Lukas 18:9-14
Bagaimana sikap kita ketika datang menghadap hadirat Allah? Apakah kita memiliki sikap hati yang benar?
Yesus memberikan contoh dua orang yang pergi ke Bait Allah untuk berdoa. Mereka adalah orang Farisi dan seorang pemungut cukai. Ketika orang Farisi berdoa, ia menyatakan kalau ia tidak sama dengan pemungut cukai. Bahkan, ia memaparkan telah menunaikan kewajibannya, telah beribadah, dan memberi persepuluhan. Ia mengatakan kepada Allah bahwa ia adalah orang saleh, tidak seperti kebanyakan orang berdosa lainnya (11).
Dengan melakukan semua itu, ia tidak menunjukkan kesungguhan hati, melainkan keangkuhan. Ia menganggap dirinya lebih baik dari orang lain dan dirinyalah yang benar. Itu sebabnya, ia menjadi tidak menghargai orang lain.
Berbeda dengan pemungut cukai. Ia menyadari kalau dirinya orang berdosa (13). Ia bahkan tidak berani menengadah ke langit, melainkan memukuli diri dan meminta agar Allah mengasihaninya karena merasa dirinya tak layak. Pemungut cukai bersikap rendah hati dengan mengungkapkan pertobatannya. Oleh karena itu, Allah mengindahkannya.
Pada zaman itu, Bait Allah adalah tempat umat menyembah. Allah berjanji, sebagai jawaban atas permohonan Salomo, apa pun doa yang disampaikan dengan cara yang benar di dalam atau menghadap ke rumah tersebut, doa itu akan lebih diterima (1Raj 8:28-30). Oleh karena itu, setiap hari banyak orang datang ke sana. Mungkin orang Farisi berdiri di tengah-tengah dan menegakkan kepalanya agar dilihat orang. Sedangkan pemungut cukai, berdiri jauh-jauh di pojok atau di tempat yang tak terlihat banyak orang.
Belajar dari kedua contoh di atas, mari kita mengoreksi diri. Apakah motivasi kita sudah benar atau tidak? Bila tidak, belum terlambat bagi kita untuk mengubahnya karena Allah mengenal hati kita. Allah pun akan menguji motivasi kita ketika datang berdoa, beribadah, atau menghadap-Nya secara pribadi. Sikap hati yang benar diperlukan saat kita datang menghampiri Tuhan dalam doa. [SLM]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar