Kamis, 19 September 2019

KEINGINAN YANG BERLEBIHAN

TEGURAN ATAS KEINGINAN YANG BERLEBIHAN

Matius 20:20-28 (TB) 20 Maka datanglah ibu anak-anak Zebedeus serta anak-anaknya itu kepada Yesus, lalu sujud di hadapan-Nya untuk meminta sesuatu kepada-Nya. 21 Kata Yesus: "Apa yang kaukehendaki?" Jawabnya: "Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu." 22 Tetapi Yesus menjawab, kata-Nya: "Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan, yang harus Kuminum?" Kata mereka kepada-Nya: "Kami dapat."  23 Yesus berkata kepada mereka: "Cawan-Ku memang akan kamu minum, tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa Bapa-Ku telah menyediakannya." 24 Mendengar itu marahlah kesepuluh murid yang lain kepada kedua saudara itu. 25 Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. 26 Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, 27 dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; 28 sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."

PENGANTAR.
Dalam pasan 20.20-28 diceritakan tentang dua hal yang merupakan keinginan yang berlebihan yaitu:  pertama, permintaan kedua murid kepada Kristus dan diluruskannya alasan keliru yang mendasari permintaan mereka itu (ay. 20-23). Anak-anak Zebedeus itu adalah Yakobus dan Yohanes, dua dari ketiga murid Kristus yang pertama. Petrus dan kedua orang ini adalah murid-murid kesayangan-Nya. Yohanes adalah murid yang dikasihi Yesus, tetapi tidak ada yang lebih sering ditegur dibandingkan dengan mereka. Barangsiapa paling dikasihi oleh-Nya, akan paling sering ditegur juga (Why. 3:19).

I. Dalam ayat-ayat diatas diceritakan tentang keinginan berlebihan yang mereka sampaikan kepada Kristus, yaitu supaya mereka boleh duduk, masing-masing di sebelah kanan dan kiri Kristus dalam Kerajaan-Nya (ay. 20-21).

Iman mereka memang sangat besar karena mereka begitu yakin akan masuk ke dalam Kerajaan-Nya meskipun saat itu Ia tampil begitu miskin. Namun, di samping itu terlihat kebodohan mereka yang juga besar, karena masih mengharapkan kerajaan yang tidak kekal dengan kemegahan dan kekuasaan duniawi, padahal Kristus telah begitu sering menyinggung masalah penderitaan dan penyangkalan diri kepada mereka. Dalam hal ini mereka berharap menjadi pembesar-pembesar.

Mereka bukan meminta agar dipekerjakan dalam kerajaan ini, melainkan hanya menginginkan kehormatan belaka. Tidak ada kedudukan yang mereka inginkan dalam kerajaan khayalan ini kecuali tempat tertinggi di samping Kristus dan di atas yang lainnya. Boleh jadi perkataan terakhir yang diucapkan Kristus dalam percakapan sebelumnya menjadi penyebab munculnya permintaan ini, bahwa pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan. Mereka menyimpulkan bahwa pada saat kebangkitan-Nya Ia akan masuk ke dalam Kerajaan-Nya, dan oleh sebab itu mereka memutuskan untuk segera meminta tempat yang terbaik. Mereka takut jangan sampai kehilangan kedudukan kalau tidak memintanya dari awal. Mereka telah mengabaikan kata-kata penghiburan Kristus dan menjadi sombong dengan keinginan mereka itu. Ada sebagian orang tidak tahan mendengar kata-kata penghiburan, dan mengubahnya untuk tujuan yang keliru, seperti gula-gula menghasilkan empedu dalam perut yang tidak sehat.

Mereka mengatur cara tertentu untuk menyatakan maksud mereka itu. Mereka membuat ibu mereka menyampaikan keinginan itu, supaya terlihat seakan-akan itu adalah permintaan sang ibu, dan bukan mereka. Orang-orang sombong selalu menganggap diri hebat, jadi mereka akan pura-pura merendahkan diri (Kol. 2:18), dan membuat orang lain memohonkan kehormatan itu bagi mereka karena mereka malu melakukannya sendiri. Ibu Yakobus dan Yohanes bernama Salome, seperti yang bisa disimpulkan dengan membandingkan pasal 27:61 dengan Markus 15:40. Ada yang beranggapan bahwa perempuan ini adalah anak Kleopas atau Alfeus, dan saudara perempuan atau sepupu Maria, ibu Yesus. Dia adalah salah seorang perempuan yang melayani-Nya, dan kedua murid itu berpikir bahwa karena ibu mereka sudah sangat peduli dengan Dia, maka pasti Dia tidak akan menolak apa pun yang dimintanya. Oleh karena itulah mereka meminta sang ibu untuk mendukung mereka. Sama halnya, ketika Adonia hendak menyampaikan permintaan kepada Salomo, ia menyuruh Batsyeba mewakilinya. Karena kelemahannyalah, sang ibu mau saja diperalat demi keinginan mereka yang berlebihan itu, padahal seharusnya ia menegur mereka. Orang yang bijaksana dan baik tidak akan menginginkan hal-hal yang tidak pantas. Permohonan yang mulia adalah kalau kita menginginkan untuk didoakan oleh mereka yang sungguh menaruh hatinya pada hal-hal yang ada pada takhta anugerah. Kita harus memohon agar sahabat-sahabat kita mendoakan kita, dan menganggap pertolongan mereka itu sebagai suatu kebaikan yang tulus.

