Minggu, 23 Agustus 2020

PESAN DAN JANJI ALLAH BAGIAN II

Mazmur 37:7-20

Pesan dan Janji (37:7-20) *
Dalam ayat-ayat di atas kita mendapati,

I. Penekanan kembali arahan-arahan yang telah dituliskan sebelumnya. Oleh karena kita mudah sekali menggelisahkan diri kita sendiri dengan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan yang tidak berguna, maka diperlukan pengulangan arahan demi arahan, baris demi baris, untuk menghalau ketidakpuasan dan ketidakpercayaan kita itu dan memperlengkapi diri kita untuk melawannya.

1. Biarlah kita terus percaya kepada Allah: “Berdiam dirilah di hadapan TUHAN dan nantikanlah Dia(ay. 7), artinya, terimalah segala yang Ia perbuat dan berserahlah di dalam semua itu, sebab itulah yang terbaik, yakni karena semua itu telah ditentukan oleh-Nya. Juga, berpuaslah oleh karena Dia akan tetap membuat segalanya mendatangkan kebaikan bagi kita, meskipun kita tidak tahu bagaimana atau dengan cara apa.” Berdiamlah di hadapan Tuhan (begitulah arti perkataan itu), bukan diam yang penuh kemurungan, tetapi diam dalam penyerahan diri. Sabar dalam menanggung apa yang ditaruh di atas pundak kita, dengan pengharapan menantikan sesuatu yang dijanjikan kepada kita, bukan saja merupakan kewajiban, melainkan juga merupakan keuntungan bagi kita sendiri. Bersikap sabar seperti itu justru akan membuat kita selalu tenang. Juga ada alasan kuat untuk bersikap sabar demikian, sebab hal itu berarti mendapatkan keuntungan pada saat melaksanakan keharusan kita.

2. Biarlah kita tidak menjadi resah dengan segala yang kita lihat di dunia ini: “Jangan marah karena orang yang berhasil dalam hidupnya, yang terus berkembang dan kian kaya serta jaya di dunia ini, padahal ia jahat. Jangan, dan jangan merasa begitu pula terhadap orang yang melakukan kejahatan dengan kuasa dan kekayaannya, atau terhadap orang yang melakukan tipu daya melawan orang benar dan saleh, sekalipun mereka tampaknya berhasil mendapatkan apa yang mereka inginkan dan membuat orang benar tertindas. Jika hatimu mulai panas karena semua itu, enyahkan kebodohanmu itu dan berhentilah marah (ay. 8). Kuasailah bibit-bibit ketidakpuasan dan kedengkianmu, dan janganlah memendam pikiran-pikiran keras terhadap Allah dan pemeliharaan-Nya karena hal itu. Janganlah marah dengan apa pun yang dilakukan Allah, sebaliknya, tinggalkan panas hati itu, sebab hal itu adalah angkara murka yang terburuk. Jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan. Jangan iri dengan keberhasilan mereka, supaya kamu tidak tergoda untuk terjerumus juga bersama-sama dengan mereka dan melakukan kejahatan yang sama untuk memperkaya dan memajukan diri sendiri. Juga janganlah terseret dalam perbuatan dan sikap yang berlebih-lebihan dalam usahamu untuk menghindar dari mereka dan kekuasaan mereka.” Perhatikanlah, jiwa yang tidak puas dan panas hati sangat rawan terhadap godaan-godaan, dan orang yang terbenam di dalamnya ada dalam bahaya untuk berbuat kejahatan juga.

II. Berbagai alasan selanjutnya dijelaskan panjang lebar dan diulang-ulang dalam macam-macam ungkapan yang menyenangkan hati. Alasan-alasan ini didasarkan atas kebinasaan yang menghampiri orang jahat, sekalipun mereka kini makmur, dan juga dari kebahagiaan sejati orang benar, meskipun mereka kini tertindas. Kita diperingatkan (ay. 7) supaya tidak mendengki orang jahat karena kemakmuran lahiriah atau karena keberhasilan rancangan mereka melawan orang benar. Di sini dikemukakan beberapa alasan yang berkaitan dengan kedua godaan tersebut:

1. Orang benar tidak memiliki alasan untuk merasa iri terhadap keberhasilan duniawi orang jahat, ataupun untuk merasa sedih dan gelisah karenanya,

