Kamis, 30 April 2020

MENCAPAI KEKAYAAN DUNIAWI ATAS NAMA TUHAN

MENCAPAI KEKAYAAN DUNIAWI ATAS NAMA TUHAN

Tidak ada satu manusiapun dalam dunia ini yang bermimpi untuk menjadi orang miskin, susah dan menderita sepanjang hidupnya. Setiap manusia bermimpi untuk menjadi orang sukses, berhasil dan bahagia, baik untuk dirinya bahkan untuk anak-anaknya. Impian semacam itu manusiawi dan wajar saja karena kita masih berada dalam dunia dan membutuhkan makan minum dan memerlukan kebutuhan jasmani lainya. Namun harus kita sadari bahwa kekayaan dan kesuksesan dalam dunia hanyalah titipan Tuhan semata sebab pada akhirnya hidup harus dipertanggung jawabkan dihadapa pemilik kehidupan yaitu Tuhan. Kita bagaikan pengelola kekayaan orang lain yang pada waktunya harus melaporkan segala kekayaannya, jika salah dalam hasil pelaporan kita bisa dipecat atau di penjarakan tergantung hasil laporan yang kita buat, palsu atau benar adanya. 

Impian yang tidak wajar dan tidak sopan adalah berharap menjadi kaya melalui pelayanan atas nama misi Tuhan. Bukan hal yang rahasia bahwa ada begitu banyak ladang bisnis atas nama Tuhan. Sangat menyedihkan bahwa nama Tuhan di pertaruhkan untuk memperoleh kekayaan duniawi. Hal itu dipraktekkan baik dalam pelayanan di Gereja, dalam misi sosial dan dalam pelaksanaan pendidikan yang bernuansa keagamaan dengan sponsor besar dari kebaikan hati orang-orang sukses.

Banyak diantara mereka yang mempunyai misi di dalam misi selalu memanfaatkan kebaikan hati orang lain dan atas nama Tuhan untuk mendatangkan kekayaan pribadi mereka. Jika ditanya apakah itu wajar ? Hanya pelaku yang menjawab kewajaran ada di posisi mana atau kalimat yang mana. Memang benar bahwa orang yang melayani Tuhan berharap untuk makan dari hasil pelayanannya, namun yang tidak wajar adalah jabatan itu dijadikan alat untuk mengumpulkan kekayaan atas dirinya sendiri, sembari mengabaikan orang-orang yang bekerja untuk pelayanan atau misi Tuhan. Hal itulah yang saya sebutkan dengan misi dibalik misi. 

Seseorang yang merasakan dan mengalami panggilan Tuhan dia tidak akan memusingkan hidupnya sendiri sebab dia yakin bahwa Tuhan memgetahui segala penderitaannya. Tuhan pasti memenuhi segala kebutuhan dan keperluannya maka hidupnya bergantung kepada kedaulatan Tuhan dan menganggap pelayanan sebagai panggilan ilahi sehingga apapun yang dikerjakannya selalu sungguh-sungguh dan mendatangkan kemuliaan Tuhan atas pelayanannya. Oleh sebab itu hidupnya bergantung sepenuhnya kepada Tuhan sang pemilik Kehidupan. Tetapi orang-orang yang tidak terpanggil nan terpaksa terlibat dalam pelayanan karena tidak kompaten dalam bidang lain dapat memanfaatkan peluang dalam pelayanan sebagai alat bisnis sehingga semua yang terkait dengan keuangan akan melibatkan keluarga pelaku pelayanan. 

Gereja harus mengajarkan orang tentang kebenaran yang dari padanya datang berkat-berkat Tuhan bukan mempraktekkan nepotisme pelayanan. Sesungguhnya gereja terpanggil untuk membina dan mendidik umat untuk keluar dari kehidupan yang penuh dengan kenikmatan sesaat kepada kebahagiaan kekal. Namun peraktek pelayanan yang bersifat bisnis atas nama Tuhan dapat mendatangkan malapetakah dalam pelayanan dan mendatangkan kutukan atas dirinya sendiri.

Oleh karena itu sebagai seorang hamba Allah milikilah hati untuk melayani Tuhan tanpa nmemadang suku, ras dan golongan sebab karena itulah seorang pelayan terpanggil untuk melayani kepelbagaian umat dalam gereja. Gereja harus ada dalam perbedaan etnik budaya dan kultur disitulah menjadi berkat yang melaluinya nama Tuhann dipermuliakan.

Berhasil atau tidak dalam pelayanan kita ditentukan oleh penilaian orang lain bukan oleh diri kita atau oleh orang terdekat kita. Orang terdekat kita bisa menilai dari segi kedekatan namun kebenaran akan dilihat oleh orang lain yang tidak ada hubungan pelayanan dengan kita dapat memberikan penilaian objektif. Karena itu saudara sekalian kita tidak terlambat masih ada kesempatan, berbalik kepada Tuhan dan ubahlah pola pikir demikian sekarang sebelum Tuhan murka. Tuhan Yesus memberkati.

Apa yang saya tulis adalah atas dasar apa yang saya lihat baik itu dalam pelayanan di dalam gereja bahkan dalam  pelayanan sosial lainnya.

šŸ‘Yoel Giban, S.Th. M.Pd.K

Nabi-Nabi Palsu Menurut Injil Matius

KEPALSUAN MENURUT INJIL MATIUS 7:15

Matius 7:15 (TB)  "Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas.

========

Dalam ayat ini diceritakan tentang peringatan terhadap nabi-nabi palsu, supaya kita berhati-hati agar tidak tertipu dan diperdaya oleh mereka. Nabi-nabi seharusnya menyampaikan hal-hal yang akan terjadi dengan semestinya. Di dalam Perjanjian Lama disebutkan tentang beberapa nabi yang pura-pura bernubuat padahal mereka tidak punya wewenang untuk itu, dan ini tampak dari tidak terbuktinya nubuat mereka itu, seperti misalnya Zedekia bin Kenaana (1Raj. 22:11) dan seorang lagi bernama Zedekia bin Maaseya (Yer. 29:21). Namun, nabi-nabi juga mengajarkan kewajiban yang harus dijalankan umat. Jadi, nabi-nabi palsu yang disebutkan di sini adalah guru-guru palsu.Yesus Kristus, sebagai Nabi dan Guru yang diutus Allah, yang berencana mengutus guru-guru lain di bawah asuhan-Nya, memberikan peringatan kepada mereka semua agar waspada terhadap nabi-nabi tiruan yang bukannya menyembuhkan jiwa-jiwa melalui pengajaran yang sehat, malah sebaliknya justru meracuni. 

Mereka adalah guru-guru dan nabi-nabi palsu. 

Mereka ini mengeluarkan perintah-perintah palsu, pura-pura mendapatkan wewenang dan petunjuk langsung dari Allah untuk menjadi nabi, dan menerima ilham ilahi, padahal bukan demikian halnya. Meskipun pengajaran mereka mungkin saja benar, kita harus waspada terhadap mereka sebagai nabi-nabi palsu. Rasul-rasul palsu adalah orang-orang yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian (Why. 2:2). "Waspadalah terhadap orang-orang yang mengaku-ngaku memiliki pewahyuan, dan jangan akui mereka tanpa bukti yang cukup, jangan sampai satu kejanggalan diakui, maka seribu lainnya pun menyusul."