Merupakan kebijakan mereka juga untuk terlebih dulu menyampaikan permintaan secara umum, bahwa Ia akan melakukan hal tertentu bagi mereka, bukan dengan iman, melainkan dengan pengertian berdasarkan janji-Nya yang berkata, "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu." Tetapi, perkataan ini menyampaikan secara tidak langsung syarat bagi permintaan kita, yaitu harus sesuai dengan kehendak Allah. Bila tidak, maka kita berdoa tetapi tidak menerima apa-apa, yakni jika kita meminta untuk memuaskan hawa nafsu kita (Yak. 4:3).

Di balik permintaan kedua murid itu tersembunyi kesombongan, suatu kecongkakan demi kepentingan diri sendiri, sikap memandang rendah saudara mereka, dan keinginan sombong akan kehormatan dan kedudukan yang lebih tinggi. Kesombongan adalah dosa yang paling mudah menimpa kita dan sulit disingkirkan. Keinginan yang kudus adalah keinginan untuk berusaha melebihi orang lain dalam hal anugerah dan kesucian, tetapi ingin melebihi orang lain dalam hal kemegahan dan kebesaran adalah keinginan yang penuh dosa. Masakan engkau mencari hal-hal yang besar bagimu sendiri, sementara engkau baru saja mendengar bagaimana Gurumu dihina, disiksa, dan disalibkan? Sungguh memalukan! Janganlah mencarinya (Yer. 45:5).

II. Jawaban Kristus atas permintaan ini (ay. 22-23), yang ditujukan bukan kepada sang ibu, tetapi kepada kedua putranya yang mendorongnya untuk mengajukan permintaan itu. Walaupun orang lain mewakili kita dalam doa, jawabannya akan diberikan kepada kita sesuai dengan yang berlaku bagi kita. Jawaban Kristus sangat halus. Kedua murid itu dikuasai keinginan kuat yang keliru, tetapi Kristus memimpin mereka ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut.

Cara Ia menegur kebodohan dan kekeliruan permintaan mereka. Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta.
(1) Mereka sama sekali buta perihal Kerajaan yang mereka incar itu. Mereka memimpikan Kerajaan yang sifatnya sementara, padahal Kerajaan Kristus bukan berasal dari dunia ini. Mereka tidak tahu apa artinya duduk di sebelah kanan atau kiri-Nya. Mereka membicarakan hal itu seperti seorang buta warna berbicara mengenai warna-warna. Pengertian kita perihal kemuliaan yang akan dinyatakan kelak bagaikan pengertian seorang anak perihal kedudukan tinggi orang dewasa.

Jika akhirnya kita mencapai kesempurnaan melalui anugerah, kita pun akan menyingkirkan khayalan kekanak-kanakan seperti itu; saat kita berhadapan muka dengan muka, kita akan tahu apa yang kita nikmati. Namun, aduh, sekarang ini kita tidak tahu apa yang kita minta. Kita hanya dapat meminta hal-hal yang baik sesuai dengan janji di dalam Titus 1:2. Apa yang bakal terjadi kelak, kita tidak bisa melihat atau mendengar.

(2) Murid-murid itu belum tahu perihal jalan menuju Kerajaan itu. Mereka tidak tahu apa yang mereka minta. Mereka hanya meminta hasilnya tetapi mengabaikan sarana yang harus dilalui terlebih dahulu, sehingga dengan demikian mencerai-beraikan apa yang telah dipersatukan Allah. Murid-murid itu berpikir, jika mereka telah meninggalkan seluruh harta milik mereka yang sedikit itu bagi Kristus dan berkeliling negeri itu beberapa waktu untuk memberitakan Injil Kerajaan itu, maka setelah semua pelayanan dan penderitaan mereka berakhir, tibalah sekarang saatnya untuk bertanya, "Apakah yang akan kami peroleh?" Seakan-akan sekarang tidak ada hal-hal yang perlu diperhatikan selain mahkota dan kalungan bunga, padahal masih menanti berbagai kesukaran yang jauh lebih besar daripada yang pernah mereka alami. Mereka membayangkan bahwa peperangan mereka telah selesai, padahal baru hendak dimulai dan mereka baru sekadar menghadapi hal-hal yang ringan. Mereka bermimpi sedang berada di Tanah Kanaan, tidak berpikir bagaimana nantinya kalau tengah melewati arus deras sungai Yordan ketika menuju Kanaan.

