Kamis, 27 Agustus 2020

BERBAHAGIALAH ORANG YANG MISKIN DI HADAPAN ALLAH

 “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” (Mat. 5:3). 

Pernyataan Tuhan Yesus ini merupakan paradox dalam kehidupan nyata di dunia ini karena kemiskinan identik dengan ketidakpunyaan, kesengsaraan, dan penderitaan. Dalam kemiskinannya, seseorang harus berjuang keras untuk memenuhi kebutuhannya. 

Bagaimana mungkin mereka yang miskin bisa berbahagia. Namun, Tuhan Yesus menyatakan berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah. Inilah paradok hidup kekristenan. Pada dasarnya kebahagiaan adalah hak semua orang dan memang semua orang menginginkan kebahagiaan. Namun, fakta kehidupan menunjukkan tidak semua orang berbahagia. Banyak orang kaya yang dalam perhitungan logika bahagia karena bisa memiliki semua yang diingininya ternyata mereka sangat menderita dalam kekayaannya. Banyak keluarga tampak bahagia, tetapi sesungguhnya mereka sedang merana dalam batin. Mengapa? Hal ini disebabkan mereka tidak menemukan kebahagiaan yang sejati. Akibatnya, apa pun yang mereka usahakan untuk menciptakan kebahagiaan pada akhirnya mereka tidak bisa bahagia. 

Kebahagiaan sejati hanya ada dalam mereka yang sungguh-sunggu hidup dalam Tuhan. Kemiskinan tidak akan menjadi alasan untuk mereka tidak menikmati kebahagiaan. Justru dalam kemiskinan ini, Tuhan Yesus berkata, “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah.”

Hal penting untuk memahami pernyataan Tuhan Yesus di sini adalah kita harus memahami arti miskin di hadapan Allah. Teks bahasa Yunani menuliskan οἱ πτωχοὶ τῷ πνεύματι, (Mat. 5:3, BGT). Kata ini lebih tepat diterjemahkan orang yang miskin secara roh atau miskin dalam roh. Bahasa Inggris menerjemahkan, “the poor in spirit (Mat 5:3 KJV); the poor in spirit (Mat 5:3 NAS).” Kata miskin dari kata ptokhos, kata ini sejajar dengan istilah bahasa Ibrani aniy, yni[‘.Ada dua istilah bahasa Yunani tentang miskin, yaitu penes (πένης) atau penikros (πενιχρός) dan ptokhos (πτωχός). Kata penes menunjuk kepada keadaan miskin dalam pengertian tidak kaya, tidak mempunyai banyak harta, atau hidup sederhana. Orang miskin ini adalah orang yang bisa bekerja dan menghasilkan pendapatan. Namun, pemasukan dan pengeluaran orang ini seimbang sehingga ia tidak memiliki sisa. Kata ptokhos berarti miskin dalam arti sangat miskin, tidak mempunyai apa-apa, orang miskin yang sangat menggantungkan hidupnya pada belas kasihan orang lain. Satu kata bahasa Jawa yang bisa menggambarkan orang ini adalah kere.
 
Penggunaan kata ini secara bersamaan tampak dalam kisah janda miskin yang mempersembahkan uangnya di bait Allah dalam Lukas 21:1-4:

Ketika Yesus mengangkat muka-Nya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan. Ia melihat juga seorang janda miskin (πενιχρὰν) memasukkan dua peser ke dalam peti itu. Lalu Ia berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin (πτωχὴ) ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu. Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya.” (Luk 21:1-4 ITB)

Perhatikan penggunaan kata miskin dalam perikop ini. Kata miskin dalam ayat 2 menggunakan penikran dan ayat 3 menggunakan ptokhe. Mengapa berbeda? Pada ayat 2, janda itu masih memiliki uang, sekalipun sangat sedikit. Namun, setelah ia memasukkan uangnya dalam kotak persembahan, ia tidak memiliki uang sama sekali sehingga dikatakan ptokhe. Matius 5 menggunakan kata ptokhos untuk kata miskin.
Orang Yahudi memiliki beberapa pengertian tentang kata miskin, yaitu:
  • Tidak mempunyai apa-apa dalam hal materi.
  • Tidak mempunyai pengaruh, kuasa, atau kedudukan, yaitu orang-orang kecil yang tidak dianggap oleh lingkungannya.
  • Hina, hidup secara menggenaskan dalam penindasan yang dilakukan orang lain, orang tertindas.
  • Dalam pengertian rohani, yaitu orang yang menyadari bahwa dirinya tidak memiliki apa-apa tetapi meletakkan hidup dan imannya kepada Allah.
Kemiskinan yang dinyatakan Tuhan Yesus di sini adalah kemiskinan dalam roh, in the spirit (τῷ πνεύματι). Jadi, kemiskinan di sini tidak menunjuk pada kemiskinan secara materi atau jasmani. Karena itu, kemiskinan yang Tuhan maksudkan di sini adalah dalam pengertian rohani, seperti pengertian keempat di atas.
Frasa “di hadapan Allah” sebetulnya adalah “dalam roh” atau “in the spirit.” Kalimat ini sebenarnya ingin menyatakan barangsiapa yang secara rohani merasa begitu miskin dan sepenuhnya tergantung kepada Allah, orang itulah yang disebut berbahagia. Penekanannya adalah kesalehan, yaitu kebergantungan hidup pada Allah, bukan bukan kekurangan atau kemiskinan materi  (R.T. France). Kemiskinan secara rohani membuat seseorang berseru meminta tolong kepada Allah. Allah akan berkenan menolongnya dan menganugerahkan Kerajaan Surga kepadanya. Orang yang miskin (kere) secara materi akan mengandalkan hidupnya dari belas kasihan orang lain. Demikian juga kemiskinan secara rohani. Orang yang miskin secara rohani mengandalkan belas kasihan Allah untuk memenuhi hidupnya.
 
Kerajaan Surga diberikan kepada orang percaya bukan sebagai upah. Manusia tidak akan bisa mendapatkan Kerajaan Allah dengan semua usahanya. Kerajaan Surga diberikan kepada orang percaya sebagai anugerah karena belas kasihan Allah. Arthur Pink mengungkapkan bahwa kemiskinan dalam roh membuktikan seserang merendahkan dirinya di hadapan Tuhan dan mengakui semua ketidakberdayaannya. Ia akan mengosongkan hatinya untuk diisi oleh atau dipenuhi Allah. Orang yang miskin dalam roh akan senantiasa mencari anugerah Allah melalui Yesus Kristus. Ini adalah kesadaran akan kebutuhan rohaninya.

Monika Hellwig menuliskan keuntungan menjadi orang miskin dalam roh[1]:
  1. Orang miskin tahu mereka sangat membutuhkan penebusan.
  2. Orang miskin bukan saja tahu mereka tergantung pada Tuhan dan orang yang berkuasa, tetapi mereka saling tergantung satu sama lain.
  3. Orang miskin bukan menggantungkan rasa amannya pada harta benda, tetapi pada manusia.
  4. Orang miskin tidak merasa dirinya keterlaluan penting dan tidak mempunyai kebutuhan berlebihan akan privacy.
  5. Orang miskin tidak terlalu mengandalkan persaingan, tetapi mengandalkan kerja sama.
  6. Orang miskin bisa membedakan antara kebutuhan dan kemewahan.
  7. Orang miskin bisa menunggu, mereka telah memperoleh sejenis kesabaran panjang yang lahir dari kesadaran akan ketergantungan.
  8. Ketakutan orang miskin lebih realistis dan tidak begitu dibesar-besarkan karena mereka tahu seseorang bisa bertahan hidup menghadapi penderitaan besar dan kekurangan.
  9. Bila orang miskin mendengar Injil, itu kedengaran seperti kabar baik, bukan seperti ancaman atau teguran.
  10. Orang miskin bisa menerima panggilan Injil untuk meninggalkan segalanya dengan totalitas penuh karena mereka akan kehilangan sedikit dan siap untuk menerima apa saja.
Orang yang berbahagia ialah orang miskin yang mengakui kemiskinannya sehingga menimbulkan sikap kerendahhatian terhadap Allah. Mereka akan membuka hati terhadap Tuhan Yesus dan mengakui bahwa Dia adalah Anak Tunggal Allah yang sempurna. Dia melakukan kehendak Allah Bapa dan sudah pasti mampu menolong umat-Nya untuk melakukan kehendak Allah secara sempurna.
Miskin di Hadapan Allah – Kemiskinan yang Mengakibatkan Kerendahan Rohani
Miskin secara finansial tidak merupakan syarat untuk kebahagiaan rohani. Kemiskinan finansial semata-mata bukanlah karcis masuk surga. Harus ada lebih daripada kemiskinan material saja. Harus ada kemiskinan yang mengantar kita kepada kemiskinan di bidang rohani. Dengan kata lain, Anda berbahagia sebagai orang miskin apabila kemiskinan itu juga mengantar Anda kepada kerendahan rohani. Hal ini penting sekali. Jikalau Anda miskin akan tetapi Anda berpura-pura kaya, yaitu Anda mencoba mengesankan orang dengan membual, Anda hanya menjadikan diri Anda bahan tertawaan saja.

Banyak orang yang hidup melebihi kemampuan keuangannya. Misalnya, seseorang tidak mampu membeli mobil, akan tetapi ia tetap membeli mobil hanya demi ‘gengsi’, sekalipun harus meminjam uang. Maka ia hidup melebihi kemampuan keuangannya. Sebagai akibatnya, ia semakin miskin karena hutangnya semakin menumpuk.

Harta Merupakan Halangan untuk Menjadi Murid

Di lihat dari sudut kebalikannya, maka harta material merupakan halangan terhadap kehidupan rohani Anda. Tidak ada kompromi apapun dalam hal ini. Menjadi miskin dapat menjadi berkat rohani jikalau hal ini mewujudkan sikap rohani yang tepat. Akan tetapi menjadi kaya tidak saja dapat menjadi, tetapi memang merupakan halangan positif terhadap kehidupan rohani Anda, kecuali jika Anda memperlakukan harta itu dengan cara rohani yang tepat. Yesus menyatakan hal ini dengan sangat jelas tanpa keraguan apapun. Harta merupakan halangan.

Kita melihat pokok yang sama, misalnya, di dalam kata-katanya kepada orang muda yang kaya. Yesus tidak mengizinkan orang muda yang kaya itu menjadi muridnya kecuali ia menjual segala miliknya, memberikannya kepada orang miskin. Ia tidak mengizinkan orang muda yang kaya itu mengikuti sebagaimana adanya. Kebanyakan orang di zaman sekarang akan bersedia mengizinkannya. Enak juga untuk dapat mengatakan, “Saya mempunyai murid yang seorang jutawan. Dia memiliki lima mobil Mercedes Benz; dia memiliki pabrik. Itulah murid saya.” Yesus mengatakan, “Tidak. Hanya ada satu syarat bagi Anda untuk menjadi murid saya.” Orang muda yang kaya itu dengan semangat berkata, “Ya, ya, apakah syarat itu? Bolehkah saya membayar seratus ribu dolar?” Yesus berkata, “Tidak. Jauh lebih banyak dari itu. Engkau harus menjual segala milikmu, memberikannya kepada orang-orang miskin, kemudian datanglah kemari dan ikutlah aku.” Sekiranya Yesus dapat membuat keadaan lebih mudah bagi orang muda yang kaya itu, pasti ia akan melakukannya. Bukankah begitu? Ia akan melakukannya karena Kitab Injil menceritakan kepada kita bahwa Yesus mengasihi orang itu. Dia tidak memberikan persyaratan itu karena Yesus membenci orang itu; Yesus mengatakan demikian justru karena dia mengasihinya. Yesus memberikan persyaratan itu karena kekayaan material merupakan halangan kepada kehidupan rohani kita.
Saat ini gereja berada terpuruk secara rohani karena gereja mulai berkompromi dalam sikap terhadap harta. Saya tidak jujur jika saya berusaha menutupi hal ini. Harta merupakan halangan. Itulah sebabnya Yakobus berkata di Yakobus 5:1: “Hai kamu orang kaya, menangislah dan merataplah!” Tidak ada penjelasan apapun. Menangislah kamu orang kaya! Berbahagialah orang miskin! Dan merataplah orang kaya! Injil tidak pernah merupakan kabar baik untuk kapitalis. Kaun kapitalis tidak akan pernah berhasil mengencerkan  ajaran Yesus agar dapat dicocokkan dengan kapitalisme. Anda menemukan hal yang sama di dalam setiap ajaran Yesus mengenai harta benda. Dia tidak mau berkompromi dengan orang kaya. Dia tidak membenarkan orang yang mengandalkan harta. Khotbah di Bukit mengatakan, “Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” (Mat. 6:24). Anda tidak dapat melakukan hal itu. Akan tetapi gereja ingin mengatakan, “Ya, kamu bisa. Kamu bisa mengabdi kepada Mamon, yaitu mengabdi kepada uang, dan juga mengabdi kepada Allah.” Yesus dengan jelas memberitahu kita, bahwa kita tidak dapat melakukan hal itu. Anda hidup untuk Allah, dan Mamon menjadi budak Anda. Itu berarti uang hanya merupakan sarana untuk mencapai suatu tujuan. Anda menggunakannya, tetapi Anda tidak bisa mengabdi kepadanya. Itulah yang membuat Injil begitu sulit bagi suatu masyarakat yang makmur; suatu masyarakat di mana kebanyakan orang mempunyai rekening bank yang cukup besar.
 