Mereka adalah orang-orang yang memberitakan pengajaran palsu mengenai hal-hal mendasar yang merupakan inti dari agama, orang yang mengajarkan hal yang berlawanan dengan kebenaran yang sebenarnya yang ada dalam Yesus, yang bertentangan dengan kesalehan. Jenis nabi yang pertama sepertinya sesuai dengan pengertian pseudo-propheta, nabi palsu atau yang mengaku-ngaku demikian. Namun, yang kedua umumnya termasuk di dalamnya juga, karena siapa pula yang mau menampakkan kepalsuannya selain melalui rancangan palsu dan berpura-pura di dalamnya supaya dengan begitu bisa lebih berhasil menyerang kebenaran. "Jadi, waspadalah terhadap mereka, curigailah mereka, ujilah mereka, dan setelah membongkar kepalsuan mereka, hindarilah mereka. Jangan berurusan dengan mereka. Berdirilah teguh melawan cobaan ini, yang biasanya terjadi pada hari-hari pembaruan dan ketika terjadi pencerahan ilahi yang luar biasa dan penuh kemuliaan." Ketika pekerjaan Allah dihidupkan, Iblis dan para pengikutnya pun semakin sangat sibuk. Berikut ini kita lihat:

I. Alasan yang tepat untuk peringatan itu, Waspadalah terhadap mereka, sebab mereka adalah serigala yang menyamar seperti domba (ay. 15).

Kita perlu sangat berhati-hati, sebab kepura-puraan mereka itu tampak sangat wajar dan tidak menimbulkan prasangka orang, sehingga bisa membuat kita mudah terperdaya bila kita tidak berjaga-jaga. Mereka menyamar seperti domba, sesuai kebiasaan nabi-nabi yang penampilannya bersahaja, kasar, dan biasa-biasa saja. Mereka mengenakan jubah berbulu untuk berbohong (Za. 13:4). Septuaginta menyebut jubah Elia hē mēlotē -- jubah kulit domba. Kita harus berhati-hati agar tidak terperdaya dengan pakaian dan penampilan orang, seperti misalnya milik para ahli Taurat, yang suka berjalan-jalan memakai jubah panjang (Luk. 20:46). Atau, ungkapan ini bisa diartikan sebagai kiasan. Mereka berpura-pura seperti domba, dari luar tampaknya begitu suci, tidak berbahaya, lemah lembut, berguna. Pokoknya, segalanya sangat baik dan tidak tertandingi oleh siapa pun. Mereka berpura-pura sebagai orang yang benar, dan dengan penampilan itu mereka diizinkan masuk ke tengah jemaat sehingga memperoleh kesempatan berbuat jahat sebelum jemaat itu menyadarinya. Diri dan kejahatan mereka disepuh dengan kesucian dan ibadah palsu. Iblis mengubah dirinya sebagai malaikat Terang (2Kor. 11:13-14). Musuh kita bertanduk dua sama seperti anak domba (Why. 13:11), dengan muka sama seperti muka manusia (Why. 9:7-8). Mereka adalah penggoda-penggoda yang manis dalam tutur kata dan perilakunya (Rm. 16:18; Yes. 30:10).

Karena di balik segala kepura-puraan mereka ini ada rancangan yang sangat berbahaya dan jahat, maka sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. Orang munafik itu seperti kambing berbulu domba, tetapi nabi palsu adalah serigala berbulu domba. Selain memang bukan domba, dia juga musuh domba yang terbesar, yang datang hanya untuk merobek-robek, menelan, dan mencerai-beraikan domba-domba itu (Yoh. 10:12), menggiring mereka menjauhi Allah dan sesamanya ke dalam jalan-jalan yang bengkok. Orang-orang yang hendak merampas kebenaran apa pun dari kita dan menggantikannya dengan sesuatu yang keliru, sebenarnya merancang kejahatan terhadap jiwa kita, apa pun bentuk kepura-puraan mereka. Paulus menyebut mereka serigala-serigala yang ganas (Kis. 20:29). Mereka memangsa untuk diri sendiri, melayani perut mereka sendiri (Rm. 16:18), memangsa dan menarik keuntungan dari mangsa mereka. Mengingat hal ini begitu mudah terjadi dan begitu berbahaya bila tertipu, waspadalah terhadap nabi-nabi palsu.

II. Berikut ini ada pedoman yang baik untuk berjaga-jaga. Kita harus menguji segala sesuatu (1Tes. 5:21), menguji roh-roh (1Yoh. 4:1), dan kenalilah batu ujiannya: Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka (ay. 16-20). 

Gambaran mengenai perbandingan ini, yaitu buah yang dapat menunjukkan jenis pohonnya. Kita tidak selalu dapat membedakan jenis pohon dari kulit dan daun-daunnya, atau dari rentangan dahan-dahannya, tetapi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Buah selalu sesuai dengan jenis pohonnya. Melalui pengakuannya, manusia bisa saja menentang tabiat alaminya dan melawan asas batinnya. Namun, arus gerakan dan penyimpangan perbuatan-perbuatan mereka selalu akan berjalan sesuai dengan tabiat dan batin mereka. Kristus menekankan hal kesesuaian antara buah dan pohon sedemikian rupa hingga:

(1) Jika orang tahu jenis pohonnya, ia bisa tahu buah apa yang dapat diharapkannya. Jangan pernah berharap dapat memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri, sebab memang bukan sewajarnya tanaman-tanaman itu menghasilkan buah-buah tadi. Buah apel bisa saja ditancapkan atau setandan buah anggur digantungkan pada duri. Demikian pula dengan kebenaran, perkataan atau perbuatan baik, bisa saja didapati dalam diri orang jahat. Namun, yakinlah bahwa hal-hal itu tidak pernah bertumbuh dari dalam dirinya.

[1] Hati yang jahat, kejam, dan belum dikuduskan adalah seperti semak duri dan rumput duri, yang penuh dosa, tidak berharga, menjengkelkan, dan akhirnya dibuang ke dalam api.

[2] Perbuatan baik adalah seperti buah yang baik, seperti buah anggur dan buah ara, menyenangkan bagi Allah dan berguna bagi manusia.

[3] Buah yang baik ini tidak pernah bisa diharapkan dari orang jahat. Ini seperti mengharapkan sesuatu yang tahir keluar dari yang najis, karena orang demikian tidak memiliki asas moral yang bisa diterima. Dari perbendaharaan yang jahat akan keluar hal-hal yang jahat.

(2) Di lain pihak, jika orang mengenal buahnya, dari situ ia juga akan mengenal jenis pohonnya. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, atau pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. Tidak, mau tidak mau yang dihasilkannya adalah buah yang tidak baik. Maka yang harus diperhatikan adalah buah mana yang dihasilkan pohon secara alami dan asli yakni yang dihasilkan dalam jumlah besar dan terus-menerus seperti biasa. Manusia dikenali bukan dari perbuatan-perbuatan tertentu, melainkan dari arah dan gerakan perilaku serta tindakan-tindakan yang lebih sering diperbuatnya, terutama yang tampak bebas dan berasal dari dirinya sendiri, bukan karena pengaruh dari alasan dan dorongan luar.

(1) Melalui ketakutan dan ancaman (ay. 19). Setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik pasti ditebang. Ungkapan ini persis sama seperti yang digunakan Yohanes Pembaptis (3:10). Kristus bisa saja memakai ungkapan ini dengan kata-kata lain, mengubahnya atau memberinya makna baru. Namun, Ia tidak segan-segan menggunakan kata-kata yang sama seperti yang diucapkan Yohanes sebelum Dia. Janganlah para hamba Tuhan terlampau ingin menciptakan ungkapan-ungkapan baru; demikian juga jemaat, jangan gatal telinga untuk selalu mau mendengar hal-hal baru. Menulis dan mengatakan hal-hal yang sama bukanlah hal memalukan, sebab ini justru aman.