[1] Kita semua mudah berpikir seperti itu jika kita hanya menyandangkan pedang dan memegahkan diri seakan-akan sudah menanggalkannya.

[2] Kita tidak tahu apa yang kita minta, jika kita hanya meminta kemuliaan untuk mengenakan mahkota dan bukannya meminta anugerah untuk menanggung salib dalam perjalanan untuk meraih mahkota itu.

Cara Ia menekan kesia-siaan dan keinginan berlebihan tersebut dalam permintaan mereka. Mereka terbenam dalam angan-angan untuk duduk dengan megahnya di sebelah kanan dan kiri-Nya. Sekarang, untuk menegur mereka dengan keinginan ini, Ia mengajak mereka untuk membayangkan penderitaan mereka dan menjauhkan hati mereka dari kemuliaan itu.

(1) Ia membawa pikiran mereka kepada penderitaan yang tidak begitu mereka perhatikan sebagaimana seharusnya. Mereka begitu mendambakan mahkota atau pahala yang siap mereka terkam, dan tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi jalan penuh kesukaran yang menuju ke sana. Oleh sebab itu Ia merasa perlu untuk mengingatkan mereka pada kesukaran yang menghadang mereka, supaya mereka nanti tidak terkejut atau ketakutan saat menghadapinya.

[1] Betapa halusnya Ia menyampaikan perihal kesukaran ini kepada mereka (ay. 22). "Kalian memang menjadi calon-calon yang akan menduduki tempat kehormatan pertama dalam Kerajaan itu, tetapi dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum? Kalian bicara soal hal-hal besar yang akan kalian terima setelah menyelesaikan tugas, tetapi mampukah kalian bertahan sampai akhir?" Pikirkan hal ini baik-baik. Kedua murid ini pernah tidak mengerti bagaimana perilaku mereka saat dikuasai amarah (Luk. 9:55), dan sekarang mereka juga tidak menyadari kekurangan mereka saat dikuasai keinginan berlebihan dalam hati mereka. Kristus melihat kesombongan dalam hati kita yang tidak kita sadari.

Pertama, menderita bagi Kristus berarti meminum cawan dan dibaptis dalam penderitaan. Dalam penggambaran penderitaan ini:

Memang benar bahwa akan terjadi banyak kesusahan. Cawan itu pastilah pahit rasanya, dan dari dalamnya haruslah diminum kepahitan dan empedu bagaikan air yang berlimpah-pimpah bagi umat Allah (Mzm. 73:10). Benar-benar cawan yang menggetarkan, tetapi bukan berisi arang berapi dan belerang, yaitu cawan yang dikhususkan bagi orang-orang fasik (Mzm. 11:6). Yang dimaksudkan adalah baptisan, atau pembasuhan dengan air penderitaan. Beberapa orang dicelupkan ke dalamnya. Air itu melingkupi mereka bahkan sampai ke dalam jiwa (Yun. 2:5). Ada pula yang dipercik dengan air itu, namun sama-sama disebut baptisan. Beberapa ditenggelamkan di dalamnya seperti oleh air bah, dan ada pula yang menjadi basah kuyup seakan-akan baru kehujanan.
Bahkan dalam hal ini pun penghiburan semakin berlimpah-limpah. Ini hanyalah sebuah cawan, bukan samudra. Ini sekadar seteguk air yang mungkin saja pahit, tetapi akhirnya kita akan melihat dasar cawan itu. Ini adalah cawan yang berada di tangan Sang Bapa (Yoh. 18:11), yang penuh dengan campuran bumbu (Mzm. 75:9). Ini hanyalah baptisan. Jika seseorang dicelupkan ke dalamnya, bukan ditenggelamkan, ia hanya akan merasa bingung, tetapi tidak putus asa. Baptisan adalah ketetapan yang menghubungkan kita dengan Tuhan dalam perjanjian dan persekutuan yang akrab, dan dengan begitu kita bersedia pula untuk menderita bagi Kristus (Yeh. 20:37; Yes. 48:10). Baptisan adalah "tanda lahiriah anugerah yang bisa dilihat, yang sifatnya batiniah dan rohaniah." Begitu pula halnya menderita bagi Kristus, karena kepada kitalah hal itu dikaruniakan (Flp. 1:29).

