Rabu, 30 Desember 2020
EBEN HAEZER
Minggu, 27 Desember 2020
IMANUEL #ALLAH BESERTA KITA#
Selamatkan Anak!
Matius 2:16-18
Ketika terjadi konflik di dalam diri orang dewasa, baik itu konflik dengan dirinya sendiri maupun dengan orang dewasa lainnya, maka tidak jarang, sengaja atau tidak sengaja, anak-anak ditarik secara paksa ke dalam pusaran konflik tersebut. Sebagai subjek yang paling lemah, tentu mereka akan selalu menjadi korban.
Inilah yang dilakukan oleh Herodes pada masa itu. Sebagai seorang raja yang berkuasa, juga terhadap bangsa-bangsa koloninya, ia seharusnya bertindak sebagai pelindung. Kenyataannya, karena konflik kepentingan yang terjadi di dalam dirinya, ia malah bertindak sebaliknya.
Herodes takut atas kelahiran Yesus yang dinubuatkan akan menjadi raja (2, 6). Ia takut kalau kekuasaannya kelak akan diambil alih oleh Yesus. Karena itu, setelah dia merasa tertipu oleh orang-orang majus yang tidak juga kembali memberikan kabar tentang tempat di mana Yesus berada, maka dengan membabi buta karena dikuasai oleh amarah, ia mengeluarkan perintah untuk membunuh semua anak yang berusia dua tahun atau kurang dari itu (16). Peristiwa pembantaian anak-anak itu telah menggenapi nubuatan yang pernah disampaikan oleh nabi Yeremia.
Perintah ini menyisakan duka yang amat dalam bagi penduduk Betlehem. Mereka bukan hanya kehilangan anak-anak, tetapi sekaligus juga kehilangan satu generasi karena kemarahan dari seorang raja lalim yang sangat berambisi akan kekuasaan.
Kasus-kasus kekerasan terhadap anak-anak yang kerap terjadi di mana-mana menunjukkan bahwa orang dewasa telah gagal melindungi mereka. Kegagalan itu bukan hanya terjadi karena keterlibatan secara langsung melainkan juga karena ketidakpedulian terhadap keadaan anak-anak.
Allah mengasihi manusia termasuk anak-anak dan bayi. Sudah saatnya kita merealisasikan karya keselamatan Tuhan Yesus kepada mereka secara konkret. Tugas kita adalah memastikan mereka bertumbuh dalam lingkungan yang aman dan berkembang dengan gembira dan utuh sebagai manusia. Itulah cara kita menyelamatkan kehidupan mereka. [AJT]
Kamis, 24 Desember 2020
Silsilah Tuhan Kita, Yesus Kristus
Apa yang menarik dari membaca dan mempelajari silsilah? Bukankah itu hanya kumpulan nama orang-orang yang hidup pada masa lalu yang tidak ada kaitannya dengan kehidupan saat ini?
Namun, silsilah keluarga Yesus menyimpan fakta menarik. Pertama, Abraham, Ishak, dan Yakub adalah bapa orang percaya. Isai, Daud, Salomo, Yosafat, Hizkia, Yosia, dan Zerubabel adalah aktor-aktor penting dalam sejarah Israel. Bahkan, Daud dan Salomo dikategorikan sebagai raja besar Israel (5-7). Sementara Zadok, Eliud, Eleazar, dan Matan, merupakan kakek Yusuf, suami Maria, mereka adalah keturunan Lewi dan imam (14-15).
Fakta kedua agak berbeda dari yang pertama. Meskipun lahir dari orang beriman, tetapi silsilah Yesus juga menyimpan aib. Misalnya, perselingkuhan Yehuda dan Tamar melahirkan Peres. Perselingkuhan Daud dan Betsyeba melahirkan Salomo. Uzia pernah kena kusta karena kelancangannya. Yotam pernah mengorbankan anaknya ke dalam api. Ahaz melakukan apa yang jahat dengan menyembah berhala. Manasye menurut tradisi memutilasi Yesaya.
Dari silsilah ini, kita bisa menarik satu pelajaran penting. Terlihat jelas bahwa kualitas anggota keluarga dari silsilah Yesus tidak semuanya sempurna. Ada orang-orang baik tercantum di sana. Namun, ada juga yang mempunyai sejarah kelam.
Mengapa Matius tidak mencoba menyembunyikan fakta hitam dari silsilah Yesus? Bukankah akan lebih baik jika Matius menyembunyikannya sehingga "kekudusan" Yesus sebagai Anak Allah tetap terjaga?
Apa pun alasannya, setidaknya ini membuktikan bahwa asal-usul keluarga Yesus adalah manusia biasa, Ia tidak lahir dari makhluk supranatural. Matius juga tidak mengatakan bahwa Yesus tiba-tiba turun dari langit. Sebaliknya, ia memberi tahu kita bahwa Yesus datang dari keluarga manusia biasa. Silsilah ini membuktikan akan kesejatian dari kemanusiaan Yesus. Di sinilah terlihat betapa Tuhan begitu mencintai manusia. Demi menebus umat manusia, Dia rela menjadi manusia biasa lewat silsilah yang luar biasa. [AJT]
KESAN NATAL TAHUN 2020, SEBAGAI PEMBELA HAM
Selasa, 15 Desember 2020
MATA TUHAN "TERTUTUP"
Mata Tuhan "Tertutup"
Hosea 13:1-14:1
Mata Tuhan bisa "tertutup" terhadap realitas yang dihadapi umat-Nya. Tuhan mengambil tindakan itu jika umat-Nya terus bersikap bebal dengan terus melakukan dosa dan menyakiti hati-Nya.
Dalam nas pembacaan ini, kita melihat bagaimana Allah menutup mata-Nya atas kehidupan umat-Nya. Orang Israel terus berbuat dosa dengan membuat patung dan mempersembahkan kurban padanya. Sekalipun mereka telah mengenal Tuhan sebagai Allah dan Juru Selamat, mereka tetap memberontak terhadap-Nya. Oleh karena dosa tersebut, Tuhan akan menghukum umat-Nya. Ia akan "menghentikan" kemurahan dan anugerah-Nya. Akibatnya, mereka akan seperti kabut yang segera hilang dan seperti debu jerami yang diterbangkan.
Salah satu sifat Tuhan adalah penuh cinta dan kasih. Jika mata-Nya tertutup terhadap umat-Nya dan menutup keran kasih dan kemurahan-Nya, maka kita bisa apa? Tidak ada lagi pengharapan dan kesempatan! Tuhan yang menutup mata menunjukkan bahwa Ia tidak mau lagi memerhatikan umat-Nya. Ketika mata Tuhan tertutup, sesungguhnya Ia menganggap kita sudah tidak ada. Ia menganggap bahwa umat-Nya telah mati atau muak melihat tingkahnya yang selalu berbuat dosa. Tuhan sudah tidak peduli lagi.
