Jumat, 18 Februari 2022

HIDUP YANG MEMULIAKAN TUHAN BAGIAN II

Matius 18:6-11 (TB)

 II. Secara khusus, Yesus berbicara mengenai penyesatan yang dilakukan:

Oleh kita kepada diri kita sendiri, yang diumpamakan dengan tangan dan kaki yang harus dipenggal karena menyesatkan kita (ay. 8-9). Kristus pernah menyinggung hal ini sebelumnya, di mana Ia secara khusus mengacu kepada dosa-dosa terhadap perintah yang ketujuh dari Sepuluh Perintah (5:29-30), namun di sini Ia berbicara secara lebih umum. Perrkataan-perkataan Yesus yang keras, yang tidak mengenakkan bagi tubuh dan darah, perlu diulangi terus-menerus supaya kita semakin memahaminya.

(1) Apa yang dituntut di sini. Kita harus menyingkirkan mata,tangan,kaki, atau apa pun yang sangat berharga bagi kita jika hal-hal tersebut terbukti menyesatkan kita ke dalam dosa:

[1] Godaan untuk melakukan dosa umumnya berasal dari diri kita sendiri, seperti halnya mata atau tangan kita sendirilah yang menyesatkan kita ke dalam dosa. Walaupun kita tidak disesatkan oleh Iblis, sering kali kita disesatkan oleh nafsu-nafsu duniawi kita sendiri. Begitulah, tubuh kita yang pada hakikatnya baik dan seharusnya digunakan sebagai alat-alat yang baik, sering kali justru terbukti menjadi jerat bagi kita karena kejahatan hati kita, dan menyebabkan kita selalu ingin berbuat dosa dan menghalangi kita berbuat baik.

[2] Jika kita ingin sungguh-sungguh taat terhadap perintah Allah, maka kita harus menyingkirkan hal-hal yang dapat menjerat kita ke dalam dosa.

Pertama, hawa nafsu dalam diri kita harus dimatikan walaupun hal itu sangat berharga seperti mata atau tangan kita. Daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya harus disalibkan (Gal. 5:24). Tubuh dosa kita harus dihilangkan kuasanya, segala kecenderungan dan keinginan hati yang jahat harus dihentikan dan disalibkan, dan hawa nafsu tercinta yang dikulum bagaikan manisan harus dihentikan sebagai suatu kejijikan.

Kedua, godaan-godaan duniawi yang menyesatkan harus dihindari meskipun hal itu berarti bahwa kita harus menyakiti tubuh kita sendiri seperti memenggal tangan atau mencungkil mata kita. Pemotongan tangan yang tepat dalam menghindari godaan dosa adalah seperti Abraham yang meninggalkan negeri tempat kelahirannya karena takut terjerat pemujaan berhala, atau Musa yang meninggalkan istana Firaun karena takut akan jatuh ke dalam godaan kenikmatan daging. Kita harus rela memotong tangan kita agar jiwa kita tidak tercemar.

(2) Dasar yang melandasi tuntutan ini. Lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung atau timpang dari pada dengan utuh kedua tangan dan kedua kakimu dicampakkan ke dalam api kekal. Alasan ini memakai keadaan yang akan terjadi kelak, yakni mengenai sorga dan neraka, supaya kita menjauhkan diri dari dosa. Alasan yang sama juga dipakai oleh Rasul Paulus (Rm. 8:13).

[1] Sebab jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; dengan tubuh yang utuh dan tidak bercacat, dengan nafsu-nafsu yang tidak pernah terpuaskan seperti Adonia, kita akan dicampakkan ke dalam api kekal.

[2] Namun, jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup, tetapi hal itu berarti bahwa masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung atau timpang karena bagian tubuh yang menyesatkan akan dipotong, karena lebih baik jika hal itu dilakukan selagi kita masih hidup di dunia ini. Jika tangan kanan seseorang dipotong dan mata kanannya dicungkil, kekuatan utamanya memang dipatahkan, dan itu baik. Akan tetapi, masih ada mata dan tangan yang lain, yang masih bergumul dengan dosa. Mereka yang menjadi milik Kristus telah menyalibkan daging pada salib, tetapi daging itu sendiri belumlah mati. Daging itu memang masih hidup, tetapi kekuasaannya sudah dicabut (Dan. 7:12), dan luka-luka yang diakibatkannya tidak akan sembuh.

Sesuai dengan firman-Nya, kita harus selalu waspada agar kita jangan sampai menjadi sumber kesesatan bagi orang lain, terutama hamba-hamba Kristus yang kecil (ay. 6)

(1) Peringatan yang diberikan Yesus kepada murid-murid-Nya di sini, Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Kristus membenci orang-orang yang memusuhi dan melakukan kejahatan kepada jemaat-Nya serta memperlakukan jemaat-Nya, terutama anggota-anggota jemaat yang paling kecil. Demikian halnya, Ia juga tidak berkenan dengan anggota-anggota jemaat yang besar, jika mereka memandang rendah mereka yang kecil. "Kalian yang selalu bertengkar untuk menjadi yang terbesar, waspadalah agar jangan sampai dalam pertengkaranmu itu kalian merendahkan orang (anak) yang kecil ini." Anak-anak kecil di sini dapat dipahami secara harfiah sebagai anak-anak kecil yang Yesus bicarakan dalam ayat 2 dan 4. Anak-anak dari jemaat yang percaya juga merupakan bagian dari keluarga besar-Nya sehingga mereka tidak boleh direndahkan. Secara kiasan, anak-anak kecil yang dimaksudkan di sini adalah orang-orang percaya yang lemah, jiwa mereka masih kecil seperti seorang anak, seperti anak-anak domba dalam kawanan yang digembalakan Kristus.