Kedua, menderita bagi Kristus berarti minum dari cawan yang sama dari mana Kristus juga minum, dan dibaptis dengan baptisan sama seperti yang diterima-Nya. Sebelum itu Kristus berada bersama kita dalam penderitaan, dan baik dalam hal itu maupun hal-hal lainnya, Ia memberikan teladan kepada kita.

Ini memperlihatkan sikap merendahkan diri Kristus yang sedang menderita, bahwa Ia mau minum dari cawan seperti itu (Yoh. 18:11), bahkan dari sungai seperti itu (Mzm. 110:7) Ia minum dalam jumlah banyak namun dengan senang hati. Bahwa Ia bersedia dibaptis dengan baptisan seperti itu, bahkan menantinya dengan sepenuh hati (Luk.12:50). Sungguh luar biasa betapa Ia bersedia dibaptis dengan air bagaikan seorang pendosa biasa, terlebih lagi dengan darah bagaikan seorang penjahat besar. Namun, dalam semua hal ini Ia telah dijadikan serupa dengan daging yang dikuasai dosa, dan dibuat menjadi dosa karena kita.

Hal ini memperlihatkan penghiburan bagi orang-orang Kristen yang menderita, bahwa dengan bersekutu dengan Kristus, mereka hanyalah mengambil bagian saja dalam penderitaan Kristus melalui cawan yang pahit itu. Mereka hanya menggenapkan apa yang kurang yang diperuntukkan bagi mereka. Oleh sebab itu kita harus mempersenjatai diri dengan pikiran yang sama, dan pergi kepada-Nya di luar perkemahan.

Ketiga, sungguh baik bagi kita untuk sering menerapkannya pada diri sendiri, apakah kita mampu minum dari cawan ini dan dibaptis dengan baptisan ini. Kita harus sadar bahwa penderitaan sewaktu-waktu akan datang pada kita, dan janganlah kita menganggapnya sebagai penderitaan berat ketika kita mengalaminya. Mampukah kita menderita dengan sukacita, dan tetap berpegang teguh pada iman kepercayaan kita di tengah masa-masa tersulit sekalipun? Apa yang bersedia kita tinggalkan bagi Kristus? Sejauh apa kita mau memercayai-Nya? Mampukah kita minum dari cawan yang pahit dan dibaptis dengan baptisan darah, ataukah kita lebih memilih untuk melepaskan Kristus? Yang benar adalah, agama, jika memang berharga, maka ia akan berharga untuk apa saja. Sebaliknya, agama nyaris takkan ada harganya jika kita tidak mau bersedia untuk menderita atau berkorban baginya. Sekarang marilah kita duduk dengan tenang dan mempertimbangkan harga yang harus dibayar dengan nyawa demi Kristus, daripada nantinya kita menyangkali Dia, lalu bertanya, Bisakah kita menerima Dia dengan segala pengorbanan ini?

[2] Lihatlah betapa beraninya mereka berbicara tentang diri sendiri. Mereka berkata, "Kami dapat," dengan harapan bisa duduk di sebelah kanan dan kiri-Nya. Namun, pada saat yang sama mereka sangat berharap agar tidak pernah perlu diuji. Sama seperti sebelumnya, mereka tidak mengerti apa yang mereka minta, sekarang juga mereka tidak mengerti apa yang mereka jawab. Kami dapat, yang seharusnya mereka sampaikan dengan kata-kata, "Tuhan, dengan kekuatan-Mu dan anugerah-Mu, kami dapat, sebab di luar itu kami takkan mampu." Namun, seperti halnya Petrus ketika dicobai, Yakobus dan Yohanes pun demikian adanya, mereka terlampau percaya pada kemampuan diri sendiri dan melulu mengandalkan kekuatan sendiri. Demikianlah, kita semua juga cenderung melakukan dosa yang sama. Mereka tidak mengerti apa itu cawan Kristus, juga apa itu baptisan-Nya. Oleh karena itulah mereka begitu berani berjanji untuk melakukannya. Namun, orang-orang yang paling tidak terbiasa dengan salib biasanya justru yang merasa paling yakin.