Padahal belas kasihan Tuhan adalah pengharapan kita untuk hidup. Belas kasih-Nya adalah mata air kehidupan. Kasih itulah yang membebaskan kita dari belenggu perbudakan, dosa, dan kuasa maut. Jika kasih-Nya sudah tidak ada lagi, berarti kita hanya menunggu waktu untuk hukuman.
Apakah mata Tuhan sedang tertutup terhadap kita? Apa yang membuat-Nya malu melihat kita? Apakah ada dosa yang terus kita lakukan tetapi kita menganggapnya lumrah?
Kini waktunya bagi kita untuk menyingkirkan segala dosa itu. Marilah kita terbuka di hadapan Tuhan. Mari kita meminta Roh Kudus untuk menyingkapkan tabir dosa itu. Kita mohon pada-Nya agar mengoreksi seluruh kehidupan kita. Mari kita memohon pengampunan dari Tuhan agar Ia tidak menutup mata dan kasih karunia-Nya atas kita. [TMP]
Minggu, 13 Desember 2020
HATI TUHAN BERBALIK
Hati Tuhan Berbalik
Hosea 11:1-11
Dalam firman Tuhan hari ini, Hosea mengajak kita untuk merasakan kedahsyatan cinta Tuhan bagi manusia. Kedahsyatan cinta itu dijelaskan melalui tindakan aktif Tuhan bagi umat-Nya. Tuhan mengajar berjalan, mengangkat, menyembuhkan, dan membungkuk untuk memberi mereka makan. Hal ini tetap dilakukan Tuhan, sekalipun umat-Nya tidak mau insaf. Dalam kasih-Nya, hati Tuhan tetap berbalik kepada umat-Nya.
Kita mungkin mudah mengingat dan menghafal ayat Alkitab tentang cinta Allah kepada segenap ciptaan-Nya. Namun, cinta bukan hanya kata-kata. Kita harus mempraktikkan cinta dalam kenyataan hidup itu sendiri.
Penggunaan kata "anak-Ku" (1) mengingatkan kita pada sifat dan sikap orang tua terhadap anaknya. Orang tua pasti dengan sabar mengajari anaknya berjalan. Ia menimang, menggendong, mendidik, dan mengasuhnya hingga remaja. Kadang, ia memang marah dan kesal melihat tingkah laku anak yang menentangnya. Namun, setelah itu, ia akan memeluk anaknya dan mengasihinya kembali. Walau kesal dan marah, hati orang tua selalu berbalik kepada anaknya. Orang tua pasti gigih dalam bekerja dan berdoa demi mencukupi kebutuhan anaknya.
Apalagi Tuhan! Sebagai Pencipta dan pemilik umat-Nya, Ia setia dan gigih bagi kita. Cinta-Nya lebih kuat daripada kekesalan hati-Nya. Kesabaran-Nya lebih kuat daripada kemarahan-Nya. Dia selalu merindukan umat yang dikasihi untuk dipanggil dan dipilih-Nya. Dia selalu mengikatkan diri dengan umat-Nya dalam kesetiaan dan kasih.
Cobalah selami perasaan Tuhan saat kita melakukan hal yang mengecewakan-Nya! Cobalah rasakan getar hati Tuhan saat kita tidak mau insaf! Rasakanlah kesabaran-Nya saat Allah menahan kekesalan hati-Nya dan menanggapi tingkah pemberontakan kita! Rasakan juga cinta, belas kasih, kesetiaan, dan sukacita-Nya ketika Dia berkenan mengampuni kita! Saat kita mampu mengenakan semua perasaan itu di dalam diri kita, maka kita akan mampu mengasihi Allah dan bersyukur atas kasih-Nya. [TMP]
Sabtu, 12 Desember 2020
Mencari Tuhan
Mencari Tuhan
Hosea 10:9-15
Hosea mengingatkan bangsa Israel bahwa sudah waktunya untuk mencari Tuhan. Sebab, mereka sudah terlalu banyak berbuat dosa di hadapan Allah. Sekalipun sudah diperingatkan, mereka tetap saja melakukan kefasikan, kecurangan, kebohongan, dan mengandalkan kekuatan sendiri. Padahal, peringatan ini bertujuan agar mereka tidak dihancurkan, diremukkan, dan dilenyapkan.
Umat Tuhan digambarkan dengan dua persamaan. Pertama, sebagai anak lembu yang mengirik dan membajak tanah agar menjadi gembur. Kedua, sebagai pemilik tanah yang harus menyisir dan membersihkan tanah agar mudah dituai (11).
Hal ini mengingatkan kita pada Matius 11:29 yang berkata: "Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan." Kuk biasanya dipasang pada hewan lembu. Tujuannya agar petani mudah mengendalikan lembu tersebut saat membajak tanah. Artinya, kuk menggiring seekor hewan agar taat pada si pengendali, yaitu petani.
Tuhan melatih umat-Nya untuk menjadi taat. Namun, mereka justru merawat kefasikan, yaitu sikap tidak peduli pada perintah Tuhan. Tuhan mendidik umat-Nya agar jujur, adil, dan tulus. Faktanya, mereka malah terbiasa curang. Tuhan melatih umat agar kelak memanen buah kebenaran. Sebaliknya, mereka justru memanen buah kebohongan dan kepalsuan.
Ajakan untuk mencari Tuhan adalah seruan untuk kembali pada maksud dan rencana Tuhan dengan menaati-Nya. Dalam hal ini, jika menabur dengan keadilan dan kasih, kita pun akan menuai kebaikan.
Jika kita telah merasakan dan mengecap kebaikan Tuhan sepanjang hidup, marilah kita bersyukur. Kita mesti mengingat bahwa Ia telah mendidik kita sebagai buah hati dan kesayangan-Nya. Percayalah akan kasih setia-Nya. Jika kita sedang jauh dan memalingkan diri dari-Nya, bersiaplah untuk kembali pada pelatihan dan didikan-Nya. Marilah kita selalu mencari Tuhan! Salah satu caranya adalah dengan mendengarkan dan melakukan firman-Nya. [TMP]
Rabu, 09 Desember 2020
Ritual tanpa Spiritualitas
Hosea 9:1-9
Spiritualitas yang digadaikan. Itulah yang sering kita lihat terjadi dalam kehidupan masyarakat di sekitar kita. Orang-orang menggunakan agama untuk berbagai kepentingan pribadi, mulai dari urusan politik sampai pada urusan jual beli tanah dan perumahan. Lalu, apakah masih ada nilai spiritualitas dalam perilaku mereka tersebut?
