Rabu, 31 Maret 2021

PESAN-PESAN UNTUK PARA RASUL EDISI II

MATIUS 10:16-42 

 (1)   Mereka harus sadar bahwa mereka akan ditangkap dan dituduh sebagai pembuat onar

Kebencian orang terhadap mereka itu tidak ada henti-hentinya, dan mereka tidak berdaya untuk melawannya. Orang tidak hanya akan berusaha, melainkan juga akan berhasil menyerahkan kamu kepada majelis agama (ay. 17-18), ke dewan-dewan pengadilan yang bertugas untuk menjaga ketenteraman masyarakat. Perhatikanlah, banyak kejahatan sering kali dilakukan terhadap orang-orang baik, dengan dalih untuk menjaga hukum dan keadilan. Di tempat pengadilan ada ketidakadilan, ketidakadilan yang menghukum (Pkh. 3:16). Mereka harus berharap akan datangnya masalah, bukan hanya dari hakim-hakim yang lebih rendah di dewan pengadilan, melainkan juga dari penguasa-penguasa dan raja-raja, sang hakim-hakim tertinggi. Digiring ke hadapan orang-orang seperti itu dengan tuduhan kejahatan seperti yang biasa dituduhkan kepada murid-murid Kristus sangatlah menakutkan dan juga membahayakan, karena kemarahan raja adalah seperti raung singa muda. Kita sering kali melihat hal ini digenapi dalam kisah para rasul.

(2)   Mereka harus sadar benar bahwa mereka akan dihukum mati (ay. 21).

Mereka akan diserahkan untuk dibunuh, mereka akan mengalami kematian dalam keangkuhan orang dan kemuraman, pada waktu kematian menunjukkan dirinya sebagai raja yang mengerikan. Kebencian musuh-musuh mereka sedemikian memuncaknya sehingga mereka sanggup melakukan semuanya ini. Mereka haus akan darah orang-orang kudus, namun iman dan kesabaran orang-orang kudus akan tetap teguh menghadapinya: aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, karena semuanya ini terjadi oleh hikmat Kristus, yang mengubah darah para martir menjadi meterai kebenaran dan benih gereja. Oleh bala pasukan mulia yang tidak menyayangkan nyawa mereka sendiri ini Iblis ditaklukkan, dan kerajaan Kristus beserta kepentingan-kepentingannya menjadi sangat berkembang (Why. 11:11). Mereka dihukum mati sebagai penjahat, menurut pandangan musuh-musuh mereka, namun sebenarnya mereka diserahkan sebagai korban persembahan (Flp. 2:17; 2Tim. 4:6), sebagai korban bakaran dan persembahan pujian bagi kemuliaan Allah dan kebenaran-Nya dan kepentingan-Nya.

(3)   Di tengah-tengah penderitaan ini, mereka harus sadar bahwa mereka akan dicap dengan berbagai sebutan dan sifat yang paling menjijikkan dan memalukan dari semua yang mungkin diberikan orang.

Para penganiaya mereka di dunia ini akan merasa malu jika mereka tidak terlebih dulu memberikan kepada murid-murid Kristus tuduhan-tuduhan palsu yang membuat mereka dihukum, dan dakwaan-dakwaan dan fitnah-fitnah untuk membenarkan kebiadaban para penganiaya itu sendiri. Dalam perikop ini disebutkan bahwa murid-murid dipanggil dengan sifat yang teramat sangat jahat, yaitu sebagai Beelzebul, nama penghulu setan (ay. 25). Mereka menggambarkan murid-murid Kristus sebagai biang keladi yang melayani kepentingan kerajaan kegelapan, dan karena mereka tahu bahwa semua orang merasa membenci Iblis, maka dengan berbuat demikian mereka berusaha membuat murid-murid Kristus dibenci oleh semua umat manusia. Lihatlah, betapa sudah tertipunya dunia ini:

[1] Musuh-musuh bebuyutan Iblis justru digambarkan sebagai teman-temannya. Para rasul, yang meruntuhkan kerajaan Iblis, malah disebut setan. Demikianlah manusia membuat penilaian sendiri terhadap hal-hal yang bukan hanya tidak mereka ketahui, melainkan juga yang mereka benci, yang bertentangan, dan yang merupakan kebalikan dari apa yang mereka sukai.

[2] Hamba-hamba Iblis akan dipandang sebagai musuh-musuhnya, dan dengan mengaku berjuang melawan Iblis, mereka justru bisa melakukan pekerjaannya dengan sangat mudah dan berhasil. Sering kali orang yang dengan sendirinya merupakan kawan Iblis yang paling dekat adalah orang yang paling cocok untuk menggiring orang lain menjadi hamba-hamba Iblis, dan orang yang menggambarkan Iblis dengan gambaran-gambaran lain justru membuatnya bertakhta di dalam hati mereka sendiri. Untunglah, akan datang harinya ketika (seperti yang dinyatakan dalam ay. 26) apa yang tersembunyi akan dibukakan. Bersambung

PESAN-PESAN UNTUK PARA RASUL EDISI I

MATIUS 10:16-42

Semua ayat di atas menggambarkan penderitaan-penderitaan yang akan dialami para hamba Kristus dalam melaksanakan tugas mereka. Di sini mereka diajar untuk sadar akan hal ini dan bersiap-siap menghadapinya. Mereka juga diberi petunjuk bagaimana harus menanggung penderitaan itu dan bagaimana terus bekerja di tengah-tengah penderitaan yang mereka alami. Bagian khotbah ini melihat jauh ke depan melebihi apa yang terjadi pada tugas murid-murid sekarang ini, karena kita tidak mendapati mereka menjumpai penderitaan atau penganiayaan-penganiayaan besar ketika Kristus masih bersama mereka, dan juga mereka tidak mampu menanggungnya dengan baik. Sebaliknya, di sini mereka diberi peringatan mengenai berbagai kesukaran yang akan mereka jumpai sesudah kebangkitan Kristus, ketika tugas amanat mereka diperluas dan Kerajaan Sorga, yang sekarang belum tiba kedatangannya, akan benar-benar ditegakkan. Selama ini murid-murid hanya membayangkan kemegahan dan kekuasaan lahiriah, namun sekarang Kristus memberi tahu bahwa mereka harus berharap akan datangnya penderitaan-penderitaan yang lebih besar daripada yang sudah mereka alami selama ini, dan bahwa mereka akan diseret ke dalam penjara, walaupun sebenarnya mereka berharap akan dijadikan penguasa. Baik bagi kita untuk diberi tahu sebelumnya mengenai kesulitan-kesulitan yang akan kita jumpai, supaya kita bisa mempersiapkan diri untuk itu dan tidak menyombongkan diri seolah-olah kita sudah melepaskan kuk, padahal sebenarnya kita masih terbelit olehnya.

Dalam perikop ini ada dua hal utama yang bercampur baur: I. Nubuat tentang penderitaan, dan II. Pesan-pesan berupa nasihat dan penghiburan untuk menghadapi penderitaan itu.

I. Dalam perikop ini diceritakan tentang nubuat-nubuat tentang penderitaan yang harus dihadapi murid-murid dalam melaksanakan tugas mereka. Kristus sudah tahu sebelumnya penderitaan-penderitaan apa yang akan mereka alami, seperti halnya Ia tahu terlebih dulu penderitaan-penderitaan-Nya sendiri. Namun demikian, Ia tetap menyuruh mereka untuk terus maju, seperti yang juga dilakukan-Nya sendiri, dan memberitahukan semuanya ini terlebih dulu, bukan hanya supaya masalah-masalah itu tidak membuat mereka terkejut, dan dengan demikian mengguncangkan iman mereka, tetapi juga supaya pada saat nubuat penderitaan-penderitaan itu terbukti kebenarannya, iman mereka bisa dikuatkan.

Ia memberi tahu mereka apa yang harus mereka derita, dan dari siapa datangnya penderitaan itu.

Apa yang harus mereka derita. Pastinya ini sesuatu yang sulit, karena, lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala (ay. 16). Apa yang bisa diharapkan dari kawanan domba yang lemah, tidak berdaya, dan tidak terlindungi di tengah-tengah kawanan serigala buas, kecuali bahwa mereka akan merasa cemas dan dicabik-cabik? Perhatikanlah, orang-orang jahat itu seperti serigala, mereka selalu ingin memangsa dan menghancurkan. Umat Allah, terutama pelayan-pelayan Tuhan adalah seperti domba di antara mereka, yang mempunyai sifat dan keinginan yang berlawanan, dan menjadi mangsa yang empuk dan mudah bagi mereka. Kelihatannya Kristus tidak berbuat baik dengan menempatkan mereka ke dalam keadaan yang begitu membahayakan ini, padahal mereka sudah meninggalkan semuanya untuk mengikuti-Nya. Namun Ia tahu bahwa kemuliaan yang akan diberikan kepada domba-domba-Nya pada hari penghakiman nanti, ketika mereka akan duduk di sebelah kanan-Nya, merupakan imbalan yang pantas bagi segala penderitaan dan pelayanan mereka ini. Mereka seperti domba di tengah-tengah serigala, dan ini sungguh menakutkan; tetapi Kristuslah yang mengutus mereka, dan ini sungguh membuat mereka terhibur; karena Ia yang mengutus mereka pasti juga akan melindungi dan meneguhkan mereka. Tetapi agar mereka tahu hal terburuk apa yang harus mereka hadapi, Ia memberi tahu mereka secara khusus masalah-masalah apa yang harus mereka ketahui akan terjadi.

(1)   Mereka harus sadar bahwa mereka akan dibenci (ay. 22).

Kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku. Ini merupakan akar dari semua permasalahan yang lain, dan akar ini memang pahit. Perhatikanlah, orang-orang yang dikasihi Kristus dibenci oleh dunia, seperti halnya ada orang yang dibenarkan oleh pengadilan namun dikutuk oleh negara. Jika dunia membenci Kristus tanpa alasan (Yoh. 15:25), maka tidak heran juga kalau dunia membenci orang-orang yang membawa citra-Nya dan yang melayani kepentingan-kepentingan-Nya. Kita benci akan sesuatu yang memuakkan, dan murid-murid Kristus dianggap sama dengan kotoran dari segala sesuatu (1Kor. 4:13). Kita benci akan sesuatu yang membahayakan, dan mereka dianggap sebagai orang-orang yang mencelakakan negeri (1Raj. 18:17), dan mendatangkan siksaan bagi semua orang di sekeliling mereka (Why. 11:10). Sangatlah menyedihkan jika kita dibenci dan dijadikan sasaran dari niat-niat jahat sesama kita, namun ini semua terjadi karena nama-Nya. Ungkapan tersebut selain berbicara mengenai alasan sebenarnya mengapa mereka dibenci, apa pun kesalahan yang dituduhkan kepada mereka, juga berbicara mengenai penghiburan bagi mereka yang dibenci itu. Mereka dibenci karena alasan yang baik, dan mereka memiliki seorang Teman yang baik yang berbagi dengan mereka di dalam penderitaan, dan menanggungkan penderitaan itu kepada diri-Nya sendiri.  Bersambung

Kamis, 25 Maret 2021

BELAJAR ARTI KATA TAKUT

TAKUT Dalam arti 'perasaan takut', maupun 'ketakutan yang amat sangat'. Dalam Luk. 21:11, TB LAI memilih kata 'mengejutkan'. Namun, dalam Ibr. 10:31, TB LAI menerjemahkan 'ngeri'.

Alkitab menggunakan beberapa kata untuk mengartikan takut atau ketakutan. Yg paling umum ialah Ibrani yir'a dan pakhad, Yunani fobos. Secara teologis dapat dikemukakan empat yg utama.

a. Ketakutan yg kudus

Ini adalah dampak dari pengenalan orang percaya akan Allah yg hidup. Menurut Luther, orang biasa tidak akan mempunyai ketakutan yg didorong oleh penghormatan yg terhadap Allah. Sementara itu R Otto berkata bahwa ia sama sekali 'tak dapat gemetar ketakutan terhadap Allah dalam arti riil kata itu'. Pada pihak lain, ketakutan yg kudus adalah pemberian Allah, yg memampukan orang takut sekaligus menghormati kekuasaan Allah, menaati perintah-perintah-Nya, membenci sambil menjauhkan diri dari semua bentuk kejahatan (Yer 32:40; bnd Kej 22:12; Ibr 5:7). Lagipula takut akan Tuhan itu adalah permulaan hikmat (Mzm 111:10), rahasia kelurusan hati (Ams 8:13), ciri umat yg disenangi Allah (Mzm 147:11), dan kewajiban setiap orang (Pkh 12:13). Rob takut akan Tuhan adalah salah satu sifat yg ditanamkan Allah pada Mesias-Nya (Yes 11:2-3).

Dalam PL, agama sejati sering dianggap sama dengan takut akan Tuhan (bnd Yer 2:19; Mzm 34:11), sebagian besar penyebabnya adalah hukuman sesuai tuntutan hukum Taurat. Pada zaman PB ungkapan 'hidup dalam takut akan Tuhan' digunakan berkaitan dengan orang Kristen perdana (Kis 9:31). Para warga rumah sembahyang asal kafir disebut 'orang-orang yg takut akan Allah' (Kis 10:2 dst; bnd Flp 2:12).

Tapi PB menekankan bahwa Allah mengasihi dan mengampuni, yg melalui Kristus memberikan 'Roh yg menjadikan kamu anak Allah' (Rm 8:15), dan memungkinkan manusia supaya berani menghadapi hidup (2 Tim 1:6-7) dan maut (Ibr 2:15) tanpa takut. Kendati demikian takut akan Tuhan tetap ada, sebab kedahsyatan Allah tidak berubah, Hari Penghakiman akan tiba dan harus dihadapi manusia (2 Kor 5:10 dab). Takut akan Allah mendorong orang percaya mencari kesucian (2 Kor 7:1) dan hal itu tercermin dalam sikapnya terhadap sesamanya (Ef 5:21).

b. Takut diperbudak

Ketakutan ini wajar sebagai akibat dari dosa (Kej 3:10; Ams 28:1), dan dapat terjadi sebagai hukuman (Ul 28:28). Demikianlah yg dialami oleh Feliks waktu dia mendengar Paulus berkhotbah (Kis 24:25), juga oleh penolak-penolak Kristus yg bagi mereka tinggal hanya 'kematian yg mengerikan (harfiah menakutkan) akan penghakiman' (Ibr 10:27, 31; bnd Why 21:8). Walaupun takut diperbudak itu pada dirinya tidaklah baik, namun Roh Kudus sering memanfaatkannya untuk mendorong orang bertobat (Kis 16:29).

c. Takut kepada manusia

Ketakutan jenis ini bisa berarti: (i) rasa kagum dan hormat terhadap seseorang, seperti kepala atau penguasa-penguasa (1 Ptr 2:18; Rm 13:7); (ii) ketakutan terhadap seseorang dan terhadap tindakan yg dapat dilakukan orang itu (Bil 14:9; Yes 8:12; Ams 29:25); (iii) dalam arti khusus kristiani, keprihatinan dan kepedulian akan seseorang agar terhindar dari kehancuran oleh dosa (1 Kor 2:3; 2 Kor 11:3; Kol 2:1). Ketakutan jenis ini, juga ketakutan diperbudak seperti disebut tadi, dapat diatasi melalui kasih sejati terhadap Allah (1 Yoh 4:18).

d Takut yang disegani

Kej 31:42, 53 menyebut Allah 'Yg Disegani' Ishak. Artinya, Allah yg ditakuti, dihormati dan disembah oleh Ishak. Yg mereka takuti ialah keadaan dahsyat yg menggentarkan mereka, yg melanda orang fasik (Ams 1:26-27; 10:24; bnd Yes 66:4). Waktu orang Israel akan memasuki Kanaan, maka mendahului mereka Allah mengirim 'kengerian akan Aku', yg memusnahkan dan menceraiberaikan orang-orang Kanaan, atau membuat penduduk Kanaan itu patah semangat dan tidak mampu menahan serbuan orang Israel (Kel 23:27-28). Ketakutan dalam arti ini terkandung dalam Ayb 4:6, 'Bukankah takutmu akan Allah yg menjadi sandaranmu, dan kesalehan hidupmu menjadi. pengharapanmu?'

KEPUSTAKAAN. 
R Otto, The Idea of the Holy, 1929; J Murray, Principles of Conduct, 1957, hlm 229 dst; J.-J von Allmen, Vocabulary of the Bible, 1958, hlm 113-119; RE Pfeiffer, 'The Fear of God', IEJ 5, 1955, hlm 43-48. JDD/MHS/HAO

Senin, 15 Maret 2021

APA YANG DIKATAKAN ALKITAB TENTANG

HAL MENGUMPULKAN HARTA

MATIUS 6.19-24

Matius 6:19-24 dalam Terjemahan bebas: 19  "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya.20  Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.21  Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.22  Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; 23  jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu. 24  Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan k
epada Mamon."

 Pemikiran duniawi merupakan gejala kemunafikan yang sama lumrahnya dan sama berbahayanya seperti gejala kemunafikan lainnya. Tidak ada dosa lain lagi selain dosa ini yang dengannya Iblis dapat mencengkeram jiwa manusia dengan lebih erat dan lebih cepat, di balik jubah keagamaan yang dapat dilihat orang dan yang tampak bersifat baik. Oleh sebab itu, setelah Kristus memperingatkan kita agar tidak mendambakan kehormatan manusia, Ia selanjutnya memperingatkan kita agar tidak mendambakan kekayaan dunia. Dalam hal ini pula kita harus berjaga-jaga, supaya kita tidak menjadi seperti orang-orang munafik, dan berbuat seperti yang mereka perbuat. Kesalahan mereka yang mendasar adalah bahwa mereka memilih dunia sebagai upah mereka. Oleh karena itu, kita harus berjaga-jaga terhadap kemunafikan dan pemikiran-pemikiran duniawi dalam memilih harta kekayaan kita, tujuan akhir kita, dan tuan-tuan yang ingin kita layani.

I. Dalam memilih harta yang kita kumpulkan. Setiap orang mempunyai satu atau lain hal yang dijadikannya sebagai hartanya, bagiannya, tempat hatinya berada, tempat ia mengumpulkan segala sesuatu yang dapat ia peroleh, dan yang dijadikannya sebagai andalan untuk masa depan. Hal-hal yang baik, yang terbaik, inilah yang dibicarakan Salomo dengan penekanan khusus (Pkh. 2:3). Inilah sesuatu yang ingin dimiliki jiwa, yang dipandangnya sebagai hal terbaik, yang dipercayai dan diyakininya melebihi segala sesuatu. Nah, Kristus tidak bertujuan untuk merampas harta kita, melainkan untuk mengarahkan kita dalam menentukan pilihan atas harta kita, dan di sini kita dapat melihat:

Peringatan yang baik agar kita tidak menjadikan hal-hal yang tampak, yang hanya sementara, sebagai hal yang kita anggap paling penting, dan    agar kita tidak mengandalkannya untuk memberi kita kebahagiaan. Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi. Murid-murid Kristus telah meninggalkan segalanya untuk mengikut Dia, biarlah mereka tetap berpikiran baik seperti ini. Harta adalah sesuatu yang berlimpah, yang dengan sendirinya sangat bernilai dan berharga, atau setidaknya menurut pendapat kita sangat berharga. Namun, harta itu juga dapat menghalang-halangi jalan kita menuju kehidupan kekal. Nah, kita tidak boleh mengumpulkan harta di bumi, yang berarti bahwa:

(1) Kita tidak boleh menganggap hal-hal ini sebagai hal yang terpenting, atau yang paling berharga, atau yang paling bermanfaat bagi diri kita. Janganlah kita menganggapnya sebagai kemuliaan, seperti yang dilakukan putra-putra Laban, melainkan kita harus memandang dan mengakui bahwa harta itu tidak mempunyai kemuliaan jika dibandingkan dengan kemuliaan yang mengatasi segala sesuatu.

(2) Kita tidak boleh mendambakan kelimpahan dalam hal-hal ini, atau terus mengejarnya dan memperbanyak jumlahnya, seperti yang dilakukan orang-orang dengan hartanya, seakan-akan kita tidak pernah tahu kapan semuanya ini sudah cukup bagi kita.

(3) Kita tidak boleh mengandalkannya untuk masa depan kita, untuk dijadikan jaminan dan persediaan bagi masa mendatang. Janganlah kita berkata kepada emas, "Engkaulah perlindunganku."