[3] Lihatlah dengan betapa terang-terangan dan pastinya penderitaan yang bakal mereka alami itu dinubuatkan (ay. 23). Cawan-Ku memang akan kamu minum. Penderitaan yang disampaikan lebih dahulu akan lebih mudah ditanggung, terutama bila dipandang dari jalan pikiran yang benar, seperti minum dari cawan-Nya dan dibaptis dengan baptisan-Nya. Kristus mengawalinya dengan menderita bagi kita, dan mengharapkan kita untuk bersedia menderita bagi-Nya. Kristus mau supaya kita tahu hal yang terburuk, supaya kita dapat mengambil jalan terbaik menuju sorga. Akan kamu minum, artinya, kamu akan menderita. Dari antara semua rasul, Yakobuslah yang pertama-tama minum dari cawan darah itu (Kis. 12:2). Yohanes, meskipun pada akhirnya mengembuskan napas terakhir di tempat tidur, jika kita memercayai para sejarawan gereja, sering kali minum dari cawan yang pahit ini, misalnya ketika dibuang ke Pulau Patmos (Why. 1:9), dan ketika (kata para sejarawan gereja) di Efesus saat ia dimasukkan ke dalam belanga berisi minyak mendidih, namun secara ajaib tidak mengalami apa-apa. Sama seperti para rasul yang lain, ia sering berhadapan dengan maut. Ia mengambil cawan itu, menyediakan diri untuk dibaptis, dan diterima.

(2) Kristus membiarkan mereka buta mengenai seberapa tingginya tingkat kemuliaan yang akan mereka terima. Agar mereka dapat menjalani penderitaan dengan sukacita, cukuplah bila mereka diyakinkan akan mendapat tempat dalam Kerajaan-Nya. Kedudukan terendah di sorga sudah cukup sebagai imbalan yang berlimpah sebagai ganti penderitaan yang paling berat di dunia. Namun, mengenai kedudukan lebih tinggi di sana, tidaklah pantas untuk memberitahukan kepada siapa tempat itu akan diberikan, sebab keadaan mereka yang lemah ketika itu membuat mereka tidak akan mampu menerima kenyataan mengenai perbedaan dalam tingkatan-tingkatan kemuliaan yang diberikan untuk setiap orang. "Hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya, dan oleh karena itu engkau tidak berhak meminta atau mengetahuinya, tetapi itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa Bapa-Ku telah menyediakannya."

[1] Besar kemungkinan terdapat tingkatan-tingkatan kemuliaan di sorga, sebab Juruselamat kita mengakui bahwa memang ada beberapa orang yang akan duduk di sebelah kanan dan kiri-Nya, yakni di tempat-tempat yang tertinggi.

[2] Mengenai kemuliaan di masa mendatang itu sendiri, termasuk tingkatan-tingkatannya, semuanya sudah direncanakan dan disediakan sesuai dengan kebijaksanaan Allah yang abadi. Seperti halnya keselamatan umum, demikian pula berbagai kehormatan yang lebih khusus juga telah ditentukan, dan semuanya ini telah ditetapkan sejak dulu, dan ada takaran tertentu mengenai keadaan kita, baik dalam hal anugerah maupun kemuliaan (Ef. 4:13).

[3] Dalam membagi-bagikan buah penebusan-Nya, Kristus bertindak sesuai dengan takaran-takaran yang ditetapkan Bapa-Nya. Aku tidak berhak memberikannya, kecuali (ayat ini boleh dibaca demikian) kepada orang-orang bagi siapa Bapa-Ku telah menyediakannya. Kristus memiliki kuasa tunggal untuk memberikan kehidupan kekal, tetapi hal ini diberikan kepada semua yang telah diberikan kepada-Nya (Yoh. 17:2). Aku tidak berhak memberikannya, artinya, untuk menjanjikannya sekarang. Masalah itu sudah ditetapkan dan diselenggarakan atas persetujuan bersama, dan Bapa dan Anak sangat saling memahami dalam hal ini. "Aku tidak berhak memberikannya kepada orang-orang yang bernafsu mengejar dan menginginkan hal-hal itu, melainkan hanya kepada orang-orang yang benar-benar menyiapkan diri mereka melalui kerendahan hati dan penyangkalan diri."

III. Di sini terdapat teguran dan pengarahan yang diberikan Kristus kepada kesepuluh murid lain yang merasa tidak senang dengan permintaan Yakobus dan Yohanes. Banyak yang masih harus ditanggung-Nya karena mereka, karena mereka masih begitu lemah dalam pengetahuan dan anugerah. Walaupun demikian, Ia sabar dengan perilaku mereka.