Pada pasal 2:10, Hosea telah menubuatkan bahwa Allah akan menghentikan segala perayaan hari-hari raya keagamaan Israel. Tidak akan ada lagi sukacita dan sorak-sorai perayaan. Nubuat ini tergenapi saat Israel sedang merayakan hari Pondok Daun. Perayaan itu untuk memperingati perjalanan hidup mereka selama di padang gurun, memperbarui perjanjian dengan Allah, dan bersyukur untuk hasil panen yang diperoleh.
Di tengah perayaan itulah, Hosea berkata: "Janganlah bersukacita... ! Janganlah bersorak-sorak... !" (1). Ada dua alasan dia berkata demikian. Pertama, hasil panen itu diperoleh dari ritual sinkretisme. Artinya, mereka tidak pantas bersukacita untuk sesuatu yang tak berkenan bagi Allah. Kedua, karena mereka akan dibuang ke tanah asing. Saat itu, mereka tidak akan dapat merayakan perayaan itu lagi (3-5).
Sayangnya, Israel tidak mengerti peringatan itu. Mereka malah menuduhnya sebagai seorang pandir (bodoh) dan gila. Mereka merasa paling tahu apa yang menyenangkan hati Allah. Padahal, mereka hanya menjalankan ritual demi ritual ibadah kosong.
Terjebak dalam ritual keagamaan bisa membuat ibadah kita kehilangan makna karena kita hanya memusatkan diri pada tata caranya, bukan esensinya. Ritual dapat menarik perhatian kita kepada berkat, bukan kepada Allah, Sang Sumber berkat. Akhirnya, ritual meminggirkan Allah dari pusat ibadah itu sendiri. Itulah ritual tanpa spiritualitas.
Ada baiknya, kita tidak terjebak pada rutinitas ritual ibadah yang terkadang bisa menjemukan. Pusat ibadah kita adalah Allah. Mari kita berbenah dengan membangun spiritualitas berdasarkan cinta kasih Allah! Setialah dalam menjalani komitmen kita dan tempatkanlah Allah di hati kita sebagai yang utama dan satu-satunya! [JMH]
SITUASI PELENGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI PAPUA SEMAKIN BURUK DAN KORBAN TERUS BERTAMBAH
Kamis, 03 Desember 2020
Mencari untuk Menemukan Tuhan
Hosea 5:1-7
Mencari apa pun, jika tidak berhasil menemukan, tentu akan menimbulkan kejengkelan. Jika hal ini terus berlanjut, kita bisa menjadi putus asa.
Situasi putus asa pernah dialami umat Israel ketika mencari Tuhan. Padahal, bangsa itu telah mencari Tuhan dengan kurban kambing-domba dan lembu-sapi. Sayang, mereka tidak akan menjumpai Dia. Pasalnya, Tuhan telah menarik diri dari mereka.
Mengapa Tuhan tidak berkenan dijumpai? Sebab, umat yang begitu disayangi itu telah berkhianat terhadap-Nya. Mereka telah memperanakkan anak-anak sundal, mencintai perzinaan dan kenajisan (7). Tuhan memandang perbuatan mereka sebagai kekejian. Hal itulah yang membuat Tuhan enggan ditemui. Dosa-dosa mereka telah menjadi pemisah yang begitu lebar dengan Tuhan, sehingga sekalipun mereka mencari Allah, mereka tidak akan menemukan-Nya.
Bagaimana caranya agar kita bisa menemukan-Nya kembali? Bertobat! Bertobat, artinya berbalik kembali kepada Allah dengan meninggalkan segala dosa. Ya, hanya pertobatan manusia yang memungkinkan Allah berkenan untuk ditemui.
Jika semula kita tidak setia, berkhianat, dan mencintai kenajisan, sekaranglah saatnya mengarahkan hati kepada Tuhan. Sikap inilah yang pertama dituntut oleh Tuhan dari umat-Nya. Dia tidak bisa dimanipulasi dengan segala upacara keagamaan dan pemberian persembahan. Tuhan lebih berkenan kepada hati yang bertobat. Persembahan dari hati yang bertobatlah yang diperkenan Allah. Persembahan dari hati yang bertobat akan sampai pada takhta kasih karunia-Nya. Ya, Tuhan hanya bisa dicari dan ditemukan dengan menempuh jalan cinta kasih. Ini sesuai hakikat-Nya yang adalah kasih.
Artinya, tidak mungkin orang yang hatinya berkhianat, penuh tipu daya, dan kenajisan dapat menemukan Tuhan. Kecuali Tuhan memberi rahmat-Nya dan berkehendak lain. Tuhan sendiri yang mencari seperti kisah pertobatan Saulus. Oleh karena itu, dalam rangka menemukan Tuhan, selain menempuh jalan cinta kasih, kita jangan lupa selalu memohon rahmat dari Tuhan. [SZR]
Selasa, 24 November 2020
JANGAN BURU-BURU
1 TOMOTIUS, 5:17-25
PENGANTAR
Teks ini merupakan bagian dari nasehat Rasul Paulus kepada
Timotius tentang bagaimana seharusnya menghormati pimpinan sebagai orang yang
bekerja keras dalam pelayanan yaitu mereka yang berkhotbah dan yang mengajar. Sebagai pengkhotbah dan pengajar
mempersiapkan segala hal yang terkait dengan kehidupan umat Tuhan mereka
melakukan secara sadar dan terencana dan
itu tidak terburu-buru. Semua kata-kata yang mereka ucapkan adalah bersumber
dari refleksi rohani bagi umat, agar
hidupnya tidak terburu-buru alias tidak sembarangan di hadapan manusia dan di
hadapan Tuhan. Terburu-buru yang dimaksudkan dalam hal ini adalah mengatakan
atau melakukan segala sesuatu tanpa mempertimbangkan dampaknya yang
mengakibatkan hilangnya kepercayaan, hilangnya kekeluargaan, hilangnya segala
hal baik yang melekat dalam diri setiap anak Tuhan. Sebagai umat Tuhan
mempertimbangkan segala sesuatu sebelum bertindak adalah bentuk dari kedewasaan
rohani dalam keKristenan sebagai anak-anak Tuhan.
