Rabu, 18 September 2019

Orang upahan di kebun Anggur

PERUMPAMAAN TENTANG  ORANG-ORANG UPAHAN DI KEBUN ANGGUR
MATIUS 20:1-16

Dalam pasal ini diceritakan tentang empat hal yaitu Perumpamaan tentang orang-orang upahan di kebun anggur (ay. 1-16). Pemberitahuan tentang penderitaan Kristus yang semakin mendekat (ay. 17-19). Ditegurnya dua orang murid, karena permohonan yang disampaikan oleh ibu mereka (ay. 20-28). Dikabulkannya permohonan dua orang buta dan dipulihkannya penglihatan mereka (ay. 29-34).

Dalam pasal 20.1-16 merupakan pembahasan bagian pertama tentang  orang-orang upahan di kebun Anggur, dijelaskan sebagai berikut:

I. Menunjukkan Kerajaan Sorga kepada kita (ay. 1), yaitu jalan dan cara bekerjanya Injil itu. Hukum-hukum Kerajaan Sorga itu tidak dikemas dalam bentuk perumpamaan, tetapi dipaparkan dengan jelas, seperti dalam Khotbah di Bukit. Namun, rahasia Kerajaan itu disampaikan dalam bentuk perumpamaan dan sakramen, seperti halnya di sini dan pada pasal 13. Memang kewajiban-kewajiban Kekristenan lebih perlu untuk diketahui dibandingkan konsep atau pengertiannya. Namun, konsep atau pengertian yang ada dalam ajaran Kekristenan harus lebih diperjelaskan, dan itulah gunanya perumpamaan.

II. Khususnya untuk menunjukkan kepada kita adanya kaitan antara perumpamaan ini dengan pernyataan tentang Kerajaan Sorga yang terdapat pada bagian terakhir pasal sebelumnya, yang mengatakan bahwa banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu. Kebenaran tersebut tampaknya mengandung pertentangan, sehingga perlu diberi penjelasan lebih lanjut.
Dalam pemberitaan Injil, tidak ada kejadian yang lebih misterius daripada penolakan orang-orang Yahudi terhadap Injil dan panggilan masuk bagi orang-orang bukan-Yahudi. Mengenai ini, Rasul Paulus dalam Efesus 3:3-6 berkata bahwa orang-orang bukan-Yahudi turut menjadi ahli waris, dan tidak ada yang lebih menggusarkan orang-orang Yahudi lagi selain maksud pernyataan ini. Jadi, tampaknya hal inilah yang merupakan maksud utama perumpamaan ini, yakni untuk menunjukkan bahwa orang-orang Yahudi harus menjadi yang pertama yang dipanggil ke kebun anggur, dan seharusnya banyak yang datang memenuhi panggilan itu. Tetapi, akhirnya Injil juga harus diberitakan kepada orang-orang bukan-Yahudi, dan mereka harus menerimanya, serta menerima hak istimewa dan keuntungan yang sama dengan orang-orang Yahudi. Mereka juga harus menjadi kawan sewarga dari orang-orang kudus, yang tanpa alasan jelas terasa menjijikkan bagi orang-orang Yahudi, bahkan yang sudah percaya sekalipun. Namun, perumpamaan ini boleh diterapkan secara lebih umum, dan ini menunjukkan kepada kita:

Bahwa Allah tidak berutang kepada siapa pun. Suatu kebenaran yang luar biasa, seperti yang dimuat dalam Alkitab kita dalam lingkup perumpamaan ini.
Bahwa banyak orang yang mulai terakhir dan tidak banyak menjanjikan dalam hidup keagamaan mereka, adakalanya melalui berkat Allah justru mencapai lebih banyak pengetahuan, anugerah, dan kegunaan dibanding orang-orang lain yang masuk lebih awal dan lebih menjanjikan tampaknya. Walaupun Kusyi, orang Etiopia itu, berangkat lebih awal daripada Ahimaas, ternyata Ahimaas yang memilih jalan dari Lembah Yordan berhasil mendahului Kusyi. Yohanes lebih gesit daripada Petrus dan lebih dahulu sampai di kubur, tetapi Petrus lebih berani dan lebih dahulu masuk ke dalam kubur itu. Dengan demikian banyak orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu. Ada yang menganggapnya sebagai peringatan kepada para murid yang membanggakan lamanya dan semangat mereka dalam menerima Kristus. Mereka telah meninggalkan segala-galanya untuk mengikut Dia. Tetapi, alangkah baiknya jika mereka tetap berusaha memelihara semangat mereka. Biarlah mereka maju terus dan bertekun, jangan sampai awal yang baik itu nyaris tidak berguna lagi bagi mereka. Mereka yang tampaknya menjadi yang terdahulu, bisa saja menjadi yang terakhir. Adakalanya orang-orang yang bertobat belakangan malah lebih maju daripada orang-orang yang bertobat lebih dahulu. Paulus sama seperti anak yang lahir sebelum waktunya, namun tidak kurang dari pada rasul-rasul yang tak ada taranya itu. Ia mengalahkan orang-orang yang lebih dahulu menerima Kristus. Terdapat pertalian di antara perumpamaan ini dengan perumpamaan tentang anak yang hilang, yang menceritakan bahwa dia yang kembali dari pengembaraannya dikasihi ayahnya sama seperti dia yang tidak pernah meninggalkan rumah. Yang terdahulu sama dengan yang terakhir.
Bahwa balasan yang setimpal akan diberikan kepada orang-orang kudus, bukan menurut lamanya masa pertobatan mereka, melainkan menurut persiapannya di dunia ini melalui anugerah. Bukan menurut pengalaman dan usianya (Kej. 43:33), melainkan menurut pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus. Di awal pemberitaan Injil, Kristus telah menjanjikan kemuliaan besar pada waktu penciptaan kembali kepada para rasul yang mengikuti Dia (Mat. 19:28). Namun, sekarang Ia berkata kepada mereka, bahwa orang-orang yang hidup setia kepada-Nya, bahkan yang hanya hidup pada masa yang sangat dekat di ujung akhir zaman, juga akan menerima upah yang sama. Mereka akan duduk bersama-sama dengan Kristus, dan para rasul, di atas takhta-Nya (Why. 2:26; 3:21). Mereka yang menderita karena Kristus di zaman-zaman berikutnya akan menerima upah yang sama dengan para martir dan orang-orang percaya di zaman dahulu, meskipun yang belakangan ini lebih disanjung. Para pelayan Tuhan di zaman sekarang tidak berbeda dengan para bapa pendahulu.