Mewarisi Kerajaan, Menyambut Yesus Sebagai Raja!

Di Yohanes 3, ‘mewarisi kerajaan’ berarti mewarisi hidup yang kekal. “Merekalah yang empunya kerajaan sorga”, yaitu, Allah akan memberikan kerajaan kepada mereka; Allah akan memberikan hidup yang kekal kepada mereka. Anda tidak memperoleh hidup yang kekal itu tanpa menerima sang raja yang diutus Allah. Kerajaan tidak ada artinya tanpa raja. Sewaktu Anda menerima kerajaan, Anda tidak akan menerima paket yang disebut ‘KERAJAAN’. Anda menerima raja dan menjadikan Kristus, Penguasa atas hidup Anda. Hidup yang kekal itu adalah memiliki hidup Kristus yang sudah dibangkitkan. Di luar Kristus, Anda tidak akan memperolehnya. Satu-satunya jalan untuk memperoleh hidup yang kekal ialah dengan menjadikan Yesus Tuan dan Penguasa Anda. Dialah raja di dalam hidup Anda. Hidup yang kekal merupakan konsekuensi (akibat) dari kedaulatan Yesus sebagai raja di dalam hidup Anda.
Orang kaya tidak suka mempunyai Yesus sebagai raja. Karena Yesus mungkin akan mengatakan kepada Anda, seperti yang dia katakan kepada orang muda yang kaya: “Juallah semua milikmu.” “Ah, aku tidak mau dengar ini! Aku tidak mau dengar! Aku suka apa yang dikatakan pendeta tempo hari, ‘Percaya saja kepada Yesus, dan kamu akan mempunyai hidup yang kekal. Tidak ada syarat-syarat.’ Namun, ‘Jual semua milikmu’? Tidak, tidak, tidak. Itu hanya berlaku untuk orang muda yang kaya itu. Itu tidak berlaku untuk aku. Satu hukum untuk orang muda yang kaya dan hukum yang lain untukku. Haleluya! Haleluya! Betapa baiknya Allah.” Jangan menipu diri sendiri. Prinsip yang sama yang berlaku terhadap orang muda yang kaya itu juga berlaku bagi kita semua. Orang muda yang kaya tidak termasuk kategori khusus tertentu. Apakah Anda berpikir bahwa dia lebih mencintai uang daripada Anda dan daripada saya? Janganlah kita menipu diri sendiri! Sama sekali tidak. Hanya ada satu hukum untuk semua orang. Tidak ada dua hukum untuk orang yang berbeda: satu hukum untuk orang muda yang kaya dan satu hukum untuk saya. Tidak begitu halnya.

Orang miskinlah yang menerima Yesus sebagai raja. Dengan menerima Yesus sebagai raja, Anda telah menerima kerajaan Allah. Karena Yesus adalah Jalan yang membawa kita kepada Allah. Kerajaan itu berarti kekuasaan dan pemerintahan sang Raja. Dengan menerima Yesus, Anda juga telah menerima kehidupan karena Allah melalui Yesus sudah memberikan Anda hidup itu. “Kekuasaannya tidak akan berkesudahan.” [Yes. 9:6] Dia membawa hidup yang kekal ke dalam jiwa Anda melalui Mesias yang diutus-Nya.

Renungkan pertanyaan ini sekali lagi: 

Apakah Anda miskin? Apakah Anda miskin di hadapan Allah? Tahukah Anda bahwa Anda miskin? Apakah Anda terbuka dan siap menerima kebenaran ini? Apakah Anda mempunyai iman untuk percaya kepada Allah untuk memenuhi kebutuhan rohani dan material Anda? Apakah Anda mempunyai iman untuk percaya kepada Allah sebagai Pembela Anda bila Anda ditindas? Apakah Anda mempunyai iman untuk percaya bahwa Allah akan selalu menolong Anda? Apakah Anda menerima Yesus yang sudah diutus Allah sebagai raja?

Minggu, 23 Agustus 2020

PESAN DAN JANJI ALLAH BAGIAN IV

Mazmur 37:34-40

Pesan dan Janji (37:34-40) *
Kesimpulan sang pemazmur dalam khotbahnya ini (sebab puisi ini memang bersifat seperti khotbah) sama saja dengan tujuan dari keseluruhan mazmur ini, dan memaparkan hal-hal yang sama.

I. Kewajiban yang ditekankan kepada kita di sini masih sama (ay. 34): Nantikanlah TUHAN dan tetap ikutilah jalan-Nya. Kewajiban itu memang milik kita, dan kita harus memperhatikannya dan mawas diri karenanya. Kita wajib berada terus di jalan Allah dan tidak boleh menyimpang atau bermalas-malasan di dalamnya. Tetap dekat dan terus maju. Namun, segala peristiwa ada di tangan Allah, jadi kita harus berserah diri kepada-Nya dalam menghadapi semuanya itu. Kita harus menanti-nantikan Tuhan, mengikuti tindak-tanduk pemeliharaan-Nya, mengamati dengan saksama, dan dengan penuh kesadaran menyesuaikan diri terhadap semuanya itu. Jika kita mengikuti jalan Allahdengan penuh kesadaran, maka kita dapat menanti-nantikan-Nya dan menyerahkan jalan kita kepada-Nya dengan penuh sukacita. Dengan cara itu kita akan mendapati-Nya sebagai seorang Tuan yang adil, baik terhadap hamba-Nya yang bekerja maupun terhadap hamba-Nya yang menanti-nantikan-Nya.

II. Alasan-alasan yang memperkuat kewajiban ini juga hampir sama, didasarkan pada kebinasaan yang pasti akan menimpa orang fasik dan keselamatan yang akan diperoleh orang benar. Orang benar (dalam mazmur) ini, supaya dapat membentengi dirinya dari pencobaan yang timbul akibat rasa iri terhadap kejayaan orang fasik, masuk ke dalam tempat kudus Allah dan membimbing kita dari sana ( 73:17). Di sanalah dia mengerti nasib akhir orang fasik, dan kemudian menolong kita untuk memahaminya juga. Lalu, ia membandingkannya dengan nasib akhir orang benar, dan godaan itu pun mereda karena dapat ditahannya. Perhatikanlah,

1. Kesengsaraan yang pada akhirnya akan dialami oleh orang fasik, sekalipun mereka makmur untuk sementara waktu. Masa depan orang-orang fasik akan dilenyapkan (ay. 38), dan celakalah nasib orang yang masa depannya begitu suram. Orang fasik, di masa depan, akan dilenyapkan dari segala yang baik dan segala harapan. Segala keriaan mereka akan berakhir, dan mereka akan selamanya dipisahkan dari sumber hayat, lalu diserahkan kepada segala kejahatan.

(1) Daud telah mengamati beberapa contoh kehancuran dahsyat yang menimpa orang fasik di dunia ini – kemewahan dan kemakmuran para pendosa tidak mampu melindungi mereka dari penghakiman Allah saat hari mereka akhirnya datang menimpa (ay. 35-36): Aku melihat seorang fasik(bentuk tunggal), mungkin yang dimaksudkannya adalah Saul atau Ahitofel (sebab Daud sudah tua sewaktu dia menorehkan mazmur ini), yang gagah sombong, menggentarkan (begitulah yang ditafsirkan beberapa orang), yang menimbulkan ketakutan terhadap pahlawan-pahlawan yang meliputi dunia orang-orang hidup , yang memerintah semua orang dengan tangan teracung dan terlihat begitu teguh dan berjaya, tumbuh mekar seperti pohon aras Libanonyang hanya menghasilkan dedaunan saja tanpa buah, seperti seorang asli Israel yang lahir di negerinya (begitulah ungkapan Dr. Hammond), kelihatannya berakar dengan kuat. Tetapi, apa jadinya dengan dia kemudian? Jauh sebelum itu, Elifas telah belajar untuk mengutuki tempat kediaman orang bodoh yang berakar (Ayb. 5:3). Dan Daud dapat melihat alasannya, yaitu karena pohon aras itu kemudian menjadi layu secepat pohon ara yang dikutuk Kristus: ia lenyap bagaikan impian, seperti sebuah bayangan. Demikianlah yang terjadi dengan orang fasik itu dan segala kemewahan serta kekuasaan yang begitu ia bangga-banggakan itu. Dia hilang dalam sekejap: lenyaplah ia, aku mencarinya dengan heran, tetapi ia tidak ditemui. Dia menjalankan perannya, lalu kemudian turun panggung dan tidak terlihat lagi

(2) Kebinasaan akhir yang dahsyat dari para pendosa, semua orang berdosa, akan dijadikan tontonan bagi orang-orang kudus, sebagaimana orang-orang kudus itu terkadang dijadikan tontonan bagi dunia ini (ay. 34): Saat orang-orang fasik dilenyapkan(dan mereka pasti dilenyapkan), engkau akan melihatnyadengan penuh kekaguman terhadap keadilan ilahi. Pendurhaka-pendurhaka akan dibinasakan bersama-sama (ay. 38). Dari sekian banyak pendosa di dunia ini, Allah memilih seorang pendosa di sini dan seorang lainnya di tempat lain, untuk dijadikan contoh in terrorem – sebagai peringatan. Akan tetapi, pada hari penghakiman nanti akan terjadi kebinasaan bagi semua pendurhaka, dan tidak seorang pun dapat meloloskan diri. Orang-orang yang telah sama-sama berbuat dosa akan dikutuk bersama-sama. Ikatlah mereka berberkas-berkas untuk dibakar.

2. Segala berkat yang pada akhirnya akan diperoleh orang benar. Marilah kita lihat bagaimana masa depan umat Allah yang hina dina itu.

(1) Kedudukan tinggi. Telah banyak terjadi pelanggaran yang membuat kesalehan manusia justru menjadi penghalang bagi perbaikan kedudukan mereka di dunia ini dan melenyapkan kesempatan mereka untuk menambah kekayaan. Akan tetapi, orang-orang yang mengikuti jalan Allah dapat merasa yakin bahwa pada waktunya Dia akan mengangkat mereka untuk mewarisi negeri(ay. 34). Dia akan meninggikan mereka ke tempat yang terletak di istana sorgawi, penuh martabat dan kehormatan serta harta sejati, di Yerusalem baru, untuk mewarisi negeri yang baik itu, yang dipelambangkan oleh Kanaan. Dia akan meninggikan mereka di atas segala penghinaan dan marabahaya.