Segala sesuatu yang dikerjakan dengan terburu-buru akan berdampak
negative dalam kehidupan kita sebagai umat Tuhan. terburu-buru itu penting tetapi tidak terlalu
penting, sebab terburu-buru selalu meninggalkan kesan negative dalam menjalani
hidup sebagai umat Tuhan. Seperti halnya terburu-buru terhadap pekerjaan, terburu-buru
terhadap sesuatu hal itu baik tetapi terkadang terburu-buru selalu meninggalkan
kesan lain yaitu pekerjaan yang dikerjakan hasilnya tidak memuaskan atau ada
saja yang dilewatkan. Oleh karena itu Rasul Paulus mengajarkan kepada kita
bahwa sebagai Anak Tuhan harus mampu mengendalikan diri secara bijak. Dalam
ayat 22 dikatakan bahwa “Janganlah engkau terburu-buru” menumpangkan tangan atas seseorang
dan janganlah terbawa-bawa ke dalam dosa orang lain. Jagalah kemurnian dirimu. Atas dasar pesan
Rasul Paulus kepada Tomotius ini, memberikan gambaran bagaimana seharusnya anak
Tuhan menjalani hidup dan menghormati orang lain. Dalam ayat tersebut diatas
memberitahu kita bahwa “jagalah kemurnian dirimu”. Empati
dan simpati terhadap penderitaan orang lain itu penting dan baik tetapi Rasul
Paulus mengingatkan agar memperhatikan kondisi dimana kita berbicara dan dimana
kita ada. Terkadang karena terburu-buru melihat penderitaan atau kehidupan
orang lain yang menyedikan, kita seringkali melibatkan diri dalam hal-hal yang
harusnya tidak terlibat. Sebab dengan keterlibatan kita bisa berdampak negative
bagi diri kita sendiri tetapi juga bagi orang lain. Karena itu memperhatikan
konteks dimana kita sedang berada dan dimana kita sedang berbicara itu sangat
penting, tujuannya supaya kita terhidar dari segala hal yang berdampak balik
terhadap kehidupan kita. Terburu-buru akan berdampak bagi kita sebagai
anak-anak Tuhan seperti;
1.
Merusak Nama Tuhan
Terburu-buru dalam melibatkan diri
atas persoalan atau kehidupan orang lain tanpa memperhatikan konteks kehidupan
orang yang kepadanya kita melibatkan diri akan berdampak balik kepada diri
kita. Menolong dan memberi bantuan itu penting yang lebih sering disebutkan
dengan empati dan simpati itu baik, tetapi hal –hal itu bisa saja menjadi batu
sandungan yang dari padanya nama Tuhan dipermalukan. Suatu pekerjaan yang
menurut kita baik dan memuliahkan Tuhan belum tentu itu baik untuk orang lain.
Seperti 1 Samuel 13:9-10, Saul mempersembahkan korban untuk Tuhan. Tetapi
dampak balik bagi Saul adalah kehilangan hak sebagai raja bangsa Israel. Apa
yang salah dalam teks ini, bukankah Saul melakukan yang benar ? Namun Tuhan
tidak berkenan akan hal itu. Lalu apa yang harus dilakukan? Semuanya terlambat.
Tindakan Daniel berbeda dengan tindakan Musa ataupun Abraham dan banyak
nabi-nabi dan raja-raja yang bisa menjadi contoh untuk menjalani hidup yang
takut akan Tuhan dan memuliahkan Tuhan melalui nama kita.
2. Merusak nama baik kita sendiri
Selain sebagai anak Tuhan, suatu
perbuatan kita akan berbalik kepada diri kita sendiri baik itu perbuatan yang
bersifat menolong ataupun yang bersifat hanya empati terhadap kehidupan orang
lain. Jika kita melakukan suatu perbuatan yang baik maka dampaknya adalah nama
kita juga akan ikut baik tetapi jika kita melakukan kebalikannya maka nama kita sendiri juga yang
akan dipertaruhkannya. Karena itu sangat penting bagi seorang anak Tuhan untuk
belajar mengandalkan Tuhan dalam segala hal, sebelum menolong orang lain atau
melibatkan diri dalam persoalan hidup orang lain mintalah petunjuk Tuhan supaya
Tuhan memberikan kecerahan dan memberikan jalan keluar yang saling
menguntungkan yang di dalamnya kita menjadi berkat dan orang lain mengalami
berkatnya dan akhirnya nama Tuhan yang di permuliahkan di dalam pelayanan kita.
3.
Merusak nama organisasi
Setiap hal atau perbuatan kita di
ikuti oleh organisasi atau lembaga yang daripadanya kita bernaung dan
belindung. Karena itu semua pelayanan dan perbuatan yang melibatkan diri kita
terdapat nama organisasi. Itulah sebabnya sebagai anak Tuhan mempertimbangkan
sebelum bertindak adalah jalan bijak untuk terhidar dari segala hal yang
memalukan nama oraganisas melalui keterlibatan kita. Misalnya seorang hamba
Tuhan mengambil tindakan untuk memberkati orang lain tanpa memperhatikan kebenarannya
akan berdampak balik, seperti seorang gembala memberkati orang yang mempunyai
istri lebih dari satu akan berdampak dalam pengajaran suatu organisasi.
Sadar atau tidak sesungguhnya dalam diri kita terdapat
nama besar keluarga kita sebagai anak Tuhan. Kita masih hidup dalam dunia dan
hal-hal seperti hubungan kekeluargaan masih sangat melekat dalam diri kita.
Oleh karena itu sebagai anak Tuhan sangat penting menjaga nama baik keluarga
kita sendiri. Sebab Yerusalem yang dimaksudkan oleh Yesus adalah dimulai dari
keluarga kita sendiri. Apalah artinya jika kita mempunyai pelayanan yang hebat
di luar sana tetapi keluarga kita sendiri hidup berantakan. Karena itu melalui
pelayanan kita harusnya mempermuliahkan nama keluarga kita dan daripadanya nama
Tuhan lebih di tinggihkan dan di mazsyurkan.
Jika demikian maka apa yang harus kita lalukan ?\
1. Mendengarkan terlebih dahulu akan kebenarannya
Salah satu kunci mempertahankan
kehidupan yang lebih baik adalah “mendengarkan” segala sesuatu yang kita
dengarkan. Mendengarkan artinya adalah “memperhatikan, mengindahkan dan
menuruti, tidak tergesah-gesah” berbeda dengan “dengar” yang artinya (menangkap
suara) tidak ada esensinya. Mendengarkan jauh lebih penting daripada melibatkan
diri tanpa memahami kebenaran yang sebenarnya. Pengkhotbah 4-17) mengajarkan kita bahwa “Jagalah langkahmu,
kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih
baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh,
karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat”.
Kunci suksesnya terletak dalam
tindakan kita yaitu memberikan jalan keluar atas segala hal yang terjadi dalam
kehidupan orang lain. Memberikan bimbingan dan arahan setelah memahami
kebenaran jauh lebih berakar dan berdampak baik daripada melibatkan diri tanpa
memahami konteks kehidupan orang secara buru-buru akan tidak berakar dan tidak
berdampak positip. Oleh karena itu sebagai anak Tuhan memohon hikmat dan kuasa
Tuhan untuk memberikan pertolongan
secara rohani kepada orang lain sebagai bukti Allah menyertai kita dalam
perbuatan dan dalam kata-kata kita yang daripadanya orang lain bisa mengenal
Tuhan secara pribadi dan mengakui Tuhan adalah jalan kebenaran dan kehidupan.
