Selasa, 30 Juni 2020

MILIKI HATI YANG LEMBUT

Nats    : Matius 5:38-42

Thema: Milikilah Hati yang Lembut seperti Yesus!!!


Jika di Perjanjian Lama mengajarkan bahwa gigi ganti gigi, mata ganti mata. Di dalam Perjanjian Baru, Yesus mengajarkan hal yang kontradiksi/bertolakbelakang dengan hal tersebut dengan berkata, “Kamu telah mendengar mata ganti mata dan gigi ganti gigi, tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu” (ay. 38-39). Apakah ini merupakan pernyataan Yesus yang berarti harafiah ataukah simbolis? Dari pembacaan kita pada saat ini, sebenarnya Yesus Kristus ingin mengajarkan kepada kita mengenai sebuah kualitas hidup setiap orang Kristen, yaitu tidak membalaskan kejahatan dengan kejahatan.

Hidup kekristenan adalah hidup yang harus berbeda dengan kehidupan orang-orang di dunia ini. Mengapa harus berbeda? Karena kekristenan memiliki standar hidup yang sangat luar biasa, salah satunya adalah memiliki kelembutan hati. Jika kita tidak memiliki kelembutan hati, maka sangat mustahil bagi kita untuk dapat memenuhi dan menerapkan standar hidup seperti yang telah digambarkan bahkan telah dipraktekan langsung oleh Yesus. Yesus berkata, “barang siapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain”. Mendengar akan perjkataan ini mungkin orang-orang pada saat itu atau bahkan pada saat ini akan berkata ini sebuah perbuatan yang gila atau tidak masuk dalam akal sehat.

Tentu saja yang dimaksudkan oleh Yesus di sini bukanlah arti secara harafiah bahwa ketika seseorang menampar kita kita haru memberikan pipi kita satu lagi kepadanya untuk ditapmpar.akan tetapi yang dimaksudkan oleh Yesus di sini adalah Yesus sedang berbicara tentang kualitas rohani dari hidup kekristenan. Orang-orang di dunia ini, akan selalu mengasihi orang-orang yang mengasihi mereka dan membenci orang-orang yang memebnci mereka. Tetapi kita orang-orang Kristen, bukan saja mengasihi orang-orang yang berbuat baik kepada kita, tetapi juga kita hasrsu mengasihi seseorang yang menjadi musuh kita.

Hal-hal luar biasa yang akan kita dapat dibalik melembutkan hati adalah,


  1. Memiliki hati yang lembut memampukan kita menaati firman Tuhan (Bil. 12:3)

Dalam dunia ini ada dua jenis manusia, yaitu manusia yang sombong/angkuh dan orang yang rendah hati. Bagi orang yang sombong, sangat sulit baginya untuk untuk mau menaati firman Tuhan. Karena orang yang sombong adalah orang yang tidak mau diatur dan tidak ingin hidup dalam aturan yang mengikat dia. Sebaliknya, dia adalah orang yang suka mengatur, memerintah bahkan mengatur orang lain karena merasa dirinya paling hebat dan mempunyai otoritas yang lebih tinggi dari orang-orang yang ada di sekitarnya. 

Berbeda dengan orang yang sombong/angkuh, orang yang memiliki kelembutan hati, adalah orang yang rendah hati, ia adalah orang yang taat, serta mau dengan setia menaati dan menjalankan segala firman Tuhan dengan senang hati sekalipun hal tersebut sangat berat untuk dilakukan. 


  1. Memiliki hati yang lembut adalah kehendak Tuhan bagi kita (1 Tim. 6:11)

Allah sangat membenci orang-orang yang congkak, sombong, angkuh dan tinggi hati. Karena semuanya itu bukanlah sebuah karakter yang dikehendaki oleh Tuhan. Tuhan ingin agar kita menjadi orang-orang yang hatinya lembut. Dengan memiliki hati yang lembut, maka kita akan menjadi murid yang baik, dan kita menjadi orang-orang yang selalu siap untuk dididik dan dilatih serta dibentuk.


  1. Melembutkan hati memampukan kita untuk dapat mengampuni (Luk. 23:34)

Banyak orang yang mengeraskan hatinya karena selalu merasa diri paling benar. Apa lagi, jika dia tidak melakukan sesuatu yang merugikan orang lain tetapi kemudian orang tersebut melakukan sesuatu yang menyakiti hatinya, maka ia akan berkata “ini sudah keterlalau dan tidak dapat untuk dimaafkan”. Istilah trennya adalah “air susu dibalas dengan air tuba”.

Setiap orang pasti pernah merasakan yang namanya disakiti. Tetapi ketika ada orang yang menyakiti hati kita, maka hal yang harus kita lakukan adalah melembutkan hati kita untuk dapat mengampuni orang tersebut. Bukankah Yesus berkata “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”? Yesus tidak melihat peristiwa yang dialami-Nya pada waktu itu dari perspektif yang negatif tetapi Yesus melihatnya dari sisi yang positif.

Ketika Yesus melihat sisi positif yang sedang dialami-Nya, Ia pun kemudian berdoa bagi orang-rang yang menyalibkan Dia. Untuk itu, kita pun hendaknya meneladani perbuatan dari Yesus ini, sehingga dengan demikian, kita dapat memahami dan menyikapi dengan baik dan benar segala persoalan yang sedang kita hadapi.

Memiliki kelembutan hati merupakan salah satu cirri khas dari pada hisup setiap orang Kristen. Seorang yang lembut hatinya akan hidup dalam damai sejahtera dan penuh suka cita. Dengan kelembutan hati, membuat kita akan selalu hidup dalam koridor dan kehendak Tuhan, membuat kita dapat menaati semua firman Tuhan dengan setia tanpa ada paksaan, serta dengan kelembutan hati memampukan kita untuk dapat mengampuni orang yang berbuat kesalahan kepada kita.

Sudahkah kelembutan hati menjadi salah satu ciri khas hidup kita???????


“AMIN”

“Soli Deo Gloria”




Senin, 29 Juni 2020

Warisan Nama Baik dan Hikmat

 
Pengkhotbah 7:1-22

Pepatah "gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang" berarti orang meninggal selalu meninggalkan hal-hal yang baik maupun buruk yang selalu diingat orang. Sayangnya, orang-orang lebih banyak meninggalkan hal-hal yang buruk. Demi mendapatkan harta dan kekuasaan, mereka rela melakukan segala cara.

Pengkhotbah mengingatkan bahwa nama yang harum lebih baik daripada minyak yang mahal (1). Minyak merupakan komoditas yang sangat mahal pada zaman kuno, tetapi bagi Pengkhotbah, nama yang harum lebih baik lagi. Jika kita memiliki nama yang harum, maka pada hari kematian, apa yang kita tinggalkan adalah keharuman yang melebihi minyak mahal.

Berkaitan dengan hal ini, Pengkhotbah mengatakan bahwa pergi ke rumah duka lebih baik daripada pergi ke rumah pesta (2). Karena, di rumah duka kita dapat melihat kesudahan seseorang yang kita kasihi, yang telah menjalankan hidup dengan baik, dan pergi dengan meninggalkan kebaikan. Kedukaan mengingatkan kita akan kefanaan hidup dan mendatangkan hikmat yang benar. Bersenang-senang tanpa mau merenungkan kesedihan akan membuat kita menjadi bodoh dan menghalangi pencarian kita akan hikmat.

Pengkhotbah mengajar kita untuk hidup dengan memikirkan bagaimana kita dapat menyelesaikannya dengan baik. Pada akhirnya, setiap manusia akan mati. Pertanyaannya, warisan seperti apa yang kita tinggalkan? Jangan mencari hikmat di tengah dunia, karena semua orang sesungguhnya hidup dalam dosa dan kejahatan. Carilah hikmat dalam Kerajaan Allah! Berbahagialah jika kita hidup di dalam hikmat Allah karena hidup kita akan terpelihara, dan kita akan menjadi kaya dan kuat.