[1] Uraian mengenai pohon yang tidak subur, yaitu pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik. Kalaupun ada buahnya, tetapi buahnya itu tidak baik (sekalipun kita melakukan sesuatu, yang sebenarnya baik, namun tidak dikerjakan dengan baik, dengan cara dan tujuan yang benar), maka tetap saja pohon itu dianggap tidak subur.

[2] Nasib pohon yang tidak subur, pasti akan ditebang dan dibuang ke dalam api. Allah akan memperlakukan orang jahat seperti manusia memperlakukan pohon kering yang mengotori tanah: Ia akan menandai mereka dengan beberapa tanda rasa tidak senang-Nya. Ia akan menguliti mereka dengan cara mengambil semua bagian berkat dan karunia-karunia dari mereka dan menebang mereka lewat maut serta membuang mereka ke dalam api neraka, api yang dikobarkan dengan murka Allah dan dinyalakan dengan kayu dari pohon-pohon yang tidak menghasilkan buah itu (bdk. Yeh. 31:12-13; Dan. 4:14; Yoh. 15:6).

(2) Melalui pengujian. Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.

[1] Dari buah pribadi, kata-kata, tindakan, dan gerak-gerik perilaku mereka. Jika ingin tahu apakah mereka orang yang benar atau tidak, amatilah cara hidup mereka, sebab perbuatan mereka akan bersaksi bagi atau melawan mereka. Para ahli Taurat dan orang Farisi duduk di kursi Musa dan mengajarkan hukum Taurat, tetapi mereka bersikap sombong, tamak, palsu, dan suka menindas. Itulah sebabnya Kristus memperingatkan murid-murid-Nya agar waspada terhadap mereka dan juga ragi mereka (Mrk. 12:38). Jika orang berpura-pura sebagai nabi tetapi berperilaku tidak senonoh, itu sudah membuktikan kepura-puraan mereka itu. Mereka ini bukanlah sahabat sejati salib Kristus, apa pun pengakuan mereka, karena Tuhan mereka ialah perut mereka, dan pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi (Flp. 3:18-19). Orang yang kehidupannya membuktikan bahwa ia dipimpin oleh roh najis, bukanlah orang yang diajar atau diutus oleh Allah yang kudus. Allah menempatkan harta ke dalam wadah tanah liat, dan bukan ke dalam wadah yang kotor. Mereka bisa saja menyatakan hukum-hukum Allah, tetapi apakah perbuatan mereka sesuai dengan pernyataan mereka?

[2] Dari buah ajaran mereka, dari buah-buah mereka sebagai nabi: ini bukannya satu-satunya jalan, melainkan salah satu cara saja untuk menguji berbagai ajaran, apakah itu berasal dari Allah atau bukan. Apakah yang cenderung mereka lakukan? Ke dalam kesukaan dan perbuatan, apakah mereka akan membawa orang-orang yang menerima ajaran itu? Jika ajaran itu berasal dari Allah, maka ini akan menimbulkan kesalehan, kerendahan hati, kedermawanan, kekudusan, dan kasih yang sungguh-sungguh, bersama-sama dengan anugerah-anugerah Kristiani lainnya. Namun, bila sebaliknya, ajaran yang disampaikan para nabi ini menunjukkan kecenderungan membuat orang menjadi sombong, duniawi, dan suka bertengkar, berperilaku ceroboh, tidak adil, tidak dermawan, gemar menggolong-golongkan, mengganggu ketenangan umum, memuaskan kebebasan hawa nafsu, dan menyebabkan orang meninggalkan pengendalian atas diri dan keluarga mereka menurut aturan ketat jalan yang sempit itu, kita boleh menyimpulkan bahwa ajakan ini bukan datang dari Dia (Gal. 5:8). Itu bukanlah hikmat yang datang dari atas (Yak. 3:15). Iman dan hati nurani yang suci dipersatukan (1Tim. 1:19; 3:9). Perhatikanlah, ajaran yang menimbulkan keragu-raguan harus diuji dengan anugerah dan melalui kewajiban-kewajiban, apakah dilakukan atau tidak. Kalau menuntun kepada dosa, maka itu bukan berasal dari Allah. Akan tetapi, bila kita tidak dapat mengenal mereka dari buahnya, kita harus memakai jalan yang hebat itu, yaitu batu ujian, sang hukum itu, dan kesaksian mereka. Apakah mereka berbicara menurut aturan tersebut? 

Sumber:tafsiran Mathew Henrry

#Semoga menambah pengetahuan ya

Rabu, 29 April 2020

Tafsiran I Korintus 6. 9-10

Di sini Rasul Paulus mengambil kesempatan untuk memperingatkan mereka terhadap banyak kejahatan mengerikan yang sebelumnya sangat mereka sukai.

I. Rasul Paulus memaparkan hal itu sebagai suatu kebenaran yang jelas-jelas bisa dilihat, yang tidak boleh mereka abaikan, bahwa orang-orang berdosa seperti itu tidak akan mewarisi Kerajaan Allah. Orang-orang yang paling tidak berarti di antara mereka sekalipun sangat mengetahui hal itu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? (ay. 9), tidak akan diakui sebagai anggota yang sejati dari jemaatnya di dunia ini, dan juga tidak diakui sebagai anggota yang mulia dari jemaat di sorga. Semua ketidakadilan adalah dosa, dan semua dosa yang masih berkuasa, bahwa setiap dosa nyata yang dilakukan dengan sengaja, dan tidak disesali, akan mengunci kerajaan sorga. Paulus memerincikan beberapa jenis dosa: terhadap hukum yang pertama dan kedua, sebagai penyembah-penyembah berhala, terhadap hukum yang ketujuh, sebagai orang cabul, pezinah, banci, dan pemburit, terhadap hukum yang kedelapan, sebagai pencuri dan penipu, yang secara paksa atau curang berbuat ketidakadilan terhadap sesama mereka, terhadap hukum kesembilan, sebagai pemfitnah, serta terhadap hukum kesepuluh, sebagai orang kikir dan pemabuk. Semua dosa ini dengan jelas melanggar hukum-hukum selebihnya. Orang-orang yang mengetahui suatu hal apa saja mengenai perkara-perkara agama harus tahu bahwa sorga tidak pernah dimaksudkan untuk hal-hal ini. Sampah dunia ini sama sekali tidak layak untuk mengisi rumah-rumah yang besar dan permai di sorga. Orang-orang yang melakukan pekerjaan Iblis tidak akan pernah menerima upah dari Allah, selain maut, sebagai upah yang adil dari dosa (Rm. 6:23).

II. Sekarang Rasul Paulus memperingatkan mereka terhadap penyesatan diri sendiri: Janganlah sesat! Orang-orang yang seharusnya sudah mengetahui kebenaran seperti yang telah disebutkan sebelumnya, biasanya justru cenderung tidak memperhatikannya. Manusia sangat cenderung menghibur diri sendiri bahwa Allah itu sama seperti mereka, dan bahwa mereka dapat hidup di dalam dosa, namun mati di dalam Kristus. Dapat menjalankan kehidupan seperti anak-anak Iblis, namun dapat masuk sorga bersama anak-anak Allah. Tetapi, ini semua benar-benar sebuah kebohongan besar. Camkanlah, umat manusia ini sungguh harus peduli agar mereka tidak menipu diri sendiri mengenai hal-hal yang berkaitan dengan jiwa mereka. Kita tidak dapat berharap menabur di dalam daging, namun akan menuai hidup yang kekal.

III. Rasul Paulus mengingatkan mereka betapa dahsyatnya perubahan yang telah dikerjakan Injil dan kasih karunia Allah di dalam diri mereka. Beberapa orang di antara kamu (ay. 11), yakni orang-orang berdosa yang begitu terkenal kejahatannya, seperti yang telah ia ungkapkan. Kata bahasa Yunani yang digunakan adalah tauta seperti itulah beberapa orang di antara kamu, seperti monster daripada manusia. Perhatikanlah, beberapa orang yang sekarang sungguh menjadi sangat baik setelah pertobatan mereka, dahulunya adalah orang-orang yang luar biasa jahat. Quantum mutatus ab illo! – Betapa mulianya perubahan yang dilakukan oleh kasih karunia! Kasih karunia mengubah orang-orang yang paling keji dan hina menjadi orang-orang kudus dan anak-anak Allah. Seperti itulah tadinya beberapa orang di antara kamu dahulu, namun kamu sekarang tidaklah sama seperti kamu yang dahulu itu. Kamu telah memberi dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita. Perhatikanlah, kejahatan manusia sebelum pertobatan bukanlah penghalang bagi pemulihan dan pendamaiannya dengan Allah. Darah Kristus dan penyucian untuk pemulihan, dapat membersihkan semua kesalahan dan kecemaran. Di sini ada perubahan urutan perkataan yang indah: Kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan. Pengudusan disebut sebelum pembenaran, tetapi nama Kristus, yang oleh-Nya kita dibenarkan, ditempatkan sebelum nama Roh Allah, yang oleh-Nya kita dikuduskan. Pembenaran kita dikarenakan oleh jasa Kristus, sedangkan pengudusan kita disebabkan oleh pekerjaan Roh, namun keduanya berjalan bersama-sama. Perhatikanlah, tidak ada orang yang dibersihkan dari kesalahan dosa dan didamaikan dengan Allah melalui Kristus selain mereka yang juga dikuduskan oleh Roh-Nya. Semua yang dibenarkan di hadapan Allah, dikuduskan oleh kasih karunia Allah. (Mathew Hendry)

Jumat, 24 April 2020

JANGAN BURU-BURU

 1 TOMOTIUS, 5:17-25

TEKS Terjemahan Bebas (TB): Ayat 17  Penatua-penatua yang baik pimpinannya patut dihormati dua kali lipat, terutama mereka yang dengan jerih payah berkhotbah dan mengajar. 18  Bukankah Kitab Suci berkata: "Janganlah engkau memberangus[1] mulut lembu yang sedang mengirik[2]," dan lagi "seorang pekerja patut mendapat upahnya." 19  Janganlah engkau menerima tuduhan atas seorang penatua kecuali kalau didukung dua atau tiga orang saksi. 20  Mereka yang berbuat dosa hendaklah kautegor di depan semua orang agar yang lain itupun takut. 21  Di hadapan Allah dan Kristus Yesus dan malaikat-malaikat pilihan-Nya kupesankan dengan sungguh kepadamu: camkanlah petunjuk ini tanpa prasangka dan bertindaklah dalam segala sesuatu tanpa memihak. 22  Janganlah engkau terburu-buru menumpangkan tangan atas seseorang dan janganlah terbawa-bawa ke dalam dosa orang lain. Jagalah kemurnian dirimu. 23  Janganlah lagi minum air saja, melainkan tambahkanlah anggur sedikit, berhubung pencernaanmu terganggu dan tubuhmu sering lemah. 24  Dosa beberapa orang menyolok, seakan-akan mendahului mereka ke pengadilan, tetapi dosa beberapa orang lagi baru menjadi nyata kemudian. 25  Demikianpun perbuatan baik itu segera nyata dan kalau tidak demikian, ia tidak dapat terus tinggal tersembunyi.

PENGANTAR

Teks ini merupakan bagian dari nasehat Rasul Paulus kepada Timotius tentang bagaimana seharusnya menghormati pimpinan sebagai orang yang bekerja keras dalam pelayanan yaitu mereka yang berkhotbah dan yang mengajar.  Sebagai pengkhotbah dan pengajar mempersiapkan segala hal yang terkait dengan kehidupan umat Tuhan mereka melakukan  secara sadar dan terencana dan itu tidak terburu-buru. Semua kata-kata yang mereka ucapkan adalah bersumber dari refleksi rohani  bagi umat, agar hidupnya tidak terburu-buru alias tidak sembarangan di hadapan manusia dan di hadapan Tuhan. Terburu-buru yang dimaksudkan dalam hal ini adalah mengatakan atau melakukan segala sesuatu tanpa mempertimbangkan dampaknya yang mengakibatkan hilangnya kepercayaan, hilangnya kekeluargaan, hilangnya segala hal baik yang melekat dalam diri setiap anak Tuhan. Sebagai umat Tuhan mempertimbangkan segala sesuatu sebelum bertindak adalah bentuk dari kedewasaan rohani dalam keKristenan sebagai anak-anak Tuhan.

Segala sesuatu yang dikerjakan dengan terburu-buru akan berdampak negative dalam kehidupan kita sebagai umat Tuhan.  terburu-buru itu penting tetapi tidak terlalu penting, sebab terburu-buru selalu meninggalkan kesan negative dalam menjalani hidup sebagai umat Tuhan. Seperti halnya terburu-buru terhadap pekerjaan, terburu-buru terhadap sesuatu hal itu baik tetapi terkadang terburu-buru selalu meninggalkan kesan lain yaitu pekerjaan yang dikerjakan hasilnya tidak memuaskan atau ada saja yang dilewatkan. Oleh karena itu Rasul Paulus mengajarkan kepada kita bahwa sebagai Anak Tuhan harus mampu mengendalikan diri secara bijak. Dalam ayat 22 dikatakan bahwa  Janganlah engkau terburu-buru” menumpangkan tangan atas seseorang dan janganlah terbawa-bawa ke dalam dosa orang lain. Jagalah kemurnian dirimu. Atas dasar pesan Rasul Paulus kepada Tomotius ini, memberikan gambaran bagaimana seharusnya anak Tuhan menjalani hidup dan menghormati orang lain. Dalam ayat tersebut diatas memberitahu kita bahwa “jagalah kemurnian dirimu”. Empati dan simpati terhadap penderitaan orang lain itu penting dan baik tetapi Rasul Paulus mengingatkan agar memperhatikan kondisi dimana kita berbicara dan dimana kita ada. Terkadang karena terburu-buru melihat penderitaan atau kehidupan orang lain yang menyedikan, kita seringkali melibatkan diri dalam hal-hal yang harusnya tidak terlibat. Sebab dengan keterlibatan kita bisa berdampak negative bagi diri kita sendiri tetapi juga bagi orang lain. Karena itu memperhatikan konteks dimana kita sedang berada dan dimana kita sedang berbicara itu sangat penting, tujuannya supaya kita terhidar dari segala hal yang berdampak balik terhadap kehidupan kita. Terburu-buru akan berdampak bagi kita sebagai anak-anak Tuhan seperti;

1.    Merusak Nama Tuhan
Terburu-buru dalam melibatkan diri atas persoalan atau kehidupan orang lain tanpa memperhatikan konteks kehidupan orang yang kepadanya kita melibatkan diri akan berdampak balik kepada diri kita. Menolong dan memberi bantuan itu penting yang lebih sering disebutkan dengan empati dan simpati itu baik, tetapi hal –hal itu bisa saja menjadi batu sandungan yang dari padanya nama Tuhan dipermalukan. Suatu pekerjaan yang menurut kita baik dan memuliahkan Tuhan belum tentu itu baik untuk orang lain. Seperti 1 Samuel 13:9-10, Saul mempersembahkan korban untuk Tuhan. Tetapi dampak balik bagi Saul adalah kehilangan hak sebagai raja bangsa Israel. Apa yang salah dalam teks ini, bukankah Saul melakukan yang benar ? Namun Tuhan tidak berkenan akan hal itu. Lalu apa yang harus dilakukan? Semuanya terlambat. Tindakan Daniel berbeda dengan tindakan Musa ataupun Abraham dan banyak nabi-nabi dan raja-raja yang bisa menjadi contoh untuk menjalani hidup yang takut akan Tuhan dan memuliahkan Tuhan melalui nama kita.

2.    Merusak nama baik  kita sendiri
Selain sebagai anak Tuhan, suatu perbuatan kita akan berbalik kepada diri kita sendiri baik itu perbuatan yang bersifat menolong ataupun yang bersifat hanya empati terhadap kehidupan orang lain. Jika kita melakukan suatu perbuatan yang baik maka dampaknya adalah nama kita juga akan ikut baik tetapi jika kita melakukan  kebalikannya maka nama kita sendiri juga yang akan dipertaruhkannya. Karena itu sangat penting bagi seorang anak Tuhan untuk belajar mengandalkan Tuhan dalam segala hal, sebelum menolong orang lain atau melibatkan diri dalam persoalan hidup orang lain mintalah petunjuk Tuhan supaya Tuhan memberikan kecerahan dan memberikan jalan keluar yang saling menguntungkan yang di dalamnya kita menjadi berkat dan orang lain mengalami berkatnya dan akhirnya nama Tuhan yang di permuliahkan di dalam pelayanan kita.

3.    Merusak nama organisasi
Setiap hal atau perbuatan kita di ikuti oleh organisasi atau lembaga yang daripadanya kita bernaung dan belindung. Karena itu semua pelayanan dan perbuatan yang melibatkan diri kita terdapat nama organisasi. Itulah sebabnya sebagai anak Tuhan mempertimbangkan sebelum bertindak adalah jalan bijak untuk terhidar dari segala hal yang memalukan nama oraganisas melalui keterlibatan kita. Misalnya seorang hamba Tuhan mengambil tindakan untuk memberkati orang lain tanpa memperhatikan kebenarannya akan berdampak balik, seperti seorang gembala memberkati orang yang mempunyai istri lebih dari satu akan berdampak dalam pengajaran suatu organisasi.

4.    Merusak nama Keluarga
Sadar atau tidak sesungguhnya dalam diri kita terdapat nama besar keluarga kita sebagai anak Tuhan. Kita masih hidup dalam dunia dan hal-hal seperti hubungan kekeluargaan masih sangat melekat dalam diri kita. Oleh karena itu sebagai anak Tuhan sangat penting menjaga nama baik keluarga kita sendiri. Sebab Yerusalem yang dimaksudkan oleh Yesus adalah dimulai dari keluarga kita sendiri. Apalah artinya jika kita mempunyai pelayanan yang hebat di luar sana tetapi keluarga kita sendiri hidup berantakan. Karena itu melalui pelayanan kita harusnya mempermuliahkan nama keluarga kita dan daripadanya nama Tuhan lebih di tinggihkan dan di mazsyurkan.

Jika demikian maka apa yang harus kita lalukan ?

1.    Mendengarkan terlebih dahulu akan kebenarannya
Salah satu kunci mempertahankan kehidupan yang lebih baik adalah “mendengarkan” segala sesuatu yang kita dengarkan. Mendengarkan artinya adalah “memperhatikan, mengindahkan dan menuruti, tidak tergesah-gesah” berbeda dengan “dengar” yang artinya (menangkap suara) tidak ada esensinya. Mendengarkan jauh lebih penting daripada melibatkan diri tanpa memahami kebenaran yang sebenarnya. Pengkhotbah 4-17)  mengajarkan kita bahwa “Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat”.

2.    Memberikan arahan secara bijak
Kunci suksesnya terletak dalam tindakan kita yaitu memberikan jalan keluar atas segala hal yang terjadi dalam kehidupan orang lain. Memberikan bimbingan dan arahan setelah memahami kebenaran jauh lebih berakar dan berdampak baik daripada melibatkan diri tanpa memahami konteks kehidupan orang secara buru-buru akan tidak berakar dan tidak berdampak positip. Oleh karena itu sebagai anak Tuhan memohon hikmat dan kuasa Tuhan untuk memberikan pertolongan  secara rohani kepada orang lain sebagai bukti Allah menyertai kita dalam perbuatan dan dalam kata-kata kita yang daripadanya orang lain bisa mengenal Tuhan secara pribadi dan mengakui Tuhan adalah jalan kebenaran dan kehidupan.

3.    Mengambil tindakan tepat tanpa meninggalkan luka hati
Tidak ada yang tidak mungkin dilakukan oleh anak-anak Tuhan, semua pasti mungkin kuncinya adalah seberapa besar kita mengandalkan Tuhan dan memohon pertolongan-Nya. Jika kita banyak mengandalkan Tuhan dalam tuturkata dan dalam perbuatan pasti kita akan menjadi garam dan terang bagi kehidupan orang lain. Matius 5:13-16 mengajarkan kepada kita bagaimana seharusnya garam itu berfungsi. Demikianlah harusnya kehidupan seorang anak Tuhan, sehingga menjadi garam bagi kehidupan orang lain.

4.    Mengambil waktu untuk berdoa sebagai akhir dari tindakan tersebut
Setelah mengetahui dan memahami serta memberikan jalan keluar bagi persoalan hidup orang lain maka akhirnya sebagai anak Tuhan diakhiri dengan Doa sebagai tanda kita berhasil menyelesaikan konflik atau pproblematik kehidupan orang lain. Doa merupakan jembatan yang menghubungkan antara kita sebagai manusia yang bermasalah dengan Tuhan sebagai pihak yang memberikan pertolongan maka dalam hal ini kita menyampaikan terimakasi melalui jembatan yang disebut DOA. Doa dapat membangun komunikasi yang intim antara sesama kita dan dengan Tuhan. Dengan tindakan-tindakan yang demikian kita menjadi pembawa damai bagi sesama kita dan nama Tuhan dipermuliahkan.

Kesimpulan
Akhirnya dalam kesempatan ini dibuat suatu kesimpulan bahwa terburu-buru adalah hal negative yang harus dihindari oleh setiap anak Tuhan. Sebab terburu-buru akan menjauhkan kita dari kehidupan yang saling mengasihi dan saling menolong, hidup yang lebih baik adalah dengan adanya melibatkan Tuhan dalam segala hal dan bertindak hati-hati akan membawa kita untuk menikmati janji-janji Allah sebagaimana Janji Allah kepada Yosua 1:8 bahwa “jangan lupa memperkatakan Firman Allah sebab di dalamnya terdapat hidup kelimpahan. Tuhan Yesus memberkati kita semua”.

Ambon, 25 April 2020
Yoel Giban, S.Th. M.Pd.K



[1] Devinisi menurut Kamus kata “memberangus” adalah,  Melarang, atau menutup mulut, mengeluarkan.
[2] Mengirik artinya: Menginjak, menebah agar terlepas dari tangkainya seperti (padi kering, kacang dan sebagainya)

Jumat, 10 April 2020

JANGANLAH KAMU TALUT

“Janganlah KAMU Takut”

Kita membaca Matius 28. Hari itu adalah “hari pertama minggu itu”. Tiga hari sebelumnya, para pemuka agama telah menyalibkan Tuhan. Yusuf dari Arimatea membaringkan tubuh-Nya dalam sebuah kubur dan orang-orang Farisi menutup kubur itu dengan batu dan penjaga-penjaga menjaga kubur itu. Lalu, “setelah hari Sabat lewat, menjelang menyingsingnya fajar pada hari pertama minggu itu”....