Kekesalan yang dirasakan kesepuluh murid itu (ay. 24). Mendengar itu marahlah kesepuluh murid yang lain kepada kedua saudara itu. Bukan karena mereka begitu ingin dipilih, yang merupakan dosa mereka yang membuat Kristus tidak senang, melainkan karena kedua saudara itu ingin dipilih lebih dahulu daripada mereka, yang merupakan celaan terhadap mereka. Banyak orang yang sepertinya benci melihat dosa, tetapi ini bukan disebabkan karena dosa itu sendiri, melainkan karena hal itu menyinggung diri mereka. Mereka akan bertindak terhadap seseorang yang mengumpat, tetapi hanya bila umpatan itu ditujukan kepada mereka. Mereka memarahi orang itu, tetapi bukan karena ia tidak menghormati Allah. Murid-murid ini marah terhadap keinginan berlebihan kedua saudara mereka, padahal mereka sendiri, atau tepatnya, karena mereka sendiri juga memiliki keinginan berlebihan yang sama. Perhatikanlah, pada umumnya orang menjadi marah terhadap dosa-dosa orang lain, yang mereka sendiri juga justru melakukan dan menikmatinya. Orang-orang yang sombong dan dengki tidak suka melihat orang lain juga bersikap sama. Tidak ada yang lebih menyebabkan pertengkaran di antara sesama saudara atau memicu kejengkelan dan pertikaian dibandingkan dengan hasrat dan keinginan untuk menjadi besar. Kita tidak pernah mendapati para murid Kristus bertengkar, tetapi hal semacam ini ternyata ada di antara mereka.

Teguran yang diberikan Kristus kepada mereka sangat halus, dengan nasihat tentang apa yang seharusnya mereka lakukan, bukan melalui celaan atas perbuatan mereka. Ia sudah pernah menegur perihal dosa ini sebelumnya (18:3) dan memberitahukan supaya mereka rendah hati seperti anak-anak kecil. Namun, mereka ternyata mengulanginya kembali, dan meskipun demikian, Ia menegur mereka dengan halus. Yesus memanggil mereka, sikap yang menyiratkan kelembutan dan keakraban yang luar biasa. Dia tidak mengusir mereka dengan marah, melainkan memanggil mereka dengan penuh kasih untuk datang kepada-Nya. Demikianlah, Ia memang orang yang pantas untuk mengajar, dan kita diajak untuk belajar dari-Nya, sebab Ia lemah lembut dan rendah hati. Apa yang hendak dikatakan-Nya berkaitan dengan kedua murid itu dan juga kesepuluh murid yang lain, dan itulah sebabnya Ia ingin mengumpulkan mereka. Ia menyampaikan kepada mereka bahwa kekuasaan di dalam kerajaan sementara yang mereka cari-cari itu sebenarnya tidak disediakan untuk siapa-siapa.

(1) Mereka tidak boleh serupa dengan pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa. Murid-murid Kristus tidak boleh seperti orang bukan-Yahudi ataupun pemerintah bangsa bukan-Yahudi. Jabatan pemerintahan tidak membawa manfaat untuk jabatan pelayan, seperti halnya orang kafir tidak bermanfaat bagi orang Kristen.

[1] Seperti apa perilaku pemerintah bangsa bukan-Yahudi (ay. 25), yakni memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Kalau saja mendapatkan peluang untuk memerintah dengan tangan besi, mereka juga akan melakukannya satu terhadap yang lainnya. Hal yang membuat mereka bersikap seperti itu adalah karena mereka merasa diri hebat, dan orang-orang demikian berpikir bahwa mereka boleh melakukan apa saja semaunya. Kuasa dan kekuasaan adalah hal-hal besar yang selalu dikejar-kejar para pembesar bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah dan mereka membanggakan hal itu. Mereka akan melangkah dengan gagah, memamerkan segala sesuatu di hadapan mereka, ingin semua orang tunduk dan menyembah kepada mereka. Mereka ingin agar diserukan di hadapan mereka, "Hormat." Ini seperti Nebukadnezar yang membantai atau membiarkan orang hidup sesuka hatinya.

[2] Kehendak Kristus berkaitan dengan para rasul dan pelayan-Nya dalam hal ini.
Pertama, "Tidaklah demikian di antara kamu. Aturan hukum Kerajaan rohani agak berbeda dengan cara ini. Engkau harus mengajar warga Kerajaan ini, memberi petunjuk dan memohon mereka untuk taat, menasihati dan menghibur mereka, berusaha sekeras-kerasnya untuk mereka, serta menderita bersama mereka, bukannya memerintah atau menguasai mereka. Janganlah kamu memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu (1Ptr. 5:3), tetapi bekerjalah dengan keras bagi mereka." Pernyataan ini bukan saja melarang kelaliman dan penyalahgunaan kekuasaan, tetapi juga penggunaan kekuasaan duniawi seperti yang dilakukan oleh pemerintah bangsa-bangsa kafir mengikuti hukum mereka yang berlaku. Sangat sulit bagi manusia yang sombong atau bahkan yang baik sekalipun untuk memiliki kekuasaan seperti itu dan tidak menjadi sewenang-wenang serta melakukan yang baik dan bukannya menyakiti. Karena itulah, Tuhan Yesus memutuskan untuk menyingkirkan perilaku ini dari jemaat-Nya. Paulus sendiri tidak mengaku berkuasa atas iman siapa pun (2Kor. 1:24). Kebesaran dan kemegahan pemerintah bangsa-bangsa kafir tidak sesuai bagi murid-murid Kristus. Nah, jika kekuasaan dan kehormatan seperti itu tidak boleh ada dalam jemaat, sungguh tidak masuk akal bila mereka meributkan soal siapa yang berhak mendapatkannya. Mereka tidak tahu apa yang mereka minta.

