Senin, 30 September 2019

Yesus di taman Getzemani

Teks: Markus 14:32-42 (TB)  Lalu sampailah Yesus dan murid-murid-Nya ke suatu tempat yang bernama Getsemani. Kata Yesus kepada murid-murid-Nya: "Duduklah di sini, sementara Aku berdoa."
Dan Ia membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes serta-Nya. Ia sangat takut dan gentar, lalu kata-Nya kepada mereka: "Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah." Ia maju sedikit, merebahkan diri ke tanah dan berdoa supaya, sekiranya mungkin, saat itu lalu dari pada-Nya. Kata-Nya: "Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki."
Setelah itu Ia datang kembali, dan mendapati ketiganya sedang tidur. Dan Ia berkata kepada Petrus: "Simon, sedang tidurkah engkau? Tidakkah engkau sanggup berjaga-jaga satu jam?
Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan; roh memang penurut, tetapi daging lemah." Lalu Ia pergi lagi dan mengucapkan doa yang itu juga.
Dan ketika Ia kembali pula, Ia mendapati mereka sedang tidur, sebab mata mereka sudah berat dan mereka tidak tahu jawab apa yang harus mereka berikan kepada-Nya. Kemudian Ia kembali untuk ketiga kalinya dan berkata kepada mereka: "Tidurlah sekarang dan istirahatlah. Cukuplah. Saatnya sudah tiba, lihat, Anak Manusia diserahkan ke tangan orang-orang berdosa.Bangunlah, marilah kita pergi. Dia yang menyerahkan Aku sudah dekat."

===============
Perikop ini menceritakan Kristus sedang memasuki gerbang penderitaan-Nya, dimulai dengan bagian yang paling menyedihkan dari semua penderitaan-Nya, yaitu penderitaan jiwa. Di sini diceritakan bahwa Ia mengalami penderitaan yang mendalam. Kisah yang memilukan ini kita dapati juga dalam Injil Matius. Penderitaan yang mendalam ini merupakan perasaan pahit dan rasa mau mati yang bisa dialami orang dalam penderitaan dan kesengsaraan. Tampaknya tidak ada penderitaan yang ditimpakan dengan paksa ke atas-Nya, tetapi penderitaan ini adalah sesuatu yang diterima-Nya dengan sukarela.

I. Ia pergi menyendiri untuk berdoa. Duduklah di sini (katanya kepada murid-murid-Nya), sementara Aku pergi sedikit lebih jauh, dan berdoa. Belum lama ini Ia berdoa bersama mereka (Yoh. 17), dan sekarang Ia menyuruh mereka untuk beristirahat sementara Ia pergi menjumpai Bapa-Nya untuk suatu perintah khusus yang berkaitan dengan diri-Nya. Perhatikanlah, doa kita bersama-sama dengan keluarga tidak bisa dijadikan alasan untuk mengabaikan penyembahan pribadi kita. Ketika Yakub menghadapi penderitaannya yang mendalam, pertama-tama ia menyeberangkan keluarganya dan segala miliknya, lalu tinggallah ia seorang diri, dan kemudian di sana ia bergulat dengan seorang laki-laki (Kej. 32:23-24), meskipun ia telah berdoa sebelumnya (ay. 9), yang sangat mungkin, dengan keluarganya.

II. Bahkan waktu Kristus pergi menyendiri, Ia membawa Petrus, Yakobus, dan Yohanes serta-Nya (ay. 33), tiga saksi yang memenuhi syarat untuk turut mengambil bagian dalam penghinaan yang harus Ia tanggung. Meskipun orang penting biasanya menyembunyikan pergumulan batin mereka, Kristus tidak malu mereka melihat penderitaan-Nya. Ketiga orang inilah yang paling menyombongkan kemampuan dan kesediaan mereka untuk menderita bersama-Nya; Petrus diceritakan dalam pasal ini, sedangkan Yakobus dan Yohanes dalam (Mark 10:39). Karena itulah Kristus membawa mereka untuk berjaga-jaga dan menyaksikan bagaimana hebatnya pergumulan yang Ia hadapi dengan baptisan darah dan cawan pahit itu, supaya mereka bisa diyakinkan bahwa mereka tidak mengerti apa yang mereka katakan. Memang pantaslah bahwa mereka yang sok percaya diri harus menjadi yang pertama yang diuji, supaya mereka bisa menjadi peka akan kebodohan dan kelemahan mereka.

III. Di sana Ia merasa sangat terganggu secara emosional (ay. 33). Ia mulai merasa sangat takut -- ekthambeisthai, istilah yang tidak digunakan dalam Injil Matius, tetapi sangat penting artinya. Kata ini menunjuk kepada hal yang luar biasa mengerikan yang terjadi dalam kegelapan yang teramat sangat, seperti yang pernah meliputi Abraham (Kej. 15:12), atau bahkan sesuatu yang lebih buruk dan lebih menggentarkan lagi dari itu. Rasa takut yang teramat sangat akan Allah menyerang Yesus, dan Ia berusaha untuk benar-benar merenungkan semua hal itu secara mendalam dan sungguh-sungguh. Belum pernah Ia merasa begitu sedih seperti ketika itu. Belum pernah ada orang yang mendapat pengalaman seperti yang diterima-Nya melalui keabadian perkenan ilahi. Oleh karena itu, belum pernah ada orang yang telah mengalami atau akan merasakan perasaan yang diperoleh-Nya melalui perkenan Ilahi itu. Walaupun begitu, keguncangan yang dialami jiwanya itu tidak sampai membuat-Nya menjadi kacau atau berantakan. Perasaan dan emosi-Nya tidak menjadi terganggu, tetapi tetap terarah sebagaimana seharusnya, sebab Ia tidak memiliki sifat dosa yang bisa merusak emosi itu, seperti yang terjadi pada kita. Bila ada endapan lumpur di dasar air, maka air itu akan tampak jernih bila keadaan sedang tenang, namun air itu akan menjadi keruh bila diguncang-guncang. Begitulah yang terjadi dengan emosi kita. Tetapi, air yang jernih di dalam gelas yang bersih akan tetap jernih meskipun terus diaduk-aduk sedemikan rupa; begitulah halnya dengan Kristus.

Dr. Lightfoot berpendapat bahwa sangat mungkin saat itu Iblis menampakkan diri kepada Juruselamat kita dalam sosok yang kasatmata, dalam rupa dan rona dirinya yang sebenarnya, untuk merongrong dan menakuti-nakuti Dia dan membuat-Nya kehilangan harapan-Nya akan Allah (seperti yang ia maksudkan ketika menyiksa Ayub, yang merupakan sebuah gambaran Kristus, agar Ayub mengutuki Allah dan mati), serta mencegah Dia melanjutkan tanggung jawab-Nya. Apa pun yang menghalangi diri-Nya dari tanggung jawab itu, dianggap-Nya sebagai sesuatu yang berasal dari Iblis (Mat. 16:23). Ketika Iblis mencobai-Nya di padang gurun, dikatakan bahwa Iblis mundur dari pada-Nya dan menunggu waktu yang baik (Luk. 4:13), dengan maksud merencanakan pergulatan lain dengan-Nya dengan cara berbeda. Karena dengan rayuannya ia tidak dapat memperdayai-Nya, ia akan mencoba menggunakan ancaman yang membuat-Nya merasa ngeri dan membatalkan rancangan-Nya.

IV. Ia mengungkapkan keluhan sedih atas pergolakan ini. Ia berkata, "Hati-Ku sangat sedih."

Ia telah dibuat menjadi dosa karena kita, dan karena itu Ia merasa sangat sedih. Ia sangat mengenal keganasan dosa yang harus diderita-Nya. Namun, di samping itu, Ia memiliki kasih yang demikian berlimpah kepada Allah, yang disakiti oleh dosa itu, sekaligus kasih kepada umat manusia yang dirusak dan dibahayakan oleh dosa itu juga. Dan sekarang, ketika semuanya itu terpampang di hadapan-Nya, tidak heran bila hati-Nya merasa sangat sedih tak terbayangkan. Ia dibebani dengan dosa kita, dan disusahkan dengan kesalahan kita.

Ia menjadi kutuk karena kita; kutuk hukum Taurat dialihkan kepada-Nya sebagai penanggung dan wali kita, bukan karena pada mulanya Ia terikat pada kita, tetapi karena Ia mau menjadi tebusan atas perbuatan kita. Ketika hati-Nya merasa sangat sedih tak terbayangkan, sesungguhnya Ia menyerah pada kutuk tersebut dan terbaring di bawah bebannya sampai Ia menebus dosa itu dengan kematian-Nya dan dengan demikian menghancurkan semua kutuk itu untuk selama-lamanya. Sekarang Ia merasakan maut (seperti yang dikatakan dalam Ibr. 2:9), yang bukan merupakan sebuah ungkapan yang diperlunak, karena Ia benar-benar merasakannya. Dan bukan itu saja, Ia meminumnya habis bahkan sampai tetes-tetes terakhir dari piala itu. Lebih buruk lagi, Ia bukan menenggaknya sekaligus, melainkan mengecap semua rasa pahitnya. Inilah rasa takut yang dimaksud dalam Surat Ibrani (Ibr. 5:7), suatu rasa takut yang wajar akan rasa sakit dan kematian, yang memang wajar bagi sifat manusia untuk merasa gentar.

Nah, dengan melihat hati Kristus yang menderita dan rasa duka-Nya untuk kita, semuanya ini seharusnya membuat kita

(1) Lebih membenci dosa kita. Akankah kita tetap merasa senang atas pikiran dosa, sekecil apa pun itu, setelah kita melihat bagaimana akibat dosa itu ditimpakan ke atas diri Kristus? Apakah kita hanya mau menganggap enteng saja dosa itu dalam hati kita dan membiarkan bebannya dipikul Kristus? Apakah Kristus dibiarkan begitu saja dalam penderitaan yang luar biasa akibat dosa-dosa kita, sedangkan kita sendiri terbebas dari penderitaan itu? Bagaimana lagi kita harus berhadapan dengan Dia yang telah kita dera, yang telah kita tusuk, yang telah kita buat berduka dan berada dalam kepahitan! Sudah sepantasnyalah kita merasa sangat luar biasa berduka karena dosa, sebab Kristus juga merasakan demikian, dan jangan pernah menjadikannya sebagai bahan olokan. Jadi, bila Kristus sudah menderita karena dosa, marilah kita juga melengkapi diri kita dengan pikiran yang sama.

(2) Untuk menghibur kesedihan kita. Bila suatu ketika hati kita merasa sangat sedih, karena penderitaan masa kini, ingatlah bahwa Guru kita sudah mengalami hal yang sama sebelum kita. Seorang murid tidaklah lebih besar daripada gurunya. Mengapa kita harus mencoba mengusir kesedihan, padahal demi kepentingan kita Kristus justru menerimanya dan menyerahkan diri untuk itu, sehingga dengan cara demikian Ia bukan hanya mencabut sengat kesedihan itu dan membuatnya bisa diterima, tetapi juga memberikan kebaikan ke atasnya dan membuatnya menguntungkan (sebab melalui rupa yang sedih, hati disembuhkan), dan terlebih lagi, Ia menambahkan rasa manis ke dalamnya dan membuatnya menjadi nyaman. Rasul Paulus yang diberkati itu juga sering merasa berduka, namun demikian ia selalu bersukacita. Rasa duka kita yang amat sangat hanya akan berlangsung sampai pada kematian saja; kematian itu akan menjadi titik akhir dari semua dukacita kita, bila Kristus menjadi milik kita; ketika mata tertutup, segala air mata akan dihapuskan dari mata kita.

V. Ia memerintahkan murid-murid-Nya untuk berjaga-jaga bersama-Nya, bukan karena Ia memerlukan bantuan mereka, tetapi oleh karena Ia mau supaya mereka memperhatikan Dia dan menerima pengajaran. Ia berkata kepada mereka, "Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah." Kepada murid-murid yang lain Ia tidak mengatakan apa-apa selain, "Duduklah di sini" (ay. 32). Hanya ketiga murid ini saja yang dimintai-Nya untuk tinggal dan berjaga-jaga, karena Ia mengharapkan lebih banyak dari mereka ini daripada murid-murid lainnya.

VI. Ia mengarahkan diri-Nya pada Allah melalui doa (ay. 35); Ia merebahkan diri ke tanah dan berdoa. Beberapa saat sebelum kejadian ini baru saja Ia menengadah ke langit untuk berdoa (Yoh. 17:1), tetapi di sini, dalam penderitaan yang mendalam, Ia bersujud dengan muka ke tanah, karena Ia merasa sangat hina pada saat itu, dan dengan begitu Ia mengajarkan kita untuk merendahkan diri kita di hadapan Allah. Kita harus merasa rendah ketika memasuki hadirat Yang Mahatinggi.

Sebagai Manusia, Ia menghindari penderitaan-Nya dengan berdoa supaya sekiranya mungkin, saat itu lalu dari pada-Nya (ay. 35); "Penderitaan singkat tetapi berat ini, yang sekarang pada jam ini sedang Aku masuki, sekiranya mungkin, biarlah berlalu saja, supaya biarlah keselamatan manusia terjadi tanpa melaluinya." Di sini Kristus memakai kata-kata yang persis diucapkan-Nya (ay. 36), "Ya Abba, ya Bapa." Kata dari bahasa Siria yang dipakai Kristus ini tetap dipertahankan di sini. Kata ini berarti Bapa, yang mengisyaratkan apa yang menjadi perhatian utama Tuhan Yesus dalam penderitaan-Nya, dan yang harus menjadi perhatian kita juga. Dengan mata yang tertuju kepada hal yang sama, Rasul Paulus juga menggunakan kata yang sama, dan mengajarkan semua mulut yang telah menerima Roh yang menjadikan mereka anak Allah untuk berseru, "Ya Abba, ya Bapa" (Rm. 8:15; Gal. 4:6). Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu. Perhatikanlah, meskipun kita tidak punya harapan sesuatu akan terjadi pada kita, kita harus percaya bahwa Allah mampu melakukannya. Dan, bila kita menyerah pada kehendak-Nya dan memasrahkan diri kita kepada kebijaksanaan dan belas kasihan-Nya, kita harus melakukannya dengan percaya dan mengakui kuasa-Nya, bahwa tidak ada yang mustahil bagi Dia.

