliki kriteria tersendiri. Misalnya, kedekatan, posisi/jabatan, teman satu profesi, dan sebagainya.

Demikian juga halnya dengan Zakheus, kepala pemungut cukai. Kawan-kawannya kaget mendengar perkataan Tuhan Yesus. "Zakheus segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu!" kata Yesus (5).

Undangan itu disampaikan di tempat yang tidak biasa. Yesus mengajaknya ketika Zakheus sedang berada di atas pohon Ara. Ia nekat memanjat pohon karena sangat ingin melihat seperti apakah Yesus. Namun, tubuhnya yang pendek tidak memungkinkan karena pandangannya terhalang oleh orang banyak.

Zakheus menyambut-Nya dengan penuh sukacita. Mereka segera menuju ke rumahnya. Kemudian, suatu mukjizat terjadi. Di rumahnya, ia berikrar akan mengembalikan 4 kali lipat kepada siapa pun yang pernah diperasnya. Tidak hanya itu, setengah dari miliknya akan segera ia berikan kepada orang miskin (8). Pada zaman itu, seorang pemungut cukai mustahil melakukan tindakan seperti ini karena mereka terkenal kikir dan jahat.

Namun demikian, tetap saja ada nada-nada sumbang, bahkan cibiran atas undangan Yesus kepada Zakheus. Akan tetapi, Yesus segera memberi jawaban kepada mereka yang bersungut-sungut itu. "Hari ini, " kata Yesus, "telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, " (9).

Yesus datang ke rumah Zakheus karena Anak Manusia datang untuk mencari yang terhilang. Undangan Tuhan Yesus adalah anugerah yang menghasilkan sukacita dan membawa perubahan hidup yang radikal. Sampai sekarang, Ia masih terus menyebarkan undangan kepada semua umat manusia. Undangan tersebut tidak memandang muka, profesi, atau kriteria apa pun. Seruan-Nya tetap sama, "Aku harus hadir di hatimu."

Jadi, mari kita sambut undangan-Nya dengan penuh sukacita. [ARP]

Minggu, 08 Maret 2020

SEKARANG SAATNYA

Sekarang Saatnya
Lukas 18:31-34

Waktu yang tepat bisa jadi merupakan salah satu faktor penting agar sebuah tindakan berhasil. Terkadang, dalam pekerjaan, pelayanan, juga dalam membuat kejutan dibutuhkan waktu yang tepat agar rencana bisa berjalan dengan sukses. Demikian juga dengan Tuhan Yesus dalam misi menyelamatkan umat manusia dari dosa. Ia menyatakan kepada para murid-Nya kapan waktu yang tepat bagi-Nya untuk menggenapi misi tersebut.

Dalam nas ini, Yesus mengatakan bahwa sudah saatnya, atau waktunya sudah tepat bagi-Nya untuk pergi ke Yerusalem. Sebab, segala yang dituliskan tentang diri-Nya (dalam tulisan para nabi) akan digenapi di sana (31). Di Yerusalem Yesus akan menyelamatkan dunia dari dosa. Caranya sungguh tidak terduga. Ia akan disesah, disalib, dihina, diludahi, dan dibunuh. Pelakunya adalah mereka yang tidak mengenal Allah (32).

Namun demikian, arti dari perkataan Tuhan ini masih tersembunyi bagi para murid-Nya (34). Tampaknya, belum waktunya bagi mereka untuk memahami maksud dari perkataan itu. Jadi, walau perkataan ini adalah pemberitahuan ketiga, mereka tetap tidak mengerti maksud Yesus.

Kita, sebagai pembaca saat ini, mungkin bisa menangkap maknanya, yaitu tentang penyaliban Tuhan Yesus. Namun, bagi mereka, maksud ini tersembunyi. Ini yang dinamakan sesuai dengan hikmat Allah, yaitu cara dan waktunya selaras dengan kehendak Allah.

Terkadang dalam kehidupan, kita juga tidak mengerti penuh apa yang menjadi rencana Allah. Kita tidak tahu kapan waktu yang tepat bagi-Nya. Dalam penantian itu, kita pun gelisah dan bingung. Bahkan, beberapa orang ada yang marah karena merasa Allah tidak peduli. Padahal, Allah menjalankan kehendak-Nya sesuai dengan cara dan waktu-Nya.

Sesungguhnya, semua akan indah pada waktunya. Hanya satu yang kita butuhkan, yaitu terus beriman kepada-Nya dalam menjalani kehidupan.