Dalam perumpamaan ini kita mendapati dua hal, yakni kesepakatan dengan para pekerja, dan perhitungan dengan mereka.

(1) Inilah kesepakatan yang dibuat dengan orang-orang upahan itu (ay. 1-7), dan seperti biasa, inilah yang sering dipertanyakan orang,

[1] Siapa yang mengupah mereka?
Allah adalah Tuan rumah agung yang memiliki kita dan yang kita layani. Sebagai tuan rumah, Dia mempunyai pekerjaan yang harus dilakukan dan para pelayan yang harus melaksanakannya. Ia memiliki keluarga besar, baik di sorga maupun di bumi, yang diberi nama oleh Yesus Kristus (Ef. 3:15), Sang Pemilik dan Penguasa atas mereka. Allah mengupah para pekerja, bukan karena Ia membutuhkan mereka atau tenaga mereka (sebab jikalau kita benar, apakah yang kita berikan kepada Dia?), melainkan seperti tuan rumah yang murah hati Ia mempekerjakan orang karena ingin berbuat baik kepada mereka. Ia hendak menyelamatkan mereka dari kemalasan dan kemiskinan. Oleh karena itu Ia mengupah mereka untuk pekerjaan yang sebenarnya mereka lakukan bagi diri mereka sendiri.

[2] Dari mana mereka dicari untuk dipekerjakan? Dari pasar, tempat mereka menganggur (ay. 3), menganggur sepanjang hari (ay. 6), sebelum dicari dan dipekerjakan untuk melayani Allah.

Pertama, jiwa manusia senantiasa siap untuk disewa mengerjakan sesuatu, karena memang ia diciptakan untuk bekerja (seperti semua makhluk ciptaan lainnya), baik sebagai hamba kecemaran maupun hamba kebenaran (Rm. 6:19). Melalui pencobaan-pencobaannya, Iblis mencari pekerja-pekerja bagi ladangnya, untuk menjaga babi. Melalui Injil-Nya, Allah mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya, untuk mengusahakan dan memeliharanya. Ini pekerjaan Taman Firdaus. Kita diberi pilihan untuk memilih, sebab kita memang harus dipekerjakan. Pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah (Yos. 24:15).

Kedua, selama tidak melayani Allah, kita ada dalam keadaan menganggur atau tidak melakukan apa-apa. Keadaan seperti ini adalah dosa, karena, meskipun oleh Iblis ini merupakan suatu pekerjaan yang dapat dimanfaatkan oleh dia, namun bagi Allah ini merupakan suatu keadaan menganggur atau bermalas-malasan. Orang berdosa tidak melakukan apa pun, tidak memiliki tujuan yang harus dicapai, tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan tujuan mereka diutus ke dunia ini, dan tidak melakukan sesuatu yang dapat dinilai baik.

Ketiga, panggilan Injil ditujukan kepada orang-orang yang menganggur di pasar. Pasar adalah tempat yang amat ramai, dan di sanalah Hikmat berseru nyaring (Ams. 1:20-21 TL). Ini tempat untuk bersenang-senang dan di sana anak-anak duduk bermain (11:16), sedangkan Injil memanggil kita dari kesia-siaan kepada kesungguhan. Pasar adalah tempat untuk menjalankan usaha, hiruk-pikuk dan penuh ketergesaan, dan dari tempat seperti inilah kita dipanggil untuk mengundurkan diri, "Mari, keluarlah dari pasar ini."

[3] Mereka diupah untuk mengerjakan apa? Untuk bekerja di kebun anggur-Nya.

Pertama, jemaat Tuhan adalah kebun anggur Allah, yang harus ditanami, disirami, dan dipagari-Nya. Buah-buah yang dihasilkan dari situ haruslah bagi kehormatan dan pujian bagi-Nya.