Manakah yang lebih penting: kenikmatan atau hikmat Allah? Apa yang kita nilai berharga akan mengarahkan cara kita hidup. Kita perlu berhikmat dalam menjalani hidup. Hiduplah dengan meninggalkan nama yang harum dan hikmat yang benar, sebab hal itu memuliakan Allah. Dengan memuliakan Allah dan mengasihi sesama, kita memberi teladan yang baik bagi generasi berikutnya. [INT]

Sabtu, 27 Juni 2020

Taat Lebih Baik daripada Persembahan

 
Pengkhotbah 5:1-7

Tanpa kita sadari sering kali kita menyamakan Tuhan dengan manusia. Kita berpikir bahwa Tuhan pasti senang jika kita datang beribadah kepada-Nya dengan membawa persepuluhan dan banyak persembahan. Dengan berpikir demikian, kita sudah keliru dan membahayakan diri kita.

Pengkhotbah memberi peringatan kepada kita supaya berhati-hati ketika kita datang beribadah kepada Tuhan. Ia menyatakan bahwa mendengarkan lebih baik daripada mempersembahkan kurban (17). Ayat ini menunjukkan bahwa bisa saja orang yang rajin beribadah disebut sebagai orang bodoh. Ayat ini juga menekankan bahaya jika seorang umat memberikan persembahan tanpa disertai sikap takut akan Tuhan ataupun hati yang hancur (bdk. Mzm 51:18-19). Bukan saja persembahannya tidak diperkenan Tuhan, tetapi ia juga dianggap melakukan perbuatan jahat kepada Tuhan.

Karena itu, "mendengar" dalam arti menaati lebih baik daripada memberi persembahan kurban yang diberikan dengan hati yang tidak benar. Tuhan hanya menuntut satu hal dari kita, yaitu ketaatan. Manusia senang dengan hadiah mahal, tetapi Tuhan hanya senang dengan hati yang taat. Karena itu, percuma kita memberikan banyak persembahan kepada Tuhan jika kita tidak mendengarkan dan menjalankan apa yang Tuhan firmankan.

Jika kita berpikir bahwa kita sudah hidup berkenan kepada Tuhan karena kita rajin memberikan persepuluhan dan persembahan, maka kita perlu berpikir ulang. Tuhan adalah pemilik seluruh dunia. Tidak ada yang bisa kita berikan sebagai milik kita. Satu-satunya hal yang bisa kita lakukan di dunia ini adalah menaati-Nya. Tuhan hanya menghendaki hati kita, yang mengasihi-Nya dan menaati kehendak-Nya dengan sungguh-sungguh.

Ketika kita mendengarkan firman Allah dan menepati janji iman kita kepada-Nya, kita menghayati hidup takut akan Tuhan. Itulah yang membuat hidup kita berkenan di hadapan Tuhan dan mendatangkan sukacita. Mari kita menjalani kehidupan ini dengan taat hanya kepada Tuhan. [INT]

Rabu, 24 Juni 2020

Indah pada Waktunya

 
Pengkhotbah 3:1-15

Orang percaya sama dengan orang tidak percaya. Keduanya tidak dapat mengendalikan apa yang akan mereka alami dalam hidup. Semua orang mengalami banyak hal yang menyukakan hati, tetapi juga banyak hal yang mendukakan hati. Jadi, apa yang berbeda dalam kehidupan orang percaya dan orang tidak percaya?

Dengan ungkapan yang berpasangan, "Ada waktu untuk..., ada waktu untuk...", pengkhotbah menyatakan bahwa hidup adalah campuran antara kegembiraan dan kesedihan. Hal ini menekankan pada ketidakmampuan manusia mengendalikan berbagai peristiwa yang terjadi. Karena itu pengkhotbah bertanya, "Apakah untung pekerja dari yang dikerjakannya dengan berjerih payah?" (9). Namun, pengkhotbah juga menyadari bahwa tidak mungkin manusia tidak berjerih payah, karena Allah sudah menetapkan pekerjaan yang harus dilakukan manusia dengan bersusah payah (10, bandingkan juga Kej 3:17-19).

Supaya kita tidak putus asa, pengkhotbah menegaskan bahwa Allah akan "membuat segala sesuatu indah pada waktunya". Jika kita perhatikan ungkapan berpasangan yang diberikan, ini dimulai dengan "ada waktu untuk lahir" dan diakhiri dengan "ada waktu untuk damai". Pengkhotbah menyatakan bahwa bagi orang percaya, walau harus melewati berbagai hal yang menyenangkan dan menyakitkan, kita dilahirkan untuk berakhir dengan damai bersama Allah. Inilah arti segala sesuatu indah pada waktunya.

Meskipun kita juga mengalami pasang surut seperti orang tidak percaya, tetapi ada perbedaannya. Pada akhirnya, kita berdamai dengan Tuhan. Dan, damai ini tidak dapat diubahkan oleh peristiwa apa pun dalam hidup kita. Karena itu, segala sesuatu menjadi indah pada waktunya.

Dengan mengetahui bahwa pada akhirnya kita akan hidup kekal di dalam damai sejahtera bersama Tuhan, kiranya kita mampu menikmati kehidupan ini dan menjalaninya dengan lebih tenang. Waktu kita sangat berharga. Kita perlu memohon kepada Allah agar dimampukan untuk melihat indahnya hidup bersama-Nya. [INT]

Senin, 22 Juni 2020

Memahami Hikmat

 
Pengkhotbah 1:12-18

Pengkhotbah menyebutkan bagaimana hubungan dirinya dengan hikmat. Pertama, ia memeriksa dan menyelidiki dengan hikmat segala yang terjadi. Ini pekerjaan yang diberikan Allah kepada manusia (13). Kedua, ia memperbesar dan menambah hikmat (16). Ketiga, ia memperoleh banyak hikmat dan pengetahuan, tetapi pada saat yang sama menemukan banyak kesusahan hati dan kesedihan (18).

Hikmat adalah kebijaksanaan atau kearifan seseorang dalam menjalani hidup. Sebetulnya setiap orang memiliki hikmat, baik muda maupun tua. Hikmat adalah bagian yang tak terlepaskan dalam hidup manusia. Manusia lahir, bertumbuh, menjadi dewasa, dan bertambah pengetahuan serta pengalaman hidupnya. Pertanyaannya, seberapa besar hikmat itu dikembangkan?

Pengkhotbah sedang memperlihatkan bagaimana orang berhikmat menjalani hidupnya. Dengan pengalaman hidup berupa keteguhan hati, ia akan terus menggali apa yang pernah dialami dan yang sedang dihadapi. Ada proses yang tidak pernah selesai untuk merenungkan makna kehidupan.

Pengalaman dan proses itulah yang oleh Pengkhotbah dianggap melelahkan diri dan sia-sia bagaikan usaha menjaring angin. Selama proses perenungan, kita diajak untuk jujur mengatakan bahwa hidup ini melelahkan. Bangun pagi-pagi, tergesa-gesa berangkat ke sekolah atau tempat kerja, berlelah-lelah sepanjang hari, lalu kembali ke rumah untuk tidur dalam kelelahan. Semua ini menjadi rutinitas yang tidak berujung. Jika kita mengejar makna hidup, bisa saja kita setuju dengan Pengkhotbah bahwa semua itu melelahkan dan menyedihkan.

Pengalaman Pengkhotbah menantang kita untuk sungguh-sungguh menjalani hidup yang merupakan anugerah Tuhan, agar kita memperoleh hikmat yang sesungguhnya. Hal ini bukan karena keinginan kita, melainkan karena kehendak Tuhan. Kita memohon ampun, belajar berdiam diri, dan mendengarkan firman-Nya. Kita menjalani hidup yang bertanggung jawab dan menikmati segala yang kita jumpai di dalamnya. [TMP]

Minggu, 21 Juni 2020

Sia-sia dan Menjemukan

 
Pengkhotbah 1:1-11

Pengkhotbah menyebut segala sesuatu adalah sia-sia. Untuk memahami kata "sia-sia" yang digunakan Pengkhotbah, kita didorong untuk melihat seluruh kehidupan kita. Berapa banyak waktu, materi, dan tenaga yang kita gunakan untuk mengontrol hidup kita? Berapa banyak kegagalan yang kita alami? Kebalikan dari keinginan kita, hanya sedikit hal-hal yang bisa kita kendalikan. Pada akhirnya kita hanya bisa pasrah dan berseru, "Sia-sia!"