(4) Janganlah kita berpuas diri dengan hal-hal itu dan menganggapnya sebagai satu-satunya hal yang kita perlukan dan kita inginkan. Kita harus merasa puas dengan hanya sedikit harta untuk perjalanan hidup kita, tetapi jangan menuntut semua harta untuk dijadikan sebagai bagian milik kita. Semuanya ini tidak boleh dijadikan penghiburan bagi kita (Luk. 6:24), atau segala yang baik bagi kita (Luk. 16:25). Marilah kita perhatikan dengan sungguh-sungguh bahwa kita mengumpulkan harta bukan bagi anak-cucu kita di dunia ini, melainkan bagi diri kita sendiri di dunia yang akan datang. Semua terserah pada pilihan kita, dan kita adalah pemahat-pemahat yang membentuk diri kita sendiri. Harta yang kita kumpulkan bagi diri kita sendiri adalah milik kita. Kita harus memilih dengan bijaksana, karena kita memilih untuk diri kita sendiri, karena kita sendiri yang akan menerima apa yang kita pilih. Jika kita mengetahui dan memandang diri kita sebagai siapa kita sebenarnya, untuk apa kita diciptakan, seberapa besar kemampuan kita, dan berapa lama kita akan hidup, dan bahwa jiwa kita adalah diri kita yang sesungguhnya, maka kita akan melihat betapa bodohnya mengumpulkan harta di bumi.

Berikut ini diberikan alasan yang baik mengapa kita tidak boleh memandang hal apa pun di bumi sebagai harta kita, sebab harta di bumi dapat lenyap dan rusak.

(1) Karena kerusakan dari dalam. Harta di bumi dapat dirusak ngengat dan karat. Jika harta itu berupa pakaian mewah, ngengat akan memakannya, dan pakaian itu akan menjadi rusak parah, dan sampai akhirnya habis, padahal kita menyangka bahwa pakaian ini telah disimpan dengan sangat aman. Jika harta itu berupa gandum atau bahan-bahan makanan lain, seperti yang dimiliki orang kaya yang lumbung-lumbungnya penuh dengan gandum (Luk. 12:16-17), karat (begitulah yang kita baca) akan merusakkannya. Brōsis -- dimakan, dimakan manusia, sebab dengan bertambahnya harta, bertambah pula orang yang menghabiskannya (Pkh. 5:10), dimakan tikus atau binatang kecil lain. Manna pun mengeluarkan ulat, atau menjadi berjamur dan apak, berwarna kehitam-hitaman, atau dibuang dan dimusnahkan. Buah-buahan pun membusuk dengan cepat. Atau, jika itu emas dan perak, benda-benda ini pun dapat menjadi kusam. Semakin sering dipakai, benda-benda ini akan semakin aus, dan semakin lama disimpan akan menjadi semakin buruk (Yak. 5:2-3). Karat dan ngengat berkembang di dalam logam dan pakaian itu sendiri. Perhatikanlah, kekayaan duniawi pada dasarnya bisa rusak dan lapuk, serta akan hancur dengan sendirinya, dan tiba-tiba lenyap.

(2) Karena tindak kekerasan dari luar. Pencuri membongkar serta mencurinya. Setiap pelaku kekerasan akan mengincar rumah yang menyimpan banyak harta. Juga tidak ada suatu hal apa pun yang dapat disimpan dengan begitu aman, sebaliknya, kita akan menjadi kehilangan. Numquam ego fortunæ credidi, etiam si videretur pacem agere; omnia illa quæ in me indulgentissime conferebat, pecuniam, honores, gloriam, eo loco posui, unde posset ea, since metu meo, repetere -- Aku tidak pernah menaruh kepercayaan pada harta, meskipun harta tampak sangat menguntungkan; apa pun kenikmatan yang dapat diberikan oleh kelimpahannya, baik kekayaan, kehormatan, maupun kemuliaan, aku membuang semuanya itu sehingga meskipun harta memang masih dapat mengingatkan aku pada semuanya itu, namun sama sekali tidak menimbulkan kegelisahan dalam diriku (Seneca Consul. ad Helv.). Sungguh bodoh menjadikan sesuatu yang dengan begitu mudahnya dapat dirampas dari kita sebagai harta kita.

Nasihat yang baik, untuk mendatangkan sukacita dan kemuliaan dari dunia yang akan datang, yaitu hal-hal yang tersembunyi dan kekal, sebagai hal yang terpenting bagi kita, serta untuk mengandalkannya dalam memberi kita kebahagiaan. Kumpulkanlah bagimu harta di sorga. Perhatikanlah:

(1) Ada harta di sorga, sama pastinya seperti ada harta di bumi, dan harta yang di sorga itu merupakan satu-satunya harta sejati, yakni segala kekayaan, kemuliaan, dan sukacita yang ada di sebelah kanan Allah, yang akan diterima oleh orang-orang yang benar-benar telah dikuduskan, ketika mereka datang untuk dikuduskan dengan sempurna.

(2) Sungguh bijaksana bila kita mengumpulkan bagi kita harta yang seperti ini, dan dengan tekun memastikan hak kita untuk menerima hidup kekal melalui Yesus Kristus, dan mengandalkannya sebagai kebahagiaan kita, dan memandang segala yang ada di bawah sini dengan rasa muak yang kudus sebagai sesuatu yang tidak berharga dibandingkan dengannya. Kita harus percaya dengan teguh bahwa kebahagiaan semacam itu memang ada, dan kita juga harus berketetapan untuk merasa puas dengannya, dan tidak mau puas kalau belum mendapatkannya. Jika kita sungguh-sungguh menjadikan harta itu sebagai milik kita, dengan mengumpulkannya, maka kita dapat memercayakannya kepada Allah untuk menjaganya dengan aman. Oleh sebab itu, marilah kita mengarahkan semua rancangan kita dan menujukan seluruh keinginan kita ke sana. Marilah kita mempersembahkan seluruh upaya dan perasaan kita yang terbaik ke sana. Janganlah kita membebani diri dengan harta dunia yang hanya akan menyusahkan dan merusakkan kita, dan sangat dapat menenggelamkan kita, tetapi kumpulkanlah jaminan-jaminan yang baik. Janji-janji itu merupakan alat tukar, yang dengannya orang percaya yang sungguh-sungguh mengembalikan harta mereka ke sorga, dan yang akan dibayarkan kembali kelak. Dengan demikian, kita membuat pasti hal-hal yang akan dibuat pasti.

(3) Sungguh kita dapat berbesar hati jika kita mengumpulkan harta kita di sorga, karena di sanalah harta kita aman. Harta itu tidak akan rusak dengan sendirinya, tidak ada ngengat dan karat yang akan merusakkannya, dan tidak akan ada kekuatan atau kecurangan yang dapat merampasnya dari kita. Pencuri tidak membongkar serta mencurinya. Ini adalah kebahagiaan yang melebihi dan melampaui semua perubahan dan peluang waktu, warisan yang tidak dapat binasa.

Alasan yang baik mengapa kita harus memilih seperti itu, dan bukti bahwa kita telah melakukannya (ay. 21). Di mana hartamu berada, entah di bumi atau di sorga, di situ juga hatimu berada. Itulah sebabnya kita harus berlaku benar dan bijak dalam memilih harta kita, sebab sifat pikiran kita, dan akibatnya, tujuan hidup kita, akan bersifat kedagingan atau rohani, duniawi atau sorgawi menuruti pilihan kita itu. Hati mengikuti harta, sama seperti jarum mengikuti magnet, atau bunga matahari mengikuti matahari. Di mana hartamu berada, di situlah nilai dan harga diri berada, di situ pula cinta dan perasaan berada (Kol. 3:2). Ke sanalah tertuju segala keinginan dan hasrat, ke situlah mengarah segala tujuan dan maksud, dan segala sesuatu dilakukan berdasarkan pandangan akan harta itu. Di mana hartamu berada, di situ juga perhatian dan kekhawatiran kita berada, karena takut kehilangan harta itu. Hal itulah yang paling kita cemaskan. Di situ jugalah harapan dan kepercayaan kita berada (Ams. 18:10-11). Di situ segala sukacita dan kesenangan kita akan berada (Mzm. 119:111), dan di situ juga pikiran-pikiran kita berada. Di situlah pikiran batiniah akan berada, pikiran yang pertama, pikiran yang bebas, pikiran yang tetap, dan pikiran yang sering timbul dan sudah dikenal. Hati adalah hak Allah (Ams. 23:26), dan agar Ia dapat memilikinya, harta kita harus dikumpulkan bersama-Nya, sehingga barulah jiwa kita akan terangkat kepada-Nya.

Petunjuk tentang mengumpulkan harta ini sangat sesuai untuk diterapkan pada peringatan sebelumnya, yaitu tentang tidak menjalankan ibadah supaya dilihat orang. Harta kita adalah segala sedekah, doa, dan puasa kita, dan juga upah yang kita terima untuk semua itu. Jika kita menjalankan semua ini hanya supaya dipuji manusia, itu berarti kita mengumpulkan harta di bumi, meletakkannya pada tangan manusia, dan tidak pernah bisa berharap akan mendengar apa-apa lagi tentangnya. Alangkah bodohnya melakukan hal ini, sebab kehormatan manusia yang begitu kita dambakan sangat mudah musnah, akan berkarat dalam waktu singkat, akan dimakan ngengat, dan akan terlihat kusam. Sedikit kebodohan, seperti lalat yang mati, akan merusakkan semuanya (Pkh. 10:1). Umpatan dan fitnah adalah pencuri yang membongkar serta mencurinya, sehingga kita kehilangan seluruh harta perbuatan kita. Kita berlari dan berjerih payah dengan sia-sia karena kita mempunyai niat yang salah dalam melakukan itu semua. Ibadah-ibadah yang munafik tidak mengumpulkan apa-apa di sorga (Yes. 58:3), upahnya lenyap ketika nyawa dicabut (Ayb. 27:8). Tetapi jika kita berdoa, berpuasa, dan bersedekah dalam kebenaran dan ketulusan, dengan mata yang tertuju kepada Allah dan perkenanan-Nya, dan percaya bahwa kita berkenan kepada-Nya, maka kita telah mengumpulkan harta di sorga. Sebuah kitab peringatan ditulis di hadapan-Nya (Mal. 3:16), dan karena tercatat di sana, perbuatan kita akan mendapat upah di sana, dan kita akan terhibur mendapat kembali harta kita di sana, di seberang kematian dan kubur. Orang-orang munafik tersurat namanya dalam tanah (Yer. 17:13, TL), tetapi nama anak-anak Allah yang setia ada terdaftar di sorga (Luk. 10:20). Diterima Allah adalah harta di sorga, yang tidak akan dapat dirusakkan ataupun dicuri. Firman-Nya "Baik sekali perbuatanmu itu" akan berlaku selamanya. Jika kita telah mengumpulkan harta kita bersama-Nya dengan cara demikian, hati kita juga akan berada bersama-Nya. Di mana lagi ada tempat yang lebih baik bagi hati kita?