Sebagai Pengantara, Ia setuju dan tunduk pada kehendak Allah mengenai hal itu, "Tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki. Aku tahu hal ini telah ditetapkan, dan tidak bisa diubah lagi, Aku harus menderita dan mati, dan Aku menerimanya."

VII. Ia membangunkan murid-murid-Nya yang jatuh tertidur sementara Ia sedang berdoa (ay. 37-38). Ia datang untuk menjaga mereka, karena mereka tidak menjaga-Nya; dan mendapati ketiganya tertidur. Mereka tidak begitu terpengaruh dengan penderitaan, keluh-kesah, dan doa-doa-Nya. Ketidakpedulian mereka ini menjadi pertanda bagi kesalahan mereka berikutnya dalam meninggalkan Dia. Hal ini sangat menyakitkan hati-Nya, sebab Ia baru saja memuji mereka untuk tetap tinggal bersama-sama dengan Dia dalam segala pencobaan yang Ia alami, meskipun mereka bukannya tanpa kesalahan. Bagaimana mungkin Ia begitu menginginkan mereka untuk berbuat sebaik mungkin, namun mereka sendiri malah bersikap acuh dalam mengikuti-Nya? Belum juga lama mereka berjanji untuk tidak terguncang iman mereka akan Dia, namun! pada kenyataannya mereka kurang peduli dengan Dia. Secara khusus Ia mencela Petrus karena mengantuk, "Simon, sedang tidurkah engkau?" Kai sy teknon "Bagaimana dengan engkau, anak-Ku? Engkau yang berjanji sedemikian rupa untuk tidak akan menyangkali Aku, apakah engkau sedemikian meremehkan Aku? Dari engkaulah Aku mengharapkan banyak hal yang baik. Tidakkah engkau sanggup berjaga-jaga satu jam?" Ia tidak memintanya untuk berjaga-jaga sepanjang malam bersama-Nya, hanya satu jam saja. Kristus tidak membebani kita dengan tugas yang berat atau menyusahkan kita dengan beban sampai melemahkan kita dalam melayani Dia, yang hanya sebentar saja waktunya (Yes. 43:23). Ia tidak menaruh beban lain kepada kita selain berpeganglah yang erat sampai Dia datang kembali (Why. 2:24-25); dan lihatlah, Ia datang segera (Why. 3:11).

Seperti halnya mereka yang dikasihi-Nya akan dihajar oleh-Nya, demikian pula mereka yang dihajar-Nya, juga akan dinasihati dan dihibur oleh-Nya.

Sungguh nasihat yang sangat bijaksana dan tepat yang disampaikan Kristus kepada murid-murid-Nya, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan" (ay. 38). Tertidur ketika Kristus sedang menghadapi penderitaan maut sudah merupakan hal yang buruk, tetapi, lebih dari itu, mereka ini justru masuk lebih jauh lagi ke dalam pencobaan. Jika mereka tidak meneguhkan diri mereka sendiri dan berdoa minta anugerah serta kekuatan dari Allah, mereka akan melakukan hal yang lebih buruk lagi. Dan itulah yang mereka lakukan, ketika mereka semua meninggalkan Dia dan melarikan diri.

Tetapi betapa dengan baik hati dan lembutnya Kristus memberikan maaf kepada mereka, "Roh memang penurut; Aku tahu ini, roh itu memang selalu siap, selalu bergerak maju; walaupun sebenarnya kamu ingin tetap terjaga, tetapi kamu tidak mampu." Inilah yang menjadi alasan mengapa Ia memberikan teguran itu, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, karena meskipun roh memang penurut, Aku menjamin hal itu (kamu memang sungguh-sungguh bertekad untuk tidak terguncang imannya karena Aku), tetapi daging itu lemah, dan bila kamu tidak berjaga dan berdoa serta bertekun di dalamnya, kamu bisa dikalahkan." Pertimbangan tentang kelemahan dan kekurangan daging kita harus menjadi sesuatu yang mendorong dan mendesak kita untuk berdoa dan berjaga-jaga ketika kita sedang berada dalam pencobaan.

VIII. Ia kembali mengarahkan diri-Nya kepada Bapa-Nya (ay. 39); lalu Ia pergi lagi dan mengucapkan, ton auton logon -- kata, atau hal, atau persoalan, yang sama itu juga. Ia mengutarakan maksud yang sama, dan kembali lagi untuk ketiga kalinya. Hal ini mengajarkan kepada kita bahwa orang harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu (Luk. 18:1). Meskipun jawaban doa itu tidak segera datang, kita harus tetap memperbarui permohonan kita, dan bertekunlah dalam doa; sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu (Hab. 2:3). Ketika Rasul Paulus digocoh oleh utusan Iblis, ia berseru kepada Tuhan sampai tiga kali, sama seperti yang dilakukan Kristus di sini, sebelum ia mendapat jawaban yang penuh damai sejahtera (2Kor. 12:7-8). Beberapa saat sebelum kejadian ini, saat jiwa-Nya sedang gundah, Ia berdoa, "Bapa, muliakanlah nama-Mu!", dan Ia segera menerima jawaban berupa suara dari sorga, "Aku telah memuliakan-Nya, dan Aku akan memuliakan-Nya lagi." Tetapi sekarang Ia harus datang untuk kedua kali dan ketiga kali, karena datangnya anugerah Allah sebagai jawaban doa bisa segera atau bisa juga nanti sesuai kehendak hati-Nya, dengan maksud agar kita tetap bergantung pada-Nya.

IX. Ia kembali menemui murid-murid-Nya. Dengan demikian Ia memberikan contoh kepedulian-Nya yang terus-menerus atas gereja-Nya di atas muka bumi ini, bahkan ketika gereja ini dalam keadaan setengah tidur dan tidak peduli terhadap dirinya sendiri, Ia tetap menaikkan doa syafaat bagi mereka kepada Bapa-Nya di sorga. Perhatikan bagaimana sebagai Pengantara, Kristus terus bolak-balik di antara Bapa-Nya dan murid-murid-Nya. Ia kembali menjenguk murid-murid-Nya untuk kedua kalinya dan mendapati mereka sudah tertidur lagi (ay. 40). Perhatikan bagaimana kelemahan murid-murid Kristus menghinggapi mereka kembali, sebesar apa pun tekad mereka, dan mengalahkan mereka, seberapa pun hebatnya mereka bertahan. Betapa tubuh jasmani kita ini menjadi beban bagi jiwa kita; jadi, seharusnya ini mendorong kita untuk semakin merindukan keadaan penuh berkat di mana tidak ada lagi beban yang menghalangi kita. Untuk kedua kalinya Ia mengatakan hal yang sama seperti sebelumnya kepada murid-murid-Nya, tetapi mereka tidak tahu jawaban apa yang harus mereka berikan kepada-Nya. Mereka merasa malu atas keadaan mereka yang tengah mengantuk dan tidak mempunyai apa-apa yang bisa dipakai sebagai alasan. Bisa juga mereka begitu dikuasai oleh rasa kantuk, sampai, seperti orang yang berada dalam keadaan antara tidur dan terjaga, mereka tidak tahu lagi di mana mereka sedang berada atau apa yang telah mereka katakan. Tetapi, ketika Ia kembali untuk ketiga kalinya, mereka disuruh-Nya tidur jika mereka mau (ay. 41); "Tidurlah sekarang dan istirahatlah. Aku tidak memerlukan kamu untuk berjaga-jaga bagi-Ku lagi, kamu boleh tidur jika kamu mau." Cukuplah, perkataan ini tidak kita dapati dalam Injil Matius. "Kamu sudah cukup diperingatkan untuk tetap berjaga-jaga, tetapi kamu tidak mau melakukannya; dan sekarang kamu akan menyadari betapa tidak amannya kamu." Apekei, Aku membebaskan kamu dari tugas selanjutnya untuk berjaga-jaga, begitulah yang dipahami oleh beberapa orang. "Sekarang saatnya sudah tiba, di mana Aku tahu bahwa kamu semua akan meninggalkan Aku, dan bahkan mengambil jalanmu sendiri-sendiri;" sama seperti yang dikatakan-Nya kepada Yudas, Apa yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera. Anak Manusia sekarang diserahkan ke dalam tangan orang-orang berdosa, imam-imam kepala dan tua-tua; mereka ini merupakan orang-orang yang paling buruk di antara segala orang berdosa, karena mereka membuat kekudusan sebagai alat untuk mencari uang. "Ayo, bangunlah, jangan tidur-tiduran saja di sana. Marilah kita pergi dan menyongsong musuh kita, karena lihatlah, dia yang menyerahkan Aku sudah dekat, dan Aku tidak boleh melarikan diri." Bila kesukaran sudah menghadang di depan pintu, kita harus bangkit dan bersiap diri untuk menghadapinya.

===TUHAN YESUS MEMBERKATI===

KEBENCIAN MUSUH-MUSUH DAUD

Mazmur 64:1-10 (TB)  Untuk pemimpin biduan. Mazmur Daud. (64-2) Ya Allah, dengarlah suaraku pada waktu aku mengaduh, jagalah nyawaku terhadap musuh yang dahsyat. 

(64-3) Sembunyikanlah aku terhadap persepakatan orang jahat, terhadap kerusuhan orang-orang yang melakukan kejahatan, 

(64-4) yang menajamkan lidahnya seperti pedang, yang membidikkan kata yang pahit seperti panah, 

(64-5) untuk menembak orang yang tulus hati dari tempat yang tersembunyi; sekonyong-konyong mereka menembak dia dengan tidak takut-takut. 

(64-6) Mereka berpegang teguh pada maksud yang jahat, mereka membicarakan hendak memasang perangkap dengan sembunyi; kata mereka: "Siapa yang melihatnya?" 

(64-7) Mereka merancang kecurangan-kecurangan: "Kami sudah siap, rancangan sudah rampung." Alangkah dalamnya batin dan hati orang! 

(64-8) Tetapi Allah menembak mereka dengan panah; sekonyong-konyong mereka terluka. 

(64-9) Ia membuat mereka tergelincir karena lidah mereka; setiap orang yang melihat mereka menggeleng kepala. 

(64-10) Maka semua orang takut dan memberitakan perbuatan Allah, dan mengakui pekerjaan-Nya. 

(64-11) Orang benar akan bersukacita karena TUHAN dan berlindung pada-Nya; semua orang yang jujur akan bermegah.

=================

Dalam pasal ini merujuk pada musuh-musuh Daud dan semua orang yang mengejar-ngejar dan memfitnah dia. Begitu banyaknya mereka, dan betapa besarnya kesukaran yang mereka timpakan kepadanya, hampir sepanjang hari-harinya, sehingga kita tidak perlu menduga-duga lagi pada kesempatan khusus apa mazmur ini dituliskan.

I. Ia berdoa kepada Allah untuk menjaganya dari rancangan-rancangan mereka yang penuh kebencian melawannya (ay. 2-3).

II. Ia menggambarkan tabiat-tabiat mereka yang sangat buruk, sebagai orang-orang yang sudah ditetapkan akan binasa oleh karena kefasikan mereka sendiri (ay. 4-7).

III. Melalui roh nubuatan, ia menubuatkan kehancuran mereka, yang akan mendatangkan kemuliaan bagi Allah dan membesarkan hati umat-Nya (ay. 8-11).

Dalam menyanyikan mazmur ini, kita harus memperhatikan akibat dari permusuhan lama yang ada antara keturunan perempuan dan keturunan ular, dan meyakinkan diri kita sendiri bahwa pada akhirnya kepala ular akan diremukkan, demi kehormatan dan sukacita keturunan yang kudus.

Kebencian Musuh-musuh Daud (64:1-7)

Daud, dalam ayat-ayat di atas, menceritakan di hadapan Allah tentang bahaya yang mengintainya dan tentang tabiat musuh-musuhnya, untuk meneguhkan permohonannya agar Allah melindunginya dan menghukum mereka.

I. Dengan sungguh-sungguh ia memohon kepada Allah untuk menjaganya (ay. 2-3): Ya Allah, dengarlah suaraku pada waktu aku mengaduh. Maksudnya, kabulkanlah apa yang aku doakan, dan inilah doa itu, “Tuhan, jagalah nyawaku terhadap musuh yang dahsyat, yakni, dari musuh yang aku takuti.” Ia meminta Allah untuk menyelamatkan hidupnya, yang dalam pengertian tertentu, sangat berharga baginya, karena ia tahu bahwa hidupnya dirancang untuk melayani Allah dan angkatannya sebaik mungkin. Ketika hidupnya terancam, tidaklah mungkin ia hanya berdiam diri (Est. 7:2, 4). Dan, jika ia menyerukan ketakutannya terhadap musuh, ini bukan karena ia pengecut. Yakub bapaknya, pangeran yang sudah bergumul melawan Allah itu, sudah melakukannya sebelum dia. Lepaskanlah kiranya aku dari tangan Esau, sebab aku takut kepadanya (Kej. 32:11 ). “Jagalah nyawaku terhadap ketakutan, bukan saja terhadap apa yang kutakutkan melainkan juga terhadap rasa takut akan hal itu yang terus membuatku gelisah.” Ini juga berarti menjaga nyawa, sebab di dalam ketakutan ada ketersiksaan, terutama takut pada kematian, yang karenanya sebagian orang terbelenggu sepanjang hidupnya. Ia berdoa, “Sembunyikanlah aku terhadap persepakatan orang jahat, terhadap kekejian yang mereka rancangkan secara sembunyi-sembunyi di antara mereka sendiri untuk melawan aku. Sembunyikanlah aku juga terhadap kerusuhan orang-orang yang melakukan kejahatan, yang bergabung memadukan kekuatan mereka, sama seperti mereka bergabung membuat rancangan, untuk berbuat jahat kepadaku.” Cermatilah, rancangan yang dibuat secara rahasia akan berakhir dengan kerusuhan. Perbuatan-perbuatan khianat dimulai dari persepakatan dan persekongkolan untuk berkhianat. “Sembunyikanlah aku dari mereka, agar mereka tidak dapat menemukan aku, agar mereka tidak dapat menjangkauku. Biarlah aku aman di dalam perlindungan-Mu.”