Kedua, kita dipanggil untuk menjadi pekerja di kebun anggur-Nya. Pekerjaan rohani adalah seperti pekerjaan di kebun anggur, yakni memangkas, mengatur, menggali, menyirami, memagari, dan menyiangi. Masing-masing kita memiliki kebun anggur yang harus kita pelihara, yakni jiwa kita, dan itu adalah milik Allah yang harus dipelihara serta diatur dengan baik bagi-Nya. Dalam melakukan pekerjaan ini janganlah kita bermalas-malasan atau berkeliaran tidak menentu, melainkan menjadi pekerja, yang bekerja dan mengerjakan keselamatan kita sendiri. Orang yang bekerja bagi Allah tidak boleh menyia-nyiakan pekerjaannya. Yang bermalas-malasan akan masuk neraka, tetapi bila ingin ke sorga harus giat bekerja.

[4] Apa yang akan menjadi upah mereka?
Pertama, sedinar (ay. 2). Mata uang dinar Romawi setara dengan upah sehari yang cukup untuk biaya hidup sehari. Ini membuktikan bahwa upah ketaatan kita kepada Allah tidak diperoleh dari bekerja atau sebagai utang (tidak, upah itu diperoleh karena anugerah, anugerah yang cuma-cuma, Rm. 4:4). Ini juga membuktikan bahwa tidak ada perbandingan lurus antara pelayanan kita dan kemuliaan sorga. Tidak, setelah kita melaksanakan semua tugas, kita tidak lebih daripada hamba-hamba yang tidak berguna. Semuanya ini menyatakan bahwa ada upah yang telah ditetapkan bagi kita kelak, upah yang cukup.

Kedua, apa yang pantas (ay. 4-7). Allah pasti tidak akan terlambat memberi upah atas pekerjaan yang kita lakukan bagi-Nya. Bekerja bagi Allah tidak akan pernah merugikan. Mahkota yang disediakan bagi kita adalah mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan oleh Hakim yang adil.

[5] Untuk berapa lama mereka dipekerjakan? Untuk sehari.
Yang dilakukan di sini hanyalah pekerjaan selama satu hari. Masa kehidupan adalah hari ketika kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus kita ke dalam dunia. Waktunya sangat singkat. Upahnya adalah untuk kekekalan, sedangkan pekerjaannya hanyalah untuk sehari. Dikatakan bahwa manusia adalah seperti orang upahan yang dapat menikmati harinya (Ayb. 14:6). Hal ini sudah sepatutnya mendorong kita untuk semakin giat dan tekun dalam melaksanakan pekerjaan kita, karena waktunya sangat singkat bagi kita untuk bekerja, dan akan datang malam, ketika tidak ada seorang pun yang dapat bekerja. Selain itu, jika pekerjaan kita tidak selesai ketika waktu kehidupan kita telah habis, kita akan celaka selama-lamanya. Hal ini juga seharusnya mendorong kita untuk memahami penderitaan dan kesulitan dalam pekerjaan kita, bahwa lamanya hanyalah sehari. Naungan, yang dirindukan seorang budak, akan membawa serta istirahat sekaligus upah atas pekerjaan kita (Ayb. 7:2). Bertahanlah dalam iman dan kesabaran, hanya sejenak saja.
[6] Perhatian diberikan atas lamanya jam dalam sehari yang dipakai untuk menyewa para pekerja. Para rasul diutus pada pagi-pagi benar dan pukul sembilan pagi menurut waktu Injil. Mereka menerima misi pertama dan kedua ketika Kristus masih berjalan di dunia ini. Tugas mereka adalah pergi ke antara orang-orang Yahudi. Setelah kenaikan Kristus ke sorga, yakni kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang, mereka berangkat lagi menunaikan tugas yang sama, yaitu memberitakan Injil kepada orang Yahudi saja, pertama-tama kepada mereka yang tinggal di Yudea, dan setelah itu kepada mereka yang tersebar. Namun, akhirnya, kira-kira pukul lima, mereka memanggil orang-orang bukan-Yahudi untuk menerima tugas dan hak istimewa bersama orang-orang Yahudi, dan memberi tahu mereka bahwa di dalam Kristus tidak boleh ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani.

Namun, hal ini memang mungkin dan biasa diterapkan pada berbagai usia orang-orang yang bertobat kepada Kristus. Panggilan untuk datang dan bekerja di kebun anggur itu ditujukan kepada siapa saja. Namun, panggilan itu baru akan terlaksana bila masing-masing orang menjawab panggilan itu secara khusus, yaitu ketika setiap orang menaati panggilan itu dengan mendatangi kebun anggur itu.

Pertama, ada beberapa orang yang berhasil dipanggil dan mulai bekerja di kebun anggur pada usia belia. Orang-orang inilah yang diutus pagi-pagi benar. Usia mereka yang belia itu dibumbui dengan anugerah dan kenangan akan Pencipta mereka. Yohanes Pembaptis dikuduskan sejak dari kandungan, dan oleh sebab itu disebut besar (Luk. 1:15). Timotius sejak dari kecil (2Tim. 3:15). Obaja dari sejak kecil takut akan Tuhan. Orang-orang yang harus menjalani hidup seperti ini perlu melaksanakannya dengan segera, semakin cepat semakin baik.