II. Kita harus berjaga-jaga terhadap kemunafikan dan pemikiran duniawi dalam memilih tujuan yang kita ingini.

Perhatian kita mengenai hal ini digambarkan melalui dua jenis mata yang dimiliki manusia, yakni mata baik dan mata jahat (ay. 22-23). Ungkapan-ungkapan yang digunakan di sini memang agak kurang jelas karena ringkas. Oleh sebab itu kita akan melihatnya dengan menggunakan beberapa macam penafsiran. Mata adalah pelita tubuh, itu sudah jelas. Tugas mata adalah menemukan dan menuntun. Terang dunia tidak akan banyak gunanya tanpa pelita tubuh ini. Pelita tubuh inilah yang menyukakan hati (Ams. 15:30), akan tetapi, apa yang dibandingkan di sini dengan mata dalam tubuh itu?

Mata di sini adalah hati (begitulah menurut sebagian orang), jika mata itu baik -- haplous -- bebas dan murah hati (istilah ini sering digunakan, misalnya dalam Rm. 12:8; 2Kor. 8:2; 9:11, 13; Yak. 1:5; dan kita juga membaca tentang orang yang baik matanya dalam Ams. 22:9, TL). Jika kita mempunyai kecondongan pada kebaikan dan kemurahan hati, maka hati itu akan menuntun orang untuk melakukan tindakan-tindakan Kristiani, seluruh tutur katanya akan penuh dengan terang, penuh dengan bukti-bukti dan teladan-teladan Kekristenan sejati; dan ini semua adalah ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita (Yak. 1:27). Itu penuh dengan terang, penuh dengan perbuatan-perbuatan baik, yang merupakan terang kita yang bercahaya di depan orang. Namun jika hati itu jahat, tamak, keras, iri, dengki, dan suka mendendam (sifat seperti ini sering kali digambarkan dengan mata yang jahat, Mat. 20:15; Mrk. 7:22; Ams. 23:6-7), maka gelaplah seluruh tubuh. Seluruh tutur katanya akan serupa dengan orang yang tidak mengenal Allah dan tidak Kristiani. Kalau penipu, akal-akalnya selalu dan akan selalu jahat, tetapi orang yang berbudi luhur merancang hal-hal yang luhur (Yes. 32:5-8). Jadi, jika terang yang ada pada kita itu, yakni perasaan-perasaan yang seharusnya memimpin kita kepada apa yang baik, menjadi gelap, jika segala perasaan itu menjadi rusak dan duniawi, jika dalam diri seseorang tidak ada cukup banyak sifat yang baik, tidak ada sifat-sifat yang condong ke hal-hal yang baik, maka betapa hebatnya kerusakan dan kegelapan yang meliputi orang itu! Pengertian seperti ini tampaknya sesuai dengan pokok persoalan dalam perikop ini. Kita harus mengumpulkan harta di sorga dengan cara memberi sedekah dengan murah hati, dan kita tidak boleh melakukannya dengan menggerutu, melainkan dengan senang hati (Luk. 12:33; 2Kor. 9:7). Namun perkataan tentang mata yang juga terdapat dalam bacaan lain yang serupa ini tidak disampaikan dalam pengertian seperti itu (Luk. 11:34), dan oleh sebab itu, keterkaitannya dengan pengertian tersebut di sini sama sekali tidak dimaksudkan bahwa inilah satu-satunya pengertian yang benar dari perkataan tentang mata dalam perikop lain tersebut.

Mata di sini adalah pengertian (begitulah menurut sebagian orang). Mata menilai segala perbuatan nyata, dan berfungsi sebagai hati nurani. Fungsinya bagi indra-indra kejiwaan lain sama seperti fungsi mata bagi tubuh, yang membimbing dan mengarahkan gerak-gerik anggota tubuh yang lain. Jika mata itu baik, jika mata itu membuat penilaian yang baik dan benar, dan sanggup membedakan hal-hal yang berlainan, terutama dalam hal memilih untuk mengumpulkan harta yang benar, maka mata ini akan menuntun segala perasaan dan tindakan dengan benar, sehingga semuanya ini akan penuh dengan terang anugerah dan penghiburan. Tetapi jika mata itu jahat dan rusak, maka bukannya menuntun orang-orang yang lemah, mata itu malah justru akan memimpin, memenuhi dan mencondongkan mereka ke arah yang jahat. Jika mata itu keliru dan mendapat masukan yang salah, hati dan kehidupan pasti akan penuh dengan kegelapan, dan seluruh tutur kata pun akan menjadi rusak. Orang yang tidak mengerti dikatakan berjalan dalam kegelapan (Mzm. 82:5). Betapa menyedihkan bila roh manusia, yang seharusnya adalah pelita TUHAN, ternyata adalah ignis fatuus: ketika orang-orang yang mengendalikan bangsa, yang mengendalikan segala indra, menjadi penyesat, maka pada saat itulah orang-orang yang dikendalikan mereka menjadi kacau (Yes. 9:15). Kesalahan dalam membuat penilaian terhadap segala perbuatan mendatangkan malapetaka, membuat orang menyebutkan kejahatan itu baik dan kebaikan itu jahat (Yes. 5:20). Oleh sebab itu, kita harus memahami segala sesuatu dengan benar, dan memiliki mata yang diurapi.

Mata di sini adalah tujuan dan maksud. Dengan mata kita menentukan tujuan akhir yang hendak kita capai, titik yang hendak kita bidik, dan tempat yang hendak kita datangi. Kita terus memandangnya dan mengarahkan segenap langkah kita sesuai tujuan tersebut. Dalam segala hal yang kita lakukan dalam kehidupan beragama, ada satu dan lain hal yang terdapat dalam mata kita. Nah, jika mata kita baik, jika kita berniat tulus, menetapkan tujuan-tujuan yang benar, dan melangkah dengan benar ke arah tujuan, jika kita bermaksud hanya dan murni demi kemuliaan Allah, mencari kehormatan dan perkenanan-Nya semata, dan mengarahkan segala sesuatu kepada-Nya, maka mata kita baik. Mata Paulus itu demikianlah adanya, seperti perkataannya, "Karena bagiku hidup adalah Kristus." Jika kita juga benar dalam hal ini, maka teranglah seluruh tubuh kita. Seluruh tindakan kita akan teratur dan mulia, menyenangkan hati Allah dan menghibur bagi diri kita sendiri. Tetapi jika mata itu jahat, tidak memuliakan Allah dan mencari perkenanan-Nya, dan hanya mencari puji-pujian manusia, bukannya menghormati Allah tetapi mencari kehormatan diri sendiri, mencari kepentingan sendiri dengan dalih mencari perkara-perkara Kristus, maka semuanya ini akan merusakkan segalanya. Seluruh tutur kata kita akan menjadi jahat dan mudah goyah, dan karena dasar kita dibangun dengan cara demikian, maka segala arah kita juga akan hanya menuju kepada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat. Tariklah garis dari keliling lingkaran ke semua arah kecuali pusatnya, maka garis-garis itu akan saling menyilang. Jika terang yang ada padamu itu bukan saja redup, tetapi juga gelap, maka ini merupakan kesalahan yang mendasar dan akan merusak semua hal yang mengikutinya. Tujuan menentukan tindakan. Salah satu hal yang teramat penting dalam kehidupan beragama adalah bahwa kita harus memastikan kalau tujuan-tujuan kita benar, dan menjadikan perkara-perkara yang kekal, bukan yang sementara, sebagai ruang lingkup perhatian kita (2Kor. 4:18). Orang munafik itu seperti nelayan, ia menengok ke arah yang satu dan mendayung ke arah yang lain; sedangkan orang Kristen sejati itu seperti pelancong, ia memusatkan pandangannya pada tujuan akhir perjalanannya. Orang munafik membubung tinggi seperti burung elang, yang memusatkan pandangannya pada mangsa di bawah, dan siap menukik ke arah mangsanya jika ada kesempatan yang baik. Orang Kristen sejati membubung tinggi seperti burung murai, yang terbang kian lama kian tinggi, dan melupakan semua yang ada di bawah.

III. Kita harus berjaga-jaga terhadap kemunafikan dan pemikiran duniawi dalam memilih tuan yang ingin kita abdi (ay. 24).

Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Mengabdi kepada dua tuan bertentangan dengan memiliki mata yang baik, sebab mata itu akan memandang tangan tuannya (Mzm. 123:1-2). Yesus Tuhan kita di sini membeberkan kebohongan yang diperbuat orang terhadap jiwa mereka sendiri, dengan menyangka bahwa mereka bisa membagi antara Allah dan dunia, dengan memiliki harta di bumi dan juga harta di sorga, dengan menyenangkan hati Allah dan sekaligus juga hati manusia. "Mengapa tidak?" kata si munafik, "bukankah baik mempunyai dua tali pada satu busur?" Mereka berharap agar agama mereka dapat digunakan untuk melayani kepentingan duniawi mereka, sehingga dengan demikian mereka dapat menangani keduanya. Ibu yang palsu setuju apabila bayi yang sedang diperebutkan dibagi dua. Orang Samaria mencampuradukkan Allah dengan berhala. "Tidak," kata Kristus, "ini tidak benar, ini hanyalah anggapan bahwa ibadah itu adalah suatu sumber keuntungan" (1Tim. 6:5). Berikut ini kita melihat:

Pepatah umum yang disampaikan Kristus. Mungkin ini pepatah yang umum di kalangan orang Yahudi. Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan, apalagi dua ilah, sebab perintah-perintah mereka pada satu atau lain waktu akan saling berlawanan dan bertentangan, dan kepentingan-kepentingan mereka akan saling bertabrakan. Apabila dua tuan pergi bersama, si hamba dapat mengikuti keduanya. Tetapi apabila mereka berpisah, akan tampak siapa yang dilayani hamba itu. Dia tidak dapat mengasihi, memerhatikan, dan terus mengikuti keduanya sebagaimana seharusnya. Jika ia memilih yang satu, maka ia tidak memilih yang lain. Entah yang satu atau yang lain harus dibenci dan dipandang rendah. Kebenaran ini sudah cukup jelas dalam perkara-perkara yang biasa terjadi.