Matius 28:1-6
“….. pergilah Maria Magdalena dan Maria yang lain, menengok kubur itu. Maka terjadilah gempa bumi yang hebat sebab seorang malaikat Tuhan turun dari langit dan datang ke batu itu dan menggulingkannya lalu duduk di atasnya. Wajahnya bagaikan kilat dan pakaiannya putih bagaikan salju. Dan penjaga-penjaga itu gentar ketakutan dan menjadi seperti orang-orang mati. Akan tetapi malaikat itu berkata kepada perempuan-perempuan itu: "Janganlah kamu takut; sebab aku tahu kamu mencari Yesus yang disalibkan itu. Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya. Mari, lihatlah tempat Ia berbaring.”

Yang mengesankan saya dari perikop ini adalah bahwa malaikat tidak mengatakan “jangan takut” kepada para penjaga. Padahal, mereka sangat ketakutan. Saking takutnya, mereka menjadi seperti orang mati ketika melihatnya. Orang mati yang mereka jaga sudah bangkit dan mereka yang menjaganya menjadi seperti orang mati! Namun, malaikat tidak mengatakan apa pun kepada mereka. Dia tidak mengucapkan perkataan apa pun untuk mendorong mereka! Dan, itulah mengapa kata “kamu” di sini menjadi sangat penting, sekalipun penekanan kata “kamu” di sini hilang dalam kebanyakan penerjemahan modern (namun terasa dalam teks asli bahasa Yunaninya). Malaikat itu berkata kepada perempuan-perempuan itu: "Janganlah kamu takut”. “Jangan lihat para penjaga itu. Mereka ketakutan dan mereka memang seharusnya takut. Tetapi kamu jangan takut. Kamu yang mengikut Yesus, kamu yang mencari Yesus, jangan kamu takut. Aku tidak mengatakan ini kepada mereka yang menjaga kubur kosong itu. Aku tidak mengatakan ini kepada mereka yang berusaha menahan Tuhan agar tetap berada di dalam kubur. Mereka ketakutan, tetapi kamu jangan takut. Karena aku tahu kamu, saudara-saudariku, sedang mencari Yesus yang disalibkan itu, dan di mana pun Dia berada, kamu pun akan berada bersama-sama dengan Dia. Jangan takut! “Janganlah kamu takut; sebab aku tahu kamu mencari Yesus yang disalibkan itu”.

Dengan nada yang sama Roh Kudus mengatakan kepada kita dalam 1 Tesalonika 5:1-10:

1 Tesalonika 5:1-10
“Tetapi tentang zaman dan masa, saudara-saudara, tidak perlu dituliskan kepadamu, karena kamu sendiri tahu benar-benar, bahwa hari Tuhan datang seperti pencuri pada malam. Apabila mereka mengatakan: Semuanya damai dan aman--maka tiba-tiba mereka ditimpa oleh kebinasaan, seperti seorang perempuan yang hamil ditimpa oleh sakit bersalin--mereka pasti tidak akan luput. Tetapi kamu, saudara-saudara, kamu tidak hidup di dalam kegelapan, sehingga hari itu tiba-tiba mendatangi kamu seperti pencuri, karena kamu semua adalah anak-anak terang dan anak-anak siang. Kita bukanlah orang-orang malam atau orang-orang kegelapan. Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar. Sebab mereka yang tidur, tidur waktu malam dan mereka yang mabuk, mabuk waktu malam. Tetapi kita, yang adalah orang-orang siang, baiklah kita sadar, berbajuzirahkan iman dan kasih, dan berketopongkan pengharapan keselamatan. Karena Allah tidak menetapkan kita untuk ditimpa murka, tetapi untuk beroleh keselamatan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, yang sudah mati untuk kita, supaya entah kita berjaga-jaga, entah kita tidur, kita hidup bersama-sama dengan Dia.”

Setiba-tiba terjadinya kebangkitan bagi para penjaga, setiba-tiba itu pula terjadinya hari Tuhan. Hari Tuhan akan datang seperti pencuri pada waktu malam. “Apabila mereka mengatakan: Semuanya damai dan aman--maka tiba-tiba mereka ditimpa oleh kebinasaan,… mereka pasti tidak akan luput”. Mereka akan sangat ketakutan dan tidak ada seorang pun akan berkata kepada mereka “Jangan takut”. Tetapi sekali lagi, bukan kita, saudara-saudariku yang terkasih. Karena kita tidak hidup di dalam kegelapan sehingga hari itu tiba-tiba mendatangi kita seperti pencuri. Allah tahu siapa yang kita ikuti. Allah tahu siapa yang kita cari. Allah tahu bahwa kita mencari dan menanti-nantikan Yesus. Oleh karena itu, jangan takut! Karena Allah tidak menetapkan kita untuk ditimpa murka, tetapi untuk beroleh keselamatan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita! Dia akan datang. Tuhan kita akan datang. Kamu, pengikut-pengikut Yesus, orang-orang yang mencari Yesus, jangan kamu takut!

FB group

#Santapan harian Kristen

#RH Lilin Kecil


Minggu, 05 April 2020

Percaya tanpa Melihat Tanda

Lukas 23:8-12 

Terkadang, sebuah tanda bisa meneguhkan keyakinan kita. Misalnya, cincin adalah tanda sayang kita kepada pasangan karena mencintainya. Namun, apakah prinsip ini juga berlaku dalam persoalan iman? Apakah iman harus diteguhkan dengan tanda atau mukjizat?

Herodes akhirnya bertemu dengan Yesus. Ia bergirang karena sudah sejak lama ingin bertemu dengan-Nya (lih. Luk 23:8). Ia ingin menyaksikan sendiri bagaimana Yesus membuat tanda (8). Mungkin ia merasa Yesus seperti tukang sulap yang bisa menghiburnya. Sayangnya, harapan itu kandas. Jangankan membuat tanda, menjawab pertanyaannya pun Yesus enggan (9). Harapan untuk menonton hiburan pun pupus dan berganti menjadi kemarahan.

Sebagai seorang penguasa, ia mungkin sakit hati karena diperlakukan begitu. Alhasil, ia membalas perlakuan Yesus. Pertama, ia mengolok-olok dan menista-Nya. Kedua, ia memakaikan jubah ke tubuh-Nya sebagai simbol ejekan bahwa Yesus adalah raja (11).

Herodes tidak menemukan kesalahan. Namun, ia juga tidak mau membebaskan Yesus. Ia malah memilih mengirim-Nya kembali kepada Pilatus (11).

Inilah ketidakadilan sekaligus sikap arogansi penguasa. Demi melanggengkan kekuasaan, ia melemparkan masalah kepada orang lain.

Namun demikian, Alkitab mencatat, dengan mengirim Yesus kembali ke Pilatus rekonsiliasi terjadi bagi kedua pejabat tersebut (12). Mereka yang dahulu bermusuhan pun, permusuhannya mencair dan berubah menjadi “sahabat”. Perlu diketahui bahwa dalam politik tidak ada sahabat, yang ada hanyalah kepentingan.

Masalah iman adalah masalah kepercayaan, tanpa harus disertai tanda, apalagi mukjizat. Jangan sampai iman kita kepada Tuhan tumbuh hanya karena kita mendapat berbagai macam tanda dan mukjizat. Hal seperti ini berbahaya sebab akan membuat kita menjadi seperti Herodes yang mengejek bahkan tidak memercayai-Nya. Iman yang benar adalah percaya sekalipun tidak melihat (Ibr 11:1). Jadi, percayalah tanpa harus melihat tanda atau mukjizat. [SGP]

https/tulisanyg.blogspot.com

Jumat, 03 April 2020

Dampak Covid 19 bagi Iman Kristen

Akhir-akhir ini Covid -19 benar-benar menjadi momok yang sangat menakutkan bagi siapa saja, tanpa memandang agama suku dan budaya. Hal itu dapat terlihat dari semua media baik televisi, media elektronik bahkan sampai kepada media sosial membicarakan tentang "COVID-19". 
                   Yoel Giban, M.Pd.K

Bukan tanpa alasan bukti-bukti menunjukkan bahwa virus Corona berhasil mengisolasi seluruh segi kehidupan masyarakat, secara fisikis dan bahkan sampai kepada spiritualitas masyarakat.