3. Mengambil tindakan tepat tanpa meninggalkan luka hati
Tidak ada yang tidak mungkin
dilakukan oleh anak-anak Tuhan, semua pasti mungkin kuncinya adalah seberapa
besar kita mengandalkan Tuhan dan memohon pertolongan-Nya. Jika kita banyak
mengandalkan Tuhan dalam tuturkata dan dalam perbuatan pasti kita akan menjadi
garam dan terang bagi kehidupan orang lain. Matius 5:13-16 mengajarkan kepada
kita bagaimana seharusnya garam itu berfungsi. Demikianlah harusnya kehidupan
seorang anak Tuhan, sehingga menjadi garam bagi kehidupan orang lain.
Setelah mengetahui dan memahami serta memberikan jalan keluar
bagi persoalan hidup orang lain maka akhirnya sebagai anak Tuhan diakhiri
dengan Doa sebagai tanda kita berhasil menyelesaikan konflik atau pproblematik
kehidupan orang lain. Doa merupakan jembatan yang menghubungkan antara kita
sebagai manusia yang bermasalah dengan Tuhan sebagai pihak yang memberikan
pertolongan maka dalam hal ini kita menyampaikan terimakasi melalui jembatan
yang disebut DOA. Doa dapat membangun komunikasi yang intim antara sesama kita
dan dengan Tuhan. Dengan tindakan-tindakan yang demikian kita menjadi pembawa
damai bagi sesama kita dan nama Tuhan dipermuliahkan.
Kesimpulan
Akhirnya dalam
kesempatan ini dibuat suatu kesimpulan bahwa terburu-buru adalah hal negative
yang harus dihindari oleh setiap anak Tuhan. Sebab terburu-buru akan menjauhkan
kita dari kehidupan yang saling mengasihi dan saling menolong, hidup yang lebih
baik adalah dengan adanya melibatkan Tuhan dalam segala hal dan bertindak
hati-hati akan membawa kita untuk menikmati janji-janji Allah sebagaimana Janji
Allah kepada Yosua 1:8 bahwa “jangan lupa memperkatakan Firman Allah sebab di
dalamnya terdapat hidup kelimpahan. Tuhan Yesus memberkati kita semua”.
Ambon, 25
April 2020
Yoel Giban,
S.Th. M.Pd.K
Sabtu, 07 November 2020
Kiamat? Siapa Takut !
Yesaya 24:1-23
Secara umum, kita memahami kiamat sebagai hari akhir zaman. Dalam pikiran kita mungkin terlintas tentang seisi dunia yang hancur, binasa, dan lenyap. Alam semesta tampak akan berakhir karena ditimpa bencana besar.
Yesaya juga bernubuat tentang kehancuran seluruh isi bumi. Jika hal itu terjadi, semua orang akan bernasib sama (1-2). Tidak ada satu pun dari umat manusia yang bisa menghindarinya. Itulah hukuman Allah kepada manusia yang melanggar ketetapan-Nya. Dalam situasi seperti itu, air anggur tidak menggirangkan lagi (7). Semua orang akan mengeluh karena suasana mencekam. Arak menjadi pahit dan rumah-rumah tidak dapat dimasuki lagi (9-10). Banyak orang menjerit, sukacita dan kegirangan hilang tak bersisa.
Bumi akan hancur luluh (19), bergoncang terhuyung-huyung seperti orang mabuk. Dosa pemberontakannya akan menimpanya dengan sangat hebat. Dia akan rebah dan tidak akan bangkit lagi. Allah akan menghukum langit dan raja-raja. Mereka dikumpulkan seperti tanaman dimasukkan ke liang. Bulan purnama tersipu dan matahari akan malu melihat keadaan bumi dan penduduknya.
Kengerian hari kiamat hendaklah membawa kita pada pertobatan. Marilah kita memuliakan Tuhan dengan nyanyian pujian, "Hormat bagi Yang Mahaadil". Dia yang memerintah alam semesta akan menunjukkan kemuliaan-Nya. Keadilan-Nya menyelamatkan orang yang hidup sesuai dengan kehendak-Nya.
Kiamat? Siapa takut! Ya, kita tidak perlu takut. Saat kita hidup di jalan Allah, berjalan bersama Dia dalam kehendak-Nya, maka dalam lembah kekelaman sekalipun, tidak ada bahaya.
Hari kiamat adalah hari Allah menghakimi manusia. Semua akan diadili menurut perbuatannya masing-masing. Orang-orang yang percaya kepada Kristus akan diselamatkan. Mereka akan mengenakan pakaian putih sebagai tanda telah dikuduskan. Nama mereka tercatat dalam buku kehidupan dan mereka mengenakan mahkota kehidupan. Jadi, sebagai anak-anak Allah, janganlah takut! [SGT]
Rabu, 04 November 2020
Bergantung Hanya kepada Allah
Yesaya 22:1-14
Kita tentu pernah mengalami suatu peristiwa buruk. Dalam situasi demikian, kita biasanya akan mencari sahabat atau orang terdekat untuk bersandar. Sering kali Allah bukan menjadi pribadi pertama tempat kita bercerita dan meminta pertolongan. Kita lebih memilih manusia yang kita anggap kuat dan bijaksana sebagai tempat mengadu.
Ucapan Yesaya pada ayat ini ditujukan kepada "lembah penglihatan" (1), yaitu Yerusalem. Isinya adalah peringatan kepada Yerusalem untuk bertobat dan kembali kepada Allah agar mereka diselamatkan dari gempuran musuh. Celakanya, mereka tidak mau bertobat. Mereka malah bergantung pada kecerdikan diri sendiri, pada kekuatan senjata, dan pada barisan pasukan berkuda. Bahkan, mereka memilih untuk bergantung pada bangsa tetangga untuk menolong dari serangan musuh.
Para pemimpin bangsa, dengan kekuatannya, mencoba memperbaiki tembok kota. Mereka mulai menambah cadangan air dan mengumpulkan senjata untuk melawan musuh (9-10). Namun, apa yang mereka kerjakan sungguh sia-sia. Sebab, mereka tidak datang kepada Tuhan dan memohon pertolongan-Nya. Akhirnya, Yerusalem pun hancur dan mereka mengalami penderitaan.
Kita pun sering bersikap seperti orang Israel ketika menghadapi masalah. Kita lebih memilih mengandalkan kepandaian, kekuatan, bahkan orang lain yang kita anggap hebat, kuat, dan dapat menolong. Kita merasa bahwa semua itu bisa membantu. Kita lupa, Allah jauh lebih berkuasa daripada siapa pun. Kita lupa, hikmat-Nya jauh lebih tinggi daripada hikmat siapa pun.