Penerapannya pada masalah yang sedang dihadapi. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon. Mamon adalah sebuah kata bahasa Aram yang berarti keuntungan. Jadi, apa pun di dunia ini yang merupakan, atau yang kita anggap sebagai, keuntungan (Flp. 3:7) adalah Mamon. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup adalah Mamon. Bagi sebagian orang, perut mereka adalah Mamon, dan mereka mengabdi kepadanya (Flp. 3:19). Bagi sebagian yang lain, kenyamanan mereka, tidur mereka, olahraga dan waktu luang mereka adalah Mamon bagi mereka (Ams. 6:9). Bagi yang lain, kekayaan duniawi (Yak. 4:13), dan bagi yang lain lagi, kehormatan dan kedudukan tinggi. Pujian dan penghormatan dari manusia merupakan Mamon bagi orang-orang Farisi. Singkatnya, diri sendiri, yang merupakan pusat kesatuan dari tritunggal duniawi, yakni diri yang penuh dengan hawa nafsu dan kepentingan duniawi, adalah Mamon yang tidak dapat dilayani bersamaan dengan Allah. Sebab, jika dilayani, ia akan bersaing dengan-Nya dan akan bertentangan melawan-Nya. Kristus tidak berkata bahwa kita tidak boleh atau sebaiknya kita tidak, melainkan bahwa kita tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon. Kita tidak dapat mengasihi keduanya (1Yoh. 2:15; Yak. 4:4) atau berpegangan pada keduanya, atau dipegang oleh keduanya dalam ketaatan, kepatuhan, pengabdian, kepercayaan, dan kebergantungan, sebab mereka bertentangan satu sama lain. Allah berkata, "Anak-Ku, berikan hatimu kepada-Ku." Mamon berkata, "Tidak, berikan hatimu kepadaku." Allah berkata, "Cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu." Mamon berkata, "Raihlah sebanyak mungkin yang kamu bisa. Rem, rem, quocunque modo rem -- Uang, uang, dengan cara halal ataupun haram, pokoknya uang." Allah berkata, "Janganlah menipu, jangan pernah berdusta, berlakulah jujur dan adil dalam semua urusanmu." Mamon berkata, "Tipulah ayahmu sendiri kalau itu dapat menguntungkanmu." Allah berkata, "Bermurah hatilah." Mamon berkata, "Pertahankanlah hartamu, memberi hanya merugikan kita semua." Allah berkata, "Janganlah kamu kuatir tentang apa pun juga." Mamon berkata, "Khawatirkan segala perkara." Allah berkata, "Kuduskanlah hari Sabat." Mamon berkata, "Manfaatkanlah hari itu seperti hari-hari lain untuk kepentingan dunia." Betapa berbedanya perintah-perintah Allah dari perintah-perintah Mamon, sehingga kita tidak dapat mengabdi kepada keduanya. Oleh sebab itu, janganlah kita ragu memilih antara Allah dan Baal, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah, dan patuhilah siapa yang kita pilih. Amin

 

========TERPUJILAH TUHAN==========

 

Sabtu, 13 Maret 2021

Menurut Kamus Alkitab

SIAPA “PELAYAN” 

Istilah Ibrani mesyaret (LXX leitourgos) dan kata-kata seakar dengan itu biasanya menunjuk kepada pelayanan Di Bait Suci, atau di tempat lain kepada pelayanan malaikat-malaikat (Mzm 104:4). Tapi dalam arti yg lebih umum, Yosua disebut mesyaret atau 'abdi' Musa (Kel 24:13; Yos 1:1), dan pelayan-pelayan Salomo ialah pelayan-pelayannya di istananya. Dalam PB kata yg khas dipakai ialah diakonos, pertama dalam anti non-teknis, dan kemudian dalam Flp 1:1 (diakon) dan Surat-surat Penggembalaan sebagai gelar dari petugas bawahan di jemaat. Kata itu berkaitan dengan pelayanan pada umumnya -- baik sementara atau menetap, berdasarkan perjanjian maupun secara bebas; tapi mempunyai pengertian tambahan yg khas, yaitu melayani waktu makan di meja (kata kerja akarnya dipakai dlm pengertian ini. Luk 12:37; 17:8, dan yg menggusarkan Marta ialah diakonia, pelayanan, yg terlalu sibuk, Luk 10:40). Kristus tampil di tengah-tengah muridNya sebagai ho diakonon, 'yg melayani' (Luk 22:27), dan dia dapat dilihat sebagai diakonos dari orang-orang bersunat (Rm 15:8); menurut teladan pelayanan yg rendah ini, orang terbesar dari umat Kristen patut menjadi pelayan bagi umat yg lain (Mat 20:26; Mrk 10:43).

Justru para rasul dan pembantu-pembantu mereka disebut pelayan-pelayan Allah (2 Kor 6:4; 1 Tes 3:2), pelayan Kristus (2 Kor 11:23; Kol 1:7; 1 Tim 4:6), pelayan Injil (Ef 3:7; Kol 1:23), pelayan perjanjian baru (2 Kor 3:6), pelayan jemaat (Kol 1:25), atau dalam arti mutlak (1 Kor 3:5; Ef 6:21; Kol 4:7). Tapi perlu diperhatikan bahwa Iblis juga mempunyai pelayan-pelayannya (2 Kor 11:15) dan mungkin ada pelayan dosa (Gal 2:17); selanjutnya, penguasa dunia dapat dipandang sebagai 'hamba' Allah (Rm 13:4). Ketujuh orang dalam Kis 6:2 ditunjuk untuk melayani meja (diakonein trapezais); tak mungkin kata itu dipakai di sini untuk mengartikan jabatan teknis, karena segera sesudah itu (dlm ay 4) disebut lawannya, yaitu pelayanan Firman, yg dilakukan oleh para rasul, dan secara nyata Stefanus dan Filipus lebih melakukan pekerjaan penginjilan daripada pekerjaan diakon; tapi ketujuh orang itu dalam anti tertentu menjadi teladan bagi pembantu-pembantu administratif di kemudian hari, yg disebut dalam Flp 1:1 bersama penilik jemaat, dan dalam 1 Tim 3:8 dab disebut sebagai orang-orang yg bersungguh-sungguh, jujur, sederhana dan setia ( --> DIAKEN).

Kerendahan dari pelayanan Kristen lebih ditekankan lagi dengan memakai kata doulos atau hamba (budak); itulah bentuk perhambaan yg dipakai Kristus (Flp 2:7) dan, menuruti teladan-Nya, para rasul dan rekan sekerjanya ditentukan menjadi hamba Allah atau Kristus (Rm 1:1; Gal 1:10; Kol 4:12; Tit 1:1; Yak 1:1; 2 Ptr 1:1).

Kata lain ialah huperetes. Arti sebenarnya ialah pendayung terbawah di suatu perahu perang, dan kemudian dalam arti kedudukan bawahan. Kata ini dipakai untuk khazzan, semacam koster dalam sinagoge orang Yahudi, yg mengawasi Kitab-kitab Suci (Luk 4:20); kata itu juga dipakai untuk Yohanes Markus (Kis 13:5), tatkala dia bertindak sebagai pembantu bagi Paulus dan Barnabas. Tapi Paulus sendiri bangga menuntut kedudukan serupa itu dalam hubungannya dengan Kristus (Kis 26:16; 1 Kor 4:1 = hamba), dan Luk (1:2) menggunakannya sebagai nama jenis untuk pelayan Firman.

Akhirnya, istilah leitourgos diambil alih oleh PB dalam arti Kristen. Arti aslinya ialah pelayanan umum, seperti yg dapat diberikan oleh warga kaya kepada negara; kemudian kata itu mendapat arti keagamaan yg khusus, seperti dalam pemakaian LXX. Lalu Kristus tampil sebagai leitourgos (yg melayani ibadah) di tempat kudus yg di sorga (Ibr 8:2), dan malaikat-malaikat ialah 'roh-roh yg melayani' (Ibr 1:14). Kata kerja seakar digunakan tatkala nabi-nabi dan pengajar-pengajar 'beribadah kepada Tuhan' di Antiokhia (Kis 13:2); sama seperti itu, Paulus menyebut dirinya leitourgos (pelayan) Yesus Kristus, dalam pelayanan (hierourgon) pemberitaan Injil Allah (Rm 15:16). Tapi peristilahan PB tetap cukup liat sehingga kata yg sama dipakai bagi Epafroditus yg 'melayani' Paulus dalam keperluannya (Flp 2:25), bagi 'pelayanan' bangsa-bangsa lain terhadap orang Yahudi dalam harta duniawi mereka (Rm 15:27), dan bagi penguasa duniawi sebagai pelayan Allah (Rm 13:6). Dalam pengertian Kristen tentang pelayanan, baik resmi ataupun bentuk lain, si pelayan memberi pelayanan yg timbul dari hati yg rendah dan yg penuh kasih terhadap Allah dan manusia.

Untuk mengungkapkan ide profesi pelayan atau pelayanan imam, biasanya PL menggunakan kata kerja syarat dan turunannya (LXX leitourgein), dan kata 'avad (latreuein) lebih menunjuk kepada ibadah keagamaan seluruh umat atau perseorangan. Dalam PB istilah khas ialah diakonia, yg terdapat hanya dalam Est di PL, tapi di sana tidak dipakai dalam fungsi keimaman apa pun; dan perubahan dalam bahasa mengandung perubahan juga dalam ajaran, karena pelayanan dalam pengertian PB tidaklah hak khusus golongan imam. Leitourgia dikhususkan untuk menerangkan pekerjaan keimaman ibadah Yahudi (Luk 1:23; Ibr 9:21), dan digunakan juga untuk pelayanan Kristus yg jauh lebih agung (Ibr 8:6); lalu kata itu dapat juga dikenakan, dalam arti kiasan, kepada pelayanan rohani oleh nabi dan pemberita Injil (Kis 13:2; Rm 15:16). Tapi pada umumnya tetap benar, bahwa PB memakai istilah keimaman hanya sehubungan dengan kelompok orang percaya sebagai satu tubuh terpadu seutuhnya (Flp 2:17; 1 Ptr 2:9).

I. Kristus sebagai teladan

Teladan pelayanan Kristen disajikan dalam hidup Kristus, yg datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani (Mat 20:28; Mrk 10:45); kata kerja yg dipakai dalam ay-ay ini ialah diakonein, yg melukiskan pelayanan di meja makan, dan mengingatkan kembali peristiwa tatkala Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya (Yoh 13:4 dab). Sangat penting bahwa dalam peneguhan jabatan yg pertama sekali dicatat dalam gereja Kristen, ialah tujuan jabatan itu yakni 'melayani meja' (Kis 6:2); dan kata yg sama digunakan dalam ps yg sama (ay 4) untuk menerangkan pelayanan Firman yg didahulukan oleh ke-12 rasul daripada pelayanan di meja. Pelayan Kristus, mengikuti teladan Guru-nya, memberikan pelayanan yg timbul dari kerendahan hati tapi penuh kasih terhadap kebutuhan manusia pada umumnya, dalam roh yg sama seperti halnya malaikat-malaikat (Mat 4:11; Mrk 1:13) dan kaum perempuan (Mat 27:55; Luk 8:3) melayani Tuhan Yesus waktu di bumi. Pelayanan seperti itu dianggap dilakukan terhadap Kristus dalam diri orang-orang yg berkekurangan (Mat 25:44); pelayanan demikian paling sering diberikan kepada orang-orang kudus (Rm 15:25; 1 Kor 16:15; 2 Kor 8:4; 9:1; Ibr 6:10); tapi pekerjaan melayani adalah pelayanan timbal-balik dalam persekutuan tubuh Kristus (1 Ptr4:10); dan sebagai pelayanan Injil (1 Ptr 1:12), dan secara nyata merupakan pelayanan pendamaian (2 Kor 5:18) bagi dunia.

Kesanggupan melaksanakan pekerjaan seperti itu adalah pemberian Allah (Kis 20:24; Kol 4:17; 1 Tim 1:12; 1 Ptr 4:11); dalam Rm 12:7 kesanggupan itu sudah digolongkan dalam kelompok karunia-karunia rohani yg beraneka ragam; dan dalam 1 Tim 3:8 dab pelayanan diaken sudah menjadi jabatan yg diakui dalam jemaat. Tapi istilah itu masih dipakai dalam pengertian yg luas; Timotius harus menggenapi pelayanannya dengan melakukan penginjilan (2 Tim 4:5); dan tujuan utama pelayanan ini ialah membangun tubuh Kristus (Ef 4:12). Dengan kata-kata Hort, Kristus meninggikan 'tiap tahapan dan bentuk pelayanan menuju tingkat yg lebih tinggi... jadi pelayanan menjadi salah satu tujuan utama dari semua kegiatan Kristen'; dan istilah ini dikenakan kepada semua bentuk pelayanan di dalam gereja.

II. Pelayanan penggembalaan

Kristus tidak hanya teladan pelayanan diaken, tapi juga Gembala yg baik (Yoh 10:11), juga Pemelihara jiwa orang (1 Ptr 2:25). Dalam pengertian tertentu, kedua jabatan ini berasal dari teladan Kristus sendiri, dan jabatan tua-tua (penatua) adalah pantulan dari jabatan yg ditetapkan Yesus dalam kerasulan (bnd 1 Ptr 5:1). Jadi dapat dikatakan bahwa tua-tua memerintah berdasarkan perintah yg diberikan oleh Rajanya (Luk 22:29-30), sedang pekerjaan pendeta atau gembala dan pekerjaan samas (pelayan) dibentuk menurut jabatan nabi dan jabatan imam dari Kristus. Tapi akan menjadi salah, jika terlalu menekankan perbedaan-perbedaan itu karena istilah pendeta (pemelihara) dan tua-tua (penatua) jelas adalah sinonim, dan diaken meliputi banyak bentuk pelayanan. Tugas penggembalaan domba-domba adalah bagian terpenting dari tugas pelayan (Yoh 21:15-17; Kis 20:28; 1 Ptr 5:2), dan sangat erat hubungannya dengan pemberitaan Firman Tuhan (1 Kor 3:1-2) sebagai roti kehidupan (Yoh 6:35), atau air susu murni yg memberi pertumbuhan (1 Ptr 2:2). Perumpamaan dalam Luk 12:41-48 mengandung pengertian, bahwa pelayanan sejenis harus tetap ada dalam gereja sampai Kristus kembali.

III. Tugas-tugas pelayanan sakramen

PB tidak bicara banyak tentang tugas-tugas pelayanan sakramen; rasul Paulus menganggap pelayanan baptisan kudus adalah pekerjaan tambahan (1 Kor 1:17), yg biasanya dia serahkan kepada pembantu-pembantunya; dan walaupun itu lumrah bagi seorang rasul, jika ia hadir, untuk memimpin pemotongan roti (Kis 20:7), maka perayaan Perjamuan Kudus biasanya dianggap kegiatan meliputi seluruh jemaat. Tapi bagaimanapun, dari mulanya dirasakan perlu ada seorang pemimpin; dan jika rasul, nabi atau penginjil tak hadir, tugas ini dilimpahkan kepada salah seorang tua-tua setempat.

IV. Karunia-karunia rohani

Dalam bentuknya yg paling dini pelayanan Kristen itu bersifat karunia rohani. Artinya, merupakan pemberian Roh Kudus atau bersifat supra alami, dan pelayanan itu menyaksikan hadirnya Roh Kudus dalam jemaat. Maka terjadilah nubuat dan bahasa roh (glossolalia), tatkala rasul Paulus meletakkan tangannya kepada beberapa orang percaya yg baru dibaptis (Kis 19:6); dan kata-kata yg digunakan di sana menandakan bahwa kejadian itu, sampai batas tertentu, merupakan ulangan dari apa yg terjadi pada hari Pentakosta (Kis 2).

Dalam Surat-surat rasul Paulus terdapat tiga daftar dari berbagai bentuk pelayanan yg bersifat karunia, dan perlu kita perhatikan bahwa dalam tiap daftar, tugas-tugas administratif selalu menyertai tugas-tugas yg lebih bersifat rohani ( --> GEREJA, PERATURAN). Dalam Rm 12:6-8 terdapat bernubuat, melayani (diakonia), mengajar, menasihati, membagi-bagikan pemberian atau sedekah, kepemimpinan, dan 'menunjukkan kemurahan' (mengunjungi orang sakit dan orang miskin?). 1 Kor 12:28 menyebut rasul, nabi, guru atau pengajar, bersama dengan orang-orang yg mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, menyembuhkan penyakit, melayani, memimpin dan berkata-kata dalam bahasa roh.

Ef 4:11 mempunyai bentuk yg lebih resmi; rasul-rasul, nabi-nabi, penginjil-penginjil, gembala-gembala dan pengajar-pengajar, semuanya berusaha memperlengkapi orang-orang kudus dalam pelayanan Kristen, sehingga seluruh gereja makin dewasa dalam hubungan yg organis dengan Kepalanya, yaitu Yesus Kristus. Di sini yg ditekankan ialah pelayanan Firman, tapi buah pelayanan seperti itu ialah saling melayani dalam kasih. Karunia yg bermacam-macam yg disebut dalam ps-ps ini lebih merupakan cara melayani ketimbang jabatan-jabatan yg teratur dan yg sudah tetap; seseorang mungkin melakukan bermacam-macam pekerjaan, tapi kesanggupannya untuk melaksanakan sesuatu tergantung pada dorongan Roh Kudus. Sebenarnya semua orang Kristen dipanggil untuk melayani dengan bermacam-macam cara (Rm 15:27; Flp 2:17; Flm 13; 1 Ptr 2:16), dan untuk pekerjaan pelayanan itu mereka diperlengkapi oleh pelayan-pelayan Firman (Ef 4:11-12).

Tidak hanya kelompok 12 yg termasuk rasul, tapi juga Paulus dan Barnabas (1 Kor 9:5-6), Yakobus adik Tuhan Yesus (Gal 1:19), Andronikus dan Yunias (Rm 16:7). Kualifikasi utama seorang 'rasul' ialah bahwa dia menyaksikan sendiri Yesus Kristus dan pelayanan-Nya waktu hidup di bumi, khususnya melihat kebangkitan-Nya (Kis 1:21-22), dan kekuasaan sang rasul tergantung dari kenyataan, bahwa dia dengan cara tertentu ditetapkan oleh Kristus, baik waktu Dia masih di bumi ini (Mat 10:5; 28:19) termasuk sesudah Dia bangkit dari antara orang mati (Kis 1:24; 9:15). Rasul-rasul dan tua-tua mungkin berkumpul dalam sidang dewan untuk menetapkan kebijaksanaan umum bagi gereja (Kis 15:6 dab), dan seorang rasul dapat diutus sebagai utusan dari jemaat asli untuk mengawasi perkembangan baru di tempat lain (Kis 8:24 dab). Tapi tentang wujud (eksistensi) dewan rasul yg permanen dan berkedudukan di Yerusalem sama sekali tidak pernah melembaga justru tidak dicatat dalam sejarah, dan tugas besar seorang rasul ialah bertindak sebagai misionaris untuk memberitakan Injil, dan dalam mengemban misi itu pekerjaannya akan diteguhkan oleh Allah dengan tanda-tanda yg menunjukkan persetujuan-Nya (2 Kor 12:12). Jadi jabatan rasul tidak terikat dalam batas-batas setempat, walau pembagian kerja mungkin terjadi, ump pembagian tugas Petrus dan Paulus (Gal 2:7-8).

Kegiatan 'penginjil' juga seperti itu, ruang geraknya tidak terbatas, dan pekerjaannya agaknya sama dengan pekerjaan rasul, kecuali bila dia tidak mempunyai kualifikasi khusus untuk tugas rasuli yg lebih tinggi; Filipus, seorang dari kelompok tujuh (Kis 6), menjadi penginjil (Kis 21:8), dan Timotius juga disebut penginjil (2 Tim 4:5), walaupun dia tidak dimasukkan (2 Kor 1:1) ke dalam kelompok rasul.

Sifat khas nubuat ialah karunia yg bisa terjadi, bisa tidak, tapi beberapa orang menerima karunia bernubuat begitu teratur, sehingga terbentuk khusus kelompok 'nabi-nabi'. Kelompok seperti itu ada di Yerusalem (Kis 11:27), Antiokhia (Kis 13:1) dan Korintus (1 Kor 14:29). Mereka yg disebut namanya termasuk Yudas dan Silas (Kis 15:32) dan Agabus (Kis 21:19), bersama Hana (Luk 2:35) dan Izebel, perempuan yg berlakon sebagai nabiah (Why 2:20).