(2) Damai (ay. 37). Biarlah semua orang memperhatikan orang yang tulus dan melihat kepada orang yang jujur. Amatilah dia, dan kagumi serta teladani dia. Arahkanlah pandanganmu kepadanya dan perhatikan apa yang terjadi kepadanya, dan engkau akan mendapati bahwa masa depan orang itu adalah damai. Kadang-kadang, kesudahan hari-hari tuanya terbukti lebih menyenangkan baginya daripada hari-hari mudanya. Serangan badai sudah berakhir, dan dia pun dihiburkan kembali, setelah masa-masa kesesakan berlalu. Bagaimanapun juga, jika seluruh harinya suram dan mendung, mungkin kematiannya akan menghiburkannya dan mentarinya akan terbenam dalam kegemilangan cahaya. Atau, jika kehidupannya memang harus sengsara, masa depannya akan tetap penuh damai sejahtera, damai yang tidak berkesudahan. Orang-orang yang hidup dengan lurus hati mendapat tempat damai pada waktu mereka mati (Yes. 57:2). Kematian yang penuh damai telah mengakhiri hidup yang penuh kesusahan bagi banyak sekali orang benar, dan semua yang akan seterusnya baik pastilah berakhir dengan baik. Bileam sendiri pun ingin kematian dan ajalnya seperti kematian dan ajal orang-orang jujur (Bil. 23:10)

(3) Keselamatan (ay. 39-40). Keselamatan orang benar(yang dapat diartikan sebagai keselamatan besar yang diselidiki dan diteliti oleh nabi-nabi,1 Ptr. 1:10) adalah dari TUHAN. Keselamatan itu adalah perbuatan Tuhan saja. Keselamatan kekal, keselamatan dari Allah yang akan dilihat oleh orang-orang yang jujur jalannya( 50:23), juga datang dari Tuhan. Dan Dia yang memberikan Kristus dan sorga bagi mereka akan menjadi Allah yang selalu mencukupi mereka: Ia adalah tempat perlindungan mereka pada waktu kesesakan, untuk menyokong mereka dan membawa mereka melewati semua itu. Dia menolong mereka dan meluputkan mereka, membantu mereka melaksanakan kewajiban mereka, memikul beban mereka, dan memelihara peperangan rohani mereka, membantu mereka untuk menanggung kesusahan mereka dan menarik pelajaran yang berharga dari semua itu, dan pada saatnya nanti, Dia akan meluputkan mereka dari segala permasalahan itu. Dia akan meluputkan mereka dari orang-orang fasik yang hendak mencengkeram dan menelan mereka hidup-hidup. Dia akan mengamankan mereka di sana kelak, di mana orang fasik akan berhenti berbuat masalah. Dia akan menyelamatkan mereka, bukan hanya melindungi mereka saja, tetapi juga membuat mereka bahagia, sebab mereka berlindung pada-Nya, bukan karena mereka layak mendapatkan semua itu dari-Nya, tetapi karena mereka telah menyerahkan diri mereka kepada-Nya dan mempercayai-Nya, dan dengan begitu telah menghormati Dia.

[Sumber: Mathew Henry]

PESAN DAN JANJI ALLAH BAGIAN III

Mazmur 37:21-33

Pesan dan Janji (37:21-33) *
Ayat-ayat di atas memiliki tujuan yang hampir sama dengan ayat-ayat sebelumnya dalam mazmur ini, sebab pokok isinya sungguh bermakna untuk terus direnungkan.

I. Apa yang dituntut dari kita sebagai jalan menuju kebahagiaan kita sendiri, yang dapat kita pelajari dari perangai dan arahan yang dipaparkan di sini. Jika kita ingin diberkati Allah,

1. Kita harus selalu mawas diri untuk memberikan kepada orang lain apa yang menjadi hak mereka: sebab orang fasik meminjam dan tidak membayar kembali(ay. 21). Inilah hal pertama yang dikehendaki oleh Tuhan Allah kita, yaitu supaya kita berlaku adil dan memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi hak mereka. Tidak mengembalikan apa yang telah kita pinjam bukan saja suatu perbuatan yang memalukan, melainkan juga suatu kejahatan yang kotor. Beberapa orang menganggapnya sebagai contoh yang lebih condong menggambarkan kesengsaraan dan kemiskinan yang menimpa orang-orang jahat karena keadilan Allah, dibandingkan dengan kejahatan mereka. Mereka harus mencari pinjaman untuk memenuhi kebutuhan mereka dan tidak mampu mengembalikan pinjaman itu sehingga harus bergantung kepada belas kasihan si pemberi pinjaman. Apa pun makna yang dipikirkan oleh manusia mengenainya, tetap saja merupakan dosa besar bila ada orang yang menghindari kewajiban mereka dalam melunasi pinjaman, sama besarnya dengan kesengsaraan orang-orang yang tidak bisa membayar kembali utang mereka.

2. Kita harus selalu siap berlaku murah hati dan penuh derma, sebab dengan berbuat demikian kita menunjukkan kebaikan Allah kepada orang benar yang memberikan kepadanya kuasa untuk bersikap baik hati dan berbuat baik (dan sebagian orang memahami ini demikian: bahwa berkat Allah meninggikan umat-Nya yang kecil setinggi-tingginya hingga mereka berkelimpahan dan memiliki kelebihan untuk menolong orang lain). Selain itu, dengan berlaku murah hati dan dermawan kita juga memperlihatkan kebaikan orang benar yang memiliki hati sebesar jumlah kekayaannya: Orang benar adalah pengasih dan pemurah(ay. 21). Tiap hari ia menaruh belas kasihan, setiap hari, atau sepanjang hari, selalu berbelas kasihan dan memberi pinjaman. Terkadang, meminjamkan itu juga sama baik hatinya seperti memberi. Dan memberi dan meminjamkan itu berkenan kepada Allah bila timbul dari hati yang tergerak oleh belas kasihan, dan jika sungguh diserta rasa tulus, akan terus kita lakukan tanpa jemu-jemunya. Orang yang benar-benar berbelas kasihan akan menaruh belas kasihan setiap waktu.

3. Kita harus meninggalkan dosa kita dan bertekun di dalam kesalehan (ay. 27): Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik. Berhentilah berbuat jahat dan bencilah kejahatan itu. Belajarlah untuk berbuat baik dan bertekun di dalamnya. Inilah agama yang sejati.

4. Kita harus berlimpah dengan percakapan yang baik, memuliakan Alah dan membangun orang-orang lain dengan lidah kita. Inilah bagian dari perangai orang benar (ay. 30), yaitu bahwa mulutnya mengucapkan hikmat. Dia bukan saja berkata dengan bijak, tetapi juga mengucapkan hikmat, sebagaimana Salomo, demi membimbing orang-orang di sekelilingnya. Lidahnya tidak mengatakanomong kosong atau cakap angin, melainkan mengatakan hukum, yaitu firman dan pemeliharaan Allah, serta jalan-jalan hikmat yang mengarahkan perilaku dengan benar. Dari hati yang limpah dengan kebaikan, mulut akan mengucapkan hal-hal yang baik dan membangun.

5. Kita harus bersedia menyerahkan segala kehendak kita ke dalam kehendak dan firman Allah (ay. 31): Taurat Allahnya ada di dalam hatinya. Sia-sia saja jika kita mengaku-ngaku bahwa Allah adalah Allah kita, jika kita tidak menerima Taurat-Nya di dalam hati kita dan tidak menyerahkan diri untuk dikuasai oleh Taurat-Nya itu. Hanya isapan jempol belaka bila kita mengucapkan hikmat dan mengatakan hukum (ay. 30) tanpa Taurat Allah ada di dalam hati kita, dan jika apa yang kita katakan tidak sama seperti apa yang ada dalam pikiran kita. Taurat Allah harus menjadi pegangan yang berkuasa dan memerintah di dalam hati. Taurat Allah harus menjadi terang dan mata air di sana, supaya dengan begitulah perilaku laku menjadi selaras dan sejalan: Langkah-langkahnya tidak goyah. Hukum Allah ampuh dalam mencegah kita tergelincir ke dalam dosa dan kerugian yang ditimbulkannya.

II. Apa yang dijanjikan sebagai jaminan bagi kita, sebagai contoh dari kebahagiaan dan penghiburan yang akan kita alami, bila kita melakukan apa yang dikehendaki Tuhan bagi kita di atas.

1. Bahwa kita akan memperoleh berkat dari Allah, dan berkat itu akan menjadi sumber, rasa manis dan keamanan bagi segala penghiburan dan kenikmatan sementara kita di dunia ini (ay. 22): Orang-orang yang diberkati Allah, sebagaimana semua orang benar, dengan berkat Bapa dan kebajikan di dalamnya, akan mewarisi negeri, atau tanah (sebagaimana yang diterjemahkan dalam pasal 29, tl), yaitu tanah Kanaan, kemuliaan dari segala negeri. Semua penghiburan sementara di dunia ini sungguh-sungguh dirasakan sebagai penghiburan bila kita melihatnya mengalir dari berkat Allah. Dengan demikian kita yakin tidak akan kekurangan apa pun yang baik bagi kita di dunia ini. Tanah itu menumbuhkan hasilnya, jika Allah, yaitu Allah kita, akan memberkati kita(67:6, tl). Dan sebagaimana orang-orang yang diberkati Allah benar-benar dipenuhi berkat (sebab mereka akan mewarisi negeri), begitu pula orang-orang yang dikutuk-Nya benar-benar celaka. Mereka akan dilenyapkan dan dibabat habis, dan kebinasaan mereka yang ditimpakan oleh kutukan ilahi itu akan menjadi peneguhan dan penghiburan bagi orang benar melalui berkat ilahi.

2. Bahwa Allah akan mengarahkan dan mengatur tindakan serta perkara kita sedemikian rupa sehingga menjadi kemuliaan yang terbesar bagi-Nya (ay. 23): TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya. Melalui anugerah dan Roh Kudus-Nya dia mengarahkan pikiran, perasaan, dan rancangan orang-orang benar. Dia tentu saja menguasai hati semua orang di tangan-Nya, tetapi hati orang-orang benar itu dimiliki-Nya atas persetujuan mereka. Melalui pemeliharaan-Nya, Dia menguasai segala kejadian yang berkaitan dengan mereka supaya Ia bisa meratakan jalan mereka, agar jelas bagi mereka apa yang harus mereka lakukan dan apa yang dapat mereka harapkan. Perhatikanlah, Allah menetapkan langkah-langkah orang benar, bukan hanya menetapkan jalannya secara umum melalui firman-Nya yang tertulis, tetapi juga menetapkan setiap langkahnya melalui bisikan hati nurani yang berkata, “Inilah jalan, berjalanlah mengikutinya .” Dia tidak selalu menunjukkan jalan-Nya kepada orang benar itu dari jauh, melainkan membimbingnya langkah demi langkah, layaknya menuntun seorang anak, supaya ia bisa terus bergantung kepada bimbingan-Nya. Dan ini semua,

(1) Karena Ia berkenan akan jalannya, dan disenangkan oleh jalan-jalan kebenaran yang dipijaknya. TUHAN mengenal jalan orang benar( 1:6), mengenalnya dan menyukainya, dan karena itulah Dia mengarahkan jalannya.

(2) Supaya Dia berkenan akan jalan orang benar itu. Karena Allah menetapkan jalannya sesuai dengan kehendak-Nya, Dia pun berkenan atasnya. Sebab, sebagaimana Ia mengasihi gambaran-Nya di dalam kita, begitu pula Dia senang dengan apa yang kita perbuat di bawah bimbingan-Nya.

3. Bahwa Allah akan mencegah kita hancur baik oleh karena dosa maupun oleh karena kesusahan (ay. 24): apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak.

(1) Orang benar mungkin saja terjerembab dalam sebuah kesalahan, tetapi anugerah Allah akan memulihkannya melalui pertobatan, sehingga dia tidak akan sampai tergeletak. Meskipun dia bisa saja kehilangan sukacita keselamatan dari Allah untuk sementara waktu, sukacita itu akan dikembalikan kepada-Nya, sebab Allah akan menopangnya dengan tangan-Nya, menopangnya dengan Roh-Nya yang bebas. Akar akan tetap hidup sekalipun daun layu, dan musim semi akan datang setelah musim dingin berlalu.

(2) Orang benar mungkin saja merasa tertekan, dipermalukan dalam perkaranya, dan jiwanya menjadi lesu, tetapi dia tidak akan sampai tergeletak. Allah akan menjadi kekuatan hatinya saat daging dan hatinya gagal, dan Dia akan menopangnya dengan penghiburan-Nya sehingga jiwa yang telah Ia ciptakan itu tidak akan gagal di hadapan-Nya.