Kita memang perlu berpikir dan berusaha, tidak salah juga jika kita meminta pertolongan dari manusia. Namun, berbagai hal itu bisa menjadi masalah apabila kita menjadikannya sebagai yang utama dan satu-satunya sumber pertolongan. Kepada Allah sajalah kita harus memohon pimpinan dan penyertaan. Sebab tanpa itu semua, kita tidak mampu menghadapi persoalan dengan benar. Bersama Allah ada pertolongan, jalan keluar, dan pengharapan. [ABL]
Selasa, 03 November 2020
Selalu Ada Kesempatan Bertobat
Yesaya 21:11-12
Allah itu adil, Dia dengan tegas akan menghukum orang yang melakukan segala bentuk dosa. Allah tidak pernah kompromi dengan dosa. Namun, Allah juga berlimpah dengan kasih karunia. Dia selalu mengampuni dan memberi kesempatan kepada siapa pun yang mau berbalik kepada-Nya.
Firman Allah hari ini menceritakan tentang malapetaka yang dialami oleh Duma, yaitu nama lain dari Edom yang selalu bermusuhan dengan Israel. Dikisahkan, orang Edom bertanya kepada sang pengawal (Yesaya) kapan malam akan berlalu (11). Malam adalah simbol kegelapan yang mereka alami akibat penghukuman Allah.
Yesaya menjawab bahwa pagi akan datang dan malam juga akan tiba (12). Pagi merupakan simbol sinar pengharapan dari Allah, sedangkan malam berarti penghukuman dari Allah. Hal itu menunjukkan bahwa penghukuman dan anugerah dari Allah bisa terjadi bersamaan. Dengan demikian, pilihan dan respons Edom akan menentukan anugerah atau penghukuman dari Allah.
Jawaban sang pengawal terhadap seruan orang Edom menunjukkan besarnya kasih karunia Allah kepada setiap orang. Meskipun Allah tidak kompromi terhadap dosa, namun tidak selamanya Dia murka. Asalkan Edom mau bertobat dan berbalik, maka Allah akan mengampuni dan mengasihinya (bdk. Mzm 103:6-14). Jika memilih fajar pagi, Edom harus mencari Allah, beriman, menyembah-Nya, dan tidak lagi hidup dalam dosa.
Firman Allah tersebut juga berlaku bagi kita. Alkitab sudah memaparkan betapa mengerikannya malam, yaitu penghukuman Allah karena kegelapan dosa. Sebab ketika Allah telah menumpahkan penghukuman, maka tidak ada yang dapat luput. Namun di sisi lain, ada fajar pagi yang penuh kasih karunia, kebahagiaan, dan pengharapan baru.
Oleh karena itu, marilah kita memilih fajar pagi, yaitu kesempatan bertobat di hadapan Allah. Marilah kita mencari Allah dan bergantung penuh kepada-Nya dalam setiap aspek kehidupan kita. Tangan Allah yang penuh kasih pasti terbuka menerima kita. [ABL]
Senin, 02 November 2020
Taat walau tidak Mengerti
Yesaya 20:1-6
Ketaatan merupakan hal yang tidak mudah dalam relasi dengan Allah. Ada kalanya sebuah ajaran sudah jelas kita mengerti, namun tetap saja sulit untuk menaatinya. Akan tetapi, terkadang kita diperhadapkan pada suatu perintah atau ajaran yang sulit dimengerti dan sulit ditaati.
Di dalam Kitab Yesaya pasal 20, ada satu perintah Allah yang terasa janggal bagi Yesaya. Allah menyuruhnya untuk berjalan telanjang dan tidak berkasut selama tiga tahun. Allah pun tidak menjelaskan mengapa Yesaya harus melakukan hal tersebut (2). Lalu di dalam kebingungannya, Yesaya bisa saja menolak atau mengajukan keberatan kepada Allah. Akan tetapi, Yesaya memilih untuk taat ketika perintah yang datang kepadanya.
Tindakan Yesaya itu adalah bentuk ketaatan total kepada Allah, yaitu taat walau tidak mengerti. Bagi kita, mungkin tindakan Yesaya tersebut terlihat sangat aneh dan memalukan. Namun bagi Yesaya, ketaatan kepada Allah justru ia letakkan di atas segalanya.
Oleh karena totalitas ketaatan Yesaya, pesan Allah tersampaikan dengan baik kepada bangsa Mesir, Etiopia, dan orang Yehuda. Tindakan memalukan Yesaya yang berjalan telanjang adalah nubuat untuk bangsa Mesir dan Etiopia, kedua bangsa itu akan dipermalukan. Allah akan membuat mereka tidak berdaya di hadapan bangsa Asyur. Melalui peristiwa itu, Allah juga berpesan kepada Yehuda supaya tidak berharap kepada bangsa asing. Sebab, satu-satunya sumber pengharapan mereka hanya ada pada Allah Israel, yaitu Yahweh.
Sebagai anak-anak Allah, kita juga dituntut untuk menunjukkan ketaatan kepada-Nya. Ada kalanya Allah meminta kita untuk melakukan sesuatu yang sulit dimengerti bahkan sulit untuk dilakukan. Perintah itu mungkin saja bertentangan dengan arus zaman, seperti hidup jujur di tengah orang-orang yang tidak jujur dan korup. Dalam kondisi seperti ini, kita harus menaati Allah dengan penuh iman kepada-Nya. Sebab, sekalipun sukar dimengerti dan dilakukan, Allah tidak akan pernah menyuruh kita untuk melakukan hal yang salah. [ABL]
Jumat, 16 Oktober 2020
Hukuman
Hukuman Mendatangkan Penderitaan
Yesaya 9:8-10:4
Banyak upaya dilakukan manusia untuk menutupi kesalahannya. Misalnya, dengan mengarang cerita bohong, lalu menyalahkan orang lain demi menyelamatkan diri. Akibatnya, orang lain dipersalahkan atas kesalahan yang tidak pernah dibuatnya.
Melalui nubuat Yesaya, Allah hendak menyatakan hukuman-Nya terhadap Israel Utara (Samaria) karena menunjukkan kesombongannya. Allah mengingatkan agar Israel kembali kepada-Nya, namun mereka acuh tak acuh. Efraim dengan sesumbar mau membangun kembali negerinya lebih kuat dan gagah setelah dihancurkan oleh Kerajaan Asyur (7-9). Selain itu, terjadi ketidakadilan dalam mengejar kekayaan. Israel tidak bisa diperbaiki karena tidak mau meninggalkan dosa-dosanya dan kembali kepada Allah.
Para pemimpin tidak memberi contoh yang baik, malahan melakukan tindakan jahat (13-15). Berkali-kali Allah memberikan peringatan untuk bertobat, namun mereka tidak mengindahkannya, bahkan kejahatan mereka semakin menjadi-jadi. Para pemimpin menindas rakyat dengan biadab dan menyalahgunakan kekuasaannya. Efraim dan Manasye terlibat perang saudara karena keegoisan dan kefasikan mereka (17-20).