Nubuat berfaedah bagi pembangunan, nasihat dan hiburan (1 Kor 14:3), justru bisa disebut pemberita berdasarkan ilham. Seorang nabi bisa menentukan arah tertentu (Kis 13:1-2), atau memberitakan lebih dulu apa yg akan terjadi (Kis 11:28). Dan karena diucapkan dalam bahasa yg dikenal umum, beritanya lebih berfaedah daripada hanya bahasa roh, glossolalia (1 Kor 14:23-25). Tapi karunia ini diancam oleh bahaya tertipu, dan walaupun nubuat itu harus dikendalikan hanya oleh orang yg menerimanya (1 Kor 14:22), isinya harus cocok dengan ajaran dasar Injil (1 Yoh 4:1-3). Jika tidak, nabi bersangkutan adalah nabi palsu dan harus ditolak. Tentang munculnya nabi palsu demikian, wanti-wanti sudah diberi tahu lebih dulu oleh Kristus (Mat 7:15).

'Gembala-gembala dan pengajar-pengajar' (Ef 4:11) harus dianggap sama dengan tua-tua setempat, yg ditetapkan oleh rasul-rasul (Kis 14:23) atau pembantunya (Tit 1:5) untuk memenuhi kebutuhan jemaat setempat, dan tanpa pembedaan menyebutnya sebagai tua-tua atau penilik. 'Wali-wali' (1 Ptr 2:14) agaknya adalah orang-orang yg mengurus soal-soal jemaat setempat, dan 'teman sekerja' (Rm 16:3, 9) terlibat dalam pekerjaan pengasihan, terutama dalam mengunjungi orang sakit dan orang miskin. Mujizat-mujizat penyembuhan dan berbahasa roh merupakan ciri-ciri khas zaman para rasul, tapi kelihatannya terhenti kemudian, walau pada berbagai masa hidup kembali sejak masa kebangunan rohani Montanus dan seterusnya.

 V. Permulaan jabatan di gereja

Telah sering terjadi perdebatan mengenai hubungan setepatnya antara misi asli dan yg tak terbatas dari para rasul dan penginjil, di satu pihak, dengan pelayanan permanen dan setempat dari gembala, pengajar, wali dan teman sekerja, di pihak lain. Golongan terakhir agaknya selalu ditetapkan oleh yg pertama; tapi jika Kis 6 diterima sebagai keterangan umum dari peneguhan, maka pemilihan umum memainkan peranan dalam menentukan calon. Rm 12 dan 1 Kor 12 bisa mengandung arti, bahwa gereja sebagai persekutuan yg dipenuhi oleh Roh Kudus, mencetak petugas-petugas pelayanannya sendiri; tapi Ef 4:11 berkata bahwa pelayanan itu diberikan oleh Kristus kepada gereja. Hal itu bisa diartikan bahwa karena Kristus adalah sumber dari semua kekuasaan dan teladan dari segala jenis pelayanan, maka gereja seutuhnya ialah penerima tugas ilahi dari Kristus. Bagaimanapun, PB tidak tertarik akan ihwal saluran peralihan jabatan; perhatiannya yg utama bertalian dengan ini, ialah membiarkan ujian berasaskan ajaran mengenai ortodoksi ajaran pejabat-pejabat gereja.

1) Orang yang melayani secara pribadi atau secara rohani, seperti yang dilakukan Markus kepada Paulus (Kis. 13:5) atau yang dilakukan para imam pada mezbah di Bait Allah (Yeh. 45:4). Sejauh suatu negara itu berfungsi sebagai abdi Allah, para pejabatnya dapat disebut pelayan Allah (Rm. 13:4). Paulus sendiri adalah seorang pelayan pada waktu dia mengumpulkan *kolekte (sumbangan) untuk orang Kristen miskin di Yerusalem (Rm. 15:25). Teladan bagi para pelayan PB adalah Yesus sendiri (Mrk. 10:45)2) Terjemahan 'pelayan' tidak mengutarakan keganasan yang terdapat dalam kata-kata Ibrani dan Yunani: hamba. Terjemahan-terjemahan modern lebih menyukai mengungkapkan kenyataannya saja. Sebagai hamba, seseorang tidak mempunyai hak resmi, kalaupun ia diizinkan menjadi anggota dari bangsa --> perjanjian (Kej. 17:12) dan taat pada hukum-hukum dasarnya (Ul. 12:18).Dalam PB Yesus berbicara tentang umat sebagai pelayan-pelayan Allah, artinya orang-orang yang sepenuhnya diserahkan pada pelayanan Tuhan. Yesus sendiri dapat menerima peran ini, yang adalah peran kerendahan mutlak (Mrk. 10:45). Matius (12:18-21) mengutip Nyanyian Hamba Tuhan yang pertama (Yes. 42) untuk menggambarkan Yesus, dan perkataan Paulus dalam Flp. 2:7 agaknya juga menggunakan perkataan Yesaya. Maka, orang Kristen juga adalah pelayan satu sama lain (Yoh. 13:14), karena mereka adalah pelayan Kristus (1Kor. 7:22).

PELAYANAN MENURUT KAMUS BROWNING

Dalam PL ada pelayanan para --> imam dan orang --> Lewi di Bait Allah, dan di zaman PB --> sinagoga mempunyai pelayanan-pelayanan resmi (Luk. 4:20; Kis. 18:8). Paulus menyebutkan sejumlah pelayanan dalam Gereja dan semuanya dijiwai oleh --> Roh. Ada pelayanan --> rasul, --> nabi, --> guru, *penginjil, dan pendeta jemaat (1Kor. 12:28; Ef. 4:11), tetapi di sini Paulus tidak menetapkan tugas-tugas --> penilik (uskup), --> penatua dan --> diaken -- lih. Kis. 20:17-28; 1Tim. 3:1, 8; Tit. 1:6-7. Tri Tugas pelayanan Gereja yang kemudian terdiri atas uskup, *presbyter dan diaken berakar di sini. Para pemimpin pertama dari Gereja, yaitu para rasul, tidak melanjutkan kedudukan pelayanannya, tetapi suatu 'pelayanan apostolik' dari kesaksian Kristus yang bangkit diteruskan oleh pemimpin-pemimpin lokal. Mula-mula mereka ( --> Timotius) bekerja di bawah pengawasan para rasul (Flp. 2:19-24), dan di Yerusalem ada kelompok penatua di bawah pimpinan --> Yakobus. Tata susunannya ini barangkali diambil alih dari organisasi sinagoga.Timotius dan --> Titus dalam --> Surat-surat Pastoral dilihat sebagai wakil Paulus dalam pelayanan dan dikukuhkan olehnya dengan penumpangan tangan (2Tim. 1:6). Pada gilirannya, Timotius dan Titus mengangkat para penatua (presbyteroi) di tiap kota (Tit. 1:5), atau para uskup (episkopoi, Tit. 1:7; 1Tim. 3:1-7), dan mereka harus menentukan lagi para penerusnya (2Tim. 2:2). Harus ada kelanjutan pengajaran rasul (apostolik) yang tidak terputus. Tugas-tugas para diaken dirinci dalam 1Tim. 3:8-13.Tidak jelas apakah 'uskup' dari 1Tim. 3:1 adalah salah seorang penatua dari 1Tim. 4:14 yang memerintah (1Tim. 5:17), atau uskup itu adalah seorang tersendiri yang mengetuai. Mungkin para penatua menjalankan suatu kepemimpinan bersama dalam *persekutuan rumah, pada waktu rasul atau wakilnya tidak ada di tempat. Tetapi, akhirnya kewibawaan setempat tunduk kepada kepemimpinan seorang yang mempunyai kemampuan khusus untuk mengajar. Orang ini menjadi ketua (episkopos) dan kepadanya berpindah tugas-tugas awal dari *keduabelas rasul dan Paulus (tetapi tentu tidak wibawa sebagai saksi Kristus yang bangkit).Di Asia Kecil ada suatu pelayanan oleh para presbyter (1Ptr. 5:1, 5) dan mereka itu menjadi pertahanan bersama melawan penghancuran Gereja oleh penganiayaan. Mereka adalah gembala pembantu di bawah gembala kepala, Kristus sendiri. Petrus yang rasul itu adalah 'sesama penatua' yang mempunyai wewenang menasihati para penatua Asia (bnd. 2 dan 3 Yohanes).Dengan demikian, maka pada abad pertama itu ada pelayanan lokal khusus dan pelayanan apostolik umum.

KEPUSTAKAAN.

J. B Lightfoot, 'Dissertation on the Christian Ministry' dalam Philippians, 1868; A von Harnack, The Constitution and Law of the Church in the First Two Centuries, ET, 1910; H. B Swete, Early History of the Church and Ministry, 1918; B. H Streeter, The Primitive Church, 1929; K. E Kirk (ed), The Apostolic Ministry, 1946; D. T Jenkins, The Gift of Ministry, 1947; T. W Manson, The Church's Ministry, 1948; K. M Carey (ed), The Historic Episcopate, 1954; J. K. S Reid, The Biblical Doctrine of the Ministry, 1955; T. F Torrance, Royal Priesthood, 1955, E Schweizer, Church Order in the NT, ET, 1961; L Morris, Ministers of God, 1964; M Green, Called to Serve, 1964; J. R. W Stott, One People, 1969. GSMw/MHS

 

Kamis, 11 Maret 2021

Risalah Yoel Giban

MENGAPA ALLAH TIDAK MENEGUR “HAWA” KETIKA MENGAMBIL BUAH TERLARANG


Menarik untuk dibahas tentang pertanyaan ini, {mengapa Allah tidak menegur Hawa ketika mengambil buah terlarang}dalam konteks ini Allah dengan kebesaran-Nya memilih untuk tidak terlibat langsung dalam pilihan dan keputusan Manusia. Kebungkaman Allah dalam hal ini menimbulkan kontradiksi antar para penafsir terutama para teolog historis kritis, sebab hal itu bertentang dengan sifat dasar Allah yaitu mengetahui segala sesuatu bahkan sebelum melakukannya Allah mengetahuinya. Penegasan ini terlihat dalam teks Yeremia 1:5 "Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa." serta Yeremia 29:11 bahwa “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan
”.

Kedua ayat diatas memberitahu kita bahwa Allah adalah pribadi yang tidak hanya menciptakan Manusia sesuai dengan gambar dan rupa-Nya (Kejadian 1:26) tetapi juga DIA adalah aktor utama dari plening masa depan manusia, pemikiran tersebut didukung oleh Kejadian 3:15 bahwa “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya". Ayat ini benar-benar merupakan plening Allah untuk penebusan Manusia yang hanya bisa dilakukan oleh pihak Allah tanpa campur tangan manusia.