4. Bahwa kita tidak akan kekurangan apa pun yang kita perlukan dalam hidup ini (ay. 25): “Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, dan, dari segala perubahan yang telah kusaksikan dalam keadaan lahiriah manusia serta pengamatan yang telah kulakukan mengenai hal itu, tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan oleh Allah dan manusia, seperti kulihat orang jahat terkadang diabaikan oleh sorga dan bumi. Aku juga tidak pernah melihat anak cucu orang benar dibiarkan terpuruk sampai harus meminta-minta roti.” Daud sendiri pernah mengemis rotinya dari Abimelek sang imam, tetapi pada saat itu Saul sedang memburunya, dan Penyelamat kita telah mengajar kita untuk mengecualikan kasus penganiayaan yang terjadi oleh karena kebenaran, dari segala janji mengenai hal-hal yang sifatnya sementara (Mrk. 10:30), sebab perkara seperti itu disertai kehormatan dan penghiburan yang istimewa sehingga lebih terasa sebagai karunia (sebagaimana anggapan sang rasul mengenainya, Flp. 1:29) daripada sebagai kerugian atau kedukaan. Tetapi hanya ada sedikit saja contoh orang benar atau keluarga mereka yang menjadi amat miskin, bila dibandingkan dengan kemiskinan yang menimpa orang jahat karena kejahatan mereka. Daud tidak pernah melihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti. Tidak ditinggalkan (seperti yang ditafsirkan oleh beberapa orang) artinya, jika mereka benar-benar berkekurangan, Allah akan menggerakkan kawan-kawan mereka untuk mencukupi kebutuhan mereka sehingga mereka tidak perlu mendapat cela seperti yang biasa dilayangkan orang kepada para peminta-minta. Atau, jika mereka mendatangi rumah demi rumah untuk mendapatkan makanan, usaha mereka itu tidak akan dilakukan dengan rasa putus asa, tidak seperti orang jahat yang mengembara untuk mencari makan, entah ke mana (Ayb. 15:23). Orang benar juga tidak akan ditolak seperti anak yang hilang itu, yang ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorang pun yang memberikannya kepadanya(Luk. 15:16). Dia juga tidak akan bersungut-sungut jika tidak merasa kenyang, tidak seperti musuh-musuh Daud saat mereka mengembara mencari makan ( 59:16). Beberapa orang berpendapat bahwa janji ini terutama ditujukan bagi orang-orang yang murah hati dan senang memberi kepada orang-orang miskin, dan mengartikan bahwa Daud tidak pernah melihat orang-orang seperti itu menjadi miskin karena perbuatan amal mereka. Justru ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan(Ams. 11:24).

5. Bahwa Allah tidak akan meninggalkan kita, melainkan dengan murah hati akan melindungi kita di dalam segala kesukaran dan kesesakan kita (ay. 28): Sebab TUHAN mencintai hukum. Dia senang berlaku adil dan juga berkenan kepada orang-orang yang berlaku adil. Karena itulah, Dia tidak meninggalkan orang-orang yang dikasihi-Nya di dalam kesesakan saat orang-orang lain memisahkan diri dan menjauhi mereka. Dia justru memastikan agar mereka terpelihara sampai selama-lamanya. Hal ini berarti bahwa orang kudus di segala zaman akan dilindungi-Nya dan kelangsungan hal itu akan terus terpelihara sampai akhir zaman, dan bahwa orang-orang kudus itu akan dijagai dari segala godaan dan dibawa melewati segala pencobaan di masa sekarang menuju ke kebahagiaan yang akan berlangsung selama-lamanya. Dia akan menyelamatkan aku, sehingga aku masuk ke dalam Kerajaan-Nya di sorga. Itulah keselamatan yang berlangsung selama-lamanya (2 Tim. 4:18; Mzm. 12:8).

6. Bahwa kita akan memiliki tempat tinggal yang nyaman di dunia ini, dan bahkan di dunia yang lebih baik lagi saat kita meninggalkan dunia yang sekarang ini. Bahwa kita akan tetap tinggal untuk selama-lamanya(ay. 27), dan tidak akan dilenyapkansepertianak cucu orang-orang fasik (ay. 28). Orang-orang yang menjadikan Allah sebagai tempat kediaman mereka dan berlabuh kepada-Nya tidak akan terombang-ambing. Tetapi di bumi ini tidak ada tempat tinggal yang abadi, tidak ada kota yang akan terus berdiri. Hanya di sorga saja, di kota yang memiliki dasar teguh, orang-orang benar akan tinggal selamanya. Tempat itu akan menjadi rumah mereka untuk selama-lamanya.

7. Bahwa kita tidak akan menjadi mangsa musuh-musuh kita, yang mencoba membinasakan kita (ay. 32-33). Ada musuh yang hendak menggunakan segala kesempatan untuk berbuat jahat terhadap kita, yaitu si jahat yang mengamat-amati orang benar (seperti singa yang mengaum-aum yang sedang mengintai mangsanya) dan berikhtiar membunuhnya. Memang ada orang-orang jahat yang berlaku seperti itu (mereka mengamat-amati orang benar untuk mencari kesempatan berbuat jahat dan memperoleh dalih untuk membenarkan perbuatan mereka). Mereka begitu mendendam, dan oleh karena itulah mereka berikhtiar membunuhnya. Akan tetapi, pernyataan tersebut bisa juga diterapkan kepada si jahat Iblis, si ular tua yang penuh dengan siasat untuk menjerat orang benar, yang taktiknya tidak boleh kita abaikan – si naga merah padam yang besar itu, yang mencoba membunuh mereka, – singa yang mengaum-aum itu, yang terus berkeliling dengan resah dan murka, mencari siapa saja yang bisa dia telan. Akan tetapi, di sini ditegaskan bahwa mereka, si Iblis maupun antek-anteknya itu, tidak akan berhasil.
(1) Dia tidak akan berhasil sebagai musuh yang menghadang di padang: TUHAN tidak menyerahkan orang benar itu ke dalam tangannya. Tuhan tidak akan mengizinkan Iblis untuk melakukan apa yang dia mau. Dia juga tidak akan mengambil kembali kekuatan dan anugerah-Nya dari umat-Nya, melainkan akan memampukan mereka untuk bertahan dan mengalahkan Iblis, dan iman mereka tidak akan gugur (Luk. 22:31-32). Orang benar mungkin saja terjatuh ke tangan utusan Iblis dan terluka parah, tetapi Allah tidak akan menyerahkan dia ke dalam tangannya (1 Kor. 10:13).
(2) Dia tidak akan berhasil sebagai lawan yang menentang di pengadilan: Allah tidak membiarkan orang benar dinyatakan fasik pada waktu diadili, meskipun didesak oleh sang pendakwa saudara-saudara kita, yang mendakwa mereka siang dan malam di hadapan Allah kita. Tuduhan-tuduhan palsunya itu akan dilemparkan keluar, sebagaimana tuduhan yang dilayangkan terhadap Yosua (Za. 3:1-2), TUHAN kiranya menghardik engkau, hai Iblis! Jika Allah yang membenarkan, siapakah yang akan menggugat orang-orang pilihan Allah?

Sumber: Mathew Henry

PESAN DAN JANJI ALLAH BAGIAN II

Mazmur 37:7-20

Pesan dan Janji (37:7-20) *
Dalam ayat-ayat di atas kita mendapati,

I. Penekanan kembali arahan-arahan yang telah dituliskan sebelumnya. Oleh karena kita mudah sekali menggelisahkan diri kita sendiri dengan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan yang tidak berguna, maka diperlukan pengulangan arahan demi arahan, baris demi baris, untuk menghalau ketidakpuasan dan ketidakpercayaan kita itu dan memperlengkapi diri kita untuk melawannya.

1. Biarlah kita terus percaya kepada Allah: “Berdiam dirilah di hadapan TUHAN dan nantikanlah Dia(ay. 7), artinya, terimalah segala yang Ia perbuat dan berserahlah di dalam semua itu, sebab itulah yang terbaik, yakni karena semua itu telah ditentukan oleh-Nya. Juga, berpuaslah oleh karena Dia akan tetap membuat segalanya mendatangkan kebaikan bagi kita, meskipun kita tidak tahu bagaimana atau dengan cara apa.” Berdiamlah di hadapan Tuhan (begitulah arti perkataan itu), bukan diam yang penuh kemurungan, tetapi diam dalam penyerahan diri. Sabar dalam menanggung apa yang ditaruh di atas pundak kita, dengan pengharapan menantikan sesuatu yang dijanjikan kepada kita, bukan saja merupakan kewajiban, melainkan juga merupakan keuntungan bagi kita sendiri. Bersikap sabar seperti itu justru akan membuat kita selalu tenang. Juga ada alasan kuat untuk bersikap sabar demikian, sebab hal itu berarti mendapatkan keuntungan pada saat melaksanakan keharusan kita.

2. Biarlah kita tidak menjadi resah dengan segala yang kita lihat di dunia ini: “Jangan marah karena orang yang berhasil dalam hidupnya, yang terus berkembang dan kian kaya serta jaya di dunia ini, padahal ia jahat. Jangan, dan jangan merasa begitu pula terhadap orang yang melakukan kejahatan dengan kuasa dan kekayaannya, atau terhadap orang yang melakukan tipu daya melawan orang benar dan saleh, sekalipun mereka tampaknya berhasil mendapatkan apa yang mereka inginkan dan membuat orang benar tertindas. Jika hatimu mulai panas karena semua itu, enyahkan kebodohanmu itu dan berhentilah marah (ay. 8). Kuasailah bibit-bibit ketidakpuasan dan kedengkianmu, dan janganlah memendam pikiran-pikiran keras terhadap Allah dan pemeliharaan-Nya karena hal itu. Janganlah marah dengan apa pun yang dilakukan Allah, sebaliknya, tinggalkan panas hati itu, sebab hal itu adalah angkara murka yang terburuk. Jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan. Jangan iri dengan keberhasilan mereka, supaya kamu tidak tergoda untuk terjerumus juga bersama-sama dengan mereka dan melakukan kejahatan yang sama untuk memperkaya dan memajukan diri sendiri. Juga janganlah terseret dalam perbuatan dan sikap yang berlebih-lebihan dalam usahamu untuk menghindar dari mereka dan kekuasaan mereka.” Perhatikanlah, jiwa yang tidak puas dan panas hati sangat rawan terhadap godaan-godaan, dan orang yang terbenam di dalamnya ada dalam bahaya untuk berbuat kejahatan juga.

II. Berbagai alasan selanjutnya dijelaskan panjang lebar dan diulang-ulang dalam macam-macam ungkapan yang menyenangkan hati. Alasan-alasan ini didasarkan atas kebinasaan yang menghampiri orang jahat, sekalipun mereka kini makmur, dan juga dari kebahagiaan sejati orang benar, meskipun mereka kini tertindas. Kita diperingatkan (ay. 7) supaya tidak mendengki orang jahat karena kemakmuran lahiriah atau karena keberhasilan rancangan mereka melawan orang benar. Di sini dikemukakan beberapa alasan yang berkaitan dengan kedua godaan tersebut:

1. Orang benar tidak memiliki alasan untuk merasa iri terhadap keberhasilan duniawi orang jahat, ataupun untuk merasa sedih dan gelisah karenanya,

(1) Sebab keberhasilan orang jahat akan segera berakhir (ay. 9): Orang-orang yang berbuat jahat akan dilenyapkan oleh hantaman keadilan ilahi yang tiba-tiba menyerang di tengah-tengah kemakmuran mereka. Apa yang mereka peroleh dengan dosa tidak saja akan melayang habis (Ayb. 20:28), tetapi mereka sendiri pun akan ikut melayang bersama-sama semua itu. Lihatlah kesudahan manusia-manusia seperti itu ( 73:17), betapa mahalnya harga yang harus mereka bayar atas kekayaan mereka yang tidak halal itu, maka engkau tidak akan lagi merasa iri kepada mereka dan tidak akan bersedia ambil bagian bersama-sama dengan mereka, apa pun yang terjadi. Kebinasaan mereka sudah pasti dan sangat dekat waktunya (ay. 10): Karena sedikit waktu lagi, maka lenyaplah orang fasik dari keadaannya saat ini. Mereka binasa dalam sekejap mata, lenyap( 73:19). Bersabarlah sedikit, sebab Hakim telah berdiri di ambang pintu (Yak. 5:8-9). Redamlah amarahmu, sebab Tuhan sudah dekat(Flp. 4:5). Betapa dahsyatnya kebinasaan yang akan menimpa mereka. Orang fasik dan harta miliknya akan dicabut dan dilenyapkan sampai ke akar-akarnya. Hari yang akan datang itu akan menghabiskan mereka sampai tidak ditinggalkannya akar dan cabang mereka (Mal. 4:1): Jika engkau memperhatikan tempatnya, di mana kemarin dulu dia terlihat begitu hebat, kini ia sudah tidak ada lagi, engkau tidak akan mendapatinya lagi. Dia tidak akan meninggalkan apa pun yang berharga atau terhormat di belakangnya. 