Siapa pun yang melakukan kesalahan harus siap menerima hukuman. Sayangnya, banyak orang menghindar dari hukuman dan berupaya membenarkan diri dengan berbagai macam alasan dan argumen. Lebih parah lagi, mereka menganggap tindakannya sebagai hal yang benar. Tuhan akan menghukum setiap kejahatan dan ketidakadilan. Contohnya, peperangan antara Efraim dan Manasye yang membawa penderitaan tidak luput dari hukuman Tuhan.
Kita disadarkan akan firman-Nya bahwa hukuman akan mendatangkan penderitaan, bahkan rasa malu yang mendalam. Siapa pun yang terus mengeraskan hati dan tidak mau bertobat, sekalipun Allah telah memberikan peringatan, akan menerima hukuman Tuhan. Oleh karena itu, kita harus selalu taat menjalankan perintah-Nya. Dengan demikian, Allah akan memberkati hidup kita. [NSP]
JANGAN BURU-BURU, 1 TIMOTIUS 5:17-12
TEKS Terjemahan Bebas (TB): Ayat 17 Penatua-penatua yang baik pimpinannya patut dihormati dua kali lipat, terutama mereka yang dengan jerih payah berkhotbah dan mengajar. 18 Bukankah Kitab Suci berkata: "Janganlah engkau memberangus[1] mulut lembu yang sedang mengirik[2]," dan lagi "seorang pekerja patut mendapat upahnya." 19 Janganlah engkau menerima tuduhan atas seorang penatua kecuali kalau didukung dua atau tiga orang saksi. 20 Mereka yang berbuat dosa hendaklah kautegor di depan semua orang agar yang lain itupun takut. 21 Di hadapan Allah dan Kristus Yesus dan malaikat-malaikat pilihan-Nya kupesankan dengan sungguh kepadamu: camkanlah petunjuk ini tanpa prasangka dan bertindaklah dalam segala sesuatu tanpa memihak. 22 Janganlah engkau terburu-buru menumpangkan tangan atas seseorang dan janganlah terbawa-bawa ke dalam dosa orang lain. Jagalah kemurnian dirimu. 23 Janganlah lagi minum air saja, melainkan tambahkanlah anggur sedikit, berhubung pencernaanmu terganggu dan tubuhmu sering lemah. 24 Dosa beberapa orang menyolok, seakan-akan mendahului mereka ke pengadilan, tetapi dosa beberapa orang lagi baru menjadi nyata kemudian. 25 Demikianpun perbuatan baik itu segera nyata dan kalau tidak demikian, ia tidak dapat terus tinggal tersembunyi.
PENGANTAR
Teks ini merupakan bagian dari nasehat Rasul Paulus kepada
Timotius tentang bagaimana seharusnya menghormati pimpinan sebagai orang yang
bekerja keras dalam pelayanan yaitu mereka yang berkhotbah dan yang mengajar. Sebagai pengkhotbah dan pengajar
mempersiapkan segala hal yang terkait dengan kehidupan umat Tuhan mereka
melakukan secara sadar dan terencana dan
itu tidak terburu-buru. Semua kata-kata yang mereka ucapkan adalah bersumber
dari refleksi rohani bagi umat, agar
hidupnya tidak terburu-buru alias tidak sembarangan di hadapan manusia dan di
hadapan Tuhan. Terburu-buru yang dimaksudkan dalam hal ini adalah mengatakan
atau melakukan segala sesuatu tanpa mempertimbangkan dampaknya yang
mengakibatkan hilangnya kepercayaan, hilangnya kekeluargaan, hilangnya segala
hal baik yang melekat dalam diri setiap anak Tuhan. Sebagai umat Tuhan
mempertimbangkan segala sesuatu sebelum bertindak adalah bentuk dari kedewasaan
rohani dalam keKristenan sebagai anak-anak Tuhan.
Segala sesuatu yang dikerjakan dengan terburu-buru akan berdampak
negative dalam kehidupan kita sebagai umat Tuhan. terburu-buru itu penting tetapi tidak terlalu
penting, sebab terburu-buru selalu meninggalkan kesan negative dalam menjalani
hidup sebagai umat Tuhan. Seperti halnya terburu-buru terhadap pekerjaan, terburu-buru
terhadap sesuatu hal itu baik tetapi terkadang terburu-buru selalu meninggalkan
kesan lain yaitu pekerjaan yang dikerjakan hasilnya tidak memuaskan atau ada
saja yang dilewatkan. Oleh karena itu Rasul Paulus mengajarkan kepada kita
bahwa sebagai Anak Tuhan harus mampu mengendalikan diri secara bijak. Dalam
ayat 22 dikatakan bahwa “Janganlah engkau terburu-buru” menumpangkan tangan atas seseorang
dan janganlah terbawa-bawa ke dalam dosa orang lain. Jagalah kemurnian dirimu. Atas dasar pesan
Rasul Paulus kepada Tomotius ini, memberikan gambaran bagaimana seharusnya anak
Tuhan menjalani hidup dan menghormati orang lain. Dalam ayat tersebut diatas
memberitahu kita bahwa “jagalah kemurnian dirimu”. Empati
dan simpati terhadap penderitaan orang lain itu penting dan baik tetapi Rasul
Paulus mengingatkan agar memperhatikan kondisi dimana kita berbicara dan dimana
kita ada. Terkadang karena terburu-buru melihat penderitaan atau kehidupan
orang lain yang menyedikan, kita seringkali melibatkan diri dalam hal-hal yang
harusnya tidak terlibat. Sebab dengan keterlibatan kita bisa berdampak negative
bagi diri kita sendiri tetapi juga bagi orang lain. Karena itu memperhatikan
konteks dimana kita sedang berada dan dimana kita sedang berbicara itu sangat
penting, tujuannya supaya kita terhidar dari segala hal yang berdampak balik
terhadap kehidupan kita. Terburu-buru akan berdampak bagi kita sebagai
anak-anak Tuhan seperti;
1.
Merusak Nama Tuhan
Terburu-buru dalam melibatkan diri
atas persoalan atau kehidupan orang lain tanpa memperhatikan konteks kehidupan
orang yang kepadanya kita melibatkan diri akan berdampak balik kepada diri
kita. Menolong dan memberi bantuan itu penting yang lebih sering disebutkan
dengan empati dan simpati itu baik, tetapi hal –hal itu bisa saja menjadi batu
sandungan yang dari padanya nama Tuhan dipermalukan. Suatu pekerjaan yang
menurut kita baik dan memuliahkan Tuhan belum tentu itu baik untuk orang lain.
Seperti 1 Samuel 13:9-10, Saul mempersembahkan korban untuk Tuhan. Tetapi
dampak balik bagi Saul adalah kehilangan hak sebagai raja bangsa Israel. Apa
yang salah dalam teks ini, bukankah Saul melakukan yang benar ? Namun Tuhan
tidak berkenan akan hal itu. Lalu apa yang harus dilakukan? Semuanya terlambat.