Kedua, ada pula yang ditempa pada usia pertengahan. Pergi jugalah kamu ke kebun anggur pada pukul sembilan pagi, pukul dua belas, dan pukul tiga petang. Kuasa anugerah ilahi dimuliakan dalam pertobatan beberapa orang, ketika mereka tengah menikmati dan mengejar kesenangan duniawi, seperti yang dialami Paulus. Allah mempunyai pekerjaan bagi orang-orang dari segala usia. Tidak ada waktu yang salah untuk berpaling kepada Allah. Tidak seorang pun dapat berkata, "Nanti saja bila saatnya sudah tepat," sebab kapan pun saat yang ditentukan bagi kita, waktu yang terbuang dalam hidup kita sudah cukup kita jalani dalam dosa. Pergi jugalah kamu ke kebun anggur. Allah tidak akan menolak siapa pun yang bersedia dipekerjakan, karena masih ada tempat.

Ketiga, ada orang-orang yang dipekerjakan di kebun anggur pada usia lanjut, atau pada pukul lima, ketika hari telah menjelang malam, dan hanya tersisa waktu satu jam saja dari dua belas jam siang hari. Tidak seorang pun dipekerjakan sesudah itu, ketika hidup dan kesempatan telah berakhir. Tetapi "di mana ada kehidupan, di situ ada harapan."

Ada pengharapan bagi orang berdosa yang sudah lanjut usia, sebab bilamana mereka sungguh-sungguh berpaling kepada Allah, mereka pasti akan diterima. Bagi pertobatan sejati tidak ada kata terlambat.

Ada pengharapan bagi para pendosa yang sudah lanjut usia, supaya mereka dibawa kepada pertobatan sejati. Tidak ada yang terlampau sukar dilakukan melalui anugerah yang mahakuasa, yang mampu mengganti kulit orang Etiopia serta mengubah belang macan tutul, yang mampu membuat orang-orang yang terbiasa bermalas-malasan menjadi giat bekerja. Nikodemus dilahirkan kembali di usia tuanya, dan manusia lama yang menyesatkan harus ditanggalkan.
Namun, jangan seorang pun, karena andaian ini, menunda pertobatannya sampai berusia lanjut. Memang benar bahwa para pekerja ini disuruh ke kebun anggur pada pukul lima, tetapi ini disebabkan karena tidak ada orang yang menyewa mereka atau menawarkan diri untuk menyewa mereka sebelumnya.

Orang-orang bukan-Yahudi memang datang pada pukul lima, tetapi ini karena Injil belum diberitakan kepada mereka sebelumnya. Orang-orang yang telah mendengar Injil pada pukul sembilan atau pukul dua belas, dan ternyata menolak tawaran itu, tidak akan dapat membela diri pada pukul lima dengan berkata, "Tidak ada orang mengupah kami." Mereka juga tidak dapat merasa yakin begitu saja bahwa akan ada orang lagi yang akan mempekerjakan mereka pada pukul tiga atau pukul lima petang nanti. Oleh sebab itu, bukannya untuk menakut-nakuti siapa pun, melainkan untuk menyadarkan, bahwa kita harus ingat, waktu ini adalah waktu perkenanan itu. Jika kamu mendengar suara-Nya, itu adalah hari ini.

(2) Di sini kita melihat perhitungan dengan para pekerja itu.

[1] Saat ketika perhitungan dibuat, ketika hari malam. Kemudian, seperti biasa, para pekerja harian dipanggil untuk menerima upah. Perhatikanlah, malam hari adalah saat untuk membuat perhitungan. Pertanggungjawaban harus dilakukan pada akhir hidup kita, karena setelah kematian datanglah penghakiman. Para pekerja yang setia akan menerima upah ketika mereka meninggal. Upah itu ditangguhkan sampai saat itu, supaya mereka mau menanti dengan sabar. Tetapi sekarang tidak perlu lagi. Allah akan melaksanakan peraturan-Nya sendiri, Janganlah kautahan upah seorang pekerja harian sampai besok harinya (Ul. 24:15). Saat Paulus, pekerja yang setia itu meninggal dunia, ia langsung berada bersama Kristus. Upah tidak akan ditunda-tunda sampai hari kebangkitan. Namun, di penghujung hari dunia akan ada pertanggungjawaban menyeluruh, ketika setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini. Ketika waktu berakhir, bersama dengan berakhirnya dunia pekerjaan dan kesempatan, maka dimulailah pembagian pahala, disusul dengan panggilan terhadap para pekerja untuk diberi upah. Para pelayan Tuhan memanggil mereka masuk ke kebun anggur untuk bekerja. Kematian memanggil mereka keluar dari kebun anggur untuk menerima dinar mereka. Orang-orang yang membuahkan hasil dengan menerima panggilan untuk bekerja di kebun anggur itu akan bersukacita saat dipanggil keluar dari kebun anggur itu. Perhatikan baik-baik, para pekerja tidak datang untuk menerima upah sampai mereka dipanggil. Kita juga harus bersabar menantikan waktu Allah untuk beristirahat dan menerima pahala. Kita harus melangkah sesuai dengan waktu yang ditetapkan Guru kita. Sangkakala yang terakhir pada hari besar itu akan memanggil pekerja-pekerja itu (1Tes. 4:16).