Demikian juga dengan kata "menjemukan". Pengkhotbah mengungkapkan bahwa banyak hal yang dilakukan manusia tidak pernah memuaskan mata dan telinga (8). Tidak terbantahkan bahwa banyak orang menghabiskan waktu, tenaga, dan berbagai sumber daya dari Tuhan, tetapi berujung pada kematian juga. Apa yang telah dicapai manusia, akhirnya tidak dapat dinikmati lagi karena datangnya kematian. Satu generasi mati dan digantikan generasi berikutnya, namun tidak ada yang tersisa. Kenangan pun tidak ada, karena tidak ada yang mengingat dan mengenang mereka (11).

Pandangan pesimis Pengkhotbah juga menggambarkan manusia di masa sekarang ini. Banyak orang bersikap pesimis dalam hidup dan tidak mempunyai harapan. Bagi manusia seperti ini semuanya terasa membosankan, bahkan memuakkan.

Perikop ini mengarahkan kita untuk menghargai apa yang Allah anugerahkan. Ada peringatan keras bagi kita yang berusaha mengambil alih kendali hidup. Kita mesti mengakui bahwa itu semua berada dalam kendali Tuhan, bukan kita. Peringatan ini menjadi alasan bagi kita untuk mengalami pertobatan dan pembaruan cara hidup. Apakah hidup kita akan sia-sia atau menjemukan, kita sendirilah yang memilih jalannya.

Jika hidup adalah anugerah Tuhan, maka cara hidup yang benar adalah menerimanya dengan rendah hati dan menjalankannya dengan setia kepada Tuhan. Kita bersyukur atas anugerah yang diberikan Tuhan dalam hidup kita. Mari kita mengelola hidup dengan tulus dan sungguh-sungguh sehingga hasilnya tidak menjadi sia-sia. [TMP]

Sabtu, 20 Juni 2020

BERDOA DAN MENDOAKAN

2 Korintus 13:1-14

Pada bagian akhir suratnya, Paulus menyampaikan harapan dan nasihat. Ia berharap jemaat menguji diri apakah mereka tegak dalam iman. Ia mengajak mereka menyelidiki diri sendiri, apakah Kristus Yesus benar-benar ada di hati mereka. Ia menasihati mereka agar melakukan hal yang baik dan bukan yang jahat (5-7). Paulus mendoakan agar jemaat menjadi sempurna dalam Kristus Yesus.

Sangat menarik bahwa hanya empat kali kata doa disebutkan dalam surat 2 Korintus (bdk. 1:11; 9:14; 13:7, 9). Ini bukan berarti Paulus dan Timotius jarang berdoa. Kata "doa" yang dimaksudkan adalah doa Paulus untuk jemaat Korintus yang sangat dikasihinya (bdk. 2Kor 2:4).

Jika kita perhatikan bahasa Paulus dalam suratnya, terasa sekali kasihnya yang luar biasa. Hampir di setiap alinea suratnya, ia menyampaikan kedalaman kasihnya. Sebagai bapa rohani, Paulus memahami pergumulan dan penderitaan gereja Kristus. Paulus tidak merasa dirinya kuat, melainkan lemah (9). Ia dikuatkan oleh doa jemaat Korintus yang mengasihinya. Jadi, baik Paulus, Silwanus (Silas), Timotius, dan Titus maupun jemaat Korintus menjadi kuat karena saling mendoakan. Demikian juga dengan orang percaya masa kini. Kita pun bisa menjadi kuat dalam iman, introspeksi, dan perbuatan baik, kalau saling mendukung dalam doa.

Dalam pelayanan masa kini, semangat berdoa dan saling mendoakan saudara seiman semakin berkurang. Doa sudah menjadi pemanis bibir. Setelah itu, doa menjadi hambar, atau bahkan pahit karena banyak pelayanan yang menimbulkan sakit hati dan kebencian. Tidak sedikit pelayan Tuhan mengalami kekeringan dan "mati" rohani. Ini semua disebabkan oleh pudarnya semangat berdoa dan redupnya kerinduan untuk saling mendoakan.

Marilah kita bertekun dalam doa dan giat untuk saling mendoakan. Kita perlu memohon ampun, sebab sering kali lalai dan mengabaikan doa dalam pelayanan. Kita berdoa untuk berkomunikasi dengan Allah. Kita juga dipanggil mendoakan para pelayan, rekan sepelayanan, dan jemaat Tuhan. [TMP]


Jumat, 19 Juni 2020

Sejarah Lagu MENGIKUT YESUS KEPUTUSANKU

Lagu ini merupakan salah satu puji-pujian tertua yang masih tetap dinyanyikan sampai sekarang. Lirik lagu ini diambil dari kata-kata terakhir yang diucapkan seorang lelaki berasal dari Assam (sebuah desa di Timur Laut India). Dia bersama keluarganya memutuskan menerima Tuhan Yesus pada pertengahan abad ke 19. Kepala suku Assam memaksanya untuk meninggalkan imannya, namun lelaki itu berkata "I have decided to follow Jesus" = "Mengikut Yesus Keputusanku". Walaupun kepala suku dan penduduk mengancam akan memenggal kepalanya, namun lelaki itu tidak gentar dan tetap berkata "Though no one joins me, still I will follow" = "Tetap Kuikut Walau Sendiri".
Isterinya telah dibunuh karena iman mereka dan pada akhirnya lelaki itupun dieksekusi ketika sedang menyanyikan "The cross before me, the world behind me" yang artinya "Salib di depan, dunia di belakang". Demonstrasi iman lelaki ini telah membawa kepala suku dan semua penduduk desa bertobat dan mengikut Yesus.
Seorang editor pujian-pujian William Jensen Reynold membuat arrangement lagi ini dan pada tahun 1959 dimuat di dalam Buku Lagu Persekutuan. Waktu masih duduk di sekolah Minggu, lagu ini adalah salah satu favorit walau ketika itu kita pasti belum mengerti makna kata-kata dari lagu ini. Kiranya lagu ini menjadi hidup yang kita jalani dari hari ke hari pada saat ini.

Mengikut Yesus keputusanku ) 3x
Ku tak ingkar ) 2x
Tetap ku ikut walau sendiri ) 3x
Ku tak ingkar ) 2x
Salib di depan, dunia di b'lakang ) 3x
Ku tak ingkat ) 2x
Ku ikut sampai ku lihat Yesus ) 3x
Ku tak ingkar ) 2x
I have decided to follow Jesus ) 3x
No turning back ) 2x
The world behind me the cross before me ) 3x
No turning back
Though none go with me still I will follow ) 3x
No turning back ) 2x

Imannya adalah implementasi dari kata-kata Yesus dibawah ini :
"Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." ~ Matius 16:24 ~
Bagaimana dengan Anda dan saya? Selamat merenung dan mengambil keputusan, Tuhan berkati

Kamis, 18 Juni 2020

Bermegah

 
2 Korintus 12:1-10

Paulus mengatakan bahwa dirinya harus bermegah. Namun, bukan tentang pemberitaan miliknya sendiri, melainkan pemberitaan yang ia terima dari Allah. Paulus tidak memegahkan pengetahuannya sendiri, tetapi pengetahuan Allah yang dibukakan kepadanya. Ia tidak mau bermegah atas kebenaran yang tidak ia miliki.

Kebanyakan orang bermegah karena kehebatannya. Puncak kemegahan seseorang adalah membesarkan dan memuja dirinya. Paulus mempunyai alasan kuat untuk bermegah atau menyombongkan diri tentang pengalaman yang luar biasa kepada jemaat Korintus. Akan tetapi, Tuhan tidak menghendakinya. Tuhan justru memberikan suatu duri dalam dagingnya (7).

Kata "duri" dapat diartikan sebagai kiasan maupun harfiah. Kita dapat melihatnya sebagai godaan rohani, hawa nafsu sensual, penyakit (seperti sakit kepala dan sakit mata), dan lainnya. Apa pun yang menjadi duri Paulus saat itu, ada maksud Allah mengizinkannya hadir dalam kehidupan Paulus.