II. Ia mengeluhkan kebencian dan kefasikan luar biasa dari musuh-musuhnya: “Tuhan, sembunyikanlah aku dari mereka, sebab mereka orang-orang yang terburuk, tidak pantas dibiarkan begitu saja. Mereka orang-orang berbahaya, yang tidak akan tinggal diam. Aku akan binasa jika Engkau tidak berpihak kepadaku.”

1. Mereka sangat keji dalam menyebarkan fitnah-fitnah dan celaan-celaan mereka (ay. 4-5). Mereka digambarkan sebagai orang-orang yang bertempur, dengan pedang dan busur mereka, pemanah-pemanah jitu, dengan sembunyi-sembunyi, dan dengan tiba-tiba, dan memanah burung jinak yang tidak menyadari dirinya terancam bahaya. Namun,

(1) Lidah mereka yang menjadi pedang mereka, pedang yang menyala-nyala, pedang bermata dua, pedang yang terhunus, terhunus dalam kegeraman, yang dengannya mereka memotong, melukai, dan menghancurkan nama baik sesama mereka. Lidah adalah anggota kecil dari tubuh, namun, seperti pedang, ia memegahkan perkara-perkara yang besar (Yak. 3:5). Lidah adalah senjata yang berbahaya.

(2) Kata yang pahit adalah panah mereka. Celaan-celaan yang tidak senonoh, ejekan-ejekan yang menyakitkan, cerita-cerita bohong, umpatan-umpatan, dan fitnah-fitnah, adalah panah-panah api si jahat, yang akan membakar dan membawa banyak orang ke neraka. Untuk hal-hal inilah kebencian mereka membidikkan busurnya, agar panah-panah ini terlepas dengan jauh lebih kuat lagi.

(3) Orang yang lurus menjadi sasaran mereka. Kebencian mereka adalah pada orang semacam ini. Mereka tidak dapat berbicara baik-baik tentang orang ini, dan tidak mau berbicara dengannya. Semakin baik seseorang, semakin dia dicemburui oleh orang lain yang memang sudah jahat, dan semakin banyaklah keburukan yang dikatakan tentangnya.

(4) Mereka mengaturnya dengan sangat piawai dan licik. Mereka menembak dari tempat yang tersembunyi, supaya orang-orang yang mereka tembak tidak bisa mengetahui keberadaan mereka dan menghindar dari bahaya, sebab percumalah jaring dibentangkan di depan mata segala yang bersayap. Sekonyong-konyong mereka menembak, tanpa memberinya peringatan yang sepatutnya atau kesempatan untuk membela diri. Terkutuklah orang yang membunuhnama baik sesamanya manusia dengan tersembunyi(Ul. 27:24). Tidak ada perlindungan terhadap kelicikan yang dibuat oleh lidah pendusta.

(5) Mereka melakukan hal ini dengan tidak takut-takut, maksudnya, mereka yakin akan keberhasilan mereka, dan tidak ragu bahwa dengan cara-cara ini mereka akan berhasil mencapai sasaran yang dituju oleh kebencian mereka. Atau lebih tepatnya mereka tidak takut pada murka Allah, yang akan menimpa lidah pendusta. Mereka lancang dan kurang ajar dalam berbuat jahat kepada orang-orang baik, seolah-olah mereka pasti tidak akan pernah dimintai pertanggungjawaban untuk itu.

2. Mereka sangat bersungguh-sungguh dan gigih dalam menyusun rencana-rencana mereka yang penuh kebencian (ay. 6).

(1) Mereka memperkuat dan saling meneguhkan diri dan sesamanya untuk menjalankan urusan yang jahat ini, dan dengan bergabung bersama-sama di dalam kejahatan itu, satu sama lain menjadi semakin geram dan semakin berani. Fortiter calumniari, aliquid adhærebit – Tebarkan saja banyak celaan, maka sebagian pasti akan menusuk. Berbuat salah itu buruk, tetapi lebih buruk lagi bila mendorong diri kita sendiri dan sesama kita untuk melakukannya. Ini berarti mengerjakan pekerjaan jahat untuk Iblis. Ini merupakan pertanda bahwa hati sudah mengeras sejadi-jadinya, sebab hati kita sudah bertekad sedemikian bulat untuk melakukan kejahatan tanpa ditutup-tutupi lagi. Adalah tugas hati nurani untuk menjauhkan orang dari perbuatan jahat, namun, apabila hati nurani sudah kacau balau, maka sudah tidak ada harapan lagi.

(2) Mereka saling bertanya-tanya di antara mereka sendiri bagaimana melakukan perbuatan yang paling jahat dan dengan cara yang paling berhasil: Mereka membicarakan hendak memasang perangkap dengan sembunyi. Mereka bersekutu hanya untuk berbuat dosa, dan bercakap-cakap hanya untuk bagaimana dapat berbuat dosa dengan aman. Mereka mengadakan perundingan-perundingan peperangan hanya untuk mencari tahu sarana-sarana yang paling berhasil untuk berbuat jahat. Setiap perangkap yang mereka pasang dibicarakan terlebih dahulu, dan dipasang dengan memadukan segala tipu daya mereka yang fasik.

(3) Mereka menghibur diri dengan kesombongan yang ditopang dengan ketidakpercayaan kepada Tuhan, bahwa Allah sendiri tidak akan memperhatikan perbuatan-perbuatan mereka yang fasik: Kata mereka: “Siapa yang melihatnya?” Ketidakpercayaan akan kemahatahuan Allah merupakan dasar dari segala kefasikan orang fasik.

3. Mereka sangat giat dalam menjalankan rencana-rencana mereka (ay. 7): “Mereka merancang kecurangan-kecurangan. Mereka bersusah payah untuk menemukan kecurangan yang satu atau yang lain untuk didakwakan kepadaku. Mereka menggali lubang dalam-dalam, dan memandang sangat jauh ke belakang, dan mengatur segala sesuatunya sedemikian rupa, supaya mereka dapat menuduhkan sesuatu kepadaku.” Atau, “Mereka sangat giat mencari tahu kiat-kiat baru untuk berbuat jahat kepadaku. Dalam hal ini mereka memperoleh apa yang dengan rajin mereka selidiki. Mereka terus mengerjakannya, tanpa menyayangkan biaya ataupun tenaga.” Orang-orang jahat menggali kejahatan. Separuh tenaga yang dihabiskan banyak orang untuk membinasakan jiwa mereka sebenarnya dapat digunakan untuk menyelamatkannya. Mereka piawai dalam segala kiat untuk berbuat kejahatan dan kehancuran, sebab dalamlah batin dan hati orang, sedalam neraka, fasik sejadi-jadinya, siapakah yang mengetahuinya? Dengan kefasikan akal bulus dan kehendak mereka yang tidak dapat dipertanggungjawabkan itu, mereka menunjukkan diri sendiri, baik dalam hal kelicikan maupun kebencian, sebagai keturunan sejati si ular tua.

====TUHAN YESUS MEMBERKATI====

Minggu, 29 September 2019

MEMAHAMI ARTI KATA BAAL MENURUT KAMUS ALKITAB

MEMAHAMI ARTI KATA Baal MENURUT BEBERAPA KAMUS ALKITAB

Kata "Baal" artinya tuan, pemilik, guru, Bil 22:41Hak 2:11. (Kamus Gering)
Baal-Berit, tuan dari perjanjian. Hak 8:33. (Kamus Gering)
Baal-Gad, tuan dari nasib baik. Yos 11:17. (Kamus Gering)
Berit  El-Berit, perjanjian. Hak 9:46. (Kamus Gering)


Baal [Kamus Haag]

Kata Baal menurut Kamus Haag ditujukkan kepada Para Dewa yang terikat pada tempat-tempat tertentu (seperti: dewa dari pohon suci, mata air  puncak gunung, karang dan lain-lain) di Siria/Palestina dinyatakan sebagai Baal (yang artinya: Pemilik, tuan) dari tempat-tempat itu tadi. Ditinjau dari kodrat-hakikinya, mereka dapat disamakan dengan para dewa alam.Pengerian kata Baal di Siria sama dengan pribadi Tuhan di surga ( Syamem). Ia adalah Tuhan atas cuaca dan kesuburan. Binatang sucinya terutama adalah banteng, tetapi juga  ular. Lambangnya adalah petir. Pujian terhadapnya sangatlah tersebar luas di mana-mana. Berbagai raja di Isr memajukan pujaan terhadapnya. Hal itu membangkitkan reaksi kuat sekali dari pihak para Nabi ( Elia, Hos, Yer, Yeh). Arca para dewa (I.2).

Kata Baal menurut [Kamus Kecil]

Kata Baal menurut Perjanjian Baru Artinya "tuan", kemudian gelar dewa-dewa penduduk asli tanah Kanaan yang ditentang para nabi Tuhan dalam Perjanjian Lama. Ciri-ciri khasnya ialah menjamin kesuburan. Karena itu Baal sering kali turut disembah orang Israel sendiri.

Dalam terjemahan bebas Alkitab dikatakan bahwa Baal adalah Dewa kesuburan bangsa Kanaan; rekan wanitanya ialah Asyera. Setelah bangsa Ibrani menduduki Kanaan, banyak di antara mereka mulai menyembah dewa-dewi itu. [PL] Bil 25:3-5Hak 2:11,13; 6:25-321Sam 7:41Raj 18:18-402Raj 10:18-28Yer 2:23; 19:5; 23:27Hos 2:8,13,16,17 

[PB] Rom 11:4

Meskipun kata ini sebenarnya berarti 'tuhan', atau 'tuan', ia digunakan sebagai sebutan yang tepat untuk objek utama penyembahan bangsa Kanaan. Baal adalah dewa kesuburan dan pertanian, dan ketika umat Israel menetap di tanah yang mereka terima itu, senantiasa ada godaan untuk menggeser kesetiaan religius mereka dari Yahweh, yang mereka percayai telah memimpin mereka keluar dari tanah  Mesir dan melintasi padang gurun, kepada dewa yang barangkali dapat meningkatkan hasil gandum dan anggur yang lebih baik. Beberapa pribadi juga menggunakan nama Baal, bahkan salah seorang anak Daud pun demikian (1Taw. 14:7). Baal juga dianggap mendorong petualangan erotis yang dikutuk oleh para nabi, sehingga sejarawan Kitab --> Ulangansangat gembira ketika kuil Baal dihancurkan (2Raj. 11:18) dan para pengikut Baal dikalahkan secara total (1Raj. 18:20-40). Namun demikian, Baalisme tetap hidup, dan lagi-lagi disingkirkan dalam reformasi  Yosia (2Raj. 23:4-5).Sebagian besar informasi yang tersedia mengenai Baal didapat dari naskah-naskah *Ras Shamra, dari abad ke-15 sM, yang di dalamnya dikatakan bahwa ia memiliki pasangan, yaitu Anat. Di Palestina, pasangannya adalah Asyera (Hak. 3:7), atau  Asytoret (Hak. 10:6) di mata para penyembahnya ia adalah keberadaan yang nyata.Pertentangan antara Yahweh dan Baalisme adalah tentang kesetiaan umat Israel. Apakah mereka setia kepada Allah yang transenden dengan segala tuntutan etis-Nya, atau kepada ilah bangsa Kanaan yang imanen dalam alam semesta? Namun, Yahweh yang transenden itu dapat juga disembah sebagai 'yang bergerak di atas angin' (Mzm. 104:3); dan penyembahan Baal juga memiliki implikasi-implikasi etis.

KATA BAAL MENURUT  [Ensiklopedia]

Dalam bahasa Ibrani ba'al berarti tuan, pemilik atau suami. Dalam bentuk jamak, mis Baal-Peor, Baal-Berit, arti pertama 'tuan' mungkin masih terkandung. Tapi umumnya dalam PL Baal adalah nama suatu ilah, yaitu Hadad ilah badai, ilah paling penting yg disembah oleh orang Kanaan. Tidak jelas sampai berapa jauh Baal-baal lokal disamakan atau dibedakan dari Hadad. Baal yg dihadapi Elia di Karmel mungkin Melgart, ilah dari Tirus (1 Raj 18). Pemakaian bentuk jamak (be'alim) dalam PL (mis 1 Raj 18:18) memberi kesan bahwa lebih dari satu Baal dibeda-bedakan, tapi konsep keilahian antara orang kafir memang kabur.

Penyembahan kepada Baal mempengaruhi dan sekaligus mempertentangkan penyembahan Yahweh sepanjang sejarah Israel. Apa yg dikatakan PL mengenai Baal, bisa kita lengkapi dengan informasi dari Ras Syamra. Istri Baal, --> Astarte (asyera), disebut anak --> Dagon: ilah-ilah alam, yg dalam dongeng dikatakan melawan maut, ketidaksuburan dan air bah, sampai menang dan menjadi raja para dewa.

Tuhan (Yahweh) adalah 'Tuan' dan 'Suami' bagi bangsa Israel. Dalam makna itu orang Israel kadang-kadang menyebut Allah 'Baal', tapi sama sekali tidak mengandung maksud yg jelek. Namun demikian, penyebutan itu jelas mengacaukan pemujaan kepada Yahweh dengan upacara-upacara Baal. Dengan demikian menjadi penting sekali untuk menyebut Allah dengan sebutan yg lain, dan 'isy suatu kata yg berarti suami, diusulkan (Hos 2:15-16). Setelah sebutan 'Baal' tidak lagi dipakai bagi Yahweh, maka nama-nama khusus yg memuat kata itu agaknya disalahartikan. Jadi bosyet ('malu') cenderung menggantikan ba'al dalam nama-nama khusus yg demikian itu. Justru Esybaal dan Meribaal (1 Taw 8:33-34) lebih dikenal sebagai Isyboset (2 Sam 2:8) dan Mefiboset (2 Sam 9:6).

Kata Baal satu dua kali juga dipakai sebagai nama orang dan nama tempat (bnd 1 Taw 5:5; 4:33).

KEPUSTAKAAN.

H Ringgren, Religions of the Ancient Near East, ps 3,1973; A. S Kapelrud, Baal in the Ras Shamra Texts, 1952; W. F Albright, Yahweh and the Gods of Canaan, 1968; N. C Habel, Yahweh versus Baal, 1964.  KANAAN. DFP/RS

Strongs #896 Βααλ Baal

βααλ baal:[maskulin] (tampak dengan kata sandang feminin η ) Baal (dewa Semitik) (Kamus Barclay)

Baal [Statistik]

Jumlah dalam TB : 85 dalam 76 ayat (dalam OT : 84 dalam 75 ayat) (dalam NT : 1 dalam 1 ayat)

Strong dalam PL : [<01010> בית ‎1x] [<01120> במות ‎2x] [<01168> בעל ‎79x] [<01170> בעל ‎2x] [<01171> בעל ‎3x] [<01174> בעל ‎1x] [<01176> בעל ‎4x] [<01177> בעל ‎5x] [<01178> בעל ‎1x] [<01179> בעל ‎2x] [<01186> בעל ‎3x] [<01187> בעל ‎6x] [<01188> בעל ‎4x] [<01189> בעל ‎3x] [<01190> בעל ‎1x] [<01193> בעל ‎1x] [<01485> גור-בעל ‎1x] [<05920> על ‎2x] [<07154> קרית ‎2x]

Strong dalam PB : [<896> Βααλ ‎1x]

PRIHAL MENGIKUT YESUS

PRIHAL MENGIKUT YESUS MENURUT INJIL MATIUS 8:18-22

Matius 8:18-22 (TB)  Ketika Yesus melihat orang banyak mengelilingi-Nya, Ia menyuruh bertolak ke seberang. Lalu datanglah seorang ahli Taurat dan berkata kepada-Nya: "Guru, aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi." Yesus berkata kepadanya: "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya." Seorang lain, yaitu salah seorang murid-Nya, berkata kepada-Nya: "Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku." Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka
====================

Dalam perikop ini terdapat:

I. Kristus bertolak ke seberang Danau Tiberias, dan untuk itu Ia menyuruh murid-murid-Nya, yang mengikuti Dia dengan perahu-perahu mereka, untuk menyiapkan perahu mereka (ay. 18). Sinar Sang Surya Kebenaran ini tidak terbatas hanya pada satu tempat, melainkan memancar ke seluruh penjuru negeri. Ia harus pergi berkeliling untuk berbuat baik; jiwa-jiwa yang membutuhkan-Nya berseru kepada-Nya, "Menyeberanglah kemari dan tolonglah kami!" (Kis. 16:9). Ia bertolak ketika melihat orang banyak mengelilingi-Nya. Walaupun dari sini tampak bahwa orang banyak itu ingin Dia tetap di sana, Ia tahu ada orang-orang lain yang juga ingin bersama-Nya, dan mereka harus mendapatkan giliran mereka. Jika Ia diterima di satu tempat dan membawa manfaat di tempat itu, maka ini bukan untuk digunakan sebagai dalih untuk menetap di situ, melainkan justru sebagai alasan bagi-Nya untuk pergi ke tempat lain. Jadi, Ia hendak menguji orang banyak yang mengelilingi-Nya itu, masih tetapkah semangat mereka untuk terus mengikuti dan melayani-Nya sekalipun Ia pergi mengajar ke tempat lain yang jauh? Banyak orang yang senang-senang saja memberikan bantuan jika mereka harus melakukannya hanya di sebelah rumah dan tidak harus bersusah-payah mengikuti-Nya ke seberang. Dengan cara ini Kristus menyingkirkan mereka yang kurang sungguh-sungguh, dan membuat mereka yang sempurna menjadi terlihat.

II. Percakapan Kristus dengan dua orang yang pada waktu Ia pergi ke seberang tidak mau ditinggal begitu saja, dan berniat untuk mengikuti-Nya. Kedua orang ini tidak seperti sebagian besar orang lain, yang hanya mengikuti-Nya tetapi tidak mau menjadi murid dekat-Nya, dan akan mundur jika masalah ini disinggung, bagi mereka, menjadi murid Kristus terlihat begitu mengekang, dan ini tidak mereka sukai dan tidak dapat mereka terima. Tetapi di sini diceritakan tentang dua orang yang tampaknya mempunyai keinginan untuk bersekutu dengan-Nya, namun dengan niat yang tidak benar. Cerita ini diberikan di sini untuk dijadikan contoh mengenai apa yang menghalangi orang banyak untuk bisa dekat dengan Kristus dan terus melekat pada-Nya; dan ini merupakan suatu peringatan bagi kita bahwa dalam mengikuti Kristus, kita jangan sampai menjadi lemah, dan bahwa kita harus meletakkan suatu dasar yang kokoh supaya bangunan yang kita dirikan bisa tetap berdiri teguh.

Di sini diceritakan tentang cara Kristus menangani dua orang yang mempunyai sifat yang berlawanan, yang satu tangkas dan menggebu-gebu, yang lain tumpul dan lamban. Perintah-perintah yang diberikan-Nya disesuaikan dengan sifat masing-masing dan dirancang untuk kegunaan kita.

Yang pertama adalah orang yang terlalu terburu-buru menjanjikan sesuatu. Ia seorang ahli Taurat (ay. 19), seorang cendekiawan, seorang yang terpelajar, seorang yang mempelajari dan menguraikan hukum Taurat dengan terperinci. Pada umumnya, dalam kitab-kitab Injil kita mendapati orang-orang seperti ini sebagai orang yang tidak mempunyai sifat terpuji, dan biasanya disatukan dengan orang Farisi sebagai musuh-musuh Kristus dan ajaran-Nya. Di manakah ahli Taurat? (1Kor. 1:20). Mereka jarang sekali mengikuti Kristus, namun di sini ada seorang ahli Taurat yang meminta dengan sangat untuk bisa menjadi murid Kristus, bagaikan seorang Saul di antara para nabi. Sekarang perhatikanlah:

(1) Bagaimana ia mengungkapkan hasratnya yang besar itu, "Guru, aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi." Saya tidak tahu bagaimana orang bisa berkata lebih baik lagi daripada yang dikatakannya. Pengakuannya untuk mengabdikan diri kepada Kristus itu,

[1] Sangat siap, dan tampaknya ex mero motu -- timbul dari kehendak hatinya sendiri. Ia tidak dipanggil oleh Kristus untuk menjadi murid-Nya, juga tidak dipaksa oleh para murid, tetapi atas kemauannya sendiri ia memberi dirinya untuk menjadi seorang pengikut Kristus yang dekat; ia tidak ditekan, tetapi sukarela:

[2] Sangat tegas; tampaknya ia langsung ke inti permasalahannya. Ia tidak berkata, "Saya sedang berpikir-pikir untuk mengikuti-Mu," melainkan, "Aku bertekad, aku akan mengikuti-Mu."

[3] Tanpa batas dan tidak ditahan-tahan, "Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi, bukan hanya ke negeri seberang, melainkan juga sampai ke ujung-ujung bumi." Nah, mungkin kita berpikir bahwa orang yang seperti ini pasti baik, tetapi tampaknya, dari jawaban Kristus, tekad hatinya itu merupakan sesuatu yang gegabah, tujuannya dangkal dan bersifat keduniawian: entah ia tidak mempertimbangkannya sama sekali atau bukan itu yang seharusnya ia pertimbangkan. Ia melihat mujizat-mujizat yang diadakan Kristus, dan berharap Kristus akan mendirikan suatu kerajaan sementara, supaya kalau dari sekarang ia bisa ikut serta, kelak ia juga akan mendapat bagian di dalamnya. Perhatikanlah, ada banyak orang yang bertekad untuk berbuat sesuatu yang baik demi kepentingan agama. Namun, mereka hanya melakukannya atas dasar keyakinan yang berasal dari gejolak perasaan yang muncul secara tiba-tiba. Keyakinan ini tidak mereka pertimbangkan lebih dulu, sehingga mereka kemudian terbukti gagal dan tidak menghasilkan apa-apa. Terlalu cepat matang, terlalu cepat juga busuknya.

(2) Bagaimana Kristus menguji hasratnya yang besar itu, apakah itu tulus atau tidak (ay. 20). Ia memberi tahu ahli Taurat itu bahwa Anak Manusia ini, yang begitu ingin ia ikuti, tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya (ay. 20). Nah, dari pernyataan mengenai keadaan Kristus yang begitu melarat ini, kita bisa melihat:

[1] Sungguh aneh bahwa Anak Allah, ketika Ia datang ke dunia, mau menempatkan diri-Nya ke dalam kondisi yang begitu rendah seperti ini, sampai-sampai Ia tidak mempunyai suatu tempat untuk beristirahat, yang bahkan dimiliki oleh makhluk yang paling hina sekalipun. Jika Ia mau mengambil sifat kemanusiaan kita, demikian kita berpikir, seharusnya Ia mengambilnya dalam kondisi dan keadaan yang terbaik; tetapi tidak, Ia mengambilnya dalam keadaan yang terburuk! Lihatlah di sini,

pertama, betapa terpeliharanya makhluk-makhluk yang lebih rendah: serigala mempunyai liang. Walaupun serigala adalah binatang yang bukan hanya tidak berguna tetapi juga berbahaya bagi manusia, namun Allah menyediakan liang untuk mereka berlindung. Manusia berusaha memusnahkannya, namun mereka mempunyai tempat untuk bernaung; liang mereka adalah istana mereka. Burung-burung di udara; walaupun burung tidak mengurus diri sendiri, namun mereka terpelihara, dan mempunyai sarang sendiri (Mzm. 104:17). Sarang mereka ada yang di ladang dan ada juga di dalam rumah, dan malah di pelataran-pelataran TUHAN (Mzm. 84:4).

Kedua, betapa buruknya Tuhan Yesus dibekali. Dengan melihat binatang dan burung-burung yang terpelihara dengan sedemikian baiknya, bolehlah kita berbesar hati untuk mempercayakan segala kebutuhan kita kepada Allah. Hal ini juga kiranya membuat kita bisa merasa tenang bahwa jika kita menginginkan kebutuhan-kebutuhan kita, Tuan kita sudah menyediakannya untuk kita. Perhatikanlah, Yesus Tuhan kita sewaktu berada di dunia membiarkan diri-Nya untuk merasakan penghinaan dan tekanan hidup karena kemiskinan yang teramat sangat; karena kita, Ia menjadi miskin, sangat miskin. Ia tidak mempunyai tempat tinggal, tidak memiliki tempat untuk beristirahat, tidak punya rumah sendiri untuk membaringkan diri, dan tidak punya bantal sendiri untuk meletakkan kepala-Nya. Ia dan murid-murid-Nya hidup dari amal baik orang-orang yang mau menolong, yang melayani-Nya karena ingin membalas perbuatan baik yang sudah Ia lakukan terhadap mereka (Luk. 8:2). Kristus menyerahkan diri-Nya untuk mengalami semuanya ini, bukan hanya supaya dalam segala hal Ia merendahkan diri, dan dengan demikian menggenapi Kitab Suci, yang berbicara tentang Dia sebagai seseorang yang sengsara dan miskin, melainkan juga supaya Ia bisa menunjukkan kepada kita betapa sia-sianya kekayaan duniawi, dan mengajar kita untuk memandang kekayaan itu dengan penghinaan yang kudus; supaya Ia bisa memperoleh hal-hal yang lebih baik untuk kita, dan dengan demikian membuat kita kaya (2Kor. 8:9).

[2] Aneh bahwa pernyataan semacam itu harus dibuat dalam kesempatan ini. Ketika seorang ahli Taurat menawarkan diri untuk mengikuti Kristus, kita berpikir Ia akan mendorongnya dan berkata, "Mari ikut, Aku akan memelihara engkau." Seorang ahli Taurat mungkin lebih mampu menghasilkan pekerjaan-pekerjaan bernilai bagi-Nya dan dapat melayani-Nya dengan lebih baik daripada dua belas nelayan. Namun, Kristus melihat hatinya, dan menjawab apa yang ada di dalam pikirannya, dan dengan demikian mengajar kita semua bagaimana kita harus datang kepada-Nya.

Pertama, tekad ahli Taurat itu tampaknya muncul dengan tiba-tiba; dan Kristus ingin agar kita, sewaktu membuat suatu pernyataan religius, duduk dahulu dan memperhitungkan segala sesuatunya (Luk. 14:28), memutuskannya dengan pikiran yang matang serta penuh pertimbangan, dan memilih cara yang saleh, bukan karena kita tahu tidak ada cara yang lain lagi, melainkan karena kita tahu tidak ada cara lain lagi yang lebih baik. Tidak ada gunanya bagi agama bila kita menerima orang-orang ke dalamnya secara tiba-tiba dan tanpa kesadaran pada pihak mereka. Orang yang membuat pernyataan dengan menuruti gejolak perasaannya saja akan menariknya kembali dengan perasaan khawatir. Oleh sebab itu, biarlah mereka mengambil waktu dan memikirkan segala sesuatunya terlebih dulu. Biarlah orang yang mau mengikuti Kristus mengetahui hal-hal terburuk mengenai hal mengikuti Dia, dan menjadi sadar bahwa mereka akan menemui kesulitan, dan akan hidup susah.

Kedua, tekadnya itu tampaknya bersumber dari pandangan hidup duniawi yang tamak. Ia melihat betapa berlimpahnya kesembuhan yang diadakan Kristus, dan menyimpulkan bahwa untuk itu Kristus pasti dibayar mahal dan bisa mendapat harta kekayaan dengan cepat, dan karena itu ia mau mengikuti-Nya dengan berharap ia akan bertambah kaya bersama-Nya. Tetapi Kristus meluruskan kekeliruannya ini, dan memberitahunya bahwa ia sama sekali tidak akan menjadi kaya, karena Kristus bahkan tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya; dan bahwa jika ia mengikuti-Nya, ia tidak bisa berharap keadaannya akan lebih baik daripada keadaan-Nya. Perhatikanlah, Kristus tidak akan menerima siapa pun sebagai pengikut-Nya kalau tujuan mereka dalam mengikuti-Nya hanya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan duniawi atau untuk menjadikan segala sesuatu, selain sorga, sebagai agama mereka. Dengan melihat alasan-alasan ini, kita sudah bisa menduga bahwa si ahli Taurat ini pergi dengan sedih, setelah diberi tahu demikian oleh Kristus, karena Dia kecewa dengan tawaran yang sebelumnya Dia pikir bisa mendatangkan keuntungan. Ia tidak akan mau mengikut Kristus kalau tidak mendapat keuntungan dari-Nya.