Hendaklah kita senantiasa memohon pertolongan Tuhan agar dapat terus beriman dalam menanti janji-Nya tergenapi. [ARP]

Sabtu, 07 Maret 2020

NIAT BURUK

Niat Buruk Diubah Tuhan Menjadi Berkat
2 Samuel 16:1-14

Ziba dan Simei mengambil keuntungan dari kemalangan Daud. Ziba adalah hamba Mefiboset (anak Yonatan, cucu Saul). Demi persahabatannya dengan Yonatan, Daud mencari keturunannya untuk menjamin kelangsungan hidup mereka. Ziba menceritakan tentang Mefiboset kepadanya. Daud pun mengembalikan semua kekayaan Saul kepada Mefiboset. Ia menunjuk Ziba menjadi hamba Mefiboset untuk seterusnya. Ia dan keluarganya harus mengerjakan ladang untuk Mefiboset (2Sam 9).

Daud tengah melarikan diri dari Absalom yang ingin mencuri takhtanya dan membunuhnya. Ziba mengejar Daud sambil membawa kendaraan, makanan, dan anggur. Pemberian itu untuk bekal Daud dan orang-orang yang mengikutinya.

Daud bertanya kepada Ziba tentang Mefiboset. Ziba memfitnah Mefiboset dengan mengatakan bahwa ia kini berbalik mendukung Absalom. Daud yang pikirannya sedang berfokus menyelamatkan diri tidak mungkin menyelidiki ucapan Ziba. Ia percaya saja sehingga mengatakan kepada Ziba bahwa semua milik Mefiboset kini menjadi miliknya. Ziba memanfaatkan situasi Daud yang sedang kacau untuk mendapatkan keuntungan.

Simei, yang adalah keturunan Benyamin, suku asal Saul, adalah pendukung fanatik keluarga itu. Saat berpapasan dengan Daud, ia mengutuki dan melemparinya dengan batu. Ia mengatakan bahwa apa yang menimpa Daud merupakan balasan Tuhan karena ia penumpah darah. Mungkin yang dimaksudnya adalah secara tidak langsung Daud telah menyebabkan Saul dan anak cucunya terbunuh. Ia memanfaatkan situasi Daud yang sedang terpuruk untuk melampiaskan kebenciannya.

Niat buruk orang yang memanfaatkan kemalangan orang lain untuk mendapatkan keuntungan pribadi ternyata bisa diubah Tuhan menjadi berkat. Apa pun niat Ziba, pemberiannya sangat membantu Daud. Daud juga menerima ucapan Simei untuk memperbaiki diri.

Doa: Tolonglah kami supaya tidak cepat menilai situasi, karena niat buruk orang lain pun Kau ubah menjadi kebaikan bagi kami. [WTH]

Jumat, 06 Maret 2020

seberapa baiknya saya

Lukas 18:18-27


Sebagian orang tua mungkin pernah menasihati anaknya agar menjadi baik dengan iming-iming hadiah. Dalam budaya kita, menjadi orang baik memang sangat penting. Pasalnya, kita beranggapan bahwa kebaikan akan berbuah imbalan. Lalu, bagaimana pandangan Yesus tentang menjadi orang baik?

Seorang pemimpin menyapa Yesus dengan sebutan guru yang baik. Kemudian, ia bertanya mengenai apa yang harus dilakukannya untuk mendapatkan hidup kekal (18).

Anehnya, Yesus mempertanyakan sebutan tentang "guru yang baik". Yesus menegaskan kepada pemimpin tersebut bahwa Allah saja yang baik.

Walau begitu, Tuhan Yesus tetap menjawab pertanyaan itu. "Ada satu hal lagi yang harus kaulakukan: juallah segala yang kau miliki dan bagi-bagikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku, " (22). Respons pemimpin tersebut sangat mengagetkan. Ia sangat sedih karena banyak hartanya.

Yesus melihatnya bersedih. Ia kemudian berbicara kepada orang tersebut. "Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah" (24).

Dari kisah di atas, kita belajar bahwa perbuatan baik bukan sekadar kesalehan personal. Kebaikan juga mencakup tindakan berbagi, berkorban, atau menjadi berkat bagi sesama. Semua tindakan itu akan menuntun kita untuk bergantung kepada Tuhan.

Sering kali, kita salah kaprah dengan konsep menjadi orang baik. Kita berharap kebaikan akan mengucurkan harta dan keuntungan dari surga. Seolah-olah, masa depan orang baik pasti terjamin-seperti hukum tabur-tuai. Dalam hal ini, pemeliharaan Tuhan seakan-akan tergantikan dengan kualitas kebaikan kita.