Dalam pergumulannya, Paulus menghendaki agar duri dalam daging itu diambil darinya. Namun, Tuhan menolaknya karena duri dalam diri Paulus perlu sebagai pengontrol dan penjaga untuk tetap rendah hati. Tanpa kerendahan hati, sulit bagi Paulus bisa introspeksi diri. Justru, duri dalam daging menyadarkan Paulus bahwa dirinya lemah dan bukan siapa-siapa. Karena itu, ia akan belajar selalu menggantungkan dirinya kepada kuasa Allah. Dalam hal inilah Paulus bermegah.

Apa alasan kita bermegah? Apa juga alasan kita merendahkan hati di hadapan Tuhan? Bersyukurlah dengan adanya suatu kelemahan dalam diri kita dan orang yang mengingatkan kita agar kita tidak meninggikan diri. Kesombongan akan membuat seseorang jatuh dan terpuruk, sedangkan kerendahan hati akan membawa kita kepada kuasa Kristus.

Setialah melayani dengan rendah hati, di dalam kelemahan sekalipun. Diri kita yang lemah ini dapat dipakai menjadi saksi yang kuat bagi Kristus. Dalam kelemahan itu, kita bermegah menerima kasih Allah. [TMP]

Selasa, 16 Juni 2020

Menjaga Kemurnian Iman


2 Korintus 10:12-11:6

Setiap kali Iblis kalah, dapat dipastikan ia akan kembali dengan kekuatan ganda. Si jahat selalu menyusun strategi untuk mengalahkan kekuatan orang percaya. Namun, Iblis pun tahu ada kekuatan Allah dalam diri orang percaya. Lalu, mengapa ia masih terus berusaha menjatuhkan mereka? Sebab, Iblis ingin merebut kepunyaan Allah dan menggantikan kedudukan Allah.

Menyikapi gencarnya tuduhan rasul-rasul palsu terhadap otoritas kerasulannya, Paulus tidak mau memuji dirinya. Ia justru mengungkapkan bahwa sikap memuji diri sendiri, menganggap diri lebih unggul dari orang lain, dan menjadi sombong justru menunjukkan kebodohan rasul-rasul itu (10:12). Paulus menegaskan bahwa tugasnya sebagai rasul Allah adalah memberitakan Injil. Untuk semua yang dilakukannya, Paulus hanya mengharapkan pujian dari Allah (10:16-18). Inilah perbedaan Rasul Paulus dari rasul palsu yang mengajar untuk kemuliaan diri sendiri, bukan untuk kemuliaan Allah.

Paulus tidak pernah menghalangi siapa pun yang mau menjadi pemberita Injil. Paulus hanya mengingatkan bahwa mereka harus mengutamakan siapa yang mereka beritakan, yaitu Yesus Kristus. Jadi, mereka harus bertindak dalam kesederhanaan dan ketaatan mutlak kepada Allah. Satu hal yang harus diwaspadai adalah munculnya kesombongan dan menganggap diri paling benar.

Paulus memperingatkan jemaat Korintus agar mereka menjaga kemurnian ajaran yang benar. Peringatan ini juga berlaku untuk kita saat ini. Sekarang begitu banyak orang yang memakai atribut hamba Tuhan dan secara bebas mengajarkan doktrin yang menyimpang dari Injil Kristus.

Kita harus mewaspadai orang-orang seperti ini dan membentengi diri dengan pengetahuan yang benar di dalam Allah. Kita harus menjaga kemurnian ajaran Tuhan Yesus yang sudah kita imani dan tetap setia pada ajaran tersebut agar upaya Iblis untuk mengganggu kesetiaan kita dapat dihancurkan. Menjaga kemurnian iman kepada Tuhan Yesus Kristus adalah tantangan hidup kita pada zaman ini. [RTS]

Senin, 15 Juni 2020

Menjaga Otoritas dan Wibawa Rasuli


2 Korintus 10:1-11

Semakin tinggi kedudukan seseorang, semakin hebat pula upaya orang yang tidak menyukainya untuk menjatuhkannya. Keberhasilan Paulus memperkenalkan Yesus dan ajaran-Nya kepada jemaat Korintus bukan tanpa hambatan. Sebagian orang yang menyebut diri rasul justru menyerang Paulus dengan meragukan otoritas dan kewibawaan kerasulannya. Mereka berusaha melemahkan pengajaran Paulus dengan menyebarkan fitnah bahwa Paulus adalah rasul yang masih hidup secara duniawi (2).

Paulus membela diri bahwa dirinya dan jemaat Korintus berjuang secara surgawi dengan senjata kuasa Allah. Paulus menegaskan bahwa orang yang melakukan kejahatan akan ditaklukkan kepada Kristus dan dihukum (3-6). Dalam hal ini, Paulus menantang keyakinan orang-orang yang memfitnahnya. Ia sendiri yakin karena ia selalu bertindak berdasarkan kebenaran yang dituliskan kepada jemaat (7-11).

Iblis selalu berupaya agar pemberitaan Injil terhambat. Salah satu caranya bukan hanya dengan melemahkan, tetapi juga menggagalkan pemberitaan Injil tersebut. Jika ada seorang pelayan Tuhan yang diragukan kualitas imannya, janganlah kita gegabah untuk membuktikan kebenarannya. Jika seorang pelayan Tuhan menghadapi fitnah seperti itu, hendaklah ia menghadapinya dengan lemah lembut, rendah hati, dan tidak emosional. Hendaklah ia bersikap seperti Paulus. Jangan gentar berhadapan dengan kesukaran yang ditimbulkan oleh siapa pun. Milikilah keyakinan seperti Paulus yang selalu mengandalkan pemeliharaan Tuhan.

Bagi pelayan Tuhan, memiliki wewenang dan otoritas rasuli merupakan kebanggaan tersendiri dalam pelayanannya. Namun, harus disadari bahwa Iblis tidak akan tinggal diam dan memorakporandakan apa saja. Kita perlu mewaspadai kelicikan Iblis dalam memanfaatkan titik lemah pelayan Tuhan, yaitu harga diri kita.

Bersandarlah kepada Kristus karena Ia akan membentengi kita dengan kuasa dan anugerah-Nya. Menjalankan pelayanan yang Allah berikan dengan otoritas dan wibawa dari-Nya tentu berdampak bagi hidup kita. [RTS]

Sabtu, 13 Juni 2020

KEBAIKAN YANG MEMOTIVASI

Kebaikan yang Memotivasi
2 Korintus 9:1-5

Keputusan Allah untuk mengorbankan Anak-Nya, Yesus Kristus, untuk menebus manusia adalah tindakan memberi yang tidak mengharapkan balasan. Allah menggenapi semua janji-Nya pada kasih yang tak terbatas untuk ciptaan-Nya. Inilah yang menjadi dasar tindakan orang percaya.

Paulus tidak meragukan kerelaan hati jemaat Korintus dalam memberi dukungan moral dan materi bagi orang-orang kudus yang melayani mereka (1). Karena itulah dengan bangga Paulus menceritakan kebaikan jemaat Korintus ini kepada orang-orang di Makedonia. Dari perikop ini kita belajar beberapa hal penting sehubungan dengan karakter kekristenan.

Pertama, kebaikan dan kerelaan hati yang dimiliki jemaat Korintus telah memotivasi banyak orang sehingga tergerak untuk melakukan hal yang sama. Kedua, kebaikan dan kerelaan hati ini menjadi ciri unggulan mereka. Maka, siapa pun orang yang datang akan terinspirasi untuk berbuat baik dan memiliki kerelaan hati. Ketiga, jemaat Korintus akan dikenal karena kebaikan dan kerelaan hati mereka dalam memberi. Jadikanlah hal ini sebagai identitas dan jati diri jemaat kita juga.