Kemudian ada lagi seorang lain, yang terlalu lamban dalam bertindak. Menunda-nunda untuk melakukan sesuatu, pada satu sisi, sama buruknya dengan mengambil keputusan secara buru-buru, pada sisi lain. Apabila kita sudah mengambil waktu untuk mempertimbangkan segala sesuatu dan sesudah itu membuat keputusan, janganlah kita menunda untuk melakukan keputusan itu sampai esok hari, padahal itu dapat dilaksanakan pada hari ini. Calon pelayan ini sudah menjadi salah satu murid Kristus (ay. 21), seorang pengikut-Nya, tetapi belum sepenuhnya. Menurut Clemens Alexandrinus, berdasarkan tradisi kuno, orang ini adalah Filipus; ia tampak lebih memenuhi syarat dan lebih bersedia mengikuti-Nya daripada si ahli Taurat tadi, karena ia tidak terlalu percaya diri dan congkak. Terlalu berani, menggebu-gebu dan terlalu berhasrat bukanlah sikap yang paling menjanjikan dalam hal agama; kadang-kadang yang terakhir menjadi yang pertama, dan yang pertama menjadi yang terakhir. Sekarang perhatikanlah di sini:

(1) Alasan yang dipakai murid ini untuk menunda mengikuti Kristus dengan segera (ay.21); "Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku." Sebelum aku menjadi pengikut-Mu yang dekat dan setia, izinkanlah aku memberikan penghormatan terakhir kepada ayahku; sementara itu, cukuplah kalau aku hanya menjadi pendengar-Mu sekali-sekali saja apabila aku mempunyai waktu luang." Sebagian orang berpikir bahwa ayahnya pada waktu itu sedang sakit, atau sedang sekarat, atau sudah mati. Sebagian yang lain berpikir bahwa ayahnya itu hanya sudah tua renta, dan sepertinya tidak akan hidup lama, dan dia meminta izin untuk merawatnya pada waktu sakit, dan menguburkannya pada waktu dia mati. Setelah itu baru dia akan melayani Kristus sepenuhnya. Ini tampaknya merupakan permintaan yang masuk akal, namun permintaan ini tidaklah benar. Ia tidak mempunyai semangat yang seharusnya ia miliki untuk melakukan pekerjaan ini, dan karena itu ia mengajukan permintaan tersebut sebagai dalih, karena tampaknya permintaan ini bisa diterima. Perhatikanlah, jika hati orang sudah tidak rela, maka pasti ia mempunyai segudang alasan. Non vacat juga berarti non placet keinginan untuk bersantai-santai adalah keinginan yang timbul dari kecenderungan hati. Biasanya kita akan berpikir bahwa alasannya itu timbul dari perasaan sayang dan hormat yang benar dari seorang anak terhadap ayahnya, tetapi tetap saja seharusnya Kristuslah yang lebih diutamakan. Perhatikanlah, banyak orang menjadi terhalang dari dan di jalan kesalehan yang sungguh-sungguh, karena mereka terlalu peduli pada keluarga dan kerabat mereka. Hal-hal yang diperbolehkan ini membahayakan kita semua, sampai-sampai kita menunda dan mengabaikan kewajiban kita terhadap Allah, dengan dalih untuk membayar utang-utang kita kepada dunia. Karena itu, dalam hal ini, kita perlu meningkatkan kewaspadaan kita dua kali lipat.

(2) Kristus menolak alasan ini (ay. 22). Yesus berkata kepadanya, "Ikutlah Aku." Pasti ada kuasa yang ia rasakan dalam perkataan ini, seperti juga yang dirasakan orang lain, karena pada akhirnya dia memang mengikut Kristus dan terus melekat kepada-Nya, seperti Rut dan Naomi, sementara si ahli Taurat, dalam ayat-ayat sebelumnya, seperti Orpah, langsung meninggalkan-Nya. Dengan mengatakan, "Aku akan mengikut Engkau," Kristus menanggapi, "Ikutlah Aku." Dengan membandingkan kedua perkataan ini, jelaslah bahwa kita dibawa kepada Kristus oleh kuasa panggilan-Nya kepada kita, bukan karena janji-janji kita kepada-Nya; jadi hal itu tidak bergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah; Ia memanggil siapa yang dikehendaki-Nya (Rm. 9:16). Terlebih lagi, perhatikanlah, walaupun umat pilihan-Nya bisa membuat berbagai macam alasan, dan menunda-nunda kepatuhan mereka terhadap panggilan Allah untuk jangka waktu yang tidak tentu, namun Kristus akan menjawab alasan-alasan mereka dengan panjang lebar, akan menaklukkan kekerasan hati mereka, dan akan membawa mereka bersimpuh di kaki-Nya. Ketika Kristus memanggil, Ia akan menaklukkan, dan membuat panggilan itu ditanggapi pada akhirnya (1Sam. 3:10). Alasan yang diberikan orang itu ditolak sebagai alasan yang tidak memadai; biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka. Ini adalah suatu ungkapan, "Biarlah satu orang mati menguburkan orang mati yang lain, yang berarti: biarlah mereka dibiarkan tergeletak tidak terkubur, daripada kita harus mengabaikan pelayanan kepada Kristus. Biarlah orang yang mati rohani menguburkan orang yang mati jasmani; biarlah pekerjaan duniawi diserahkan kepada orang duniawi, janganlah engkau membebani dirimu dengan hal ini. Menguburkan orang mati, terutama ayah yang sudah meninggal, adalah pekerjaan yang baik, tetapi ini bukanlah pekerjaanmu pada saat ini. Pekerjaan ini bisa saja dilakukan oleh orang lain, yang tidak terpanggil dan tidak memenuhi syarat seperti engkau untuk bekerja melayani Kristus. Ada hal lain yang harus engkau kerjakan sekarang, dan engkau tidak boleh menundanya." Perhatikanlah, berbuat saleh untuk Allah harus lebih diutamakan daripada berbuat saleh untuk orangtua, walaupun perbuatan saleh kepada orangtua juga merupakan ajaran besar dan penting dalam agama kita. Para nazir yang berada di bawah hukum Taurat tidak boleh berkabung untuk orangtua mereka sendiri, karena mereka mengkhususkan diri bagi TUHAN (Bil. 6:6-8). Demikian juga, imam besar tidak boleh menajiskan dirinya dengan semua mayat, bahkan dengan mayat ayahnya sendiri (Im. 21:11-12). Kristus pun meminta kepada mereka yang mau mengikuti-Nya untuk membenci bapanya dan ibunya (Luk. 14:26), dalam arti jangan mengasihi mereka lebih dari mengasihi Allah; dengan demikian kita juga harus mengabaikan dan tidak mengindahkan kerabat-kerabat terdekat kita, jika mereka bersaing dengan Kristus, baik mengenai berbuat sesuatu untuk-Nya maupun menderita bagi-Nya.

====TUHAN YESUS MEMBERKATI=====

Kesalehan Mazmur 63

PERASAAN-PERASAAN KESALEHAN

Mazmur 63:1-11 (TB)  Mazmur Daud, ketika ia ada di padang gurun Yehuda. (63-2) Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada-Mu, tubuhku rindu kepada-Mu, seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair.  (63-3) Demikianlah aku memandang kepada-Mu di tempat kudus, sambil melihat kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu. (63-4) Sebab kasih setia-Mu lebih baik dari pada hidup; bibirku akan memegahkan Engkau. (63-5) Demikianlah aku mau memuji Engkau seumur hidupku dan menaikkan tanganku demi nama-Mu. (63-6) Seperti dengan lemak dan sumsum jiwaku dikenyangkan, dan dengan bibir yang bersorak-sorai mulutku memuji-muji. (63-7) Apabila aku ingat kepada-Mu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepanjang kawal malam,(63-8) sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai. (63-9) Jiwaku melekat kepada-Mu, tangan kanan-Mu menopang aku. (63-10) Tetapi orang-orang yang berikhtiar mencabut nyawaku, akan masuk ke bagian-bagian bumi yang paling bawah. (63-11) Mereka akan diserahkan kepada kuasa pedang, mereka akan menjadi makanan anjing hutan. (63-12) Tetapi raja akan bersukacita di dalam Allah; setiap orang, yang bersumpah demi Dia, akan bermegah, karena mulut orang-orang yang mengatakan dusta akan disumbat.

====°==========

Dalam mazmur ini kita mendapati begitu banyak kehangatan dan ibadah yang hidup, sama seperti dalam mazmur-mazmur Daud lainnya dalam lingkup yang begitu terbatas. Sama halnya dengan surat-surat Paulus yang termanis adalah surat-surat yang ditulisnya semasa ia di penjara, demikian pula sebagian dari mazmur-mazmur Daud yang termanis, seperti mazmur ini, adalah mazmur-mazmur yang ditorehkannya di padang gurun. Yang paling membuatnya bersedih hati ketika dibuang adalah hilangnya kesempatan untuk menjalankan ketetapan-ketetapan ibadah bersama. Di sini ia merindukan kembalinya kenikmatan yang dirasakannya ketika menjalankan ketetapan-ketetapan ibadah itu. Dan rasa kehilangannya pada saat ini semakin menambah kerinduannya. Namun, sebenarnya bukan ketetapan-ketetapan ibadah itu sendiri yang didambakannya, melainkan Allah sumber ketetapan-ketetapan ibadah itu. Dan di sini kita mendapati,

I. Keinginannya akan Allah (ay. 2-3).

II. Rasa hormatnya kepada Allah (ay. 4-5).

III. Kepuasannya di dalam Allah (ay. 6).

IV. Persekutuan pribadinya dengan Allah (ay. 7).

V. Kebergantungannya kepada Allah yang penuh dengan rasa gembira (ay. 8-9).

VI. Kemenangannya yang kudus di dalam Allah atas musuh-musuhnya dan dalam keyakinan akan keselamatannya sendiri (ay. 10-12).

Jiwa yang taat dan saleh cuma perlu sedikit diajar bagaimana menyanyikan mazmur ini, sebab mazmur ini dengan begitu alami berbicara dalam bahasa yang biasa digunakan oleh jiwa yang demikian. Dan jiwa yang tidak dikuduskan, yang tidak mengenal dan tidak tergerak oleh perkara-perkara ilahi, nyaris tidak dapat menyanyikannya dengan pengertian.

Perasaan-perasaan Saleh (63:1-3)

Judul mazmur ini memberi tahu kita kapan ditulis, yaitu ketika Daud berada di padang gurun Yehuda, maksudnya, di hutan Keret (1 Sam. 22:5) atau di padang gurun Zif (1 Sam. 23:15).

1. Bahkan di Kanaan, yang tanahnya subur dan penduduknya banyak, masih ada juga padang-padang gurun, tempat yang kurang subur dan kurang berpenghuni dibandingkan dengan tempat-tempat lain. Demikian pula yang akan terjadi di dunia, dan di dalam jemaat, tetapi tidak di sorga. Di sorga sana, semuanya kota, semuanya firdaus, tidak ada padang belantara. Di sana padang gurun akan berbunga.

2. Adakalanya orang-orang kudus dan hamba-hamba Allah yang terbaik dan tersayang nasibnya terempas di padang gurun, yang membuat mereka kesepian dan sendirian, sunyi dan menderita, kehilangan, mengembara ke sana sini, tidak bisa menetap, dan tidak tahu apa yang harus diperbuat terhadap diri sendiri.

3. Segala kesusahan dan kesukaran di padang gurun janganlah membuat kita melagukan nyanyian-nyanyian suci dengan nada sumbang. Sebaliknya, bahkan pada saat-saat demikian, wajib dan penting bagi kita untuk terus menjaga persekutuan yang penuh sukacita dengan Allah. Ada mazmur-mazmur yang pantas dinyanyikan di padang gurun, dan kita boleh bersyukur kepada Allah bahwa di padang gurun Yehudalah, dan bukan di padang gurun Dosa, kita berada sekarang.

Daud, dalam perikop di atas, membangkitkan dirinya untuk berpegang kepada Allah ,

I. Dengan iman yang hidup dan bekerja: Ya Allah, Engkaulah Allahku. Perhatikanlah, saat menghadap Allah, kita harus memandang-Nya sebagai Allah, dan sebagai Allah kita, dan ini akan membawa penghiburan bagi kita ketika berada di padang gurun. Kita harus mengakui bahwa Allah itu ada, bahwa kita berbicara dengan Dia yang sungguh-sungguh ada dan hadir bersama kita, ketika kita berkata, Ya Allah! Ini sebuah perkataan yang harus diucapkan dengan kesungguhan hati, dan sangat disayangkan jika hanya digunakan sambil lalu begitu saja. Kita juga harus mengakui wewenang-Nya atas diri kita dan kedaulatan-Nya di dalam diri kita, dan hubungan kita dengan-Nya: “Engkaulah Allahku, Allahku melalui karya penciptaan, dan oleh sebab itu pemilik dan pengatur diriku yang sah. Engkau Allahku melalui kovenan dan persetujuanku sendiri.” Kita harus memperkatakan perkataan tersebut dengan perasaan yang teramat senang kepada diri kita sendiri, dan bersyukur kepada Allah, sebagai orang yang bertekad untuk tetap memegang teguh pada perkataan tersebut: Ya Allah, Engkaulah Allahku.

II. Dengan segala perasaan saleh dan taat, sesuai dengan pilihan yang telah dijatuhkannya mengenai Allah, dan sesuai dengan kovenan yang telah diadakannya bersama Dia.