Demikianlah (ay. 20) orang-orang fasik akan binasa. Kematian merupakan kebinasaan mereka, sebab kematian merupakan akhir dari segala sukacita mereka dan jalan masuk menuju kesengsaraan mereka yang tidak akan pernah berujung. Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan, tetapi celakalah, selamanya celaka, orang-orang mati yang mati dalam dosa-dosa mereka. Orang-orang jahat merupakan musuh Tuhan. Mereka adalah orang-orang yang tidak sudi membiarkan-Nya berkuasa atas mereka, dan karena itu, Dia pun akan membuat perhitungan dengan mereka: seperti lemak anak domba, demikian mereka itupun akan lesap lenyap dalam asap. Kemakmuran yang memuaskan kedagingan mereka itu bagaikan lemak anak domba yang tidak padat atau ada isinya, melainkan lembek dan berair. Dan, saat kebinasaan menimpa, mereka akan jatuh menjadi korban pengadilan Allah dan dilalap api seperti korban persembahan di atas mezbah, menjadi asap dan mengepul. Hari pembalasan Allah atas orang-orang jahat digambarkan sebagai korban lemak buah pinggang domba-domba jantan(Yes. 34:6), sebab Dia akan dimuliakan oleh kebinasaan para seteru-Nya, sebagaimana Ia dimuliakan oleh korban-korban bakaran. Para pendosa yang terkutuk merupakan korban bakaran (Mrk. 9:49). Inilah alasan yang kuat mengapa kita tidak seharusnya merasa iri terhadap kemakmuran mereka. Pada saat mereka diberi makan banyak, mereka sebenarnya sedang digemukkan untuk disembelih pada hari persembahan korban, seperti domba di tanah lapang (Hos. 4:16). Semakin mereka makmur, semakin dimuliakanlah Allah melalui kebinasaan mereka.

(2) Sebab keadaan orang benar, bahkan pada kehidupan yang sekarang, lebih baik dan lebih menyenangkan dalam segala hal daripada keadaan orang jahat (ay. 16). Secara umum, yang sedikit pada orang benar, dari kehormatan, kekayaan dan kesenangan di dunia ini, lebih baik dari pada yang berlimpah-limpah pada orang fasik.

[1] Kekayaan di dunia diatur sedemikian rupa oleh Pemeliharaan ilahi sehingga sering kali banyak orang benar justru memiliki sedikit saja, sementara orang jahat memilikinya dengan berlimpah-limpah. Dengan begitu, Allah ingin menunjukkan kepada kita bahwa hal-hal duniawi bukanlah yang terbaik. Sebab, jika tidak, pastilah orang yang paling dekat dengan-Nya dan yang paling dikasihi-Nya akan mendapatkan yang terbanyak.

[2] Bahwa sedikit harta yang dimiliki orang saleh benar-benar lebih baik daripada kekayaan orang fasik, sekalipun berlimpah-limpah jumlahnya. Sebab, kepunyaan orang saleh itu bersumber dari tangan yang lebih baik, dari tangan yang mengulurkan kasih istimewa dan bukan hanya sekedar tangan yang menyediakan hal-hal biasa saja. Dan milik orang saleh itu dinikmati dengan lebih berhak (Allah memberikannya kepada mereka melalui janji, Gal. 3:18). Milik itu menjadi kepunyaan mereka oleh karena hubungan mereka dengan Kristus yang merupakan pewaris dari segala sesuatu, dan diberikan untuk kegunaan yang lebih baik. Harta itu dikuduskan bagi mereka melalui pemberkatan dari Allah. Bagi orang suci semuanya suci(Tit. 1:15). Sedikit harta yang dipakai untuk melayani dan menghormati Allah lebih baik daripada harta berlimpah yang disediakan bagi Baal atau untuk memuaskan hawa nafsu. Janji-janji yang di sini diberikan bagi orang benar ini meneguhkan kebahagiaan mereka sehingga mereka tidak perlu lagi merasa iri terhadap kemakmuran orang yang melakukan kejahatan. Biarlah ini menjadi penghiburan mereka,

Pertama, bahwa mereka akan mewarisi negeri, sebanyak yang dipandang baik oleh Sang Hikmat Tak Terbatas. Mereka memiliki janji untuk hidup ini (1Tim. 4:8). Jika seluruh bumi diperlukan untuk membuat mereka bahagia, mereka akan dapat memilikinya. Semuanya menjadi warisan mereka, bahkan dunia, dan segala sesuatu waktu sekarang maupun waktu yang akan datang(1 Kor. 3:21, 22). Mereka memperolehnya melalui warisan, hak yang teguh dan terhormat, bukan hanya melalui izin ataupun persekongkolan. Saat para pelaku kejahatan dilenyapkan, kadang kala orang-orang benar justru mewarisi apa yang telah mereka kumpulkan. Kekayaan orang berdosa disimpan bagi orang benar(Ayb. 27:17; Ams. 13:22). Janji ini dibuat di sini,

1. Bagi orang-orang yang hidup di dalam iman (ay. 9): Orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN, bergantung dan berharap kepada-Nya, serta tekun mencari-Nya, akan mewarisi negeri, sebagai tanda kesukaan-Nya saat ini atas mereka dan sebagai jaminan akan hal-hal lebih baik yang dipersiapkan bagi mereka di dunia yang akan datang. Allah adalah Tuan yang baik, yang menyediakan dengan berlimpah dan baik, bukan saja bagi para hamba-Nya yang bekerja, tetapi juga bagi para hamba-Nya yang menanti-nantikan-Nya.

2. Bagi mereka yang hidup dengan tenteram dan damai (ay. 11): Orang-orang yang rendah hati akan mewarisi negeri. Orang-orang seperti ini sangat jauh dari bahaya disakiti dan diganggu harta miliknya. Mereka sangat puas dengan diri mereka sendiri dan karena itu sangat menikmati segala penghiburan yang mereka terima sebagai makhluk ciptaan. Sang Juruselamat kita telah mengikat hal ini sebagai janji Injil, dan meneguhkannya sebagai berkat-Nya bagi orang-orang yang lemah lembut (Mat. 5:5).

Kedua, bahwa mereka akan bergembira karena kesejahteraan yang berlimpah-limpah (ay. 11). Mungkin mereka tidak memiliki harta berlimpah-ruah untuk dinikmati, tetapi mereka memiliki sesuatu yang lebih baik lagi, yaitu kelimpahan damai sejahtera, damai di hati dan ketenangan pikiran, damai dengan Allah, dan kemudian damai di dalam Allah. Itulah ketenteraman besar yang ada pada orang-orang yang mencintai Taurat Allah, tidak ada sandungan bagi mereka ( 119:165). Itulah damai sejahtera berlimpah yang terdapat di dalam kerajaan Kristus ( 72:7), damai sejahtera yang tidak bisa diberikan dunia ini (Yoh. 14:27), dan yang tidak bisa dimiliki orang-orang fasik (Yes. 57:21). Orang-orang yang rendah hati akan bersuka di dalamnya dan terus-menerus digirangkan olehnya. Sementara itu, orang-orang yang memiliki kelimpahan harta terus-menerus terhalang dan dikacaukan oleh harta mereka dan hanya dapat sedikit menikmatinya saja.

Ketiga, bahwa Allah mengetahui hari-hari mereka(ay. 18). Dia memperhatikan mereka dengan saksama, memperhatikan perbuatan dan segala peristiwa yang terjadi pada mereka. Dia menghitung hari-hari pelayanan mereka dan tidak sehari pun akan terlewat tanpa imbalan. Dia juga menghitung hari-hari penderitaan mereka, supaya nanti mereka mendapatkan ganti rugi dari apa yang mereka alami itu. Dia mengenal hari-hari baik mereka dan ikut bersuka atas keberhasilan mereka. Dia mengenal hari-hari suram mereka, hari-hari yang penuh dengan kesusahan, dan kekuatan dari-Nya selalu mengiringi mereka di sepanjang hari-hari itu.

Keempat, bahwa milik pusaka mereka akan tetap selama-lamanya. Bukan milik pusaka mereka di bumi ini, melainkan milik pusaka yang tidak akan menjadi rusak, yang disediakan bagi mereka di sorga. Orang-orang yang merasa yakin akan milik pusaka mereka di dunia yang lain, tidak memiliki alasan untuk merasa iri kepada orang-orang fasik karena harta dan kesenangan semu yang mereka nikmati di dunia fana ini.

Kelima, bahwa pada saat-saat terburuk pun segala sesuatu akan baik-baik saja buat mereka (ay. 19): Mereka tidak akan mendapat malu karena pengharapan dan keyakinan mereka di dalam Allah, juga dalam pengakuan agamawi mereka. Sebab, penghiburan di dalam hal-hal tersebut akan membela dan menyokong mereka dengan kuat pada masa-masa jahat. Saat orang-orang lain terkulai, mereka akan mengangkat kepala mereka dengan sukacita dan keyakinan: Bahkan pada hari-hari kelaparan, saat orang-orang di sekitar mereka menderita karena kekurangan makanan, mereka akan menjadi kenyang, seperti Elia dulu. Dengan berbagai cara Allah akan menyediakan makanan bagi mereka atau menguatkan hati mereka untuk tetap puas, sekalipun tidak ada makanan, sehingga jika mereka melarat dan lapar, mereka tidak akan seperti orang fasik yang akan gusar dan akan mengutuk rajanya dan Allahnya(Yes. 8:21), melainkan akan bersorak-sorak di dalam Tuhan sebagai Allah yang menyelamatkan mereka, bahkan ketika pohon ara tidak berbunga sekalipun (Hab. 3:17-18).

2. Orang baik tidak punya alasan untuk merasa gusar karena rencana orang-orang fasik yang terkadang berhasil dalam melawan orang-orang benar. Meskipun mereka berhasil melakukan tipu daya dan membuat kita takut bahwa mereka akan merajalela seterusnya, biarlah kita berhenti marah dan tidak lagi gusar, serta tidak menyerah, sebab,

(1) Rencana persekongkolan mereka itu akan menjadi aib bagi mereka (ay. 12-13). Memang benar bahwa orang fasik merencanakan kejahatan terhadap orang benar. Ada permusuhan mendarah daging di antara keturunan orang fasik dan keturunan orang benar. Orang fasik berikhtiar untuk menghancurkan kebenaran, atau, jika hal itu ternyata gagal, mereka akan mencoba membinasakan orang benar. Dalam rangka mencapai tujuan inilah mereka berlaku bejat dan curang (mereka bersekongkol dan berperkara melawan orang benar), mengobarkan kegeraman – menggertakkan giginya terhadap mereka. Mereka begitu menjadi-jadi untuk mencoba memangsa orang-orang benar itu, dan karena sering tidak berhasil, angkara murka mereka pun semakin berapi-api. Akan tetapi, dengan bersikap seperti itu, mereka justru mempermalukan diri mereka sendiri. Tuhan menertawakan mereka (2:4-5). Mereka sombong dan kurang ajar, tetapi Allah akan menimpakan kehinaan kepada mereka. Dia bukan saja tidak menyenangi mereka, tetapi juga memandang hina mereka dan segala upaya mereka yang sia-sia dan tidak ampuh itu. Kejahatan mereka juga tidak berkuasa dan terbelenggu, sebab Ia melihat bahwa harinya sudah dekat, yaitu,

[1] Hari pembalasan Allah, hari pewahyuan kebenaran-Nya, yang kini terlihat kabur dan hanya samar-samar saja. Manusia kini masih diberi waktu. Inilah saat kamu(Luk. 22:53). Akan tetapi, hari Allah akan datang sebentar lagi, yaitu hari pembalasan, hari yang akan memberi imbalan kepada orang-orang benar sekaligus mengganjar orang-orang dungu yang sekarang masih berada di atas angin itu. Dihakimi oleh pengadilan manusia itu sedikit sekali artinya(1 Kor. 4:3). Pengadilan Allahlah yang menentukan penghakiman terakhir.

[2] Hari kebinasaan mereka. Harinya orang jahat, hari yang ditetapkan bagi kejatuhan mereka, hari itu sudah dekat, yang menyiratkan adanya penundaan. Hari itu belum lagi datang, tetapi pasti akan datang. Keyakinan akan datangnya hari itu membuat anak dara, si puteri Sion, akan menghina murka musuh-musuhnya dan mengolok-olokkan mereka(Yes. 37:22).

(2) Segala upaya mereka justru akan menjadi kehancuran mereka (ay. 14-15).
Lihatlah di sini,

[1] Betapa kejamnya mereka dalam mengatur rencana melawan orang benar. Mereka mempersiapkan senjata-senjata maut, pedang dan busur, tidak kurang dari itu. Mereka memburu nyawa-nyawa yang berharga. Rencana mereka adalah untuk merobohkan dan membunuh. Darah orang-orang kuduslah yang mereka incar dengan rasa haus. Mereka melanjutkan rencana mereka itu sejauh mungkin hingga hampir saja terlaksana: 

Mereka menghunus pedang dan melentur busur. Dan semua peperangan yang mereka siapkan itu adalah untuk melawan orang-orang yang tidak berdaya, yaitu orang-orang sengsara dan orang-orang miskin(yang membuktikan sikap pengecut mereka), serta melawan orang-orang yang tidak bersalah, yaitu orang-orang yang hidup jujur, yang tidak pernah membangkitkan amarah mereka atau menyakiti mereka ataupun orang lain, dan hal ini menunjukkan bahwa mereka sungguh-sungguh jahat. Begitulah, hati yang lurus pun tidak memagari orang benar dari maksud jahat. Akan tetapi,

[2] Betapa adilnya maksud jahat mereka berbalik melilit mereka sendiri: pedang mereka akan menikam dada mereka sendiri. Hal ini menyiratkan bahwa orang-orang benar dilindungi dari maksud jahat mereka dan bahwa maksud jahat mereka memenuhi takaran kejahatan mereka sendiri. Terkadang, kejahatan yang mereka rancangkan melawan sesama mereka yang tidak bersalah justru menghancurkan mereka sendiri. Namun yang pasti, pedang Allah, yang teracung melawan mereka gara-gara perbuatan mereka sendiri itu, akan mendatangkan maut bagi mereka.