Pada waktu itulah Engkau akan memanggil, kata sang hamba yang baik dan setia, dan aku pun akan menyahut. Saat para pekerja dipanggil, itu dimulai dari yang masuk terakhir dan seterusnya sampai yang masuk pertama. Janganlah dia yang masuk pada pukul lima dipanggil belakangan, supaya mereka tidak berkecil hati. Pada hari besar itu, meskipun mereka yang telah mati dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit, mereka yang hidup, yang masih tinggal, di mana zaman akhir telah tiba (pada pukul lima), akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan. Orang-orang yang lebih dalam hal pengalaman, usia, dan sebagainya tidak akan didahulukan, tetapi setiap orang akan bangkit untuk mendapat bagiannya pada kesudahan zaman.

[2] Pertanggungjawaban apa yang harus diberikan.

Pertama, upah secara keseluruhan (ay. 9-10). Mereka menerima masing-masing satu dinar. Perhatikanlah, mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan, dan ketidakbinasaan, pasti akan menerima hidup kekal (Rm. 2:7), bukan sebagai upah atas hasil pekerjaan mereka, melainkan sebagai pemberian dari Allah. Meskipun di sorga terdapat beberapa jenjang kemuliaan, hal ini akan menjadi kebahagiaan sempurna bagi semua orang. Mereka yang datang dari timur dan barat sehingga tiba terlambat, yang dijemput dari semua jalan dan lintasan, akan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub, di pesta yang sama (8:11). Di sorga, setiap piala akan penuh, walaupun besar dan isinya tidak sama. Saat sukacita dibagi-bagikan kelak, seperti halnya dengan manna, orang yang mengumpulkan banyak tidak akan berkelebihan, dan yang mengumpulkan sedikit tidak akan berkekurangan (Kel. 16:18). Orang-orang yang secara ajaib diberi makan oleh Kristus, walaupun keadaan mereka berbeda-beda, laki-laki, perempuan, dan anak-anak, semuanya makan sampai kenyang.

Pembagian upah kerja sehari yang diberikan kepada orang-orang yang hanya bekerja selama sepersepuluh dari waktu kerja sehari menunjukkan bahwa Allah membagikan pahala-Nya melalui anugerah dan kedaulatan-Nya, bukan karena berutang. Para pekerja yang terbaik dan mereka yang memulai paling awal pun sebenarnya telah sering membuang-buang banyak kesempatan dalam hidup mereka, dan pekerjaan mereka pun sebenarnya banyak yang tidak sempurna di hadapan Allah. Karena itu dapat dikatakan bahwa mereka ini pun sebenarnya bekerja di kebun anggur itu tidak sampai satu jam dari dua belas jam hari kerja. Namun, karena kita tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia, maka bahkan pelayanan yang tidak sempurna seperti itu pun, asal dikerjakan dengan sungguh-sungguh, bukan saja akan diterima, tetapi juga diberi upah besar dengan cuma-cuma karena anugerah-Nya itu (Luk. 17:7-8 dengan Luk. 12:37).
Kedua, permintaan orang-orang yang merasa sakit hati dengan pembagian upah yang sama rata ini. Keadaan ini dimaksudkan untuk melengkapi perumpamaan tadi, tetapi maksud umumnya cukup jelas, yakni bahwa yang terakhir akan menjadi yang terdahulu.
Sakit hati yang dirasakan (ay. 11-12), Mereka bersungut-sungut kepada tuan itu. Ini tidak berarti bahwa di sorga akan atau bisa ada perasaan tidak puas atau bersungut-sungut, sebab keduanya tergolong kesalahan dan kesedihan. Di sorga tidak ada kedua hal ini. Namun, sementara di dunia ini orang hidup dalam pengharapan dan janji, boleh jadi dan sering kali timbul rasa tidak puas dan sikap bersungut-sungut yang berkaitan dengan sorga dan hal-hal sorgawi. Hal ini menandakan rasa iri yang timbul di antara orang Yahudi karena diizinkannya orang bukan-Yahudi masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Dalam perumpamaan tentang anak yang hilang, sang kakak sakit hati melihat sambutan yang diberikan kepada adiknya dan mengeluhkan kemurahan hati ayahnya.

Orang-orang upahan ini juga bertengkar dengan majikan mereka dan mempersalahkannya, bukan karena upah yang mereka terima kurang, tetapi karena upah orang lain disamakan dengan yang mereka terima. Sama seperti kakak dari si anak hilang itu, mereka membanggakan pekerjaan mereka yang baik. Kami sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari, dan hanya itulah alasan terbaik yang mampu mereka sodorkan. Dikatakan bahwa orang berdosa bersusah-susah untuk api (Hab. 2:13), sementara pelayan-pelayan Tuhan paling buruk hanya bersusah-susah di bawah panas matahari, bukan dalam panasnya dapur api, tetapi hanya di panas siang hari. Nah, mereka yang masuk terakhir hanya bekerja satu jam, itu pun ketika hari sudah sejuk, dan engkau menyamakan mereka dengan kami. Orang-orang bukan-Yahudi yang baru diajak masuk juga menerima hak istimewa Kerajaan Mesias, sama seperti yang diterima orang-orang Yahudi yang sudah begitu lama bekerja keras di kebun anggur Perjanjian Lama di bawah tekanan upacara hukum Taurat sementara menantikan Kerajaan itu.