Namun, bacaan hari ini mengingatkan kita. Kebaikan adalah tindakan berbagi dan berkorban kepada sesama. Kemudian, tindakan itu harus diiringi sikap bergantung penuh kepada Allah. Dengan berani melakukan hal-hal ini, terutama sepenuh hati berserah kepada Tuhan dan mengandalkan Dia, kita sudah menaati kehendak-Nya. [ARP]

Kamis, 05 Maret 2020

Seperti Anak Kecil

 Lukas 18:15-17


Setiap orang tua berkeinginan agar anak-anak mereka diberkati oleh Yesus. Inilah alasan, dalam nas ini, orang-orang datang membawa anak-anak kepada-Nya (15). Menurut sebagian orang, anak-anak ini masih menyusu dan belum bisa berjalan. Artinya, mereka masih bergantung penuh kepada orang tuanya. Namun, apa yang terjadi? Murid-murid Yesus malah menghentikan dan memarahi orang-orang itu. Mungkin, para murid mengira, kalau orang-orang itu akan mengganggu waktu dan tenaga Yesus. Atau mungkin juga karena mereka menganggap anak-anak tidak pantas untuk datang kepada Yesus.

Apa pun alasannya, Yesus keberatan dengan anggapan bahwa anak-anak tidak penting. Ia malah memanggil dan meminta mereka untuk tidak menghalangi anak-anak itu datang kepada-Nya (16). Yesus menyambut siapa pun yang datang kepada-Nya tanpa memedulikan usia.

Ketika anak-anak datang kepada Yesus, mereka datang dengan kesederhanaan, keriangan, dan ketulusan. Aspek paling penting adalah mereka percaya tanpa rasa takut. Anak-anak itu yakin bahwa Yesus akan menerima dan memperlakukan mereka dengan baik. Yesus menginginkan sikap kita seperti anak kecil ini dalam menyambut Kerajaan Allah. Jika tidak bersikap seperti ini, kita malah tidak akan masuk ke sana (17).

Sebagai orang dewasa, kita mungkin mempunyai banyak pertimbangan dan pertanyaan tentang Kerajaan Allah. Sikap ini seperti orang Farisi yang mempertanyakan bilamana Kerajaan Allah akan datang (17:20). Mereka menggunakan penilaiannya sendiri yang sulit dicerna dengan akal sehat.

Yesus menjungkirbalikkan pandangan itu. Jika ingin masuk ke dalam Kerajaan Allah, Ia justru menuntut kita untuk menjadi seperti anak kecil. Sebab, hanya mereka yang percaya tanpa rasa takutlah yang dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.

Sikap seperti anak kecil, yang percaya sepenuhnya tanpa rasa takut perlu kita miliki supaya kita bisa masuk ke dalam Kerajaan Allah. [SLM]

Rabu, 04 Maret 2020

Dia Mengenal Hatiku

 Lukas 18:9-14

Bagaimana sikap kita ketika datang menghadap hadirat Allah? Apakah kita memiliki sikap hati yang benar?

Yesus memberikan contoh dua orang yang pergi ke Bait Allah untuk berdoa. Mereka adalah orang Farisi dan seorang pemungut cukai. Ketika orang Farisi berdoa, ia menyatakan kalau ia tidak sama dengan pemungut cukai. Bahkan, ia memaparkan telah menunaikan kewajibannya, telah beribadah, dan memberi persepuluhan. Ia mengatakan kepada Allah bahwa ia adalah orang saleh, tidak seperti kebanyakan orang berdosa lainnya (11).

Dengan melakukan semua itu, ia tidak menunjukkan kesungguhan hati, melainkan keangkuhan. Ia menganggap dirinya lebih baik dari orang lain dan dirinyalah yang benar. Itu sebabnya, ia menjadi tidak menghargai orang lain.

Berbeda dengan pemungut cukai. Ia menyadari kalau dirinya orang berdosa (13). Ia bahkan tidak berani menengadah ke langit, melainkan memukuli diri dan meminta agar Allah mengasihaninya karena merasa dirinya tak layak. Pemungut cukai bersikap rendah hati dengan mengungkapkan pertobatannya. Oleh karena itu, Allah mengindahkannya.

Pada zaman itu, Bait Allah adalah tempat umat menyembah. Allah berjanji, sebagai jawaban atas permohonan Salomo, apa pun doa yang disampaikan dengan cara yang benar di dalam atau menghadap ke rumah tersebut, doa itu akan lebih diterima (1Raj 8:28-30). Oleh karena itu, setiap hari banyak orang datang ke sana. Mungkin orang Farisi berdiri di tengah-tengah dan menegakkan kepalanya agar dilihat orang. Sedangkan pemungut cukai, berdiri jauh-jauh di pojok atau di tempat yang tak terlihat banyak orang.

Belajar dari kedua contoh di atas, mari kita mengoreksi diri. Apakah motivasi kita sudah benar atau tidak? Bila tidak, belum terlambat bagi kita untuk mengubahnya karena Allah mengenal hati kita. Allah pun akan menguji motivasi kita ketika datang berdoa, beribadah, atau menghadap-Nya secara pribadi. Sikap hati yang benar diperlukan saat kita datang menghampiri Tuhan dalam doa. [SLM]

Selasa, 03 Maret 2020

TANPA RASA BOSAN

Lukas 18:1-8

Apakah kita pernah letih menanti jawaban doa yang tak kunjung datang? Kita merasa Tuhan seperti "tuli" dan tidak mendengar permohonan kita. Doa kita seperti mentok di langit dan tak sampai ke hadirat Allah. Mungkin sebagian kita pernah mengalami fenomena seperti ini. Kita berseru siang dan malam, tetapi jawaban doa tak pernah tiba.