[1] Kita tidak boleh merendahkan orang-orang percaya yang kecil, tidak boleh berpikiran picik terhadap mereka, seperti anak domba yang hina (Ayb. 12:5). Kita tidak boleh mengejek kelemahan-kelemahan mereka, memandang rendah mereka, menjauhi atau acuh tak acuh terhadap mereka dan berkata, "Apa urusan kita jika mereka dianiaya, menderita, dan tersandung?" Begitu juga kita tidak dibenarkan melakukan tindakan-tindakan yang dapat menyesatkan atau membingungkan orang-orang percaya yang kecil ini. Hal inilah yang diperingatkan kepada kita untuk berhati-hati (Rm. 14:3, 10, 15, 20, 21). Kita tidak boleh mempermainkan perasaan dan hati nurani mereka atau membuat mereka menjadi sasaran olok-olok seperti orang-orang yang mengatakan sujudlah supaya kami dapat melangkahi engkau. Pribadi-pribadi yang terhormat adalah mereka yang bertindak dengan bijak sesuai dengan hati nurani.

[2] Kita harus waspada agar kita tidak merendahkan hamba-hamba-Nya yang kecil. Kita harus takut terhadap dosa tersebut, dengan selalu menjaga setiap ucapan dan tindakan kita agar jangan sampai kita menyesatkan mereka atau merendahkan mereka tanpa kita sadari. Ada orang-orang yang membenci dan mengusir hamba-hamba-Nya yang kecil itu, namun tetap berkata, "Dimuliakanlah nama Tuhan." Kita hendaknya gentar terhadap hukuman atas hal tersebut, "Waspadalah agar kamu jangan sampai merendahkan hamba-hamba-Ku yang kecil, karena kamu akan menanggung akibatnya."

(2) Alasan-alasan mengapa kita harus waspada dan jangan sampai merendahkan anak-anak Allah yang kecil adalah karena mereka sangat berharga di mata Allah. Dunia tidak boleh merendahkan mereka yang dihargai di sorga. Kita harus menghargai mereka karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang dikasihi oleh Allah. Untuk membuktikan bahwa anak-anak-Nya yang kecil, namun beriman kepada Yesus, patut dihormati, pikirkanlah:

[1] Malaikat Allah diperintahkan untuk menjaga anak-anak-Nya yang kecil. Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di sorga. Ini dikatakan oleh Kristus, dan kita boleh percaya akan perkataan-Nya, karena Dia datang dari sorga untuk memberitahukan kepada kita apa yang dilakukan di dunia malaikat di sana. Ada dua hal yang disampaikan Yesus mengenai para malaikat di sini:

Pertama, malaikat-malaikat Allah adalah malaikat-malaikat pelindung dari anak-anak-Nya yang kecil. Malaikat-malaikat Allah adalah malaikat mereka juga, karena sesungguhnya segala yang menjadi milik Allah adalah juga milik kita, jika kita menjadi milik Kristus (1Kor. 3:22). Malaikat-malaikat Allah adalah milik orang-orang percaya, karena para malaikat itu ditugaskan untuk menjaga keselamatan mereka, menjaga tenda-tenda mereka dan melindungi mereka (Ibr. 1:14). Sebagian orang berpikir bahwa setiap orang kudus mempunyai malaikat pelindung. Tetapi, kita tidak perlu menduga-duga hal ini, karena kita yakin bahwa setiap orang kudus pasti akan selalu dilindungi oleh malaikat-malaikat Allah. Hal ini secara khusus terjadi dengan anak-anak-Nya yang kecil, karena merekalah yang paling lemah dan sering direndahkan. Walaupun tidak banyak yang mereka miliki di dunia ini, mereka dapat selalu berharap dalam iman kepada para penghuni sorga dan menganggap mereka sebagai milik mereka sendiri. Jika orang-orang besar di dunia berlindung pada orang-orang terhormat, maka anak-anak yang kecil ini dapat berlindung pada malaikat-malaikat sorga yang agung. Malaikat-malaikat ini tidak hanya akan menunjukkan kebesaran mereka, namun juga akan membawa kebinasaan bagi mereka yang merendahkan dan menganiaya anak-anak yang kecil ini. Celakalah mereka yang memusuhi orang-orang yang dilindungi oleh malaikat Allah, dan berbahagialah kita yang memiliki Allah sebagai pelindung, sehingga malaikat-malaikat-Nya juga menjadi milik kita.

Kedua, malaikat-malaikat selalu memandang wajah Bapa-Ku di sorga

Rasa hormat dan kesetiaan yang tiada akhir dari malaikat-malaikat kepada Allah. Sukacita sorgawi terpancar ketika mereka menatap Allah, ketika mereka melihat Dia muka dengan muka. Mereka memandang keindahan-Nya. Tiada henti-hentinya mereka menatap Dia. Bahkan saat melayani kita di bumi pun, mereka tetap memandang wajah Allah di sorga dengan penuh hikmat, karena mereka penuh dengan mata. Ketika malaikat Gabriel berbicara dengan Zakharia, ia tetap berdiri di hadirat Allah (Why. 4:8; Luk. 1:19). Gambaran ini menunjukkan, seperti anggapan sebagian orang, keagungan dan kebesaran malaikat-malaikat milik anak-anak-Nya yang kecil. Kalau para perdana menteri mendapat hak istimewa untuk selalu memandang wajah raja (Est. 1:14), maka para malaikat perkasa mendapat tugas mengawal orang-orang kudus yang terlemah. Bersambung

Tidak ada komentar:

Statistik Pengunjung