(3) Orang-orang yang tidak secara langsung dibinasakan tetap akan dilumpuhkan supaya tidak bisa melanjutkan rancangan jahat mereka, sehingga kepentingan gereja akan terpelihara: busur mereka akan dipatahkan (ay. 15). Alat yang mereka pakai untuk melaksanakan kekejaman mereka akan gagal dan mereka akan kehilangan semua orang yang telah mereka jadikan alat untuk melayani tujuan-tujuan keji mereka. Bukan itu saja, bahkan lengan mereka pun dipatahkan, sehingga mereka tidak akan mampu lagi meneruskan segala upaya mereka itu (ay. 17). Tetapi TUHAN menopang orang-orang benar, sehingga mereka tidak akan dibenamkan oleh kesukaran mereka yang berat itu, juga tidak akan diremukkan oleh tindak kekerasan para musuh mereka. Dia menopang mereka di dalam ketulusan dan kesejahteraan mereka. Dan, orang-orang yang ditopang sebegitu rupa oleh batu karang abadi tidak perlu merasa iri terhadap sokongan buluh-buluh orang fasik yang terkulai. 

[Sumber:Mathew Henry]

PESAN DAN JANJI ALLAH BAGIAN I

Mazmur 37:1-6

Pesan dan Janji (37:1-6) 

Pengarahan yang diberikan di sini amatlah jelas. Tidak perlu lagi banyak penjelasan untuk menerangkannya, tetapi lebih baik diterapkan dengan lebih bersungguh-sungguh di dalam perbuatan, dan di situlah semua pengarahan tersebut tampak dalam wujudnya yang terbaik.

I. Di sini kita diperingatkan supaya tidak merasa galau melihat kemakmuran dan keberhasilan orang-orang yang melakukan kejahatan (ay. 1-2): 

Jangan marah dan jangan iri hati. Kita bisa saja menebak bahwa Daud mengatakan hal ini kepada dirinya sendiri terlebih dahulu, dan mengajarkannya kepada hatinya sendiri (pada saat dia merenungkan hal itu di atas tempat tidurnya), untuk menekan nafsu-nafsu jahat yang sedang bekerja dalam hatinya. Dan sesudah itu, dia pun menuliskannya untuk menjadi pengarahan bagi orang lain yang mungkin berada di dalam pencobaan yang sama. Apa yang diajarkan kepada orang lain akan lebih berhasil jika diajarkan terlebih dahulu kepada diri sendiri.

1. Saat kita memandang ke luar, kita dapat melihat dunia yang penuh dengan orang yang berbuat jahat dan yang melakukan kecurangan, yang maju dan berjaya, yang memiliki segala yang mereka inginkan dan berlaku semau mereka, yang bergelimang kesenangan dan kemegahan, yang menggenggam kuasa dalam tangan mereka untuk menindas orang-orang di sekeliling mereka. Begitu pula pada zaman Daud dulu. Jadi, jika keadaan masih demikian, biarlah kita tidak terkejut dibuatnya, sebab hal itu bukanlah sesuatu yang aneh ataupun baru.

2. Saat kita menyelami di dalam diri kita sendiri, kita mendapati bahwa kita tergoda untuk merasa marah karenanya, dan menaruh dengki terhadap perkara kotor yang menggelisahkan itu, terhadap segala kecemaran dan gangguan yang ada di dunia ini. Kita cenderung menjadi marah kepada Allah, seolah-olah Dia tidak berlaku baik terhadap dunia dan gereja-Nya karena membiarkan orang-orang jahat hidup makmur dan berhasil seperti itu. Kita juga cenderung merasa marah karena kesal dengan keberhasilan mereka dalam melakukan rancangan jahat mereka. Kita cenderung merasa iri terhadap kebebasan yang mereka miliki dalam mengeruk kekayaan, mungkin dengan sarana-sarana yang melanggar hukum. Kita iri dengan kebebasan mereka dalam memanjakan nafsu-nafsu mereka, dan berharap kita juga mengenyahkan semua kekangan hati nurani kita supaya kita pun dapat berbuat sama seperti mereka. Kita tergoda untuk berpikir bahwa yang berbahagia di dunia ini hanyalah mereka, dan cenderung ingin meniru dan bergabung bersama mereka, supaya kita bisa mendapatkan bagian di dalam keuntungan mereka dan ikut menikmati kesenangan mereka. Tetapi, inilah yang diperingatkan terhadap kita di sini: Jangan marah dan jangan iri hati. Kemarahan dan iri hati itu saja sebenarnya sudah merupakan dosa yang ada hukumannya. Kedua dosa itu membebani roh dan membusukkan tulang. Jadi, peringatan untuk menjauhi kedua dosa tersebut sebenarnya merupakan kebaikan bagi diri kita sendiri. Akan tetapi bukan hanya itu saja, sebab,

3. Saat kita memandang ke depan dengan mata iman, kita tidak akan melihat bahwa tidak ada alasan untuk merasa iri terhadap keberhasilan orang jahat, sebab kebinasaan mereka telah di ambang pintu dan mereka semakin dekat ke sana (ay. 2). Mereka memang tumbuh dan berkembang, tetapi hanya seperti rumput dan tumbuh-tumbuhan hijau yang tidak layak dicemburui. Keberhasilan orang saleh seperti pohon yang berbuah lebat ( 1:3), tetapi keberhasilan orang jahat seperti rumput dan tumbuhan hijau yang umurnya sangatlah singkat.

(1) Mereka segera menjadi layu sendiri. Kemakmuran lahiriah akan cepat hilang, begitu juga hidup yang dilekatkan kepadanya.

(2) Mereka segera akan menjadi lisut oleh penghakiman Allah. Kemenangan mereka berumur pendek, tetapi ratapan dan tangisan mereka akan berlangsung selama-lamanya.

II. Di sini kita dinasihati supaya menjalani hidup dengan keyakinan dan kepuasan di dalam Allah, dan hal itu akan menjauhkan kita dari amarah terhadap keberhasilan orang yang berlaku jahat. 

Jika jiwa kita terjaga, tidak ada alasan bagi kita untuk mendengki terhadap mereka yang jiwanya akan binasa. Berikut ini adalah tiga rumus unggul yang harus menguasai kita, dan tiga janji berharga yang menyertainya yang boleh kita andalkan.

1. Kita harus menjadikan Allah sebagai harapan kita di dalam melaksanakan kewajiban kita, dan kita akan memperoleh penghidupan yang penuh penghiburan di dunia ini (ay. 3).

(1) Kita harus percaya kepada Tuhan dan melakukan yang baik, supaya kita melekat dan menjadi serupa dengan-Nya. Kehidupan agama terletak di dalam kebergantungan yang penuh percaya kepada Allah, kepada kebaikan-Nya, pemeliharaan-Nya, janji-Nya, anugerah-Nya dan ketekunan untuk melayani-Nya dan angkatan kita, sesuai dengan kehendak-Nya. Kita tidak boleh berpikir bahwa kita bisa percaya kepada Allah dan pada saat bersamaan bisa hidup seenak kita. Tidak. Jika kita tidak menjalankan kewajiban kita terhadap-Nya dengan penuh kesadaran, maka kelakuan seperti itu bukanlah mempercayai, melainkan mencobai-Nya. Kita juga tidak boleh merasa telah berlaku baik jika kita masih saja mengandalkan diri, kebenaran, dan kekuatan kita sendiri. Tidak begitu. Kita harus melakukan keduanya sekaligus, yaitu percaya kepada Tuhan dan melakukan yang baik. Lalu kemudian,

(2) Kita dijanjikan untuk dipelihara dengan baik di dunia ini: maka engkau akan diam di atas bumi dan memelihara dirimu dengan setia. Dia tidak berkata, “Maka engkau akan mendapat kenaikan jabatan, menempati istana, dan terus berpesta pora.” Hal seperti itu tidaklah perlu, sebab hidup manusia tidak terdiri dari kelimpahan akan hal-hal seperti itu. Sebaliknya, “Engkau akan memiliki tempat untuk ditinggali, yaitu di tanah Kanaan, lembah penglihatan, dan engkau akan memiliki makanan yang cukup.” Itu pun sudah lebih dari yang layak kita terima, karena hal itu sudah merupakan segala sesuatu yang dapat diinginkan oleh seorang yang benar (Kej. 28:20), dan semua itu sudah cukup bagi seseorang yang hendak pergi ke sorga. “Engkau akan memiliki sebuah tempat tinggal, yang tenang, dan pemeliharaan, yang nyaman: Dirimu akan dipeliharakan dengan setia.” Beberapa orang mengartikannya begini, Engkau akan dipelihara dengan iman, sebagaimana orang-orang yang adil disebutkan hidup dengan iman, dan kehidupan mereka itu baik, berkecukupan sesuai dengan janji-janji itu. “Dirimu akan dipeliharakan dengan setia, sebagaimana Elia yang dipelihara pada masa kelaparan, dengan apa yang engkau perlukan.” Allah sendiri adalah gembala, pemelihara, bagi semua yang percaya kepada-Nya ( 23:1).

2. Kita harus menjadikan Allah sebagai kesukaan hati kita dan kita pun akan memperoleh apa yang diinginkan hati kita (ay. 4). Kita bukan saja harus menggantungkan hidup kita kepada Allah, melainkan juga mencari penghiburan di dalam Dia. Kita harus merasa senang bahwa Allah itu ada, dan bahwa Dia adalah Allah yang sesuai dengan penyataan diri-Nya terhadap kita, dan bahwa Dia adalah Allah kita menurut kovenan. Kita harus bergirang di dalam keindahan, kelimpahan dan kebaikan-Nya. Jiwa kita harus kembali kepada-Nya dan beristirahat di dalam Dia sebagai tempat perhentian dan bagian jiwa kita untuk selamanya. Karena telah dipuaskan oleh kasih setia-Nya, kita pun harus merasakan kasih setia-Nya itu dan menjadikannya sebagai sukacita dan kegembiraan kita( 43:4).

Kita diperintahkan (ay. 3) untuk melakukan yang baik, dan kemudian mengikuti perintah ini untuk bersuka di dalam Allah, yang merupakan hak istimewa sekaligus kewajiban. Jika kita selalu mawas diri untuk taat kepada Allah, maka kita pun dapat memperoleh penghiburan berupa kepuasan di dalam diri-Nya. Dan bahkan kewajiban menyenangkan untuk bersuka di dalam Allah pun memiliki sebuah janji yang melekat kepadanya, janji yang berlimpah dan berharga, cukup untuk mengganjar pelayanan yang terberat sekalipun: Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu. Allah tidaklah berjanji untuk memuaskan segala keinginan tubuh dan angan-angannya, melainkan untuk memberikan semua keinginan hati, semua kerinduan dari jiwa yang telah disucikan. Apakah gerangan yang menjadi keinginan hati seorang yang saleh? Jawabannya ialah mengenal, mengasihi dan hidup untuk Allah, untuk menyenangkan-Nya dan disenangkan oleh-Nya.

3. Kita harus menjadikan Allah sebagai pembimbing kita dan menyerahkan segalanya ke dalam pimpinan dan kehendak-Nya. Maka segala perkara kita, bahkan yang kelihatannya paling rumit dan meresahkan pun akan dibereskan dan menjadi kepuasan kita (ay. 5-6).