Kebaikan dan kerelaan hati jemaat Korintus tidak hanya memotivasi dan menginspirasi banyak orang, tetapi juga memunculkan kebanggaan dalam diri Paulus terhadap mereka. Kebanggaan Paulus juga pasti menjadi kebanggaan Tuhan Yesus. Sebab pengajaran yang Paulus ajarkan kepada jemaat Korintus bersumber dari Tuhan Yesus. Memang tidak mudah untuk bisa menjadi orang Kristen seperti jemaat Korintus, tetapi itu bukan hal yang tidak mungkin diwujudkan. Mari kita berpikir dari dasar yang sama bahwa setiap individu di dalam jemaat memiliki kekuatan positif untuk menghasilkan kebaikan.

Ke mana pun kita pergi, apakah kita menyebarkan kerelaan hati untuk melakukan kebaikan bagi orang lain dengan sumber kekuatan dari Allah? Selayaknya anggota jemaat di dalam Tuhan Yesus, kasih dari Tuhan yang kita bagikan kepada orang lain adalah wujud dari karakter dan identitas kristiani. [RTS]

KENAIKAN YESUS KE SURGA

KENAPA YESUS HARUS NAIK KE SURGA DAN DISAKSIKAN OLEH MURID-MURID-NYA

Teks: Kisah Para Rasul 1:7-9
7 Jawab-Nya: "Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya.
8 Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi."

Renungan kita pada hari ini ada dalam Kisah Para Rasul 1:9 

(Sesudah Ia mengatakan demikian, terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka)

Terjemahan versi muda dibaca (VMD):
Kisah Para Rasul 1:9 Sesudah Ia mengatakan itu kepada para rasul, Ia terangkat ke langit. Ketika para rasul sedang menatap-Nya, Ia masuk ke dalam awan, dan mereka tidak dapat lagi melihat-Nya.

Kita bisa membandingkan dalam Injil
Lukas 9:34-35 (TB) 34 Sementara ia berkata demikian, datanglah awan menaungi mereka. Dan ketika mereka masuk ke dalam awan itu, takutlah mereka. 35 Maka terdengarlah suara dari dalam awan itu, yang berkata: "Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia."  

Artinya bahwa ada Kerajaan yang tidak terlihat tetapi ada dalam kemuliaan. Maka kerajaan Allah tidak dapat dikatakan diatas tetapi kerajaan Allah ada dalam kemuliaan

#Kisah Para Rasul 1: 7-8 merupakan perkataan Yesus yang terakhir diucapkan sebelum terangkat ke sorga menurut penerjemah Alkitab.


Pengantar

Yesus terangkat ke sorga. Dalam ayat diatas dikatakan Yesus terangkat. Konsep terangkat ini kita memahaminya berbeda-beda, sebab terangkat bukan berarti naik ke atas tetapi terangkat bisa juga searti dengan pindah tempat yaitu dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Maka jelas bahwa Yesus berpindah dari dunia ke dalam kerajaan-Nya yaitu SORGA. 

Menjadi personal bagi setiap orang percaya adalah masih mempunyai keyakinan bahwa sorga itu ada diatas jauh dari bumi dimana kita tidak dapat melihat dan mengalaminya. Konsep ini telah menjadi doktrin dalam keKristenan sehingga sorga tidak dinikmati

Yesus mengajarkan doa dalam Injil Matius 6: 9-13 sangat jelas bahwa "Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu,;datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga...Artinya bahwa sorga itu ada dalam hati dan hidup kita. Sorga di hatiku kata anak sekolah Minggu.

SEJUJURNYA secara pribadi " tidak setuju bahwa dikatakan surga itu ada diatas" jika demikian surga itu dimana ? Menurut saya surga itu kita yang datangkan dalam hidup kita dan surga ada di dalam hidup kita"

Untuk apa YESUS terangkat ke surga ? Apakah karena misi-Nya selesai ?  Tujuan Yesus terangkat ke sorga mempunyai empat  visi utama untuk mempelai wanita-Nya yaitu: 

1. MENYEDIAKAN TEMPAT

Yohanes 14:1-14  (3) Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada.

Jika Yesus tidak pergi menyediakan tempat bagi kita sebagai mempelai wanita-Nya, maka sesungguhnya kita berada dalam ketidak pastian hidup, tanpa pengharapan dan tanpa tujuan, sebab mau pergi tetapi tidak ada yang menyediakan tempat akhir hidup kita.

Harus ada yang menyediakan tempat sehingga terdapat kepastian akan tujuan  kita dari mana dan kemana. Itulah keyakinan dalam keKristenan, di dalam Yesus Kristis.

2.YESUS AKAN DATANG KEMBALI

Bukti bahwa Yesus akan datang kembali adalah pengakuan-Nya sendiri dalam Injil Yohanes 14: 3b "AKU akan datang kembali dan membawa kamu ketempatku".

#Datang kembali untuk siapa ? Untuk orang-orang pilihan-Nya, Roma 8:18-30

Ayat 29 Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.  30 Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.

#pacaran dua sejoli: wajib hukumnya seorang laki-laki untuk membawa wanita pilihannya ke rumah bapak/ibu, untuk disahkan sebagai anggota keluarga.

# satu frasa kata yang disukai oleh setiap Wanita adalah kenapa sayang padaku ? Kan masih banyak wanita lain yang cantik ?
#Tujuan Yesus datang kembali ke dalam dunia adalah memastikan bahwa orang-orang pilihan-Nya dalam keadaan siap untuk diambil. 
Bagaimana yang belum siap ? Dalam ayat diatas Yesus tidak mengatakan sepata kata tentang yang belum siap. Tetapi dalam injil Matius 25: 1-13 memberikan penjelasan tentang ketidak siapan mempelai wanita yaitu di tolak, ayat 12" Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu". Maka ayat 13 memberikan penjelasan bagaimana mempelai wanita mempersiapkan diri yaitu dengan cara "berjaga-jagala sebab kamu tidak tahu hari dan saatnya".

3. MENGAMBIL  MEMPELAI YANG SIAP

Datang mengambil siapa ? Orang-orang pilihan-Nya, orang-orang yang dikasihi-Nya, dan orang-orang yang menantikan-Nya. Mereka yang sabar menantikan-Nya dialah yang akan masuk dalam kategori diambil.

# yang kawin antara laki-laki dan wanita adalah mereka yang siap berumah tangga, hidup bersama selamanya.
Demikianlah Yesus hanya mengambil yang dipilih-Nya, sejak semula dan mereka itu yang menantikan-Nya mereka akan bersama dengan Dia. Akan tetapi mereka yang tidak setia tidak akan masuk dalam kategori ini.

4. BERTEMU BAPA DI SORGA

Bertemu dengan BAPA adalah suatu kebahagiaan seorang mempelai wanita. "Jika tidak ada pertemuan tidak ada kehidupan"(multi tafsir)  untuk bertemu BAPA harus sabar menantikan-Nya sampai ada penjemputan. Tujuan akhir hidup kita tidak terletak dalam kematian tetapi tujuan akhir hidup kita adalah bertemu muka dengan muka BAPA di sorga.

#ibaratnya: Seorang mempelai wanita menantikan mempelai pria demikian harusnya kita menantikan waktu kedatangan mempelai laki-laki itu.
Injil Matius 25. 1-13

#Matius 25:1 (TB)  "Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki.

KESIMPULAN:

YESUS PASTI AKAN DATANG KEMBALI UNTUK MEMPELAI YANG DIPILIHNYA DAN DITETAPKANNYA UNTUK DIBAWAH KE RUMAH BAPA DI SORGA.

Bagaimana dengan kita?
# cinta akan ditelan waktu tetapi kasih akan ada selamanya.
#oleh sebab itu masihkah ada kasih dalam diri kita untuk mengasihi-Nya
# sebab Dia hanya datang bagi mereka yang siap sedia sebagaimana kesaksian Injil Matius 25:1-13. Secara khusus ayat 13 berjaga-jaga la sebab kamu tidak tahu hari dan saatmana mempelai itu datang.Amin

Ambon,21 Mei 2020
Yoel Giban, S.Th.M.Pd.K 

Rabu, 10 Juni 2020

BERSUKACITA SENANTIASA

Bersukacita Senantiasa
2 Korintus 7:2-16

Jika ada orang bertanya: "Dapatkah kita berbahagia dalam segala keadaan?", maka siapa pun yang ada dalam keadaan sukacita mungkin akan menjawab: "Bisa!" Canda tawa dan kegembiraan akan diperoleh dari situasi tersebut. Namun, bagaimana jika orang yang ditanya sedang berada dalam keadaan dukacita. Misalnya, kehilangan keluarga terdekat atau jatuh sakit. Tidak banyak orang yang mampu merasakan kebahagiaan dalam keadaan demikian. Sebab, situasi seperti itu identik dengan rasa sakit dan pengorbanan perasaan.