(1) Sebab keberhasilan orang jahat akan segera berakhir (ay. 9): Orang-orang yang berbuat jahat akan dilenyapkan oleh hantaman keadilan ilahi yang tiba-tiba menyerang di tengah-tengah kemakmuran mereka. Apa yang mereka peroleh dengan dosa tidak saja akan melayang habis (Ayb. 20:28), tetapi mereka sendiri pun akan ikut melayang bersama-sama semua itu. Lihatlah kesudahan manusia-manusia seperti itu ( 73:17), betapa mahalnya harga yang harus mereka bayar atas kekayaan mereka yang tidak halal itu, maka engkau tidak akan lagi merasa iri kepada mereka dan tidak akan bersedia ambil bagian bersama-sama dengan mereka, apa pun yang terjadi. Kebinasaan mereka sudah pasti dan sangat dekat waktunya (ay. 10): Karena sedikit waktu lagi, maka lenyaplah orang fasik dari keadaannya saat ini. Mereka binasa dalam sekejap mata, lenyap( 73:19). Bersabarlah sedikit, sebab Hakim telah berdiri di ambang pintu (Yak. 5:8-9). Redamlah amarahmu, sebab Tuhan sudah dekat(Flp. 4:5). Betapa dahsyatnya kebinasaan yang akan menimpa mereka. Orang fasik dan harta miliknya akan dicabut dan dilenyapkan sampai ke akar-akarnya. Hari yang akan datang itu akan menghabiskan mereka sampai tidak ditinggalkannya akar dan cabang mereka (Mal. 4:1): Jika engkau memperhatikan tempatnya, di mana kemarin dulu dia terlihat begitu hebat, kini ia sudah tidak ada lagi, engkau tidak akan mendapatinya lagi. Dia tidak akan meninggalkan apa pun yang berharga atau terhormat di belakangnya. 

Demikianlah (ay. 20) orang-orang fasik akan binasa. Kematian merupakan kebinasaan mereka, sebab kematian merupakan akhir dari segala sukacita mereka dan jalan masuk menuju kesengsaraan mereka yang tidak akan pernah berujung. Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan, tetapi celakalah, selamanya celaka, orang-orang mati yang mati dalam dosa-dosa mereka. Orang-orang jahat merupakan musuh Tuhan. Mereka adalah orang-orang yang tidak sudi membiarkan-Nya berkuasa atas mereka, dan karena itu, Dia pun akan membuat perhitungan dengan mereka: seperti lemak anak domba, demikian mereka itupun akan lesap lenyap dalam asap. Kemakmuran yang memuaskan kedagingan mereka itu bagaikan lemak anak domba yang tidak padat atau ada isinya, melainkan lembek dan berair. Dan, saat kebinasaan menimpa, mereka akan jatuh menjadi korban pengadilan Allah dan dilalap api seperti korban persembahan di atas mezbah, menjadi asap dan mengepul. Hari pembalasan Allah atas orang-orang jahat digambarkan sebagai korban lemak buah pinggang domba-domba jantan(Yes. 34:6), sebab Dia akan dimuliakan oleh kebinasaan para seteru-Nya, sebagaimana Ia dimuliakan oleh korban-korban bakaran. Para pendosa yang terkutuk merupakan korban bakaran (Mrk. 9:49). Inilah alasan yang kuat mengapa kita tidak seharusnya merasa iri terhadap kemakmuran mereka. Pada saat mereka diberi makan banyak, mereka sebenarnya sedang digemukkan untuk disembelih pada hari persembahan korban, seperti domba di tanah lapang (Hos. 4:16). Semakin mereka makmur, semakin dimuliakanlah Allah melalui kebinasaan mereka.

(2) Sebab keadaan orang benar, bahkan pada kehidupan yang sekarang, lebih baik dan lebih menyenangkan dalam segala hal daripada keadaan orang jahat (ay. 16). Secara umum, yang sedikit pada orang benar, dari kehormatan, kekayaan dan kesenangan di dunia ini, lebih baik dari pada yang berlimpah-limpah pada orang fasik.

[1] Kekayaan di dunia diatur sedemikian rupa oleh Pemeliharaan ilahi sehingga sering kali banyak orang benar justru memiliki sedikit saja, sementara orang jahat memilikinya dengan berlimpah-limpah. Dengan begitu, Allah ingin menunjukkan kepada kita bahwa hal-hal duniawi bukanlah yang terbaik. Sebab, jika tidak, pastilah orang yang paling dekat dengan-Nya dan yang paling dikasihi-Nya akan mendapatkan yang terbanyak.

[2] Bahwa sedikit harta yang dimiliki orang saleh benar-benar lebih baik daripada kekayaan orang fasik, sekalipun berlimpah-limpah jumlahnya. Sebab, kepunyaan orang saleh itu bersumber dari tangan yang lebih baik, dari tangan yang mengulurkan kasih istimewa dan bukan hanya sekedar tangan yang menyediakan hal-hal biasa saja. Dan milik orang saleh itu dinikmati dengan lebih berhak (Allah memberikannya kepada mereka melalui janji, Gal. 3:18). Milik itu menjadi kepunyaan mereka oleh karena hubungan mereka dengan Kristus yang merupakan pewaris dari segala sesuatu, dan diberikan untuk kegunaan yang lebih baik. Harta itu dikuduskan bagi mereka melalui pemberkatan dari Allah. Bagi orang suci semuanya suci(Tit. 1:15). Sedikit harta yang dipakai untuk melayani dan menghormati Allah lebih baik daripada harta berlimpah yang disediakan bagi Baal atau untuk memuaskan hawa nafsu. Janji-janji yang di sini diberikan bagi orang benar ini meneguhkan kebahagiaan mereka sehingga mereka tidak perlu lagi merasa iri terhadap kemakmuran orang yang melakukan kejahatan. Biarlah ini menjadi penghiburan mereka,

Pertama, bahwa mereka akan mewarisi negeri, sebanyak yang dipandang baik oleh Sang Hikmat Tak Terbatas. Mereka memiliki janji untuk hidup ini (1Tim. 4:8). Jika seluruh bumi diperlukan untuk membuat mereka bahagia, mereka akan dapat memilikinya. Semuanya menjadi warisan mereka, bahkan dunia, dan segala sesuatu waktu sekarang maupun waktu yang akan datang(1 Kor. 3:21, 22). Mereka memperolehnya melalui warisan, hak yang teguh dan terhormat, bukan hanya melalui izin ataupun persekongkolan. Saat para pelaku kejahatan dilenyapkan, kadang kala orang-orang benar justru mewarisi apa yang telah mereka kumpulkan. Kekayaan orang berdosa disimpan bagi orang benar(Ayb. 27:17; Ams. 13:22). Janji ini dibuat di sini,

1. Bagi orang-orang yang hidup di dalam iman (ay. 9): Orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN, bergantung dan berharap kepada-Nya, serta tekun mencari-Nya, akan mewarisi negeri, sebagai tanda kesukaan-Nya saat ini atas mereka dan sebagai jaminan akan hal-hal lebih baik yang dipersiapkan bagi mereka di dunia yang akan datang. Allah adalah Tuan yang baik, yang menyediakan dengan berlimpah dan baik, bukan saja bagi para hamba-Nya yang bekerja, tetapi juga bagi para hamba-Nya yang menanti-nantikan-Nya.

2. Bagi mereka yang hidup dengan tenteram dan damai (ay. 11): Orang-orang yang rendah hati akan mewarisi negeri. Orang-orang seperti ini sangat jauh dari bahaya disakiti dan diganggu harta miliknya. Mereka sangat puas dengan diri mereka sendiri dan karena itu sangat menikmati segala penghiburan yang mereka terima sebagai makhluk ciptaan. Sang Juruselamat kita telah mengikat hal ini sebagai janji Injil, dan meneguhkannya sebagai berkat-Nya bagi orang-orang yang lemah lembut (Mat. 5:5).

Kedua, bahwa mereka akan bergembira karena kesejahteraan yang berlimpah-limpah (ay. 11). Mungkin mereka tidak memiliki harta berlimpah-ruah untuk dinikmati, tetapi mereka memiliki sesuatu yang lebih baik lagi, yaitu kelimpahan damai sejahtera, damai di hati dan ketenangan pikiran, damai dengan Allah, dan kemudian damai di dalam Allah. Itulah ketenteraman besar yang ada pada orang-orang yang mencintai Taurat Allah, tidak ada sandungan bagi mereka ( 119:165). Itulah damai sejahtera berlimpah yang terdapat di dalam kerajaan Kristus ( 72:7), damai sejahtera yang tidak bisa diberikan dunia ini (Yoh. 14:27), dan yang tidak bisa dimiliki orang-orang fasik (Yes. 57:21). Orang-orang yang rendah hati akan bersuka di dalamnya dan terus-menerus digirangkan olehnya. Sementara itu, orang-orang yang memiliki kelimpahan harta terus-menerus terhalang dan dikacaukan oleh harta mereka dan hanya dapat sedikit menikmatinya saja.

Ketiga, bahwa Allah mengetahui hari-hari mereka(ay. 18). Dia memperhatikan mereka dengan saksama, memperhatikan perbuatan dan segala peristiwa yang terjadi pada mereka. Dia menghitung hari-hari pelayanan mereka dan tidak sehari pun akan terlewat tanpa imbalan. Dia juga menghitung hari-hari penderitaan mereka, supaya nanti mereka mendapatkan ganti rugi dari apa yang mereka alami itu. Dia mengenal hari-hari baik mereka dan ikut bersuka atas keberhasilan mereka. Dia mengenal hari-hari suram mereka, hari-hari yang penuh dengan kesusahan, dan kekuatan dari-Nya selalu mengiringi mereka di sepanjang hari-hari itu.

Keempat, bahwa milik pusaka mereka akan tetap selama-lamanya. Bukan milik pusaka mereka di bumi ini, melainkan milik pusaka yang tidak akan menjadi rusak, yang disediakan bagi mereka di sorga. Orang-orang yang merasa yakin akan milik pusaka mereka di dunia yang lain, tidak memiliki alasan untuk merasa iri kepada orang-orang fasik karena harta dan kesenangan semu yang mereka nikmati di dunia fana ini.

Kelima, bahwa pada saat-saat terburuk pun segala sesuatu akan baik-baik saja buat mereka (ay. 19): Mereka tidak akan mendapat malu karena pengharapan dan keyakinan mereka di dalam Allah, juga dalam pengakuan agamawi mereka. Sebab, penghiburan di dalam hal-hal tersebut akan membela dan menyokong mereka dengan kuat pada masa-masa jahat. Saat orang-orang lain terkulai, mereka akan mengangkat kepala mereka dengan sukacita dan keyakinan: Bahkan pada hari-hari kelaparan, saat orang-orang di sekitar mereka menderita karena kekurangan makanan, mereka akan menjadi kenyang, seperti Elia dulu. Dengan berbagai cara Allah akan menyediakan makanan bagi mereka atau menguatkan hati mereka untuk tetap puas, sekalipun tidak ada makanan, sehingga jika mereka melarat dan lapar, mereka tidak akan seperti orang fasik yang akan gusar dan akan mengutuk rajanya dan Allahnya(Yes. 8:21), melainkan akan bersorak-sorak di dalam Tuhan sebagai Allah yang menyelamatkan mereka, bahkan ketika pohon ara tidak berbunga sekalipun (Hab. 3:17-18).

2. Orang baik tidak punya alasan untuk merasa gusar karena rencana orang-orang fasik yang terkadang berhasil dalam melawan orang-orang benar. Meskipun mereka berhasil melakukan tipu daya dan membuat kita takut bahwa mereka akan merajalela seterusnya, biarlah kita berhenti marah dan tidak lagi gusar, serta tidak menyerah, sebab,

(1) Rencana persekongkolan mereka itu akan menjadi aib bagi mereka (ay. 12-13). Memang benar bahwa orang fasik merencanakan kejahatan terhadap orang benar. Ada permusuhan mendarah daging di antara keturunan orang fasik dan keturunan orang benar. Orang fasik berikhtiar untuk menghancurkan kebenaran, atau, jika hal itu ternyata gagal, mereka akan mencoba membinasakan orang benar. Dalam rangka mencapai tujuan inilah mereka berlaku bejat dan curang (mereka bersekongkol dan berperkara melawan orang benar), mengobarkan kegeraman – menggertakkan giginya terhadap mereka. Mereka begitu menjadi-jadi untuk mencoba memangsa orang-orang benar itu, dan karena sering tidak berhasil, angkara murka mereka pun semakin berapi-api. Akan tetapi, dengan bersikap seperti itu, mereka justru mempermalukan diri mereka sendiri. Tuhan menertawakan mereka (2:4-5). Mereka sombong dan kurang ajar, tetapi Allah akan menimpakan kehinaan kepada mereka. Dia bukan saja tidak menyenangi mereka, tetapi juga memandang hina mereka dan segala upaya mereka yang sia-sia dan tidak ampuh itu. Kejahatan mereka juga tidak berkuasa dan terbelenggu, sebab Ia melihat bahwa harinya sudah dekat, yaitu,