(1) Kewajiban itu sangat mudah, dan jika kita melakukannya dengan benar, maka kita pun akan merasa tenang: Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN; pasrahkanlah jalanmu kepada Tuhan(demikianlah terjemahan lainnya) (Ams. 16:3; Mzm. 55:23). Serahkanlah khawatirmu kepada TUHAN, beban kekhawatiranmu (1 Ptr. 5:7). Kita harus mengibaskannya dari diri kita sedemikian rupa sehingga tidak meresahkan dan mengganggu pikiran kita mengenai apa yang akan terjadi nanti (Mat. 6:25). Kita tidak perlu merintangi dan menyusahkan diri sendiri dengan bagaimana melakukan atau apa yang diharapkan nanti, melainkan menyerahkan semuanya ke tangan Allah, menaruh semuanya di dalam hikmat dan pemeliharaan-Nya untuk mengatur dan membereskan segala kekhawatiran kita seperti yang Ia kehendaki. Pasrahkan jalanmu kepada Tuhan(demikianlah yang tercantum dalam Septuaginta), yaitu, “Melalui doa beberkan perkaramu dan segala kekhawatiranmu mengenai perkara itu di hadapan Tuhan” (sebagaimana Yefta membawa seluruh perkaranya itu ke hadapan TUHAN, di Mizpa, Hak. 11:11), “lalu kemudian percayalah bahwa Dia akan membereskan semuanya, dan semua yang diperbuat-Nya selalu akan mendatangkan kepuasan penuh.” Kita harus melaksanakan kewajiban kita (kita harus peduli untuk melakukannya) dan kemudian menyerahkan masalahnya kepada Tuhan. Duduk sajalah dan lihat bagaimana kesudahan perkara itu(Rut. 3:18). Kita harus mengikuti Sang Pemelihara dan tidak memaksakan kehendak kita, tidak bersikeras, melainkan berserah kepada Hikmat yang tidak terbatas itu.

(2) Janji itu sangat manis.

[1] Secara umum, “Ia akan bertindakmengenai apa pun yang telah kauserahkan kepada-Nya. Meskipun tidak selalu dengan cara seperti yang kauinginkan, cara-Nya tetap akan menyenangkanmu. Dia akan menemukan cara untuk melepaskan beban yang menghimpitmu, melenyapkan rasa takutmu, dan membuat tujuanmu tercapai dengan cara yang memuaskan.”

[2] Secara khusus, “Dia akan menjaga nama baikmu dan mengeluarkanmu dari segala kesulitan, bukan saja dengan diiringi penghiburan, tetapi juga dengan penuh kehormatan: Ia akan memunculkan kebenaranmu seperti terang, dan hakmu seperti siang” (ay. 6), artinya, “Dia akan membuat keadaannya tampak jelas bahwa engkau adalah seorang yang jujur, dan hal itu sudah merupakan sebuah kehormatan.”
Pertama, di sana tersirat bahwa kebenaran dan hak orang benar bisa saja diselubungi awan kelam untuk sementara waktu, entah itu oleh teguran keras dari Sang Pemelihara (penderitaan Ayub pun menutupi kebenarannya) atau oleh cela dan hinaan keji yang dilontarkan manusia, yang mencemari nama mereka, yang sebetulnya tidak layak mereka terima, dan menuduh mereka dengan hal-hal yang bahkan tidak mereka ketahui.
Kedua, di sini dijanjikan bahwa pada waktu yang tepat nanti, Allah akan mengenyahkan penghinaan yang menimpa mereka, menjernihkan ketidakbersalahan mereka dan memunculkan kebenaran mereka, sebagai kehormatan bagi mereka, mungkin di dunia ini, atau selambat-lambatnya pada masa penghakiman nanti (Mat. 13:43). Perhatikanlah, jika kita selalu mawas diri untuk menjaga hati nurani kita, kita juga dapat berserah kepada Allah untuk menjaga nama baik kita.

[Sumber: Mathew Henry]

PENGANTAR MAZMUR 37

Mazmur 37: Intro

Mazmur ini merupakan sebuah khotbah, sungguh sebuah khotbah yang luar biasa bermanfaat, yang tidak dimaksudkan untuk dipakai sebagai bahan saat teduh kita (sebagaimana kebanyakan mazmur lainnya), melainkan untuk perilaku kita. Di dalam mazmur ini tidak ada doa atau pujian, yang ada hanya pengarahan. Mazmur ini adalah sebuah Maschil– mazmur pengajaran. 

Mazmur ini menguraikan dan menjelaskan beberapa pokok bahasan tersulit yang ada dalam Buku Sang Pemelihara, yaitu tentang keberhasilan orang jahat dan aib orang benar, pemecahan masalah atas kesukaran-kesukaran yang ditimbulkan karena semua itu, serta himbauan bagaimana kita harus bersikap di dalam keadaan yang suram tersebut. Pekerjaan para nabi (dan Daud adalah salah satu dari mereka) adalah untuk menjelaskan hukum Taurat. Hukum Taurat Musa telah menjanjikan berkat-berkat fana bagi orang-orang yang menaatinya, dan mengumumkan kesengsaraan fana yang akan menimpa orang-orang yang tidak taat. Kedua hal ini pada dasarnya ditujukan kepada kumpulan manusia secara keseluruhan, kepada seluruh bangsa sebagai suatu bangsa, dan bukan kepada orang per orang. Sebab, ketika diterapkan secara orang per orang, maka yang terlihat justru adanya banyak contoh di mana para pendosa sejahtera dan orang-orang kudus sengsara. 

Tujuan sang nabi dalam menuliskan mazmur ini adalah untuk menjembatani kesenjangan di antara contoh-contoh tersebut dengan firman yang telah diucapkan Allah. 

Di dalam mazmur ini,
I. Dia melarang kita untuk merasa iri terhadap kemakmuran orang-orang jahat di dalam jalan mereka yang jahat (ay. 1, 7-8).

II. Dia mengemukakan alasan yang sangat baik mengapa kita tidak boleh merasa iri karenanya.

1. Oleh sebab perangai buruk orang-orang jahat (ay. 12, 14, 21, 32), sekalipun mereka itu makmur, dan juga oleh karena perangai mulia orang-orang benar (ay. 21, 26, 30-31).

2. Oleh karena kebinasaan yang akan segera menimpa orang jahat (ay. 2, 9-10, 20, 35-36, 38) dan keselamatan serta perlindungan yang pasti akan menaungi orang benar dari segala rencana busuk orang-orang jahat (ay. 13, 15, 17, 28, 33, 39-40).

3. Oleh karena belas kasihan yang disediakan Allah secara khusus bagi semua orang benar dan kebaikan yang ditunjukkan-Nya bagi mereka (ay. 11, 16, 18-19, 22-25, 28-29, 37).

III. Dia menuliskan resep obat yang manjur untuk melawan dosa iri hati terhadap keberhasilan orang jahat, dan memberi dorongan kuat untuk memanfaatkan obat penawar tersebut (ay. 3-6, 27, 34)

Saat menyanyikan mazmur ini, kita harus mengajar dan memperingatkan satu sama lain dengan cara yang benar bagaimana kita memahami pemeliharaan Allah dan menyesuaikan diri kita dengan pemeliharaan-Nya itu. Selain itu pula, kita perlu melaksanakan kewajiban kita di setiap waktu dan dengan sabar menyerahkan segala keadaan kepada Allah. Kita juga harus percaya bahwa betapa pun runyamnya keadaan saat ini, semuanya pasti “akan menjadi baik bagi orang-orang yang takut akan Allah, yang takut di hadapan-Nya.” [Sumber: Mathew Henry]

Sabtu, 22 Agustus 2020

Keputusan yang Gegabah

 
Hakim-hakim 21:1-25

Setiap orang pasti akan mengambil keputusan dalam hidupnya. Keputusan yang tepat akan membuat keadaan menjadi lebih baik. Sebaliknya, keputusan yang gegabah berdasarkan emosi sesaat dapat berdampak buruk.

Suku-suku Israel menyesali keputusan mereka yang telah bersumpah untuk tidak menikahkan anak perempuannya kepada orang suku Benyamin. Sumpah yang diambil secara gegabah ini bukan hanya disesali, tetapi juga ditangisi (1-2). Akibat dari keputusan ini, orang Israel melahirkan kejahatan-kejahatan yang merambat. Suku-suku Israel menyarankan suku Benyamin untuk mengambil paksa perempuan dari Yabesh-Gilead untuk dijadikan istri. Bahkan, mereka mengusulkan untuk membunuh orang-orang Yabesh-Gilead, yakni para laki-laki dan perempuan yang sudah pernah tidur dengan laki-laki. Sementara, perempuan yang belum pernah tidur dengan laki-laki bisa dibawa untuk dijadikan istri dari orang-orang suku Benyamin (10-12). Tidak cukup sampai di situ, ketika perempuan-perempuan dari Yabesh-Gilead tidak mencukupi, mereka mengusulkan sebuah ide jahat, yakni melarikan anak-anak perempuan Silo dan membawanya pergi ke tanah Benyamin (21).

Keputusan gegabah itu muncul karena mereka tidak lagi bertanya kepada Tuhan. Akhirnya, mereka berbuat kejahatan dan merambat pada kejahatan lainnya. Orang-orang Israel bersumpah dan mengambil keputusan hanya karena emosi sesaat tanpa pertimbangan matang. Hingga akhirnya, satu dosa akan melahirkan dosa-dosa lainnya. Melalui nas ini, kita belajar bahwa sebuah keputusan bisa merambat serta memengaruhi banyak aspek.

Keputusan yang gegabah mungkin saja akan membuat kita menyesalinya seumur hidup. Oleh karena itu, sebelum memutuskan sesuatu, kita harus menenangkan hati dan bertanya dahulu kepada Allah. Hanya dengan mencari kehendak Allah, kita dapat mengetahui apa yang benar dan yang mendatangkan kebaikan. Mari kita memohon ampun kepada Tuhan jika sering bertindak gegabah dalam mengambil keputusan. [YLM]

Minggu, 16 Agustus 2020

Makna Kemerdekaan

ADAKAH DAMPAK KEMERDEKAAN BAGI MASYARAKAT 

Menurut saya  makna dari kemerdekaan adalah BEBAS dari segala intimidasi dan tekanan yang disertai penderitaan dalam bentuk apapun oleh pihak lain yang memiliki kepentingan dan kewenangan atas seseorang atau atas wilayah tertentu yang bisa memberikan keuntungan pada pihak penguasa, sehingga yang berkuasa berupaya untuk menindas (KAPITALIS) yang lain sebagai upaya untuk menguasai segala hal termasuk pribadi orang.

Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan arti kata  "merdéka" adalah "1 bebas (dari perhambaan, penjajahan, dsb); berdiri sendiri: 2 Tidak terkena atau lepas dari tuntutan; 3 Tidak terikat, tidak bergantung kpd orang atau pihak tertentu; leluasa".

Dengan memahami pengertian kamus tersebut maka merdeka adalah suatu upaya dari orang-orang yang merasakan penindasan, penderitaan dan ketidak adilan pada masyarakat ataupun pada wilayahnya yang dilakukan oleh pihak lain, sehingga orang-orang yang mengalami penderitaan dan tekanan tersebut berusaha untuk melakukan upaya untuk menghadirkan, KEBEBASAN, KESEJAHTERA,KEADILAN bagi mereka yang mengalami berbagai penderitaan dan tekanan dari pihak lain.

Dengan menghadirkannya kemerdekaan maka sesungguhnya akan terwujud, keadilan sosial serta kemakmuran dan ketenangan atas kehidupan masyarakat yang merdeka.  
Dengan melihat komentar diatas perlu menjawab pertanyaan bahwa, apakah kita telah MERDEKA jawabanya kita menjawabnya masing-masing. 

Bahwa secara juridis memang kita telah merdekat tanggal 17 Agustus 1945 sehingga hari ini genap 75 tahun usia yang bukan lagi muda, atau dewasa muda melainkan menanti kematian🙉

Bagaimana makna kemerdekaan yang sesungguhnya  bagi masyarakat ? saya telah melihat di beberapa daerah di wilayah hukum Indonesia bahwa sesungguhnya masyarakat kita masih mengalami penderitaan yang jauh lebih parah dari harapan kemerdekaan. Slogan merdeka adalah omongan yang kosong tidak bermakna dan tidak berarti bagi masyarakat kecil contoh masih banyak orang asli yang hidupnya sangat menderita diatas tanahnya sendiri. Mereka hidup meminta-minta dan hidup bergantung kepada belas kasihan orang lain. Kebodohan mereka di manfaatkan oleh penguasa untuk memperkaya diri sendiri. Sio sayang bahkan seribu sayang, hidup seperti seorang pengembara di negeri orang pada hal hidup di tanahnya sendiri. Sampai kapan akan berakhir penderitaan ini ? 