Akibatnya adalah gereja terpaksa harus di tutup dan semua kegiatan peribadatan diliburkan, dalam pengawasan pemerintah. Satu hal yang sangat bertentangan dengan iman Kristen.  

Dalam tinjauan terminologis bahwa Iman merupakan salah satu konsepsi penting dalam seluruh kitab suci. Susunan tata bahasa khas untuk iman yg menyelamatkan, ialah kata kerja pisteuo dalam PB yang disusuli kata eis. Arti harfiahnya ialah percaya 'ke dalam'. Maksudnya ialah iman yang mengeluarkan seseorang dari dirinya sendiri, dan menaruh dirinya di dalam Kristus (ungkapan yang sering dipakai Paulus mengenai orang Kristen yaitu'di dalam Kristus'). Pengalaman ini dapat juga disebut 'kesatuan dengan Kristus melalui iman'. Maksudnya bukan melulu iman dalam arti persetujuan intelektualis, tapi iman yang melaluinya orang percaya berpaut pada Juruselamat-nya dengan segenap hatinya. Orang percaya dalam pengertian ini tinggal di dalam Kristus dan Kristus di dalam dia (Yoh 15:4). Iman tidak berarti menerima hal-hal tertentu sebagai benar, tapi menyerahkan diri (mengandalkan diri) kepada suatu diri, yaitu diri Kristus.

Di mana-mana iman dituntut dan keutamaannya ditekankan. Iman membuang segala kepercayaan pada sumber-sumber kekuatan sendiri. Iman berarti pasrah menyerahkan diri sendiri tanpa syarat kepada Allah. Iman berarti memegang teguh kepada janji Allah di dalam Kristus dengan memautkan seluruh kepercayaan kepada karya Kristus yang genap seutuhnya demi keselamatan, dan kepada kekuasaan Roh Kudus demi kekuatan sehari-hari. Iman mencakup kepercayaan yang utuh dan ketaatan mutlak kepada Allah.

Numun Gereja mempunyai tafsiran lain terkait dengan iman. Gereja harus di liburkan semua orang mengamankan diri dengan mengatakan bahwa datangnya Covig 19 adalah kehendak Tuhan supaya keluarga bersatu dan ada kesempatan berdoa bersama dalam keluarga dan sebagaimana. Pendengarannya sangat rohani dan baik supaya ada Mesbah doa dalam keluarga tetapi apakah itu merupakan kehendak Tuhan? Siapa yang menjawabnya,?

Memang selama ini dalam keluarga tidak ada Mesbah doa ? Apakah selama ini hanya sibuk kerja dan tidak berdoa ? 

Disini terbukti bahwa ternyata semua orang percaya sesunggunya takut akan kematian dan itu fakta takterbatahkan. Harus mengarisbawahi bahwa Kematian itu adalah HUKUMAN TUHAN dan harus dijalani oleh siapapun orangnya entah kecil besar tua dan mudah jalan kematian sebagai akhir kehidupan setiap orang pada waktunya sesuai jadwalnya Tuhan. Tidak ada kematian tanpa jadwal dan tanpa rencana Tuhan. Semua kematian datang dengan segala cara dalam rencana dan waktu Tuhan sehingga kematian setiap orang tidak kebetulan. 

Pertanyaan saya dimana Iman kita ? Apakah Covid -19 adalah kutukan Tuhan ?

Sampai hari ini semua orang berbicara hanya spekulasi dan banyak hamba Tuhan tampil sebagai hakim untuk menyatakan kebenaran mereka masing- masing dari persembunyiannya. Sangat di sayangkan ternyata kualitas iman kita tidak sampai harapan Tuhan. Kita tidak dapat menguji iman kita dengan badai kehidupan, kita hanya bisa menguji iman dengan angin sepoi-sepoi.

Kita hanyalah omong kosong dan hanya cari sensasi di hadapan Tuhan tetapi percayalah "TUHAN MENGETAHUI HATIMU YANG PALING DALAM"  jika Tuhan berkehendak untuk orang percaya kembali kepada panggkuan BAPA di surga dengan kematian melalui Covid 19  jalani dan nikmati saja jangan mempersalahkan orang lain bahkan mengatakan ini kutukan Tuhan. Siapakah kita sehingga berkata ini kutukan Tuhan ? 

Pesan akhir
Jangan pernah Kawatir tetang apapun yang sedang terjadi dalam hidupmu akhir-akhir ini. Percaya kepada Tuhan adalah pilihan terbaik dan bukti yang akurat 
bahwa kita mengandalkan Tuhan. Tuhan sedang menguji kemurnian iman kita, dan ini sebenarnya belum apa-apa. Penderitaan dan ujian yang sebenarnya akan datang pada waktu yang telah ditetapkan Tuhan. Karena itu Alkitab mengajarkan kepada kita "Yosua 1:9 (TB)  Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke mana pun engkau pergi."  Amin [YGM]

FB group
#RH Lilin Kecil
#Santapan Harian Kristen
 

Kamis, 02 April 2020

APA ITU KEJUJURAN

APA ITU KEJUJURAN

Setiap orang  siapapun dia, entah tua muda, kaya dan miskin tidak ingin dan tidak berharap untuk di bohongi. Sebab kebohongan akan membawa kepada kehancuran hubungan baik. Dalam membangun hubungan baik dengan sesama yang diperlukan sebagai ikatan persaudaraan adalah komunikasi kejujuran sebagai ikatan persaudaraan.
                Yoel Giban, M.Pd.K

Dalam kamus besar bahasa Indonesia dikatakan kejujuran adalah ketulusan dan ketulusan identik dengan kesungguhan atau kebersihan. Jadi kejujuran itu identik dengan kebersihan hidup.

Devinisi kejujur menurut Wikipedia bahwa Kata "Jujur " atau kejujuran mengacu pada aspek karaktermoral dan berkonotasi atribut positif dan berbudi luhur seperti integritas, dan keterusterangan, termasuk keterusterangan pada perilaku, dan beriringan dengan tidak adanya kebohongan, penipuan, selain itu, kejujuran berarti dapat dipercaya, setiaadil, dan tulus. "Kejujuran adalah kebijakan terbaik"  

Maka kejujuran adalah sikap tegas pada diri sendiri untuk menghindari kompromi dengan segala kejahatan. Kejujuran sesungguhnya lahir dari hati yang bersih dan murni serta sungguh-sungguh ingin bersih dari segala kotoran. Itu sebabnya kejujuran identik dengan api, segala yang bersifat materi akan di hanguskan oleh api demikian kejujuran pada orang yang mencintai hidup benar dan tulus hati. Orang yang tidak jujur pada diri sendiri adalah seumpama menyalakan api di dalam sampah yang basah dan lembab. Ada api ada asap namun tidak terbakar habis karena tercampur dengan unsur air. AIR berlawanan dengan API artinya keduanya tidak kompromi satu sama yang lainnya.