Perhatikanlah, sangat sering kita berpikir bahwa kita menerima terlampau sedikit anugerah Allah, sedangkan orang lain menerima terlampau banyak. Juga bahwa kita melakukan terlampau banyak pekerjaan Allah, dan orang lain terlampau sedikit. Besar kemungkinan kita semua menilai rendah orang lain dan menilai tinggi diri sendiri. Boleh jadi, di sini Kristus memperingatkan Petrus agar tidak terlampau menyombongkan diri, seperti yang tampaknya ia lakukan ketika berkata bahwa ia telah meninggalkan segala sesuatu untuk mengikuti Kristus, seakan-akan karena ia dan murid-murid lain telah menanggung beban pekerjaan di bawah terik matahari, maka sudah seharusnya sorga menjadi milik mereka sendiri. Sungguh sulit bagi orang-orang yang bekerja atau menderita bagi Allah lebih banyak daripada orang lain, untuk tidak meninggikan diri dan mengharapkan pujian atas jasa mereka. Paulus yang terkasih menjaga diri terhadap sikap ini, yang meskipun tidak kalah terhadap rasul-rasul yang luar biasa, menganggap dirinya tidak berarti sedikit pun, dan paling hina di antara segala orang kudus.
Ungkapan sakit hati itu disanggah. Ada tiga hal yang disampaikan sang tuan rumah sebagai jawaban atas prasangka penuh kedengkian ini.

(1) Bahwa orang yang bersungut-sungut itu sama sekali tidak punya alasan untuk mengeluh bahwa ia diperlakukan tidak benar (ay. 13-14). Di sini tuan itu menegaskan sikap adilnya, Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Tuan itu memanggilnya saudara, sebab saat bermusyawarah dengan orang lain, kita harus menggunakan kata-kata lembut, namun tegas, jika bawahan kita suka mengeluh dan menantang. Bagaimanapun, janganlah kita berkata-kata dengan kasar kepada mereka, tetapi dengan tenang.

[1] Tidak perlu diragukan lagi bahwa Allah tidak mungkin keliru. Ini adalah hak istimewa Raja di atas segala raja. Tidak adilkah Allah? Rasul Paulus terkejut membayangkan pemikiran seperti ini. Sekali-kali tidak! (Rm. 3:5-6).

Perkataan Paulus sudah sepantasnya membungkam keluhan kita, bahwa apa pun yang Allah perbuat terhadap kita atau apa pun yang Dia tahan untuk tidak diberikan kepada kita, tidak ada suatu kesalahan pun yang Dia lakukan.

[2] Jika Allah mencurahkan anugerah kepada orang lain dan bukan kepada kita, ini adalah kebaikan yang diberikan kepada mereka, tetapi bukan ketidakadilan terhadap kita. Kelimpahan kepada orang lain itu bukan berarti ketidakadilan bagi kita. Jadi, janganlah kita mencari-cari kesalahan dalam hal ini. Karena dengan cuma-cuma anugerah diberikan kepada orang yang mempunyai, jadi janganlah ada orang menyombongkan diri. Dan dengan cuma-cuma pula anugerah ditahan dari orang yang tidak mempunyai, jadi janganlah ada orang bersungut-sungut. Demikianlah tersumbat setiap mulut, dan tidak seorang pun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah.

Untuk meyakinkan orang yang bersungut-sungut itu bahwa dia tidak bersalah, tuan itu merujuk kepada penawaran yang telah disepakati, "Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? Jika engkau telah menerima jumlah yang kausepakati, tidak ada alasan untuk mempersalahkanku. Engkau harus menerima apa yang telah kita sepakati." Meskipun Allah tidak berutang kepada siapa pun, Ia dengan senang hati menjadikan diri-Nya seakan-akan berutang melalui janji-Nya itu. Melalui Kristus, orang percaya telah sepakat dengan-Nya, dan Ia akan melaksanakan bagian-Nya dalam kesepakatan itu. Perhatikanlah, adalah baik bagi kita untuk sering merenungkan apa yang telah kita sepakati dengan Allah.

Pertama, orang-orang duniawi sepakat dengan Allah perihal kekayaan mereka di dunia ini. Mereka telah memilih bagiannya dalam hidup ini (Mzm. 17:14). Dalam hal-hal ini mereka bersedia mendapat upahnya (Mat. 6:2, 5), penghiburan mereka (Luk. 6:24), dan menerima segala yang baik (Luk. 16:25). Dengan demikian mereka akan ditolak, diputuskan dari berkat-berkat rohani yang abadi, dan dalam hal ini Allah tidak berbuat salah terhadap mereka. Mereka telah mendapatkan apa yang mereka pilih, dinar yang mereka sepakati. Begitu jugalah hukuman mereka, karena mereka sendiri telah menetapkannya.