Kedua, bagaimanakah yang seharusnya ada di antara murid-murid Kristus? Kristus sendiri telah menyebutkan perihal siapa yang besar di antara mereka, dan di sini Ia menjelaskan, "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, yang ingin menjadi terkemuka, yang memang akan menjadi seperti itu, dan akhirnya akan didapati seperti itu, hendaklah ia menjadi pelayanmu" (ay. 26-27). Perhatikan baik-baik di sini:

Bahwa sudah menjadi tugas murid-murid Kristus untuk saling melayani, demi kemajuan bersama. Ini mencakup kerendahan hati dan saling melakukan kebaikan. Para pengikut Kristus harus siap merendahkan diri untuk mengerjakan tugas yang paling rendah sekalipun satu terhadap yang lainnya demi kebaikan setiap orang. Mereka harus tunduk seorang terhadap yang lain (1Ptr. 5:5; Ef. 5:21), dan saling membangun (Rm. 14:19), mencari kesenangan sesama demi kebaikan (Rm. 15:2). Rasul yang besar itu menjadikan dirinya pelayan bagi semua orang (1Kor. 9:19).

Merupakan martabat para murid Kristus untuk setia melaksanakan tugas ini. Cara untuk menjadi besar dan terkemuka adalah dengan bersikap rendah hati dan suka melayani. Orang-orang seperti itulah yang paling bisa diandalkan dan dihormati dalam jemaat, serta juga oleh semua orang yang memahami hal-hal dengan benar. Bukan orang-orang mulia yang punya nama besar yang akan dihargai, seperti orang-orang besar dunia yang tampil penuh kemegahan dan mempunyai kuasa besar, melainkan orang-orang rendah hati yang menyangkal diri, yang selalu berusaha berbuat kebaikan, sekalipun untuk itu mereka direndahkan. Orang-orang rendah hati seperti inilah yang paling menghormati Allah, dan Ia akan menghormati mereka juga. Sama seperti orang bijaksana harus menjadi seperti orang bodoh, demikian pula orang yang ingin menjadi terkemuka harus menjadi pelayan. Paulus merupakan teladan yang sangat tepat mengenai ini. Ia bekerja lebih keras daripada mereka semua, menjadikan dirinya (seperti yang dikatakan beberapa orang) seseorang yang melakukan pekerjaan yang membosankan terus-menerus. Namun, bukankah ia rasul yang terkemuka? Bukankah kita setuju menyebutnya rasul yang agung, meskipun ia menyebut dirinya yang paling hina? Boleh jadi yang dimaksudkan oleh Yesus Tuhan kita adalah sang rasul ini sendiri saat Ia berkata, "Yang terdahulu akan menjadi yang terakhir," sebab Paulus seperti anak yang lahir sebelum waktunya (1Kor. 15:8). Ia bukan saja yang bungsu dalam keluarga para rasul, tetapi juga yang baru dikenal setelah kematiannya. Namun demikian, ia menjadi yang terbesar. Mungkin juga bagi dialah tempat kehormatan pertama dalam Kerajaan Kristus itu disediakan dan dipersiapkan oleh Bapa-Nya, bukan untuk Yakobus yang menginginkannya; dan mungkin saja oleh karena itulah tepat sebelum Paulus mulai menjadi terkenal sebagai seorang rasul, atas campur tangan ilahi, Yakobus dibunuh dengan pedang (Kis. 12:2), supaya Paulus dapat menggantikan tempatnya di antara kedua belas rasul itu.

(2) Mereka harus menjadi seperti Sang Guru sendiri. Jadi, pantaslah kalau mereka menjadi demikian sementara mereka masih berada di dunia, menjadi seperti Dia ketika Ia masih berada di dunia. Sebab bagi kedua belah pihak, keadaan sekarang adalah keadaan untuk merendahkan diri, sedangkan mahkota dan kemuliaan dicadangkan bagi keduanya di saat nanti. Biarlah mereka mempertimbangkan bahwa Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (ay. 28). Di sini Yesus Tuhan kita menempatkan diri-Nya di hadapan murid-murid-Nya sebagai contoh mengenai kerendahan hati dan menjadi berguna bagi orang lain.