[1] Hari pembalasan Allah, hari pewahyuan kebenaran-Nya, yang kini terlihat kabur dan hanya samar-samar saja. Manusia kini masih diberi waktu. Inilah saat kamu(Luk. 22:53). Akan tetapi, hari Allah akan datang sebentar lagi, yaitu hari pembalasan, hari yang akan memberi imbalan kepada orang-orang benar sekaligus mengganjar orang-orang dungu yang sekarang masih berada di atas angin itu. Dihakimi oleh pengadilan manusia itu sedikit sekali artinya(1 Kor. 4:3). Pengadilan Allahlah yang menentukan penghakiman terakhir.

[2] Hari kebinasaan mereka. Harinya orang jahat, hari yang ditetapkan bagi kejatuhan mereka, hari itu sudah dekat, yang menyiratkan adanya penundaan. Hari itu belum lagi datang, tetapi pasti akan datang. Keyakinan akan datangnya hari itu membuat anak dara, si puteri Sion, akan menghina murka musuh-musuhnya dan mengolok-olokkan mereka(Yes. 37:22).

(2) Segala upaya mereka justru akan menjadi kehancuran mereka (ay. 14-15).
Lihatlah di sini,

[1] Betapa kejamnya mereka dalam mengatur rencana melawan orang benar. Mereka mempersiapkan senjata-senjata maut, pedang dan busur, tidak kurang dari itu. Mereka memburu nyawa-nyawa yang berharga. Rencana mereka adalah untuk merobohkan dan membunuh. Darah orang-orang kuduslah yang mereka incar dengan rasa haus. Mereka melanjutkan rencana mereka itu sejauh mungkin hingga hampir saja terlaksana: 

Mereka menghunus pedang dan melentur busur. Dan semua peperangan yang mereka siapkan itu adalah untuk melawan orang-orang yang tidak berdaya, yaitu orang-orang sengsara dan orang-orang miskin(yang membuktikan sikap pengecut mereka), serta melawan orang-orang yang tidak bersalah, yaitu orang-orang yang hidup jujur, yang tidak pernah membangkitkan amarah mereka atau menyakiti mereka ataupun orang lain, dan hal ini menunjukkan bahwa mereka sungguh-sungguh jahat. Begitulah, hati yang lurus pun tidak memagari orang benar dari maksud jahat. Akan tetapi,

[2] Betapa adilnya maksud jahat mereka berbalik melilit mereka sendiri: pedang mereka akan menikam dada mereka sendiri. Hal ini menyiratkan bahwa orang-orang benar dilindungi dari maksud jahat mereka dan bahwa maksud jahat mereka memenuhi takaran kejahatan mereka sendiri. Terkadang, kejahatan yang mereka rancangkan melawan sesama mereka yang tidak bersalah justru menghancurkan mereka sendiri. Namun yang pasti, pedang Allah, yang teracung melawan mereka gara-gara perbuatan mereka sendiri itu, akan mendatangkan maut bagi mereka.

(3) Orang-orang yang tidak secara langsung dibinasakan tetap akan dilumpuhkan supaya tidak bisa melanjutkan rancangan jahat mereka, sehingga kepentingan gereja akan terpelihara: busur mereka akan dipatahkan (ay. 15). Alat yang mereka pakai untuk melaksanakan kekejaman mereka akan gagal dan mereka akan kehilangan semua orang yang telah mereka jadikan alat untuk melayani tujuan-tujuan keji mereka. Bukan itu saja, bahkan lengan mereka pun dipatahkan, sehingga mereka tidak akan mampu lagi meneruskan segala upaya mereka itu (ay. 17). Tetapi TUHAN menopang orang-orang benar, sehingga mereka tidak akan dibenamkan oleh kesukaran mereka yang berat itu, juga tidak akan diremukkan oleh tindak kekerasan para musuh mereka. Dia menopang mereka di dalam ketulusan dan kesejahteraan mereka. Dan, orang-orang yang ditopang sebegitu rupa oleh batu karang abadi tidak perlu merasa iri terhadap sokongan buluh-buluh orang fasik yang terkulai. 

[Sumber:Mathew Henry]

Tidak ada komentar:

Statistik Pengunjung