Kedua, orang-orang percaya yang taat kepada Allah sepakat perihal upah dinar mereka di dunia yang lain kelak, dan mereka juga harus ingat bahwa mereka telah membuat kesepakatan seperti itu. Bukankah engkau telah sepakat menerima perkataan Allah? Engkau telah sepakat, jadi apakah engkau hendak pergi dan bersepakat dengan dunia? Bukankah engkau telah sepakat menerima sorga sebagai bagianmu, sebagai segalanya, dan tidak menerima apa pun yang kurang daripada itu? Apakah engkau hendak mencari kebahagiaan dalam diri manusia, atau mengisi kekurangan kebahagiaanmu di dalam Allah dengan hal tersebut?
Mengikat pekerja itu sesuai dengan kesepakatannya sendiri (ay. 14), Ambillah bagianmu dan pergilah. Bila kita menerima "bagian" kita ini sebagai utang kita yang harus dibayar atau sebagai sesuatu yang menjadi milik atau hak kita, maka alangkah mengerikannya perkataan itu. Kita semua akan binasa dengan apa yang kita sebut milik kita sendiri. Jika manusia yang adalah makhluk ciptaan tertinggi harus pergi dengan hanya membawa miliknya sendiri, ia akan punah ke dalam kehampaan. Namun, jika kita mengerti bahwa apa yang kita miliki itu adalah pemberian cuma-cuma dari Allah, kita diajar untuk mencukupkan diri dengan apa yang ada pada kita. Daripada mengeluhkan sesuatu yang tidak akan kita miliki lagi, lebih baik kita menerima apa yang ada pada kita dan mensyukurinya.

Kalaupun Allah lebih baik dalam hal apa pun terhadap orang lain dibanding terhadap kita, tidak ada alasan bagi kita untuk mengeluh karena Ia begitu baik terhadap kita, melebihi yang layak kita terima. Ia memberi kita upah meskipun kita ini hamba-hamba yang tidak menghasilkan keuntungan apa-apa.

Tuan itu berkata bahwa orang-orang yang dicemburui itu juga harus menerima upah sebanyak yang diterimanya, "Aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu. Aku memutuskan untuk melakukannya." Perhatikanlah, tujuan Allah yang tidak dapat diubah dalam memberikan karunia-Nya seharusnya membungkam keluhan kita. Jika Ia mau melakukannya, bukanlah hak kita untuk menyangkalnya, sebab Ia tidak pernah berubah -- siapa dapat menghalangi Dia, dan siapa yang dapat membelokkan-Nya? Dia juga tidak menjawab segala perkataanmu, dan Ia memang tidak perlu melakukannya.

(2) Orang upahan itu tidak punya alasan untuk berbantah-bantah dengan tuannya, sebab apa yang diberikan tuan itu adalah kepunyaan tuannya sendiri (ay. 15). Bila sebelum ini tuan itu menegaskan perihal keadilannya, di sini ia juga menegaskan perihal kedaulatannya. Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku?

[1] Allah adalah Pemilik segala sesuatu yang baik. Kepemilikan-Nya mutlak, berdaulat, dan tanpa batas.

[2] Oleh sebab itu, Ia boleh memberi ataupun menahan berkat-Nya sesuai kehendak-Nya. Apa yang ada pada kita, bukanlah milik kita sendiri, dan karena itu kita tidak bebas mempergunakan milik kita menurut kehendak hati kita. Tetapi, apa yang menjadi milik Allah sungguh menjadi milik-Nya, dan hal ini dibuktikan kebenarannya melalui:

Pertama, dalam semua tindakan pemeliharaan-Nya. Bila Allah mengambil apa yang sangat kita sayangi dan yang sulit kita bagikan, haruslah kita padamkan rasa tidak senang kita. Tidakkah Ia bebas mempergunakan milik-Nya menurut kehendak-Nya? Abstulit, sed et dedit -- Dia telah mengambil, tetapi pada mulanya Ia yang telah memberi. Tidak sepantasnya kita, makhluk yang memiliki ketergantungan, berbantah-bantah dengan Dia yang berdaulat atas kita.

Kedua, di dalam menyalurkan anugerah-Nya, Allah memberi atau menahan sarana anugerah dan Roh anugerah menurut kehendak-Nya. Bukan saja bahwa dalam setiap kehendak Allah ada hikmat khusus, tapi juga bahwa semua yang dilakukan-Nya akan tampak jelas dilakukan-Nya dengan bijak dan untuk tujuan-tujuan kudus, walaupun semuanya mungkin pada mulanya tampak seperti dilakukan dengan semena-mena. Kenyataan bahwa Allah adalah Tuhan yang berkuasa atas segala sesuatu dan bebas mempergunakan milik-Nya menurut kehendak hati-Nya, sebenarnya sudah cukup untuk membungkam semua keluhan dan keberatan. Kita berada dalam tangan-Nya, bagaikan tanah liat di tangan penjunan. Bukanlah hak kita untuk mengatur atau memaksa-Nya.

(3) Orang upahan itu tidak punya alasan untuk merasa iri atau mendendam pada temannya, atau marah karena temannya itu tidak datang lebih awal ke kebun anggur, sebab ia memang tidak disuruh datang lebih awal. Ia tidak punya alasan untuk menjadi marah karena tuannya memberinya upah untuk sehari penuh, meskipun memang ia lebih banyak menganggur di sepanjang hari itu. Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?