[1] Belum pernah kita melihat contoh mengenai kerendahan hati dan tindakan merendahkan diri seperti yang tampak dalam kehidupan Kristus, yang datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani. Waktu Anak Allah datang ke dunia, sebagai Duta Allah bagi anak-anak manusia, orang akan berpikir bahwa seharusnya Dialah yang harus dilayani, bahwa Ia seharusnya tampil sesuai dengan sosok dan sifat-Nya. Namun, ternyata tidak demikian halnya. Ia tidak tampil sebagai siapa-siapa, tidak memiliki pengiring berpenampilan megah untuk melayani-Nya, dan tidak mengenakan jubah-jubah kehormatan, sebab Ia mengambil rupa seorang hamba. Dia memang dilayani dan diperlakukan seperti orang miskin, yang merupakan bagian dari tindakan perendahan diri-Nya. Ada orang-orang yang melayani-Nya dengan kekayaan mereka (Luk. 8:2-3), tetapi Ia tidak pernah dilayani sebagai orang penting. Ia tidak pernah tampil dalam kebesaran, tidak dilayani dengan khusus dalam perjamuan makan. Ia bahkan pernah membasuh kaki murid-murid-Nya, tetapi kita tidak pernah membaca bahwa mereka membasuh kaki-Nya. Ia datang untuk memberikan pertolongan kepada semua orang yang ditimpa kesusahan. Ia menjadikan diri-Nya pelayan bagi orang-orang sakit, dan siap melayani permintaan mereka, bagaikan pelayan yang siap di belakang untuk menunggu perintah atasannya, dan Ia rela bersusah payah untuk itu. Hal ini dilakukan-Nya terus-menerus tanpa peduli dengan waktu makan dan istirahat.

[2] Belum pernah ada contoh tentang perbuatan baik yang dilakukan bagi orang lain seperti yang tampak melalui kematian Kristus, yang memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. Ia hidup sebagai seorang Pelayan dan pergi ke mana-mana untuk berbuat baik, tetapi Ia mati sebagai korban tebusan. Dalam hal inilah Ia telah melakukan perbuatan baik teragung yang pernah ada. Ia sengaja datang ke dunia untuk memberikan nyawa-Nya sebagai tebusan. Ini adalah tujuan utama-Nya. Pemerintah bangsa-bangsa lain bercita-cita tinggi sampai mau mengorbankan nyawa banyak orang demi kehormatan mereka, dan mungkin juga demi menyukakan hati mereka. Kristus tidak berbuat seperti itu. Darah umat-Nya sangat berharga bagi-Nya, dan Ia tidak akan memboroskannya (Mzm. 72:14). Sebaliknya, Ia mengorbankan kehormatan dan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi umat-Nya.

Pertama, Yesus Kristus mengorbankan nyawa-Nya sebagai tebusan. Karena dosa, kehidupan kita diserahkan ke dalam tangan keadilan ilahi. Dengan menyerahkan nyawa-Nya, Kristus membuat pendamaian bagi dosa, sehingga dengan demikian ia menyelamatkan nyawa kita. Dia telah dibuat menjadi dosa, dan menjadi kutuk karena kita, dan mati, bukan hanya untuk kebaikan kita, tetapi juga untuk menggantikan kita (Kis. 20:28; 1Ptr. 1:18-19).

Kedua, ini adalah tebusan bagi banyak orang, cukup bagi semua orang, berguna bagi banyak orang, dan jika demikian, jiwa malang yang bimbang bisa berkata, "Mengapa bukan bagiku?" Oleh Dialah banyak orang dapat dibenarkan. Orang-orang ini menjadi seperti benih bagi-Nya, dan untuk merekalah jiwa-Nya mengalami kesusahan (Yes. 53:10-11). Bagi banyak orang, demikianlah mereka akan menjadi banyak ketika mereka berhimpun bersama, walaupun sekarang ini mereka hanya tampak sebagai kawanan kecil.

Inilah alasan yang baik bagi kita untuk tidak mendambakan kedudukan yang lebih utama, karena salib adalah panji-panji kita, dan kematian Guru kita adalah kehidupan kita. Ini alasan yang baik mengapa kita harus berusaha berbuat baik, dan mengingat kasih Kristus dengan mati bagi kita, jadi janganlah ragu menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita (1Yoh. 3:16). Para pelayan Tuhan harus mendahului orang lain dalam melayani dan menderita demi kebaikan jiwa-jiwa, seperti yang dilakukan Paulus (Kis. 20:24; Flp. 2:17). Semakin dekat keterlibatan kita dan semakin besar manfaat yang kita petik dari kerendahan hati dan tindakan perendahan diri Kristus, semakin siap dan cermat kita dalam menirunya.

=====TUHAN YESUS MEMBERKATI====

Tidak ada komentar:

Statistik Pengunjung