SALAM ORANG WARAS
#stopstigmakosong
#stoppemaksaan
#stopkekerasandanintimidasi

Jayapura,17 Agustus 2020
Yoel Giban, M.Pd.K

Sabtu, 15 Agustus 2020

Orang Berjiwa Pahlawan

 
Hakim-hakim 15:1-20

Simson ingin rujuk dengan istrinya. Ia datang sambil membawa buah tangan. Namun, ia ditolak mertuanya karena istrinya telah diberikan kepada orang lain. Lalu mertuanya menawarkan si adik sebagai pengganti. Hal ini merupakan penghinaan terhadap Simson. Sebab pernikahan semacam itu dilarang dalam Hukum Taurat (Im 18:18).

Simson tidak membalas penghinaan itu dengan melukai istri atau mertuanya. Ia membakar hasil panen kepunyaan orang-orang Filistin. Hal ini menimbulkan kerugian yang amat besar. Akibatnya, mereka marah dan membakar mertua dan istri Simson. Dendam ini dianggap sebagai persoalan keluarga bagi orang-orang Filistin. Sementara bagi Simson, perbuatannya itu bertujuan untuk menjatuhkan bangsa Filistin.

Simson membalas perbuatan tersebut dengan membantai mereka. Kemudian, ia menyerahkan diri kepada orang-orang Yehuda untuk melindungi mereka dari amarah orang-orang Filistin. Orang Filistin menyangka telah berhasil menundukkan Simson. Pada saat itu ia memutuskan tali pengikatnya dan membunuh 1.000 orang Filistin dengan tulang rahang keledai. Hal ini menunjukkan adanya kekuatan Allah yang membuatnya mampu melakukan tindakan itu.

Cerita Simson merupakan kisah kepahlawanan yang menginspirasi umat agar berani menghadapi masa sulit serta tetap memiliki pengharapan. Saat ini tidak ada musuh (fisik) yang harus kita lawan seperti orang Filistin. Namun, tetap dibutuhkan orang berjiwa pahlawan yang berani menghadapi masalah, rela berkorban, dan tidak mementingkan diri sendiri. Sebab, masalah ada bukan untuk melemahkan, tetapi untuk mengasah jiwa kepahlawanan di dalam diri kita.

Dengan berdoa kita tidak hanya menunggu bantuan saat menghadapi kesulitan. Mintalah penyertaan Roh Tuhan agar kita menjadi kuat dalam menanggulangi masalah. Pada zaman ini yang harus dikalahkan adalah sikap semena-mena yang bisa muncul pada diri siapa saja. Kita mesti rela berkorban demi keadilan dan kedamaian. [WTH]

Kamis, 13 Agustus 2020

Pahlawan bagi Sesama

 
Hakim-hakim 13:1-25

Bangsa Israel telah memasuki Kanaan. Namun, masuklah juga pendatang lain ke situ, yaitu orang-orang Filistin atau "orang-orang laut". Dalam waktu singkat mereka menjadi ancaman bagi suku-suku Israel. Akhirnya, mereka pun menyerbu Israel dan memaksa agar Israel menyerahkan tanah mereka.

Masa sengsara ini dipandang sebagai teguran Allah atas kejahatan Israel. Meski begitu, Allah tetap peduli kepada umat-Nya. Ia membangkitkan seorang hakim yang akan membebaskan mereka, yaitu Simson. Malaikat Allah datang kepada seorang perempuan mandul dari suku Dan. Ia akan melahirkan seorang anak laki-laki yang akan menjadi nazir Allah.

Nazir berasal dari kata "ditahbiskan", artinya orang yang dikhususkan untuk membaktikan diri untuk pelayanan Allah. Oleh sebab itu, seorang nazir diasuh dengan latihan rohani khusus. Sejak di dalam kandungan, baik ibu maupun si anak berpantang minum anggur atau minuman yang memabukkan, berpantang memakan makanan yang diharamkan, dan harus melakukan semua perintah Allah. Semua instruksi ini harus dilakukan demi menjaga integritas dan kekudusannya di hadapan Allah.

Kisah kelahiran Simson membangkitkan harapan bahwa Allah akan membebaskan umat-Nya dari penindasan. Sejak dalam kandungan, banyak pengorbanan yang dilakukan olehnya dan keluarganya dalam menolak kenikmatan dan menjaga laku hidup. Mari kita bersyukur saat banyak orang hidup untuk mengejar kesuksesan pribadi, masih ada orang-orang yang mempersembahkan hidup mereka bagi Allah demi kepentingan umat-Nya dan dunia.

Mari kita bersyukur untuk orang tua yang mempersembahkan anaknya bagi gereja dan bagi mereka yang mendedikasikan hidupnya bagi kepentingan banyak orang. Menepati janji kita kepada Allah adalah kebahagiaan tersendiri. Kebahagiaan tersebut hanya bisa didapat karena relasi yang begitu dekat kepada Allah. Kita semakin mengasihi Allah, demikian pula sebaliknya. Kita mesti mengupayakan yang terbaik ketika menjalin relasi dengan-Nya. [WTH]

Minggu, 09 Agustus 2020

HIDUP INI ADALAH ANUGERAH ALLAH (bagian I)

 Tuhan Allah adalah Allah yang hidup dan pada-Nya ada sumber kehidupan (Mazm 36:10). Kehidupan terjadi oleh firman-Nya (Kej 1:1-31Mazm 33:9). "Dalam Firman itu ada hidup dan hidup itulah terang manusia" (Yoh 1:5). Dan "hidup yang kekal" (= hidup sepenuh-penuhnya) diberi kepada setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus (Yoh 3:16,36).

Dalam PL hidup biasanya menunjuk pada keadaan hidup di dunia sekarang ini, yang diakhiri dengan  mati sebagai bukti berakhirnya hidup jasmania. Oleh sebab itulah dinyatakan, hidup ini adalah pemberian Allah (Ul. 30:19). Dalam PB kata hidup sering menunjuk pada hidup kekal (Rm. 6:13), terutama dalam Injil Yohanes ( Yoh. 6:48).

Dilihat dari beberapa refrensi diatas memberikan pertanyaan sebagai berikut, Ada apa dengan hidup ini ? Bukankah hidup adalah  suatu pergerakan alamiah yang harus di jalani setiap makhluk yang hidup ? 

Dua pertanyaan ini sepertinya adalah biasa saja jika kita pahami hidup sebagai suatu takdir bagi makhluk yang hidup. Hidup itu akan bermula dengan adanya titik awal dari hidup itu sendiri. Jika demikian adanya maka harus juga dipahami bahwa akan ada titik akhir dari hidup itu sendiri. 

Dikatakan hidup apabilah ada pergerakan atau pertumbuhan dari kecil menjadi besar, dan akhirnya mencapai batas maksimal. Jika telah mencapai batas maksimal artinya tidak lagi terjadinya suatu perubahan HIDUP  maka dinyatakan finis hidup telah berakhir.

Bagaimana dengan Anak-anak Tuhan ? Apakah hidup kita seperti hidupnya segala makluk hidup yang lain ? Jika kita beranggapan seperti yang dikemukakan diatas maka kita hidup tidak mempunyai tujuan hidup. Sebab kita hanya berfikir hidup ini akan berakhir dengan berakhirnya hidup kita dalam bentuk kematian jasmania. Stigma semacam ini memberikan tanda bahwa kita tidak mempunyai tujuan hidup kekal. 

Bagaimana kita mempunyai tujuan untuk hidup kekal ?

Setiap Manusia harus mempunyai pemahaman yang jelas bahwa setelah hidup ini ada kehidupan yang lain yaitu HIDUP KEKAL. Jika demikian adanya maka setiap Manusia akan sadar bahwa dalam hidup ini ada kewajiban dan tanggung jawab yang harus di pertanggung jawabkan kepada ALLAH. 

Jangan lupa kita harus bertanggung jawab dihadapan Tuhan atas segala yang kita kerjakan dan lakukan dalam dunia ini.(YG)

Jumat, 07 Agustus 2020

KEMBALI BERFOKUS KEPADA KRISTUS

Kembali Berfokus kepada Kristus
Filipi 3:17-4:1

Pernahkah Anda merasakan bahwa kehidupan rohani terasa kosong? Anda merasa sudah melakukan pelayanan setiap minggu, namun selalu terasa masih ada yang kurang dalam hidup Anda?

Sejatinya pelayanan adalah hal yang penting. Namun, pelayanan akan terasa kosong ketika fokus Anda hanya kepada aktivitasnya dan bukan kepada Allah. Beberapa orang jemaat di Filipi mendapat teguran dari Paulus karena mereka lebih sibuk memikirkan Hukum Taurat daripada ibadah kepada Kristus.

Saat nas ini ditulis, Paulus mendengar bahwa jemaat di sana sedang berdebat tentang perlukah melakukan Hukum Taurat atau tidak. Sebab, beberapa orang di antara mereka masih melihat Hukum Taurat sebagai suatu hal yang wajib dilakukan untuk memperoleh keselamatan.

Akhirnya, mereka lebih berfokus kepada perkara tersebut sehingga mengabaikan ibadah kepada Allah sendiri. Ini yang Paulus sebut dengan "... Tuhan mereka ialah perut mereka ..." dan "... perkara duniawi" (19). Hal perut dan perkara duniawi ini terkait dengan hal puasa dan pantangan dalam Hukum Taurat. Padahal sebagai pengikut Kristus, hal semacam itu sudah bukan lagi yang utama. Jemaat seharusnya lebih memusatkan diri kepada Kristus dan karya penyelamatan-Nya yang sudah membersihkan diri manusia yang hina dari dosa-dosa dan kesalahan (21).

Hukum Taurat dan pelayanan merupakan dua hal yang sama penting. Tetapi, sebagai murid Kristus, kita harus terus berfokus kepada Tuhan. Sebab, Ia adalah sumber segala sesuatu yang kita lakukan. Mari kita kembali kepada hakikat pelayanan, yaitu bagi kemuliaan Kristus, bukan untuk kemuliaan diri sendiri. Dengan demikian, kekosongan rohani pun akan berkurang. Bahkan, kehampaan itu akan hilang karena diisi dengan kehadiran Kristus yang menganugerahkan kemuliaan.

Mari kita memohon ampun jika kita masih mementingkan rutinitas pelayanan. Mintalah bimbingan Tuhan agar kita berdiri teguh di dalam-Nya. Dalam situasi apa pun, kita dituntut peka terhadap perjumpaan dengan Allah. [FYM]

Kamis, 06 Agustus 2020

Air Hidup

Arah Hidup
Filipi 3:1-16

Hidup tanpa tujuan akan menjadi sia-sia. Semua usaha kita selama menjalani hidup akan berakhir dengan kekecewaan, kehampaan, kelelahan, dan rasa frustrasi. Tujuan merupakan aspek penting yang membuat hidup menjadi bermakna dan berarti.

Tujuan kita sebagai orang percaya sudah ditetapkan oleh Allah, yaitu kebangkitan dan hidup kekal bersama-Nya di surga. Oleh karena itulah, Paulus tidak lagi membanggakan keadaan lahiriahnya di luar Kristus. Sejak ia menerima Yesus sebagai Juru Selamat, arah tujuan hidupnya berubah secara radikal. Sebelumnya, tujuannya adalah mencari kehebatan dan kemegahan diri sehingga ia tega menganiaya orang-orang yang percaya kepada Yesus. Namun setelah berjumpa dengan Yesus, ia hanya ingin mengejar kebenaran dalam Kristus.

Untuk itu, ia rela menanggalkan segala masa lalunya yang gemilang, lalu mengarahkan pandangan secara total untuk mengenal Yesus. Totalitas tersebut mengerahkan seluruh jiwa dan raganya agar ia menjadi sama seperti Kristus serta meraih mahkota kemenangan di dalam Allah. Ia bersungguh-sungguh bekerja keras, dan penuh keberanian untuk mengejar ini. Ia berserah penuh kepada Tuhan agar memampukannya. Tentu saja ini tidak mudah karena nyawa adalah taruhannya.

Banyak orang hanya mengarahkan hidupnya pada kesuksesan dan ketenaran duniawi belaka. Mereka mengejar hal itu semua dengan totalitas. Ironisnya, lebih banyak lagi orang yang malah tidak mempunyai tujuan dan arah hidup yang jelas. Mereka seperti tidak sadar, bahkan tidak peduli terhadap itu semua. Kehidupan dijalani begitu saja sehingga mereka tidak mengarahkan hidupnya pada apa yang kekal dan panggilan surgawi sampai ajal menjemput.

Marilah kita arahkan pandangan kepada Tuhan yang menyediakan hidup kekal sehingga kita dapat bermegah dalam Kristus Yesus. Dengan hidup yang baru, tujuan kita adalah pengenalan diri akan Tuhan dan hidup yang kekal bersama Allah. Kita mesti mengarahkan hidup kepada Allah. [DSY]


Statistik Pengunjung