Yesus mengatakan suatu perumpamaan tentang seorang janda yang selalu datang kepada hakim. Janda itu meminta hakim tersebut untuk membela haknya. Awalnya, hakim itu menolak. Akan tetapi, janda itu terus datang kepadanya.

Pada zaman itu, tak ada yang bisa melindungi seorang janda selain hakim. Keluarganya tidak lagi bisa menjaganya. Sebab, setelah seorang perempuan menikah, ia bukan lagi anggota keluarga orang tuanya. Keluarga almarhum suaminya pun tidak bisa melindungi haknya. Pasalnya, setelah suami meninggal, ia tak lagi dianggap sebagai keluarga. Oleh karena itulah, janda itu terus-menerus datang kepada hakim. Mungkin saja, janda tersebut mengikuti hakim itu ke mana pun ia pergi. Ia terus mengganggu sampai hakim itu mau menolongnya.

Hakim itu tak takut akan Allah. Hatinya sama sekali tidak tergerak, meskipun janda itu memohon agar ia sudi membela haknya. Namun, karena janda itu sering datang, hakim tersebut menjadi risih. Hakim itu merasa janda itu sudah menyusahkannya. Akhirnya, hakim pun menolong perkara janda itu supaya ia berhenti mengganggunya (5).

Perumpamaan ini menunjukkan betapa besar kuasa yang timbul dari kegigihan. Usaha dan berdoa tak jemu-jemu, tanpa mengenal rasa bosan, akan membuahkan hasil. Yesus memberikan contoh bagaimana hal itu bisa berhasil di hadapan seorang hakim yang lalim, tidak takut akan Allah, dan tak menghormati seorang pun.

Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang dan malam berseru kepada-Nya? (7). Apabila kita berdoa tak jemu-jemu, kita akan semakin dekat dengan Tuhan hingga dapat mengenal-Nya lebih dalam. [SLM]

Senin, 02 Maret 2020

Ingat atau Lupa Kebaikan

Ingat atau Lupa Kebaikan-Nya?
Lukas 17:11-19

Ketika masalah atau penyakit datang menimpa, biasanya kita langsung datang kepada Tuhan. Saat seperti ini, kita tak henti-hentinya berdoa, bahkan berpuasa. Kita berharap agar Tuhan segera melepaskan beban itu dan menyediakan jalan keluarnya.

Demikian halnya dengan sepuluh orang kusta. Saat itu, Yesus menyusuri perbatasan Samaria dan Galilea. Ia baru masuk ke sebuah desa. Saat itulah, mereka meminta belas kasih-Nya dan memohon kepada Yesus agar ditahirkan.

Orang Yahudi menganggap penyakit kusta sebagai hukuman atas dosa tertentu dan mengucilkan penderitanya. Itulah sebabnya mereka hanya berteriak dari kejauhan, "Yesus, Guru, kasihanilah kami." Mereka tidak dapat mendekati Yesus karena hukum Ibrani melarang orang kusta mendekati siapa pun.

Sepuluh orang kusta itu tidak langsung meminta Yesus memberi kesembuhan. Mereka hanya meminta belas kasih-Nya agar sudi melihat penderitaan mereka.

Yesus mendengar teriakan mereka dan menunjukkan kasih-Nya. Akan tetapi, apa yang Ia lakukan kemudian? Yesus tidak langsung menyembuhkan mereka. Ia pun tidak menjanjikan kesembuhan. Yesus terlebih dahulu ingin menguji ketaatan mereka. Ia memerintahkan agar mereka pergi menemui imam (14).

Ternyata, para penderita kusta itu memiliki iman untuk menaati Yesus. Mereka menerima ujian dan membuktikan ketaatannya. Setelah itu, kesembuhan pun terjadi.

Coba kita renungkan. Apa saja yang sudah kita terima dari Tuhan? Kemudian, coba bandingkan dengan pemberian kita untuk-Nya? Bagaimana hasilnya? Tentu, berkat dan kebaikan-Nya tidak terhitung, bukan?

Janganlah mengandalkan Tuhan saat kita dalam situasi buruk saja! Mari kita datang dan bersyukur senantiasa kepada-Nya dalam segala kondisi, seperti satu orang di antara mereka yang datang kembali menemui Yesus untuk berterima kasih. Marilah kita menjadi orang-orang yang senantiasa bersyukur dan taat kepada Tuhan. Amin

Salam dari kami dan Tuhan Yesus memberkati semua...

Statistik Pengunjung