Tindakan Daniel berbeda dengan tindakan Musa ataupun Abraham dan banyak
nabi-nabi dan raja-raja yang bisa menjadi contoh untuk menjalani hidup yang
takut akan Tuhan dan memuliahkan Tuhan melalui nama kita.
2.
Merusak nama baik kita
sendiri
Selain sebagai anak Tuhan, suatu
perbuatan kita akan berbalik kepada diri kita sendiri baik itu perbuatan yang
bersifat menolong ataupun yang bersifat hanya empati terhadap kehidupan orang
lain. Jika kita melakukan suatu perbuatan yang baik maka dampaknya adalah nama
kita juga akan ikut baik tetapi jika kita melakukan kebalikannya maka nama kita sendiri juga yang
akan dipertaruhkannya. Karena itu sangat penting bagi seorang anak Tuhan untuk
belajar mengandalkan Tuhan dalam segala hal, sebelum menolong orang lain atau
melibatkan diri dalam persoalan hidup orang lain mintalah petunjuk Tuhan supaya
Tuhan memberikan kecerahan dan memberikan jalan keluar yang saling
menguntungkan yang di dalamnya kita menjadi berkat dan orang lain mengalami
berkatnya dan akhirnya nama Tuhan yang di permuliahkan di dalam pelayanan kita.
3.
Merusak nama organisasi
Setiap hal atau perbuatan kita di
ikuti oleh organisasi atau lembaga yang daripadanya kita bernaung dan
belindung. Karena itu semua pelayanan dan perbuatan yang melibatkan diri kita
terdapat nama organisasi. Itulah sebabnya sebagai anak Tuhan mempertimbangkan
sebelum bertindak adalah jalan bijak untuk terhidar dari segala hal yang
memalukan nama oraganisas melalui keterlibatan kita. Misalnya seorang hamba
Tuhan mengambil tindakan untuk memberkati orang lain tanpa memperhatikan kebenarannya
akan berdampak balik, seperti seorang gembala memberkati orang yang mempunyai
istri lebih dari satu akan berdampak dalam pengajaran suatu organisasi.
4.
Merusak nama Keluarga
Sadar atau tidak sesungguhnya dalam diri kita terdapat
nama besar keluarga kita sebagai anak Tuhan. Kita masih hidup dalam dunia dan
hal-hal seperti hubungan kekeluargaan masih sangat melekat dalam diri kita.
Oleh karena itu sebagai anak Tuhan sangat penting menjaga nama baik keluarga
kita sendiri. Sebab Yerusalem yang dimaksudkan oleh Yesus adalah dimulai dari
keluarga kita sendiri. Apalah artinya jika kita mempunyai pelayanan yang hebat
di luar sana tetapi keluarga kita sendiri hidup berantakan. Karena itu melalui
pelayanan kita harusnya mempermuliahkan nama keluarga kita dan daripadanya nama
Tuhan lebih di tinggihkan dan di mazsyurkan.
Jika demikian maka
apa yang harus kita lalukan ?
1.
Mendengarkan terlebih dahulu akan kebenarannya
Salah satu kunci mempertahankan
kehidupan yang lebih baik adalah “mendengarkan” segala sesuatu yang kita
dengarkan. Mendengarkan artinya adalah “memperhatikan, mengindahkan dan
menuruti, tidak tergesah-gesah” berbeda dengan “dengar” yang artinya (menangkap
suara) tidak ada esensinya. Mendengarkan jauh lebih penting daripada melibatkan
diri tanpa memahami kebenaran yang sebenarnya. Pengkhotbah 4-17) mengajarkan kita bahwa “Jagalah langkahmu,
kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih
baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh,
karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat”.
2. Memberikan arahan secara bijak
Kunci suksesnya terletak dalam
tindakan kita yaitu memberikan jalan keluar atas segala hal yang terjadi dalam
kehidupan orang lain. Memberikan bimbingan dan arahan setelah memahami
kebenaran jauh lebih berakar dan berdampak baik daripada melibatkan diri tanpa
memahami konteks kehidupan orang secara buru-buru akan tidak berakar dan tidak
berdampak positip. Oleh karena itu sebagai anak Tuhan memohon hikmat dan kuasa
Tuhan untuk memberikan pertolongan
secara rohani kepada orang lain sebagai bukti Allah menyertai kita dalam
perbuatan dan dalam kata-kata kita yang daripadanya orang lain bisa mengenal
Tuhan secara pribadi dan mengakui Tuhan adalah jalan kebenaran dan kehidupan.
Tidak ada yang tidak mungkin
dilakukan oleh anak-anak Tuhan, semua pasti mungkin kuncinya adalah seberapa
besar kita mengandalkan Tuhan dan memohon pertolongan-Nya. Jika kita banyak
mengandalkan Tuhan dalam tuturkata dan dalam perbuatan pasti kita akan menjadi
garam dan terang bagi kehidupan orang lain. Matius 5:13-16 mengajarkan kepada
kita bagaimana seharusnya garam itu berfungsi. Demikianlah harusnya kehidupan
seorang anak Tuhan, sehingga menjadi garam bagi kehidupan orang lain.
Setelah mengetahui dan memahami serta memberikan jalan keluar
bagi persoalan hidup orang lain maka akhirnya sebagai anak Tuhan diakhiri
dengan Doa sebagai tanda kita berhasil menyelesaikan konflik atau pproblematik
kehidupan orang lain. Doa merupakan jembatan yang menghubungkan antara kita
sebagai manusia yang bermasalah dengan Tuhan sebagai pihak yang memberikan
pertolongan maka dalam hal ini kita menyampaikan terimakasi melalui jembatan
yang disebut DOA. Doa dapat membangun komunikasi yang intim antara sesama kita
dan dengan Tuhan. Dengan tindakan-tindakan yang demikian kita menjadi pembawa
damai bagi sesama kita dan nama Tuhan dipermuliahkan.
Kesimpulan
Akhirnya dalam
kesempatan ini dibuat suatu kesimpulan bahwa terburu-buru adalah hal negative
yang harus dihindari oleh setiap anak Tuhan. Sebab terburu-buru akan menjauhkan
kita dari kehidupan yang saling mengasihi dan saling menolong, hidup yang lebih
baik adalah dengan adanya melibatkan Tuhan dalam segala hal dan bertindak
hati-hati akan membawa kita untuk menikmati janji-janji Allah sebagaimana Janji
Allah kepada Yosua 1:8 bahwa “jangan lupa memperkatakan Firman Allah sebab di
dalamnya terdapat hidup kelimpahan. Tuhan Yesus memberkati kita semua”.
Ambon, 25
April 2020
Yoel Giban,
S.Th. M.Pd.K