1. Ia bertekad untuk mencari Allah serta kebaikan dan anugerah-Nya: Engkaulah Allahku, karena itu aku mencari Engkau. Sebab, bukankah suatu bangsa patut meminta petunjuk kepada Allahnya? (Yes. 8:19). Kita harus mencari-Nya. Kita harus mendambakan perkenanan-Nya sebagai kebaikan kita yang terutama, dan mencari kemuliaan bagi-Nya sebagai tujuan kita yang tertinggi. Kita harus berusaha mengenal-Nya melalui firman-Nya dan mendapatkan belas kasihan-Nya melalui doa. Kita harus mencari-Nya,

(1) Pagi-pagi benar, dengan penuh perhatian, seolah- olah takut kehilangan Dia. Kita harus mengawali hari-hari kita bersama-Nya, memulai setiap hari bersama-Nya: Aku akan mencari Engkau ketika hari masih pagi (kjv).

(2) Dengan sungguh-sungguh: “Jiwaku haus kepada-Mu, dan tubuhku rindu kepada-Mu (maksudnya, diri manusiaku seluruhnya dipenuhi oleh keinginan ini) di sini di tanah yang kering dan tandusini.”

Amatilah:

[1] Keluhannya ketika tidak bisa menikmati hadirat Allah yang penuh kemurahan. Ia berada di tanah yang kering dan tandus. Demikianlah ia menganggapnya, bukan karena ia berada di padang gurun melainkan terlebih karena ia berada jauh dari tabut perjanjian, dari firman dan sakramen-sakramen. Dunia ini adalah tanah yang melelahkan(begitulah arti kata itu). Demikianlah dunia ini bagi orang duniawi, yang bagiannya ada di dunia ini, karena dunia tidak akan memberi mereka kepuasan sejati. Dunia ini juga melelahkan bagi orang saleh, yang akan berjalan melewatinya, seperti lembah Baka. Hanya sedikit saja darinya yang dapat mereka harapkan bagi diri mereka sendiri.

[2] Kegigihannya untuk menikmati hadirat Allah: Jiwaku haus, rindu, kepada-Mu. Kebutuhannya akan hadirat Allah membangkitkan keinginan-keinginannya, yang sangat kuat dan mendesak. Ia haus seperti rusa yang merin­­­­­­­­­dukan sungai yang berair. Ia tidak akan mau menerima apa pun yang kurang dari itu. Keinginan-keinginannya hampir tidak tertahankan lagi. Ia akan terus rindu, terus merana, sebelum bisa menikmati kembali kebebasan untuk menjalankan ketetapan-ketetapan Allah. Perhatikanlah, jiwa-jiwa yang mulia memandang remeh dunia ini dengan perasaan yang kudus dan menengadahkan kepala mereka kepada Allah dengan keinginan yang kudus.

2. Ia rindu menikmati Allah. Apa gerangan yang didambakannya dengan begitu berkobar-kobar? Apa gerangan yang dimohon dan dimintanya? Inilah dia (ay. 3), Memandang kepada-Mu di tempat kudus, sambil melihat kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu(kjv: Memandang kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu, sebagaimana aku telah melihat-Mu di tempat kudus – pen.). Maksudnya,

(1) “Memandang kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu di sini di padang gurun ini sebagaimana aku telah memandangnya di Bait-Mu, memandangnya di tempat tersembunyi sebagaimana aku telah memandangnya di tengah-tengah kumpulan jemaat yang khidmat.” Perhatikanlah, apabila kita dilucuti dari hak kita untuk mendapatkan kemudahan mengikuti perayaan-perayaan ibadah umum, kita harus berkeinginan dan berusaha untuk menjaga persekutuan yang sama dengan Allah dalam kesendirian kita, sebagaimana yang sudah kita alami di tengah-tengah jemaat yang besar. Bilik pun dapat diubah menjadi tempat kudus kecil. Yehezkiel mendapat penglihatan-penglihatan akan Yang Maha Kuasa di Babel, dan Yohanes di Pulau Patmos. Saat sendirian pun kita masih bisa mengalami Allah hadir bersama kita, dan itu sudah cukup.

(2) “Memandang kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu lagi di tempat kudus sebagaimana dulu aku memandangnya di sana.” Ia rindu untuk keluar dari padang gurun, bukan supaya ia bisa melihat teman-temannya lagi, dan dapat menikmati kembali kesenangan-kesenangan dan kegembiraan-kegembiraan di istana, melainkan supaya ia bisa bebas masuk ke dalam tempat kudus, bukan untuk melihat imam-imam di sana, dan upacara peribadatan, melainkan untuk melihat kekuatan- Mu dan kemuliaan-Mu. Maksudnya, kekuatan-Mu yang mulia, atau kemuliaan-Mu yang penuh kuasa, yang merangkum semua sifat dan kesempurnaan Allah, supaya aku lebih mengenal kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu itu, dan agar di dalam hatiku tertinggal kesan-kesan yang mendalam akan semua itu. Dengan demikian, aku dapat memandang kemuliaan Tuhansehingga diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya (2 Kor. 3:18). “Agar aku dapat melihat kekuatan-Mu dan kemuliaan- Mu.” Ia tidak berkata, sebagaimana aku telah melihatnya, tetapi “sebagaimana aku telah melihat Engkau” (kjv). Kita tidak bisa melihat hakikat Allah, tetapi dengan melihat segala sifat dan kesempurnaan-Nya melalui iman, kita sudah melihat-Nya. Dengan kenangan akan penglihatan-penglihatan inilah Daud menghibur dirinya sendiri di sini. Saat-saat yang dihabiskan-Nya untuk bersekutu dengan Allah itu adalah waktu yang sangat berharga. Ia suka memikirkannya kembali. Saat-saat seperti itulah yang diratapinya, dan yang dirindukannya untuk dialami kembali. Perhatikanlah, yang menjadi kesenangan dan keinginan dari jiwa-jiwa yang mulia dalam menjalankan ketetapan-ketetapan ibadah yang khidmat adalah untuk melihat Allah serta kekuatan-Nya dan kemuliaan-Nya di dalam ibadah itu.

=====TUHAN YESUS MEMBERKATI===

Sabtu, 28 September 2019

MENANTIKAN ALLAH

PERASAAN DEKAT DENGAN ALLAH

Mazmur 62:1-12 (TB)  Untuk pemimpin biduan. Menurut: Yedutun. Mazmur Daud. (62-2) Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku. 

(62-3) Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah. 

(62-4) Berapa lamakah kamu hendak menyerbu seseorang, hendak meremukkan dia, hai kamu sekalian, seperti terhadap dinding yang miring, terhadap tembok yang hendak roboh? 

(62-5) Mereka hanya bermaksud menghempaskan dia dari kedudukannya yang tinggi; mereka suka kepada dusta; dengan mulutnya mereka memberkati, tetapi dalam hatinya mereka mengutuki. Sela 

(62-6) Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku. 

(62-7) Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah. 

(62-8) Pada Allah ada keselamatanku dan kemuliaanku; gunung batu kekuatanku, tempat perlindunganku ialah Allah. 

(62-9) Percayalah kepada-Nya setiap waktu, hai umat, curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya; Allah ialah tempat perlindungan kita. Sela 

(62-10) Hanya angin saja orang-orang yang hina, suatu dusta saja orang-orang yang mulia. Pada neraca mereka naik ke atas, mereka sekalian lebih ringan dari pada angin. 

(62-11) Janganlah percaya kepada pemerasan, janganlah menaruh harap yang sia-sia kepada perampasan; apabila harta makin bertambah, janganlah hatimu melekat padanya. 

(62-12) Satu kali Allah berfirman, dua hal yang aku dengar: bahwa kuasa dari Allah asalnya, 

(62-13) dan dari pada-Mu juga kasih setia, ya Tuhan; sebab Engkau membalas setiap orang menurut perbuatannya.

====================

Mazmur ini tidak berisi sesuatu yang secara langsung berkaitan dengan doa atau pujian, dan juga tidak tampak pada kesempatan apa mazmur ini ditulis. Tidak jelas juga apakah mazmur ini ditulis pada suatu kesempatan tertentu, apakah itu berduka ataupun bersuka. Namun di dalamnya,

I. Daud dengan luar biasa senangnya mengakui keyakinannya akan Allah dan kebergantungannya kepada-Nya, dan mendorong dirinya sendiri untuk terus menantikan-Nya (ay. 2-8).

II. Dengan segala kesungguhan hati ia menggugah dan mendorong orang lain untuk percaya kepada Allah juga, dan bukan kepada makhluk mana pun (ay. 9-13).

Dalam menyanyikan mazmur ini, kita harus menggugah diri kita sendiri untuk menantikan Allah.

Menantikan Allah; Yakin akan Allah (62:1-8)

Dalam ayat-ayat di atas kita mendapati,

I. Pengakuan Daud bahwa ia bergantung kepada Allah, dan hanya kepada-Nya, untuk segala yang baik (ay. 2): Hanya dekat Allah saja aku tenang (kjv: Sesungguhnya jiwaku menantikan Allah – pen.). Walaupun demikian (begitu menurut sebagian orang), atau “Bagaimanapun juga, apa pun kesulitan-kesulitan atau bahaya-bahaya yang akan aku hadapi, meskipun Allah murka terhadap aku dan aku mengalami kekecewaan-kekecewaan dalam melayani-Nya, namun jiwaku tetap menantikan Allah.” Atau sesuai dengan arti katanya: tenang di hadapan Allah, tidak mengatakan apa-apa melawan apa yang diperbuat-Nya, tetapi dengan diam menantikan apa yang akan dilakukan-Nya. Kita sedang menjalankan kewajiban kita dan mendapatkan penghiburan apabila jiwa kita menantikan Allah, apabila kita dengan gembira menyerahkan diri kita dan kesudahan seluruh perkara kita kepada kehendak dan hikmat-Nya. Demikian pula halnya apabila kita menerima dan menyesuaikan diri dengan segala pekerjaan pemeliharaan-Nya, serta dengan sabar menantikan kesudahan yang belum menentu, dengan merasa puas sepenuhnya pada kebenaran dan kebaikan-Nya, apapun yang terjadi. Bukankah jiwaku tunduk kepada Allah? Begitulah menurut Septuaginta [Alkitab Perjanjian Lama terjemahan bahasa Yunani – pen.]. Demikianlah halnya, dan demikian pula seharusnya. Kehendak kita haruslah dileburkan ke dalam kehendak-Nya. Jiwaku hormat kepada Allah, sebab dari pada-Nyalah keselamatanku. Ia tidak ragu bahwa keselamatannya akan datang, meskipun sekarang sedang terancam bahaya, dan ia mengharapkannya datang dari Allah, dan hanya dari Dia, sebab sia-sialah berharap pada bukit-bukit dan gunung-gunung (Yer. 3:23; 121:1-2). “Dari-Nyalah aku tahu keselamatan itu akan datang, dan oleh sebab itu Dialah yang dengan sabar aku nantikan sampai keselamatan itu benar-benar datang, sebab waktu-Nya adalah waktu yang terbaik.” Kita dapat menerapkannya pada keselamatan kekal kita, yang disebut keselamatan yang dari Allah ( 50:23). Dari-Nyalah keselamatan itu datang. Dia telah menyiapkan keselamatan itu untuk kita. Dia sedang menyiapkan kita untuk keselamatan itu, dan memelihara kita kepada keselamatan itu. Dan oleh sebab itu biarlah jiwa kita menantikan Dia, agar dapat dibimbing melewati dunia ini menuju pada keselamatan kekal itu, dengan cara yang pantas menurut-Nya.

II. Dasar dan alasan untuk bergantung kepada-Nya (ay. 3): Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku; Dia kota bentengku.

1. “Sudah berkali-kali Dia menjadi demikian bagiku. Di dalam Dia aku telah menemukan tempat perlindungan, kekuatan, dan pertolongan. Dengan anugerah-Nya Dia telah menyokong aku dan menopangku mengatasi segala permasalahanku, dan dengan pemeliharaan-Nya Dia telah membelaku dari segala penghinaan musuh-musuhku serta melepaskan aku dari segala permasalahan yang telah menjeratku. Oleh sebab itu, aku menaruh pengharapan bahwa Ia akan menyelamatkan aku (2 Kor. 1:10).

2. “Hanya Dia yang bisa menjadi gunung batuku dan keselamatanku. Makhluk ciptaan tidak akan mampu, mereka tidak ada apa-apanya tanpa Dia, dan oleh sebab itu aku hanya akan memandang Dia, dan tidak memedulikan mereka.”

3. “Melalui kovenan Dia telah berketetapan untuk menjadi demikian. Bahkan Dia, yang merupakan gunung batu segala zaman, adalah gunung batuku. Dia, Allah keselamatan, adalah keselamatanku. Dia, Allah Yang Mahatinggi, adalah tempat tinggiku. Dan oleh sebab itu, aku mempunyai segala alasan di dunia ini untuk mengandalkan Dia.”

III. Keuntungan yang diperolehnya dari keyakinannya kepada Allah itu.

1. Karena percaya kepada Allah, hatinya teguh. “Karena Allah adalah kekuatanku dan yang melepaskanku dengan gagah perkasa, maka aku tidak akan goyah (maksudnya, aku tidak mati dan binasa). Bisa saja aku terguncang, tetapi tidak akan tenggelam.” Atau, “Hatiku tidak akan begitu terusik dan gelisah. Bisa saja aku menjadi ketakutan, tetapi tidak akan gentar sampai tertegun, juga tidak akan sampai kehilangan kendali atas jiwaku sendiri. Bisa saja aku kebingungan, namun tidak putus asa” (2 Kor. 4:8). Pengharapan kepada Allah ini akan menjadi jangkar bagi jiwa, yang membuat hati yakin teguh.