Kejujuran harus lahir dari hati yang bersih tanpa ada niat jahat kepada seseorang. Walaupun kejujuran seringkali melahirkan rasa sakit hati dan kebencian pada pelaku namun sesungguhnya kejujuran itu membebaskan kita dari kemunafikan dan kehampaan bagaikan sampah yang tercampur dengan segala hal yang mudah di bakar dan tidak dibakar. Yang tidak ikut terbakar adalah terdapat unsur air yaitu kenajisan dan kemunafikan dalam menjalani kehidupan.

Kejujuran bersumber dari Allah sang pemilik kehidupan sehingga segala yang najis dan kotor harus di hanguskan, Ibrani 12:29 "Sebab Allah kita adalah api yang menghanguskan". Terjemahan sederhana Indonesia  Ibrani 12:29 (TSI2)  dikatakan bahwa (Karena tentang Allah kita Kitab Suci menuliskan, Allah kita “bagaikan api yang menghanguskan segala sesuatu yang tidak sempurna.”)  segala sesuatu yang tidak sempurna Alkitab berkata harus di hanguskan. Dalam Ibrani 10:27 dikatakan "Tetapi yang ada ialah kematian yang mengerikan akan penghakiman dan api yang dahsyat yang akan menghanguskan semua orang durhaka". Devinisi dari kata "Durhaka" adalah tidak setia kepada perintah Allah. Jadi semua yang tidak setia semua yang tidak taat semua yang bersumber dari kejahatan akan dihanguskan tanpa belaskasihan Tuhan. Kedurhakaan merupakan ketidakspurnaan karena itu harus dihanguskan oleh api kejujuran.

Itulah sebabnya lebih baik pikiran jahat dan segala ketidak jujuran yang bersumber dari kejahatan harus dihanguskan dengan Api. Sebab kejujuran bersumber dari kebenaran yang terdapat dalam diri kita. Setiap orang yang mencintai kejujuran adalah mereka yang hidupnya di pimpin oleh ROH Allah sebab Allah itu bagaikan Api yang menghanguskan dan sebaliknya mereka yang mencintai kemunafikan adalah mereka yang hidupnya di pimpin oleh dosa.

Kesimpulan

Barang siapa yang berasal dari Allah harus hidup dalam kehendak Allah dan dalam kedaulatan Tuhan sehingga akan menjauhi segala sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Allah. Jika sebaliknya hidup yang hampa adalah hidup yang dipimpin oleh kejahatan yang bersumber dari iblis. Berikan kehidupan kita ini sepenuhnya kepada kehendak dan kedaulatan Tuhan maka kita akan menikmati hidup tanpa ada unsur kumunafikan. Amin [YGM]

FB GROUP
#RH LILIN KECIL
#SANTAPAN HARIAN KRISTEN

Cari Rasa Aman dengan Menyangkal

Lukas 22:54-62

                 Yoel Giban, M.Pd.K

Salah satu kebutuhan manusia adalah rasa aman. Kita akan berusaha mati-matian mempertahankan diri jika terjebak dalam kondisi yang mengancam. Sayangnya, dalam mengusahakan keamanan itu, kita kadang bertindak dengan cara yang salah. Misalnya, kita tega mengorbankan orang lain, asalkan kita selamat.

Setelah Yesus ditangkap (54), nyali Petrus menciut. Padahal, sebelumnya ia pernah mengatakan berani mati bersama Yesus (Luk 22:33). Setelah ditangkap, ia memang terus mengikuti ke mana Yesus dibawa. Namun, ia selalu mengikuti Yesus dari kejauhan, seolah-olah menjaga jarak. Kita tidak tahu pasti alasannya melakukan hal itu. Mungkin, ia masih merasa ketakutan atau karena faktor lain. Apa pun alasannya, itu berarti di dalam dirinya masih tersisa loyalitas, meski perasaan takut mendera.

Secara manusiawi, Yesus mungkin memerlukan para murid-Nya berdiri di samping-Nya agar meringankan beban penderitaan-Nya. Namun, faktanya berbeda. Dua peristiwa memilukan terjadi. Pertama, Yudas mengkhianati-Nya. Kedua, Petrus menyangkali-Nya sebanyak tiga kali. Petrus benar-benar terpuruk. Apalagi saat Yesus berpaling dan menatapnya. Betapa ia tahu kesalahan besar yang telah dilakukannya. Seketika, ia teringat pada perkataan Yesus, “Sebelum ayam berkokok pada hari ini, engkau telah tiga kali menyangkal Aku” (61).

Tindakan Petrus dan Yudas memang salah, namun respons mereka jelas berbeda. Dengan mengikuti Yesus, setidaknya Petrus masih terus menjaga relasi dengan-Nya.

Anugerah penebusan dan penyelamatan oleh Allah melalui Yesus Kristus adalah anugerah terbesar bagi kita umat percaya. Walau syaratnya tidak berat, namun itu menuntut cara hidup kita selaras dengan kehendak Tuhan. Kita dilarang menjadi pengkhianat atau menyangkali-Nya. Sebaliknya, anugerah keselamatan menuntut kita untuk berani bertindak baik dalam perbuatan maupun perkataan.

Dengan keberanian dari Tuhan, marilah kita tidak menyangkali atau mengkhianati Yesus, meskipun dalam kondisi yang sulit. [YGM]

Rabu, 01 April 2020

Di Balik Ciuman Maut

Lukas 22:47-53

Ada perkataan yang berbunyi: “Ungkapkanlah cinta dengan kecupan.” Sesekali, cinta memang perlu diartikulasikan lewat tindakan konkret, seperti kecupan misalnya. Mencium merupakan perasaan suka, bukan ungkapan kebencian. Namun, bagaimana dengan ciuman Yudas kepada Yesus (47)? Apakah itu ekspresi cinta? Atau, ada makna lain di balik ciuman itu?

Siapakah yang menyerahkan Yesus kepada prajurit? Jawabannya mengejutkan, yaitu Yudas, murid-Nya sendiri. Mengapa seorang murid tega menyerahkan gurunya kepada pihak lawan?

Setelah Yudas meninggalkan Yesus di perjamuan malam, ia langsung mencari para imam kepala (Yoh 13:30). Pertemuan itu mengangkat dirinya menjadi pemimpin dalam kesepakatan menangkap Yesus. Pasalnya, ia tahu persis Yesus sedang berada di Bukit Zaitun. Karena selama berada di Betani hampir setiap hari Ia berada di situ untuk menjauhkan diri dari keramaian dan berdoa.

Lalu, apa yang akan dilakukan Yudas supaya para prajurit tidak salah tangkap? Ia memberi tanda sederhana, yaitu dengan ciuman. “Orang yang akan kucium, itulah Dia, ” kata Yudas (Mrk 14:44). Jadi, ciuman itu adalah isyarat, bukan sebagai ungkapan kasih sayang kepada seorang sahabat. Itu ciuman pengkhianatan!

Uniknya, Yesus tidak marah. Ia hanya bertanya, “Hai Yudas, engkau menyerahkan Anak Manusia dengan ciuman?” (48).

Menyaksikan drama itu, salah seorang murid maju membela gurunya. Ia menyerang hamba Imam Besar. Dengan sekali tebasan pedang, putuslah telinga kanannya (50).

Ciuman seperti Yudas mungkin pernah kita lakukan. Kita kerap membalut kemunafikkan dengan topeng kasih dan kalimat manis, “Aku mengasihi Engkau, ya Tuhan.” Pada praktiknya, kita lebih mengasihi telepon pintar kita daripada Alkitab. Kita lebih asyik tenggelam dengan gawai daripada merenungkan firman Tuhan.

Mengasihi Tuhan dengan sempurna adalah ketika kita menjadikan-Nya satu-satunya junjungan di atas segala-galanya. Sudahkah kita berbuat demikian? [YGM]

Statistik Pengunjung