Paulus mengungkapkan, dalam segala penderitaan yang dialaminya, ia sangat terhibur dan berlimpah dengan sukacita (4-6). Secara logis, tidak ada kaitan antara penderitaan dengan penghiburan, apalagi sukacita. Paulus mendapati bahwa kunci sukacita itu bukan dari aspek lingkungan di sekitar dirinya, melainkan karena keeratan hubungannya dengan Tuhan. Fakta ini membuat dirinya mampu untuk senantiasa bersukacita.

Selain itu, Paulus juga bersukacita karena dukacita jemaat. Dukacita ini bukan keputusasaan yang menghasilkan kematian, melainkan wujud penyesalan atas dosa-dosa (9-11). Dukacita seperti ini akan menghasilkan pertobatan, yakni perubahan dari hati yang penuh dosa menjadi hati yang memuliakan Allah. Dukacita tipe ini membawa orang pada keselamatan, juga meneguhkan jemaat di dalam kebenaran Allah.

Panggilan pertobatan adalah hal yang tiada henti-hentinya diberitakan dalam Alkitab. Pemberitaan itu juga menjadi tugas orang percaya! Orang yang sedang berjuang untuk bertobat akan memperoleh sukacita. Ketika ia tidak lagi berkompromi dengan dosa dan pertobatannya makin sempurna, maka sukacita akan memenuhi dirinya karena Allah berkenan kepadanya. Dukacita pun berubah menjadi sukacita yang melimpah karena orang-orang percaya bertumbuh bersama di dalam ketaatan dan kasih.

Arahkan mata, pikiran, dan hati kita hanya kepada Tuhan agar berhenti melakukan dosa. Kita bersukacita dalam merespons karya keselamatan Allah di dalam hidup ini. [KFT]

Selasa, 09 Juni 2020

HIDUP YANG DI PERKENAN ALLAH

Menjaga Hidup yang Diperkenan Allah
2 Korintus 6:11-7:1

Allah yang mengasihi manusia selalu menyediakan orang-orang yang siap menegur orang-orang yang berdosa agar kembali ke jalan yang benar. Bagaimana dengan orang yang berdosa itu? Apakah ia mau mendengarkan teguran, atau malah sebaliknya, menutup hati dan tidak mau tahu?

Paulus menegur, "Hai orang Korintus!" Ia telah membuka hatinya lebar-lebar untuk berbicara dan memberitakan firman Tuhan, namun jemaat menganggap berita itu hanya angin lalu saja. Karena itu, tidak aneh apabila ia tidak mampu menerima sikap jemaat tersebut. Paulus pun menulis nasihat: "Bukalah hati kamu selebar-lebarnya!" (6:13). Ia ingin jemaat memperhatikan firman Tuhan dengan baik.

Sebagai orang beriman, kita diharapkan mampu meningkatkan kualitas iman kita, bukan sebaliknya membiarkan iman itu menurun, apalagi meninggalkan iman. Orang yang beriman tidak akan berkompromi dengan hal-hal yang jahat.

Penting bagi orang beriman untuk senantiasa menolak keinginan daging untuk berbuat dosa. Kita harus mematikan setiap perbuatan dosa, termasuk dosa yang tampaknya "tidak bermasalah". Keinginan berkompromi dengan orang yang tidak benar sangat mendukakan hati Allah. Itu sama seperti menyatukan Bait Allah dan kuil berhala. Seperti Bait Allah yang kudus, hidup kita hanya boleh diisi dengan kebenaran, terang, dan iman kepada Kristus. Kita perlu mencegah hal-hal yang tidak disukai Allah. Jika sudah terlanjur terjadi, hentikanlah dan segeralah berbalik arah.

Kehidupan yang diperkenan Allah menjunjung tinggi kemuliaan nama-Nya. Paulus mengajak jemaat: "... marilah kita menyucikan diri kita ..., dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah" (7:1). Ajakan ini memperlihatkan bahwa dengan menjaga kekudusan hidup, penyembahan dan pelayanan kita kepada Allah tidak akan terganggu oleh apa pun.

Hidup kita tidak boleh melenceng dari kehendak-Nya. Mari kita jauhi kecemaran dan mengikuti kehendak-Nya dengan menjalani hidup kudus. [KFT]

Senin, 08 Juni 2020

Dimampukan dalam Segala Hal

2 Korintus 6:1-10

Kehidupan orang yang percaya kepada Kristus adalah kehidupan yang berpengharapan. Mereka selalu dimampukan oleh Tuhan. Ketika mengalami kekurangan, tidak akan ada kekhawatiran. Di dalam kondisi sulit pun, orang percaya yakin bahwa pertolongan akan datang. Pengharapan ini layak diperjuangkan karena orang percaya telah menerima anugerah Allah. Tuhan kita adalah Tuhan yang mendengar, menyelamatkan, dan menolong.

Penderitaan dan kepedihan di dalam penjara telah dialami Rasul Paulus sewaktu melayani jemaat-jemaat di Asia Kecil. Hal ini disaksikannya kepada jemaat Korintus. Berjaga-jaga, berpuasa, dan menjaga kemurnian hati adalah persiapan pribadi yang dilakukannya (4-6). Pengalaman dihormati atau dicela, dipuji atau tidak dikenal, nyaris mati atau masih hidup, bersukacita atau berdukacita memperkaya imannya kepada Kristus (7-10). Semangatnya tidak padam untuk tetap memberitakan Kabar Baik, yaitu kabar keselamatan dari Kristus. Bahkan, ketika mengalami penderitaan pun, ia mampu menguatkan orang-orang yang membaca surat-surat pastoralnya. Inilah gambaran dari seorang pelayan Allah.

Dalam kehidupan ini kita juga mengalami suka duka. Kita diuji dalam segala aspek untuk memurnikan iman kita, seperti dalam kehidupan pribadi, kesehatan, pekerjaan, dan bahkan keluarga kita. Di dalam pelayanan pun, kita mengalami ujian. Di sini kita perlu mencontoh Rasul Paulus yang tidak mengandalkan kekuatannya sendiri, melainkan kuasa Tuhan. Ia adalah teladan iman yang baik bagi kita. Sebagai sesama pelayan Allah, kita juga harus menjadi contoh bagi orang-orang di sekitar kita, dengan memperlihatkan bagaimana Tuhan memampukan kita dalam mengatasi segala situasi.

Dengan demikian, tidak ada alasan untuk tidak memberitakan kabar sukacita, karena orang-orang yang telah diperkenan Allah tentu diberi penyelamatan dan pertolongan. Mengakui status kita sebagai pelayan Allah dan menghidupinya dengan setia dalam segala kondisi kehidupan adalah kebahagiaan kita. [KFT]

Minggu, 07 Juni 2020

HIDUP HANYA UNTUK TUHAN

Hidup Kita Hanya untuk Tuhan
2 Korintus 5:11-21

Pada zaman ini manusia semakin berfokus kepada dirinya sendiri. Tren seperti swafoto (selfie) membuat manusia semakin memuji diri sendiri dan puas terhadap keakuannya. Pujian lebih banyak diberikan kepada orang-orang yang cantik dan kaya, bukan orang-orang yang benar dan taat. Hal ini terjadi karena manusia terjebak dan terpenjara oleh berbagai hal duniawi.

Mari kita sadari bahwa hidup ini adalah anugerah Tuhan. Kita menjalaninya dengan kekuatan dan pengaturan dari Tuhan hingga kelak kita menghadap kepada-Nya. Hidup kita telah ditebus dengan bayaran yang sangat mahal, yang tidak terbeli secara materi karena dibayar dengan darah Kristus di kayu salib. Dengan demikian, sudah seharusnya kita tidak hidup untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kemuliaan nama Tuhan (15).