2. Musuh-musuhnya dipandang remeh, dan semua usaha mereka melawannya dipandang hina olehnya (ay. 4-5). Jika Allah ada di pihak kita, kita tidak perlu takut terhadap apa yang dapat diperbuat manusia terhadap kita, meskipun mereka begitu perkasa dan jahat. Di sini Daud,

(1) Menggambarkan sifat musuh-musuhnya: Mereka hendak menyerbu orang (kjv: Mereka membayangkan kejahatan – pen.), merancangnya sedemikian rupa dengan racun ular, dan menyusunnya sedemikian licik seperti ular, dan ini mereka perbuat melawan seseorang, seorang dari sesama mereka, melawan satu orang, yang bukanlah tandingan yang sepadan untuk mereka, sebab mereka banyak. Mereka terus saja menganiaya dengan penuh kebencian meskipun Pemeliharaan ilahi sudah sering kali menggagalkan rancangan-rancangan jahat mereka. “Berapa lamakah kamuakan melakukannya? Akankah kamu insaf akan kesalahanmu? Akankah kebencianmu mereda dengan sendirinya?” Mereka sehati dan sepikir untuk mengempaskan dia dari kedudukannya yang tinggi, untuk menjauhkan orang jujur dari kejujurannya, untuk menjeratnya di dalam dosa, yang merupakan satu-satunya hal yang akan berhasil mengempaskan kita dari kedudukan kita yang tinggi. Mereka hendak menjatuhkan orang yang telah ditinggikan Allah dari martabatnya, dan dengan demikian berperang melawan Allah. Iri hati adalah dasar dari kebencian mereka. Mereka berduka atas kemajuan Daud, dan oleh sebab itu mereka bersekongkol, dengan menjelek-jelekkan dia dan mencoreng nama baiknya (yang berarti mengempaskannya dari kedudukannya yang tinggi), untuk menghalang-halangi kemajuannya. Untuk mencapai tujuan ini, mereka memfitnahnya, dan suka mendengarkan sifat-sifat buruk yang digambarkan tentangnya, dan laporan-laporan buruk yang dibuat serta disebarkan mengenai dia, padahal mereka tahu semua itu tidak benar. Mereka suka kepada dusta. Dan karena hati nurani mereka sudah tidak peduli lagi untuk berdusta tentang dia, untuk berbuat jahat kepadanya, maka hati nurani mereka pun berdusta kepadanya tanpa terbeban oleh hati nurani. Mereka menyembunyikan kejahatan yang mereka rancangkan dan menjalankannya dengan lebih baik lagi. Dengan mulutnya mereka memberkati (mereka memuji Daud di depan mukanya), tetapi dalam hatinya mereka mengutuki. Dalam hati mereka berharap semoga segala yang jahat menimpa Daud, dan dengan diam-diam bersekongkol melawannya. Berkelompok-kelompok mereka menjalankan rancangan jahat ini atau itu, dengan berharap semuanya itu dapat menghancurkannya. Sungguh berbahaya jika kita percaya kepada manusia yang sedemikian palsunya. Tetapi Allah itu setia.

(2) Ia membacakan ajal mereka, mengumumkan hukuman mati atas mereka, bukan sebagai raja melainkan sebagai nabi: Kamu sekalian akan dibunuh (kjv), oleh penghakiman-penghakiman Allah yang adil. Saul dan hamba-hambanya dibunuh oleh orang-orang Filistin di pegunungan Gilboa, sesuai dengan nubuatan ini. Siapa yang berusaha menghancurkan umat pilihan Allah sama saja dengan mempersiapkan kehancuran bagi dirinya sendiri. Jemaat Allah didirikan di atas batu karang yang akan tetap teguh berdiri. Tetapi orang-orang yang berperang melawannya, dan melawan semua penyokong serta pelindungnya, akan menjadi seperti dinding yang miring, terhadap tembok yang hendak roboh, yang karena fondasinya lapuk, tenggelam karena keberatan, roboh dengan tiba-tiba. Dan di dalam reruntuhannya menguburkan semua orang yang berlindung di bawah bayangan dan naungannya. Daud, karena yakin kepada Allah, sudah melihat kejatuhan musuh-musuhnya seperti itu, dan karena itu, ia menentang dan menantang mereka untuk melakukan yang sejahat-jahatnya semampu mereka.

3. Ia sendiri terdorong untuk terus menantikan Allah (ay. 6-8): Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang (kjv: Jiwaku, nantikanlah Allah saja – pen.). Perhatikanlah, kebaikan yang kita lakukan haruslah menggugah kita untuk terus melakukan kebaikan itu, dan untuk semakin banyak lagi melakukannya. Selayaknyalah kita berbuat demikian sebagai orang yang oleh anugerah telah mendapat penghiburan dan keuntungan kebaikan yang telah kita terima. Kita telah mendapati bahwa menantikan Allah itu baik, dan oleh sebab itu kita harus memerintahkan jiwa kita, dan bahkan membujuknya, untuk terus bergantung kepada Allah supaya hati kita bisa selalu tenang. Sebelumnya Daud berkata (ay. 2), “Dari pada-Nyalah keselamatanku,” sekarang ia berkata (ay. 6), “dari pada-Nyalah harapanku.” Keselamatannya merupakan hal utama yang diharapkannya. Biarlah ia mendapatkannya dari Allah, maka ia tidak akan berharap apa-apa lagi. Karena keselamatannya datang dari Allah, maka segala hal lain yang diharapkannya hanyalah dari Allah. “Jika Allah menyelamatkan jiwaku, maka biarlah Dia berbuat apa yang dikehendaki-Nya untukku dalam segala hal lain. Karena itu, aku mau menerima segala pengaturan-Nya, karena aku tahu bahwa kesudahan semuanya ini ialah keselamatanku” (Flp. 1:19). Ia mengulangi (ay. 7) apa yang telah dikatakannya mengenai Allah (ay. 3), sebagai orang yang tidak saja yakin akan perkataannya itu tetapi juga yang luar biasa senang dengannya, dan yang banyak merenungkannya: “Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tahu Dia begitu.” Tetapi sebelumnya ia menambahkan, “aku tidak akan banyak goyah” (kjv), sedangkan di sini, “aku tidak akan goyah sama sekali” (kjv). Perhatikanlah, semakin banyak iman diwujudkan dalam tindakan, semakin hidup iman itu jadinya. Crescit eundo – Semakin bertumbuh dengan dilatih. Semakin sering kita merenungkan sifat-sifat dan janji-janji Allah, dan pengalaman kita sendiri, semakin kuat kita menghadapi ketakutan-ketakutan kita. Dan, seperti Haman, apabila ketakutan-ketakutan itu sudah mulai gugur, maka semua ketakutan itu akan berguguran di hadapan kita, dan kita akan dijagai dengan damai sejahtera (Yes. 26:3). Sama seperti iman Daud kepada Allah bertumbuh sehingga mencapai taraf yang kokoh dan tidak goyah, demikian pula sukacitanya di dalam Allah bertumbuh dengan sendirinya menjadi sorak-sorai yang kudus (ay. 8): Pada Allah ada keselamatanku dan kemuliaanku. Di mana ada keselamatan kita, di situ pula ada kemuliaan kita. Sebab, apakah keselamatan kita itu selain kemuliaan yang akan diungkapkan kelak, yaitu kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya? Dan dalam hal inilah kita harus bermegah. Di dalam Allah, marilah kita bermegah sepanjang hari. “Gunung batu kekuatanku (maksudnya, gunung batuku yang kuat, yang di atasnya aku berpijak dan membangun segala harapanku), dan tempat perlindunganku, yang kepadanya aku berlari mencari tempat perlindungan apabila aku dikejar-kejar, ialah Allah, dan Dia saja. Tiada yang lain yang aku tuju, tiada yang lain yang aku percayai. Semakin banyak aku merenungkannya, semakin puas aku jadinya dengan pilihan yang sudah kubuat.” Demikianlah ia bersenang-senang karena TUHAN, dan melintasi puncak bukit-bukit di bumi (Yes. 58:14).


SELAMAT HARI MINGGU 

TUHAN YESUS MEMBERKATI


MAKNA KATA KASIH MENURUT KAMUS ALKITAB

Makna kata Kasih Menurut Kamus
BELAS KASIH [Kamus Browning]

Dalam Perjanjian Lama (PL) orang-orang yang berkedudukan tinggi dikatakan berbelas kasih, atau menunjukkan kemurahan hati kepada orang-orang yang lebih rendah, seperti sikap  Boas terhadap Rut (Rut. 2:10), atau Raja Ahasyweros kepada  Ester (Est. 5:2). Namun, Allah juga penyayang dan pengasih (Kel. 34:6) dan panjang sabar. Dalam PB kata sifat ini jarang digunakan, lebih sering digunakan kata bendanya. Namun, kata sifat gracious digunakan oleh AV dalam 1Ptr. 2:3, sedangkan terjemahan Inggris modern memilih good (karena kata Yunaninya berbeda), seperti juga TB-LAI: 'mengecap kebaikan Tuhan'.


BELAS KASIHAN [Kamus Browning]

1) Terjemahan dari kata Ibrani hesed. Suatu sifat Allah yang berhubungan dengan kemurahan Allah. Kata ini dipakai Nabi Hosea untuk janji pemeliharaan bagi istrinya (Has. 2:19). Kasih karunia dalam PB adalah padan kata yang mendekati artinya. 2) Kebaikan seseorang terhadap sesamanya dalam kesusahan (Mrk. 8:2). Ini dapat dibandingkan dengan belas kasihan Allah kepada ciptaan-Nya (Mi. 6:8) yang akan diberlakukan-Nya pada --> penghakiman akhir (Mat. 25:31-46).


KASIH [Kamus Browning]

Seluruh jajaran arti dari kata ini, secara lahir, emosi, intelek terdapat dalam Alkitab. Ada kasih Allah kepada Israel (Hos. 3:1) yang menyatakan kesetiaan-Nya bagi orang dalam perjanjian-Nya. Ada juga hukum supaya umat-Nya mengasihi Allah, dan ini bukannya kasih sayang mendalam kepada pribadi Allah, melainkan lebih merupakan perintah kesetiaan. Dalam bahasa Ibrani, kata itu ditemui dalam surat perjanjian kuno, di mana seorang raja yang ditaklukkan diperintah untuk 'mengasihi' (artinya setia kepada) maharajanya. Tetapi, kata kasih itu juga dipakai dalam arti yang cukup modern, misalnya apabila Yakub mengabdi kepada Laban selama tujuh tahun untuk mendapatkan Rahel, tetapi ,masa itu dianggapnya seperti beberapa hari saja. karena cinta kasihnya kepada Rahel (Kej. 29:20).Hosea menggunakan gambaran kasih, perkawinan, dan ketidaksetiaan untuk melukiskan hubungan Israel dengan Allah (Hos. 6:4-6). Dan *Deutro-Yesaya mengibaratkan kasih Allah kepada Israel seperti kasih seorang ibu kepada anaknya (Yes 49:15).Dalam PB kata Yunani eros (cinta birahi) tidak terdapat untuk menyatakan kasih Allah atau kasih kepada Allah, ataupun kasih dalam persekutuan Kristen. Yesus menggabungkan perintah kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama manusia dari Ul. 6:5, dan Im. 19:18, tetapi melangkah lebih jauh dengan menekankan kewajiban untuk mengasihi musuh juga (Mat. 5:43-46). Suatu kisah dalam Injil Luk. 7:36-50. memperlihatkan bagaimana seorang perempuan yang membasuh kaki Yesus, telah begitu dibebaskan oleh pengampunan sehingga ia melimpahkan suatu kekayaan kasih yang besar.Dalam surat-surat Paulus kasih bersatu dengan iman dan pengharapan (1Kor. 13:13) sebagai karunia Roh Kudus. Kasih itu bukan suatu kasih usaha manusia, dan oleh karena itu bukan alasan untuk membanggakan diri (1Kor. 13:4). *Pengorbanan Kristus di salib adalah tanda tertinggi dari kasih Allah (Rm. 8:39). Oleh karena itu, gaya hidup Kristen harus berteladan pada-Nya (Luk. 7:23;1Kor. 11:1). Ini adalah buah iman dan mencakup kepedulian khusus bagi anggota persekutuan yang lebih lemah (1Kor. 8:11-12).Kasih adalah pokok utama dalam tulisan Yohanes dan kasih timbal-balik antara Bapa dan Anak (Yoh. 16:28) harus tercermin dalam kehidupan para --> murid (Yoh. 17:26). Pada akhir Injil Yohanes --> Petrus membalikkan ketiga penyangkalannya terhadap Yesus dengan tiga pernyataan kasihnya kepada Yesus. Surat-surat Yohanes tetap mempertahankan keutamaan kasih (tidak ada perintah baru, 1Yoh. 2:7).

BELAS KASIHAN [Ensiklopedia]

Kasih sayang atau belas kasih ialah sifat yg terdapat baik pada Allah maupun pada manusia. Dua istilah ini (kasih sayang dan belas kasih) menerjemahkan beberapa kata Ibrani dan Yunani yakni Ibrani khamal dan rakhamim, Yunani eleeo dan oikteiro. Dalam Est 2:9 dan Ayb 6:14 aslinya ialah khesed ( --> KASIH SETIA) dan dalam Est 2:15 aslinya khen ( --> KASIH KARUNIA). Dalam 1 Tes 2:8aslinya himeromai, yg terdapat hanya dalam ay ini dalam PB. Pengertian kasih sayang ialah 'belas kasih atasan kepada bawahan, yg sama sekali bawahan itu tidak layak menerimanya' (Snaith); juga mencakup kasih yg menyala. 'Allah yg berpribadi itu mempunyai hati' (Barth). Pemikiran Allah terhadap manusia sehubungan dengan kesalahan manusia ialah kasih karunia: pemikiran-Nya terhadap manusia sehubungan dengan kesengsaraan manusia ialah kasih sayang.

Para nabi dan abdi Allah sadar akan keajaiban rahmat dan belas kasih Allah terhadap orang berdosa dan orang sengsara. Allah Bapak penuh belas kasih (Pengasih dan Penyayang) (2 Kor 1:3; Kel 34:6; Neh 9:17; Mzm 86:15; 103:8-14; Yl 2:13; Yun 4:2), dan kasih-Nya (eleos) yg besar (Ef 2:4) menyelamatkan kita (Tit 3:5).