Hal inilah yang merupakan rahasia Allah dalam merencanakan masa depan bagi Manusia bahwa melalui kejatuhan dalam dosa ALLAH sedang membuat suatu rencana lain yaitu  keselamatan Manusia dan masa depan Manusia itu sendiri. Disisi yang lain Allah adalah pemerakarsa dari segala sesuatu yang melaluinya manusia mendapatkan hak istimewa untuk menerima kelayakan sebagai Anak-Anak Allah. Yohanes 1:12 memberitahu kita bahwa “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya” Ayat ini tidak ada kaitan antara Kejadian 3:15 namun sesungguhnya Allah sudah mempersiapkan diri-Nya sebagai actor utama dalam hide plan untuk adanya suatu pengakuan dan keberkantungan Manusia kepada Allah secara mutlak tanpa mempertanyakan bagaimana dan mengapa, tetapi suatu keharusan manusia adalah percaya kepada-Nya sebagai bukti pengakuan Manusia akan kesalahan yang dibuatnya yaitu DOSA.

Walaupun dalam pandangan Yohanes Calvin ataupun Arminianisme yang keduanya mempunya dukungan ayat Alkitab untuk menjelaskan tentang keselamatan Manusia dari dosa, namun dalam rencana Allah sesungguhnya terdapat  misteri yang tidak dapat dipahami dan dipecahkan oleh pemikiran Manusia yang terbatas oleh ruang dan waktu. Manusia tidak dapat memahami pemikiran Allah yang tidak terbatas, sebab Allah bersifat transenden baik itu tentang keberadaan-Nya dalam pemikiran Manusia, kecuali manusai hanya dapat memahami-Nya dalam konsep Imanenen. Manusia hanya dapat memahami yang bisa dapat dipahami, diluar dari itu adalah dugaan dan analisis dalam keterbatas dan ketidakmampuannya  oleh sebab itulah Yesaya 55:8-9 Allah mempertegas kepada Manusia bahwa “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu”. Ayat ini sangat tegas memberitahu setiap insan Manusia bahwa analisis mengenai Allah dan keberadaan-Nya yang berada diluar ruang dan waktu adalah suatu kesia-siaan yang mendatangkan paradoksi tentang keberadaan dan kehadiran Allah dalam hidup Manusia.

Allah hanya dapat dipahami dalam kaitan IMAN di dalam Yesus Kristus sebagai pusat penggenapan dari segala nubuatan dalam Perjanjian Lama (PL). Terkait dengan itu Hadiwijono berpendapat bahwa “Allah adalah Mahatinggi, maka IA tidak dapat dilihat oleh Manusia. Bahwa Tuhan Allah tidak dapat dilihat ini juga bukan karena tabiat ilahi-Nya yang gaib, yang tidak berwujud, yang bersifat rohani dan akali, juga bukan karena kesimpulan akal Israel, melainkan karena Tuhan Allah tidak menghendaki dilihat oleh Manusia”[1]. Dari pemikiran diatas dapat dipahami bahwa pribadi yang berada jauh dari hadapan manusia, yang tidak terlihat dan terjangkau oleh manusia dengan keterbatasannya tidak mungkin memahami pemikiran-Nya dan rencana-Nya bagi manusia. Pemikiran-Nya melampaui pemikiran manusia sehingga membicarakan tentang Allah adalah suatu halusinasi manusia yang didorong oleh adanya keingin tahuan manusia tentang Allah dan keberadaan-Nya.

Jika demikian apakah Allah secara mutlak tidak dapat di pahami ? jawabannya adalah ya, secara transendensi memang Allah tidak dapat dipahami oleh Manusia yang terbatas dengan pemikiran yang terbataspula, namun Manusia dapat memahami keberadaan dan kehadiran-Nya hanya dalam konteks Iman. Hanya dengan Iman Manusia dapat mengenal dan memahami kehadiran Tuhan Allah  serta menikmati segala kebaikan dan rencana-Nya yang sempurna itu dalam kehidupan Manusia secara nyata. Allah dalam rencana-Nya mempersiapkan setiap insan manusia untuk mengakui kedaulatan dan kekuasaan-Nya dalam kelangsungan hidup Manusia. Segala yang terjadi dalam hidup manusia adalah dalam rencana dan dalam kedaulatan Allah bagi Manusia itu sendiri. Manusia hanya dapat menikmati yang Allah rencanakan dan sediakan bagi setiap Manusia tanpa terkecuali, semua dalam rencana Allah sehingga tidak ada alasan yang mendasar untuk mengatakan Allah salah dalam memilih dan menentukan seseorang untuk berada dalam dunia ini.

 Sungguh sempurnah untuk memahami pribadi yang diluar pemikiran yang terbatas ini, suatu anugerah terbesar yang Allah sediakan bagi setiap insan untuk mengenal dan memahami betapa hebatnya DIA dalam menciptakan manusia dan memeliharanya serta menghargai segala keputusannya walaupun keputusan itu menjaukan dari hadapan-Nya. Namun Allah dengan Kebesaran-Nya mengasihi Manusia yang berdosa dan mendukakan hati-Nya, dengan kasih yang luabiasa. Dengan demikian apakah kita masih mempertayakan rencana-Nya, ayo sadar dan layanilah DIA sebagai Tuhan atas segala sesuatu yang saudara nikmati, Amin.



[1] Harun Hadiwijono. Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, Tahun,1982/hlm 89

Minggu, 07 Maret 2021

BERBAHAGIA

                                             BERBAHAGIA

LUKAS 11:27-28 dalam Terjemahan (FAYH) 27  Sedang Ia berbicara, seorang wanita di antara orang banyak itu berseru,  "Allah memberkati ibu-Mu, yang mengandung dan menyusui-Mu!" 28  Ia menyahut, "Ya, tetapi lebih diberkati lagi orang yang mendengar Firman Allah dan mengamalkannya." Sedangkan dalam terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) dikatakan bahwa “27  Setelah Yesus berkata begitu, seorang wanita dari antara orang banyak itu berkata kepada Yesus, "Sungguh berbahagia wanita yang melahirkan dan menyusui Engkau!" 28  Tetapi Yesus menjawab, "Lebih berbahagia lagi orang yang mendengar perkataan Allah dan menjalankannya!" 

PENDAHULUAN 

Dalam pandangan orang dunia kebahagian itu diukur dengan materi seperti makan minum dan aksesoris semata. Materi merupakan ukuran untuk keberhasilan seseorang, berhasil atau tidaknya seseorang akan terlihat pada materi, misalnya punya mobil, punya rumah, punya segala macam harta kekayaan. Oleh karena itulah seorang wanita yang tidak disebutkan identitasnya, darimana keluarganya, dan siapa perempuan ini dalam teks ini menjelaskan bahwa “seorang wanita di antara orang banyak itu berseru,  "Allah memberkati ibu-Mu, yang mengandung dan menyusui-Mu” pengakuan itu lahir dari seorang ibu yang mengharapkan anaknya seperti Yesus, dipuja dimana-mana, setiap kata-katanya adalah suatu jawaban atas persoalan hidup. Dianggap sebagai seorang raja atau sebagai penyelamat bagi yang lemah dan bagi yang putus asa, oleh karena itulah seorang wanita tadi menjelaskan bahwa berbahagialah ibu yang menyesui engkau. Bapak ibu saudara yang diberkati Tuhan dalam teks itu memang Yesus tidak menegur ibu itu tetapi Yesus member jawaban kepada ibu itu dan berkata

1. Yang berbahagia adalah yang mendengar Firman Allah

Orang yang berbahagian menurut Yesus adalah orang yang mendengarkan Firman Allah. Firman tidak cukup hanya mendengar tetapi Firman itu harus menjadi remah/darah daging sehingga Firman itu menuntun hidup dan menjadikan firman itu sebagai undang-undang yang mengatur jalannya kehidupan ini. Bapak ibu saudara yang diberkati Tuhan Firman itu hidup dan Firman itu harus menuntun hidup kita maka apapun yang kita minta dalam doa dan penuh keyakinan akan DIA maka semuanya itu akan Tuhan tambahkan kepada yang berharap kepada-Nya. Dalam Injil Matius 6.33 dikatakan bahwa “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu”. Bapak ibu saudara kata Tuhan memerintahkan cari dahulu kerajaan Allah, bukan kerajaan sorga. Kerajaan Allah berbicara tentang pemerintahan-Nya dan kerajaan sorga bicara tentang dimana Allah itu ada. Kita diperintahkan untuk mencari pemerintahannya, di dalam pemerintahannya semua yang kita butuhkan itu ada disana, yaitu makan, minum, dan lainnya. Jadi bapak ibu yang diberhati marilah kita belajar mendengar Firman-Nya sehingga Firman itu memerdekakan kita dari segala perbuatan dan kenajisan kita. 

  1. Yang berbahagia adalah yang menjalankan Firman itu

Firman yang kita dengar tidak cukup dengan hanya mendengar saja melainkan Firman itu sangat pelu untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari kita. Sebab itu itu hidup, sehingga harus berbuah dan menghasilkan buah bagi Tuhan. Bapak itu saudara yang diberkati Tuhan Firman berdampak bersar dalam kehidupan kita, jika dalam mulut, telinga, dan mata kita ada Firman itu maka apapun yang kita kerjakan dan kita lakukan akan diberkati Tuhan. Tuhan Yesus juga pernah mengatakan bahwa segala kuasa telah diberikan kepada-Ku karena itu pergola jadikanlah semua bangsa muridku, dan baptislah mereka dalam nama Bapa Anak dan Roh Kudus sebagai tanda bahwa Firman yang kita dengar itu hidup dan harus memberikan kehidupan baru bagi kita semua. Dengan demikian orang yang telah mendengar Firman itu akan terlihat bahwa hidup mereka berbedah dengan kehidupan orang-orang duniawi, sebab di dalam kehdiupan anak-anak Tuhan selalu disertai dengan berkat pertolongan Tuhan. Oleh karena itu:

  1. Mereka akan disebut Anak-Anak Allah

  2. Mereka akan melihat Allah 

  3. Mereka akan berbahagia

Kesimpulan

Jadi, bapak ibu saudara yang diberkati Tuhan marilah kita belajar dari pelajaran ini sehingga kita dapat memahami bahwa kebahagian itu tidak ditentukan oleh segala harta yang kita punya hari ini melainkan Firman yang kita dengar dan kita simpan dalam hati kita dapat menjadi remah sehingga hidup dalam kelimpahan.

Wamena, 8 Maret 2021

Pdm.Yoel Giban,S.Th.M.Pd.K


Statistik Pengunjung