Secara tidak sadar manusia hidup hanya untuk dirinya sendiri. Mereka berusaha mencukupi kebutuhan sendiri, dan sedapat mungkin hanya berelasi dengan orang lain untuk sesuatu yang menguntungkan. Demikian juga "orang baik". Perbuatan baik dilakukan karena memberi rasa nyaman untuk dirinya, bukan murni karena kasih. Pelayanan pun belum tentu murni karena cinta Tuhan. Bisa jadi, kita melayani untuk membanggakan diri sendiri.

Siapa pun yang ada dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru (17). Ia akan bermegah karena kemuliaan Allah, mampu menguasai diri, dan mengakui adanya kuasa dari kasih Kristus. Seperti inilah diri kita yang semestinya ketika kita percaya kepada Tuhan. Kita tidak ingin berdamai dengan keinginan daging yang memaksa kita melakukan berbagai hal yang tidak disukai Tuhan. Kita hanya mau berdamai dengan Allah, sehingga segenap pelayanan kita terima dari Kristus dan kita jalankan dengan penuh ketaatan.

Mari kita menghayati kasih Tuhan di dalam hidup kita dan menjalani hidup dengan senantiasa bertanya mengenai kehendak-Nya terhadap hidup kita. Kita layak bersyukur atas pengurbanan-Nya dan bersungguh-sungguh mempersembahkan hidup kita untuk melayani Tuhan. [KFT]

Sabtu, 06 Juni 2020

RAPUH TETAPI BERHAGA

Rapuh tetapi Berharga
2 Korintus 4:1-15

Lemari digunakan bukan hanya untuk menyimpan pakaian, aksesori, dan buku, tetapi juga barang-barang berharga. Tidak heran jika orang-orang cenderung memilih lemari dengan bahan yang kuat, anti rayap, dan tidak mudah sompek. Prinsipnya adalah lebih baik membayar mahal untuk mendapatkan lemari yang kuat, daripada membeli lemari yang murah, namun rapuh. Alasannya sederhana, yaitu agar barang yang disimpan dalam lemari itu aman dan tidak cepat rusak.

Tentu saja penilaian manusia berbeda dengan Tuhan. Manusia memilih tempat penyimpanan yang paling bagus untuk menghindari risiko yang merugikan. Sedangkan Tuhan justru mau memakai tempat penyimpanan yang rapuh untuk barang berharga yang bernilai tinggi. Dalam bagian ini, Rasul Paulus menggambarkan dirinya sebagai bejana tanah liat (7). Bejana tanah liat itu rapuh dan mudah pecah. Namun, kepada manusia yang rapuh inilah, Tuhan memercayakan harta berharga yang adalah berita Injil.

Dalam kerapuhan manusia sekalipun, Tuhan memberikan kekuatan. Meskipun bejana itu mendapat tekanan dalam berbagai bentuk, ia tidak akan pecah atau rusak (8-12). Manusia yang rapuh menjadi berharga karena dipercayakan harta Injil dan dikuatkan oleh Tuhan.

Belajar dari pengalaman Paulus, janganlah kita memandang rendah sesuatu yang rapuh dan tidak berharga. Mungkin saja kita sering menganggap diri tidak berharga di hadapan manusia. Tetapi, yakinlah bahwa dalam kerapuhan, Tuhan tetap melihat kita berharga di mata-Nya. Karena itu, Tuhan memercayakan sesuatu yang berharga kepada kita. Contohnya: keluarga, pekerjaan, gereja, dan napas hidup yang ada dalam diri kita.

Mari kita bangkit dari rasa rendah diri dan memulai karya sekecil apa pun. Karena melalui kerapuhan kita, Tuhan bisa berkarya untuk banyak orang. Apa yang kita tampilkan bukan lagi kelemahan kita, melainkan kekuatan Tuhan. Kita berharga bagi-Nya dan mampu berkarya untuk kemuliaan nama-Nya. Keberadaan kita berharga bagi Tuhan dan semakin memperindah dunia ini. [KRS]


Jumat, 05 Juni 2020

HIDUP ADALAH KESEMPATAN

Hidup Adalah Kesempatan
2 Korintus 4:16-5:10

Begitu banyak pengalaman hidup yang Allah izinkan terjadi dalam kehidupan kita. Bukan hanya peristiwa yang sesuai dengan keinginan hati, tetapi juga yang tidak kita harapkan. Suka duka kehidupan yang silih berganti memberi kita pengertian bahwa Allah terus membentuk kita menjadi seperti yang Dia inginkan.

Karena itu, tidak seharusnya kita tawar hati. Saat menjalani hidup di dunia, kita sedang menantikan rumah di surga. Walaupun mata jasmani kita tidak bisa melihat kapan penggenapan janji Allah akan kemuliaan surgawi, namun mata batiniah kita dapat menggapainya melalui iman. Itulah yang disebut pengharapan. Dalam pengharapan inilah kita mampu beriman teguh kepada-Nya.

Kemah kita di dunia ini adalah tubuh yang fana. Selama kita berada di dunia ini, ada banyak keluhan yang kita keluarkan (5:2, 4). Namun, kita terus perlu berjuang melawan sifat kedagingan tubuh ini. Tuhan telah menyediakan tempat kediaman yang kekal. Hanya saja, proses untuk mendapatkannya tidaklah secepat yang kita harapkan. Dalam menjalani proses pembaruan itu, ada penghiburan Allah yang nyata karena Ia menganugerahkan Roh-Nya bagi kita. Jika kita melihat pembentukan Allah dari setiap peristiwa yang kita alami, pada saat itulah kita sadar betapa berharganya pengalaman hidup yang beraneka warna.

Kelak kita akan mempertanggungjawabkan setiap tindakan kita di hadapan takhta pengadilan Kristus. Kita tidak tahu kapan waktunya, tetapi hal itu pasti akan terjadi pada waktu Ia datang untuk kedua kalinya. Bersiaplah dan berjagalah! Tugas kita adalah tetap melakukan hal yang diperkenan Tuhan. Allah yang Mahaadil akan memberikan apa yang patut kita terima sesuai dengan apa yang kita jalankan dalam hidup kita.

Mari kita menyadari bahwa hidup adalah kesempatan yang Allah berikan. Gunakanlah sebaik-baiknya supaya kita siap bagi kemuliaan nama-Nya. Kita perlu berterima kasih untuk setiap hal yang terjadi dalam hidup kita, dan bersyukur pada-Nya selagi masih mempunyai kesempatan, Amin. [KFT]

Kamis, 04 Juni 2020

Tunjukkan hasil kerjamu

Tunjukkan Buahmu!
2 Korintus 3:1-18

Saat seseorang mengirim lamaran pekerjaan, biasanya akan ditanya soal pengalaman kerja. Surat rekomendasi dari tempat kerja lama atau dari pihak-pihak tepercaya pun juga diminta. Tujuannya adalah untuk menilai kemampuan, wawasan, sifat, dan prestasi dari pelamar kerja.

Rasul Paulus menyatakan bahwa tidak ada surat pujian yang diterbitkan baginya. Namun, bukan berarti Paulus sama sekali tidak berkarya dalam pelayanannya. Ia dengan tegas menyatakan bahwa kehadiran jemaat Korintus adalah bukti dan buah dari pemberitaan Injil (1-3). Paulus diragukan oleh sebagian orang karena tidak pernah menjadi murid Yesus secara langsung. Namun, ia telah bekerja keras mengabarkan Injil hingga menghasilkan banyak jemaat. Hal itu menjadi bukti bagi orang-orang yang meragukan status kerasulannya.

Paulus tidak sibuk meminta pernyataan dari orang-orang terpandang, tetapi cukup dengan terus berkarya. Maka dengan sendirinya, hasil karyanya menjadi buah yang membuktikan statusnya sebagai rasul. Hal yang lebih indah adalah Paulus mengakui bahwa semua itu bisa terjadi karena kuasa Tuhan, bukan karena kekuatan manusia.