[1] Sifat iri hati itu adalah mata yang jahat. Mata sering kali merupakan jalan masuk dan keluar bagi dosa. Ketika dilihat Saul, bahwa Daud sangat berhasil, ia selalu mendengki Daud (1Sam. 18:9,15). Mata yang jahat tidak suka melihat kehidupan orang-orang lain yang berhasil, dan ingin supaya mereka celaka. Apa lagi yang lebih jahat daripada ini? Sifat seperti ini menyusahkan diri sendiri, mendatangkan murka Allah, dan menimbulkan sakit hati pada sesama kita. Ini adalah dosa yang tidak ada kenikmatan, keuntungan, ataupun kehormatan di dalamnya. Yang ada di dalamnya hanyalah bencana demi bencana.

[2] Iri hati yang semakin menjadi-jadi. "Itu adalah karena aku murah hati." Sifat iri bertolak belakang dengan Allah yang baik, yang berbuat kebaikan, dan yang sangat senang berbuat baik. Sifat ini benar-benar berbalikan dan berlawanan dengan Allah. Ini adalah perasaan tidak senang terhadap tindakan dan perbuatan-Nya, dan terhadap apa yang disukai-Nya. Ini adalah pelanggaran langsung atas kedua perintah agung sekaligus, yaitu terhadap kasih kepada Allah, yang terhadap-Nya kita harus tunduk dengan diam, dan kasih kepada sesama, yang harus kita syukuri kesejahteraannya.

Demikianlah kejahatan manusia memanfaatkan kesempatan dari kebaikan Allah hingga semakin besarlah dosa yang dilakukannya.
Akhirnya, inilah maksud nyata dari perumpamaan tersebut (ay. 16), yang ditujukan kepada orang-orang Yahudi yang mendorong Kristus mengatakan perumpamaan tersebut (19:30), Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu, dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir. Saat itu, ketika Kerajaan Injil pertama kali ditegakkan, sudah ada banyak orang yang mengikut Kristus. Orang-orang Yahudi yang bertobat saat itu tampaknya seperti mendahului orang lain. Namun, untuk meniadakan dan membungkam kebanggaan mereka, Kristus berkata kepada mereka:

Bahwa mungkin saja mereka akan didahului orang-orang percaya berikutnya, dan meskipun mereka lebih dahulu percaya kepada Allah dibanding orang lain, mereka bisa saja tertinggal dalam hal hikmat, anugerah, dan kekudusan dibandingkan dengan orang-orang lain. Jemaat orang bukan-Yahudi yang ketika itu belum terbentuk, atau dunia orang bukan-Yahudi yang ketika itu menganggur di pasar, akan menghasilkan lebih banyak orang Kristen yang lebih unggul dan lebih berguna daripada yang ditemukan di antara orang-orang Yahudi. Sebab yang ditinggalkan suaminya akan lebih unggul dari pada yang bersuami (Yes. 54:1).

Siapa yang tahu kalau gereja di kemudian hari akan menjadi lebih gemuk dan subur daripada sebelum-sebelumnya, untuk menunjukkan bahwa Allah memang benar? Walaupun Kekristenan mula-mula lebih murni dan kuat daripada yang bisa ditemukan di zaman kita ini, namun siapa yang mampu mengatakan pekerja seperti apa yang akan disuruh ke kebun anggur pada kira-kira pukul lima petang pada masa jemaat Filadelfia, dan bagaimana berlimpahnya aliran Roh nantinya dibandingkan masa-masa sebelumnya?
Bahwa mereka punya alasan untuk merasa takut, kalau-kalau akhirnya nanti mereka akan didapati menjadi munafik, sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih. Hal yang dikatakan ini berkaitan dengan keadaan orang-orang Yahudi (22:14), dan sama seperti keadaan pada saat itu, sekarang pun tidak banyak bedanya. Banyak yang dipanggil dengan panggilan luar tetapi tidak dipilih untuk diselamatkan. Mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya, dalam kegenapan waktu (Rm. 8:30), supaya panggilan dan pilihan kita makin teguh (2Ptr. 1:10). Namun, tidak demikian halnya dengan panggilan luar, banyak yang dipanggil, namun menolaknya (Ams. 1:24).

Begitulah, sama seperti mereka dipanggil kepada Allah, begitu pula mereka pergi dari Dia (Hos. 11:2, 7). Dengan demikian tampaknya mereka tidak dipilih, sebab yang terpilih telah memperolehnya (Rm. 11:7). Perhatikanlah, di antara orang yang disebut Kristen hanya ada sedikit orang yang dipilih. Oleh sebab itu, sangatlah penting bagi kita untuk membangun pengharapan kita akan sorga di atas batu pilihan abadi, dan bukan di atas pasir panggilan lahiriah. Sudah seharusnya kita takut kalau-kalau kita didapati sebagai orang Kristen semu, sehingga tidak layak, atau bahkan didapati sebagai orang Kristen yang cemar sehingga dianggap ketinggalan (Ibr. 4:1).

Tuhan Yesus memberkati

Tidak ada komentar:

Statistik Pengunjung