Mungkin saja orang lain memandang kita rendah karena kita bukan dari keluarga terpandang, bukan pula orang kaya, atau bukan orang ahli di ladang pelayanan. Kita tidak perlu marah atau merasa malu, apalagi rendah diri. Tak perlu pula mencari pembuktian melalui komentar orang-orang. Sebab, satu-satunya pembuktian yang kita butuhkan berasal dari Tuhan. Inilah yang membuat pelayanan kita bercahaya di depan orang-orang dan menampilkan kemuliaan Tuhan.

Satu hal penting yang perlu dilakukan adalah tetap berkarya. Pada akhirnya, banyak orang akan melihat kualitas sesungguhnya dari buah yang kita hasilkan. Tanpa dibuat pusing oleh komentar orang lain, kita sebaiknya bertekun dalam pelayanan yang Allah percayakan, agar pengabdian kita berbuah kebaikan bagi banyak orang dan menyibukkan diri dalam mengasihi Tuhan dan ciptaan-Nya. [KRS]

Rabu, 03 Juni 2020

Menepi sejenak

Menepi Sejenak
2 Korintus 2:12-17

Dalam percakapan sehari-hari, kita kerap mendengar istilah me-time. Istilah ini artinya meluangkan waktu dengan melakukan aktivitas yang disukai seorang diri, tanpa diganggu oleh kehadiran orang lain. Me-time ini dapat bermanfaat menurunkan stres dan meningkatkan produktivitas seseorang. Dengan sejenak menarik diri, kondisi fisik dan psikis akan pulih kembali, sehingga ia mampu melanjutkan tanggung jawabnya di tempat kerja, rumah, gereja, dan sebagainya.

Kelelahan psikis tampak memenuhi hati Rasul Paulus saat tiba di Troas. Sekalipun jalan pemberitaan Injil terbuka di sana, ia memilih pergi ke Makedonia agar bisa bertemu dengan Titus (12-13). Ada perasaan tidak tenang karena ia ingin segera mendengar kabar tentang jemaat di Korintus.

Paulus menunda perjalanannya ke Troas bukan karena ia menyangkal panggilannya, melainkan ada persoalan yang harus diatasi dahulu, yaitu kegundahan hatinya. Dengan menarik diri sejenak untuk menenangkan hati, Paulus menemukan kembali semangatnya. Ia menyadari bahwa kesempatan mengabarkan Injil adalah berkat Tuhan dan ia tidak mau memanfaatkannya untuk keuntungan diri (14-17).

Kegalauan dan kekhawatiran acap kali muncul dalam hati manusia, apalagi jika hal itu berkaitan dengan ketidakpastian akan masa depan. Belajar dari pengalaman Paulus, jika kita galau, ada baiknya untuk menepi sejenak dari segala rutinitas. Menepi sejenak bisa dilakukan dengan mengikuti retret, atau sekadar minum kopi sendirian di kedai kopi, duduk berdoa di gereja, dan sebagainya. Kita dapat melakukannya secara berkala di tengah segala usaha kita.

Gunakan metode itu sebagai ruang untuk melihat kembali berapa banyak kebaikan dan penyertaan Allah telah hadir dalam hidup kita. Dengan begitu, barulah ketenangan hati bisa diperoleh dan semangat kembali berkobar.

Sumber kekuatan kita untuk melakukan kebaikan adalah Allah yang hidup. Mari kita bersemangat dalam menghayati firman Tuhan dan mewartakan Kabar Baik. [KRS]

Selasa, 02 Juni 2020

Ampuni

Ampunilah dan Terimalah!
2 Korintus 2:5-11

Antara pengampunan dan penerimaan, mana yang dipilih? Jika kedua kata itu kita terapkan dalam konteks orang yang bersalah, maka akan terlihat respons yang berbeda dari sisi manusia dan Allah. Manusia cenderung memilih salah satunya. Sedangkan, Allah menunjukkan keduanya. Ia mengampuni sekaligus menerima. Betapa mengerikannya jika Tuhan hanya mengampuni dosa, tetapi tidak menerima manusia berdosa.

Rasul Paulus mengakui bahwa ada orang yang menyebabkan kesedihan (5). Orang itu telah menolak Paulus dan ajarannya. Dengan demikian, orang itu secara tidak langsung telah menyakiti umat Tuhan. Jemaat pun menegurnya (6). Teguran adalah salah satu sarana utama agar orang tersebut berintrospeksi dan menyesali kesalahannya. Namun, dalam kasih Kristus, teguran belumlah cukup.

Teguran itu harus diikuti dengan kesediaan untuk mengampuni dan menerima (7). Artinya, jemaat bukan mengusir orang yang bersalah, tetapi menerimanya kembali dengan sikap ramah. Maka, hasilnya bukan kebinasaan, melainkan pertobatan. Hal ini harus dilakukan demi mencegah pekerjaan Iblis memecah belah jemaat (11).

Perpecahan jemaat sangat mungkin terjadi karena masalah internal. Salah satunya adalah tidak adanya kesediaan untuk saling mengampuni dan menerima. Ketika ada orang melakukan kesalahan, bukannya ditegur secara baik-baik, malah dijadikan bahan pergunjingan. Tidak berhenti di situ, orang itu pun dikucilkan dalam kehidupan berjemaat.

Teguran yang dilandasi kasih merupakan cara terbaik untuk membuat orang bisa memperbaiki kesalahannya. Selanjutnya, orang yang telah bertobat dirangkul dan diterima kembali sebagai saudara seiman. Dengan demikian, kesatuan jemaat akan terpelihara dalam kekudusan bersama yang dilandasi oleh kasih Kristus.

Kesatuan jemaat perlu diwujudkan dengan saling menegur, serta saling mengampuni dan menerima dengan tulus hati selayaknya saudara seiman di dalam Kristus. [KRS]

Senin, 01 Juni 2020

KEBAIKAN BERSAMA

Demi Kebaikan Bersama
2 Korintus 1:12-2:4

Gereja dapat dikenal sebagai institusi keagamaan yang dikelola secara bersama-sama oleh rohaniwan dan umat Allah melalui berbagai program gereja. Program yang baru diharapkan dapat menyempurnakan program sebelumnya. Namun, tidak tertutup kemungkinan dalam proses realisasi, program tersebut bisa berubah karena berbagai kendala. Demi kebaikan bersama, perubahan itu perlu dilakukan.

Rasul Paulus berencana mengunjungi jemaat di Korintus (1:15-16). Namun, dia harus membatalkan rencananya. Pasal 2 ayat 1-4 menjelaskan alasannya. Tampaknya ada yang membuat Paulus berduka ketika berkunjung ke Korintus. Ada orang-orang yang tidak bisa menerima diri dan ajarannya.

Oleh karena itu, untuk menghindari konflik, Paulus membatalkan kunjungan berikutnya. Tidak ada gunanya memaksakan kehendak diri kalau kehadiran Paulus hanya mengakibatkan luka atau dukacita, baik bagi dirinya maupun jemaat Korintus. Perubahan rencana itu bukan karena Paulus plinplan, melainkan demi kebaikan bersama.

Pada dasarnya, sebuah perencanaan itu baik dan bermanfaat karena kegiatan menjadi lebih terarah dan teratur. Namun, rencana itu tidak boleh menjadi aturan yang kaku, mengikat, dan tidak bisa diubah. Jangan sampai pelaksanaan rencana menjadi lebih penting daripada tujuan dari rencana itu sendiri.

Kita harus siap sedia terbuka terhadap perubahan. Terlebih lagi saat perubahan itu membawa kebaikan bersama. Terkadang kepentingan pribadi maupun ego harus dikesampingkan. Program yang berpotensi menimbulkan konflik dibatalkan, dan hanya program yang membangun kesatuan jemaat yang dilaksanakan. Bagaimanapun, perubahan itu harus dilakukan supaya umat Tuhan tetap bersatu dan nama Tuhan dimuliakan.

Perubahan yang tidak terduga terjadi atas izin Allah. Jadi, bersiaplah dan bersedialah serta berjaga-jagalah terhadap perubahan yang telah, sedang, dan akan terjadi, demi kebaikan bersama selaku orang-orang percaya di dalam Kristus. [KRS]

Statistik Pengunjung