Para nabi mengajarkan, setiap orang yg mengalami belas kasih Allah dalam hidupnya, wajib menunjukkan belas kasih itu kepada orang yg membutuhkannya, terutama 'anak yatim, janda dan orang asing', yg berkali-kali disebut bersama-sama (mis Ul 10:18; 14:9; 16:11; 24:19; Yer 22:3), orang miskin dan orang malang (Mzm 146:9; Ayb 6:14; Ams 19:17; Za 7:9; Mi 6:8), dan terutama dalam Ul, kepada orang asing. Hati Yesus kerap kali tergugah oleh belas kasih, dan Ia menyuruh murid-Nya menunjukkan belas kasih kepada orang lain yg membutuhkan pertolongan mereka. Belas kasih mereka harus serupa dengan belas kasih-Nya, bukan hanya dalam hal tidak mau memandang orang, tapi dalam hal bertindak dengan pengorbanan diri (1 Yoh 3:17). Orang yg murah hati akan beroleh kemurahan (Mat 5:7; bnd Mat 18:21; Luk 6:36). 'Murah hati' di sini menerjemahkan kata yg di tempat lain diterjemahkan kasih sayang atau belas kasih. JWM/JH/MHS

Refrensi dari Strong Yunani

Strongs #1653 ελεεω eleeo
ελεεω eleew: Berbelas kasih, penuh belas kasih; memperoleh belas kasih (middle) (Kamus Yoppi)

bandingkanlah ελαω (Kamus Barclay)
Strongs #26 αγαπη agape
agape {ag-ah'-pay}:
kasih, jamuan kasih (Kamus Yoppi)
ης [feminin] kasih;
perjamuan kasih (Yud. 12) (Kamus Barclay)

Strongs #27 αγαπτος agapetos
agapetos {ag-ap-ay-tos'}:
terkasih, sayang (Kamus Yoppi)
η , ον yang kekasih (Kamus Barclay)

Kasih [Statistik]

Jumlah dalam TB : 492 dalam 457 ayat (dalam OT : 253 dalam 243 ayat) (dalam NT : 239 dalam 214 ayat)
Strong dalam PL : [<0157> אחב ‎6x] [<0160> אחבח ‎9x] [<02580> חן ‎24x] [<02603> חנן ‎6x] [<02617> חסד ‎202x] [<02623> חסיד ‎1x] [<02624> חסידח ‎1x] [<03039> ידיד ‎1x] [<05690> עגב ‎2x] [<05869> עין ‎8x] [<07355> רחם ‎1x] [<07356> רחם ‎13x] [<07359> רחם ‎1x] [<07725> שוב ‎1x] [<08467> תחנח ‎1x]

Strong dalam PB : [<25> αγαπαω ‎5x] [<26> αγαπη ‎86x] [<240> αλληλων ‎1x] [<846> αυτος ‎4x] [<884> αχαριστος ‎2x] [<1248> διακονια ‎1x] [<1699> εμος ‎1x] [<2155> ευσπλαγχνος ‎1x] [<2168> ευχαριστεω ‎1x] [<2169> ευχαριστια ‎1x] [<2442> ιμειρομαι ‎1x] [<3450> μου ‎1x] [<4698> σπλαγχνον ‎2x] [<5360> φιλαδελφια ‎5x] [<5363> φιλανθρωπια ‎1x] [<5368> φιλεω ‎1x] [<5479> χαρα ‎1x] [<5483> χαριζομαι ‎1x] [<5485> χαρις ‎128x] [<5486> χαρισμα ‎1x]

KUALITAS DOA BERSAMA

DUA ORANG BUTA DISEMBUKAHN

Matius 20:29-34 (TB) 29 Dan ketika Yesus dan murid-murid-Nya keluar dari Yerikho, orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia. 30 Ada dua orang buta yang duduk di pinggir jalan mendengar, bahwa Yesus lewat, lalu mereka berseru: "Tuhan, Anak Daud, kasihanilah kami!" 31 Tetapi orang banyak itu menegor mereka supaya mereka diam. Namun mereka makin keras berseru, katanya: "Tuhan, Anak Daud, kasihanilah kami!" 32 Lalu Yesus berhenti dan memanggil mereka. Ia berkata: "Apa yang kamu kehendaki supaya Aku perbuat bagimu?" 33 Jawab mereka: "Tuhan, supaya mata kami dapat melihat." 34 Maka tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan, lalu Ia menjamah mata mereka dan seketika itu juga mereka melihat lalu mengikuti Dia.
=================
Dalam teks ini  menceritakan mengenai kesembuhan dua orang pengemis buta yang berjuang untuk memperoleh kesembuhan. Kita dapat memahaminya berdasarkan ceritanya bahwa:

I. Seruan mereka kepada Kristus (ay. 29-30)

Kita bisa mengamati keadaan saat itu. Peristiwa itu terjadi ketika Kristus dan murid-murid-Nya berangkat dari Yerikho, tempat yang dibangun kembali di bawah kutuk. Kristus berangkat dari tempat itu dengan memberikan berkat ini, sebab Ia membagikan karunia bahkan kepada orang-orang yang memberontak sekalipun. Hal ini terjadi di hadapan orang banyak yang berbondong-bondong mengikuti Dia. Kristus mempunyai banyak pengikut, meskipun Ia tidak dipenuhi dengan kemegahan, dan Ia berbuat baik kepada mereka, tanpa maksud untuk membesar-besarkan diri-Nya sendiri. Orang banyak yang mengikuti-Nya itu ada yang menginginkan roti dan ada pula yang mendambakan kasih sayang. Ada yang didorong rasa ingin tahu, dan beberapa lagi karena mengharapkan pemerintahan duniawi daripada-Nya, yang juga diangan-angankan para murid. Hanya sedikit saja yang ingin diberi pengajaran mengenai kewajiban yang harus mereka lakukan. Namun, demi yang sedikit inilah Ia menegaskan pengajaran-Nya melalui mujizat-mujizat yang diadakan di hadapan banyak orang. Dan orang banyak ini, kalau mereka masih saja tidak berhasil diyakinkan juga, maka semakin tidak ada alasan lagi bagi mereka untuk dimaafkan. Dua orang buta ini mengajukan permohonan mereka dengan serempak, sebab doa yang dinaikkan bersama sangat menyukakan hati Kristus (Mat. 18:19). Keduanya sama-sama menderita dan juga sama-sama memohon. Karena mengalami kesulitan yang sama, mereka juga mengajukan permohonan yang sama dengan serempak. Sungguh baik apabila orang-orang yang berjuang menghadapi kesusahan yang sama, baik menyangkut tubuh maupun pikiran, bersatu dalam doa yang sama kepada Allah dan memohon untuk dilepaskan darinya, supaya bisa saling mendorong untuk bertekun dan saling menguatkan iman. Dalam Kristus, ada cukup banyak belas kasihan bagi semua pemohon. Kedua orang buta ini sedang duduk di pinggir jalan, seperti yang biasa dilakukan pengemis-pengemis buta. Perhatikanlah, orang-orang yang ingin menerima belas kasihan dari Kristus harus menempatkan diri di tempat di mana Ia sedang berlalu, di tempat Ia menyatakan diri kepada mereka yang mencari-Nya. Karena itu sungguh baik bila orang menghadang Kristus dan berada di jalan-Nya.

Mereka mendengar, bahwa Yesus lewat. Walaupun buta, mereka tidak tuli. Melihat dan mendengar adalah indra pembelajaran. Sungguh menyedihkan bila orang kekurangan salah satu, tetapi kerusakan salah satu indra ini mungkin saja, bahkan cukup sering, digantikan dengan ketajaman indra yang lain. Oleh karena itu, hal ini diamati sebagian orang sebagai contoh kebaikan pemeliharaan Allah, bahwa nyaris tidak pernah ada orang yang diketahui lahir dalam keadaan buta sekaligus tuli, supaya dengan cara tertentu semua orang mempunyai kemampuan untuk menerima pengetahuan. Orang-orang buta ini mendengar berita tentang Kristus melalui pendengaran, tetapi mereka rindu agar mata mereka dapat melihat-Nya. Waktu mereka mendengar, bahwa Yesus lewat, mereka tidak bertanya-tanya lagi, siapa saja yang berada bersama-Nya, atau apakah Ia sedang terburu-buru, tetapi langsung berseru. Perhatikanlah, adalah baik untuk mengusahakan peluang yang kita peroleh saat ini, untuk memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya, sebab sekali kesempatan itu terlewatkan, ada kemungkinan kesempatan itu tidak akan kembali lagi. Kedua orang buta ini berbuat demikian, dan melakukannya dengan bijaksana, sebab kita tidak menemukan bahwa sejak itu Yesus pernah datang ke Yerikho lagi. Waktu ini adalah waktu perkenanan itu.

Seruan itu sendiri lebih kelihatan lagi karena diulangi. Tuhan, Anak Daud, kasihanilah kami! diulang kembali dalam ayat 31. Ada empat hal dalam seruan ini yang dianjurkan kepada kita untuk diteladani, sebab meskipun mata jasmani mereka gelap, mata hati mereka terang dalam melihat kebenaran, kewajiban, dan kepentingan.

(1) Ada usaha untuk mendesak Yesus dalam doa.

Mereka berseru dengan sungguh hati. Tentu saja, orang yang sedang mengalami kekurangan selalu bersungguh-sungguh. Keinginan yang disampaikan dengan setengah hati hanya akan mengakibatkan penolakan belaka. Orang-orang yang ingin berhasil dalam doa harus terus menggodok dirinya agar tetap mengandalkan Allah dalam doa. Saat dihalang-halangi, mereka semakin keras berseru. Jika arus yang kuat dihentikan, maka alirannya justru akan semakin meningkat dan meluap. Kalau kita bergumul terus dengan Allah dalam doa, hal ini akan membuat kita semakin layak untuk menerima belas kasihan, sebab semakin keras pergumulan kita, semakin besar pula penghargaan dan pengakuan yang diberikan-Nya.

(2) Terdapat kerendahan hati dalam doa.
Dalam perkataan Kasihanilah kami, yang tidak menentukan atau menjelaskan keinginan, apalagi memohon kebaikan, mereka menyerahkan diri dengan sukacita kepada belas kasihan Sang Pengantara itu, dengan cara yang menyukakan hati-Nya. "Kasihanilah kami." Meskipun mereka miskin, mereka tidak meminta perak atau emas, melainkan belas kasihan, hanya belas kasihan. Hal inilah yang harus hati kita dambakan saat menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat (Ibr. 4:16; Mzm. 130:7).

(3) Terlihatbada iman dalam doa.
Ini tampak dalam gelar yang mereka berikan kepada Kristus, yang memang sepantasnya ada dalam suatu permohonan: Tuhan, Anak Daud. Mereka mengakui bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, dan oleh sebab itu Dia memiliki kuasa untuk membebaskan mereka. Sudah pasti bahwa melalui Roh Kuduslah mereka menyebut Kristus Tuhan (1Kor. 12:3). Seperti halnya mereka memperoleh keberanian untuk berdoa oleh karena kuasa-Nya, demikian pula, dengan menyebut-Nya Anak Daud mereka juga memperoleh keberanian meminta karena kebaikan-Nya. Mereka memperolehnya dari Dia sebagai Mesias, yang kebaikan dan kelembutan-Nya telah begitu sering dinubuatkan, terutama belas kasihan-Nya terhadap orang miskin (Mzm. 72:12-13). Dalam doa, sungguh teramat baik apabila kita memandang Kristus dalam anugerah dan kemuliaan kedudukan-Nya sebagai Mesias. Dengan melakukan demikian, kita mengingat Dia sebagai Anak Daud, yang tugas-Nya adalah menolong, menyelamatkan, dan kita dapat berseru kepada Dia.

(4) Terdapat ketekunan dalam doa
Sekalipun diserang dengan rasa tawar hati. Orang banyak itu menegor mereka, karena menganggap mereka membuat keonaran, ribut, dan tidak sopan. Mereka disuruh diam dan tidak mengganggu Sang Guru mereka, yang awalnya seakan-akan tidak peduli dengan kedua orang buta itu. Dalam mengikuti Kristus dengan doa, kita harus bersiap-siap menghadapi rintangan dan teguran dari dalam dan dari luar, sesuatu yang membuat kita tidak merasa damai. Teguran-teguran seperti ini memang diizinkan, supaya iman, kegigihan, kesabaran, dan ketekunan bisa diuji. Kedua orang buta yang malang ini ditegur oleh banyak orang yang mengikuti Kristus. Perhatikanlah, para peminta-minta yang menghampiri Kristus dengan tulus dan sungguh hati biasanya berhadapan dengan teguran-teguran para pengikut-Nya yang munafik. Namun, kedua orang ini tidak mudah dihalang-halangi. Ketika sedang mencari-cari belas kasihan seperti itu, mereka tidak peduli dengan segala pujian ataupun perasaan malu. Tidak, mereka makin keras berseru. Perhatikanlah, kita harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu, dan dengan permohonan yang tak putus-putusnya (Luk. 18:1). Berdoalah terus dengan segala ketetapan hati dan janganlah menyerah pada tentangan.

II. Jawaban Kristus atas seruan mereka. Orang banyak menegur mereka, tetapi Kristus justru menguatkan hati mereka. Alangkah malangnya kita seandainya Sang Guru tidak bersikap lebih ramah dan lembut daripada orang banyak itu. Namun, Ia sangat suka memihak orang-orang yang diperkenan-Nya dan ditekan oleh orang lain dengan teguran dan cercaan. Ia tidak mau membiarkan orang-orang yang memohon kepada-Nya dengan rendah hati itu ditindas dan ditentang.

Lalu Yesus berhenti dan memanggil mereka (ay. 32). Ia sedang dalam perjalanan menuju Yerusalem, dan tetap harus ke sana sampai tugas-Nya di situ selesai. Meskipun demikian, Ia berhenti untuk menyembuhkan kedua orang buta ini. Perhatikanlah, di saat kita terburu-buru dalam melakukan sesuatu, kita harus bersedia berhenti untuk berbuat baik. Ia memanggil mereka, bukan karena tidak mampu menyembuhkan mereka dari jarak jauh, melainkan karena Ia ingin memperlihatkan bahwa Ia sungguh mau melakukannya dan dengan demikian memberi contoh kepada kita. Ia menunjukkan kepedulian-Nya kepada kita yang lemah, kepada orang-orang sakit dan orang-orang yang mau memohon kepada-Nya. Kristus bukan saja memerintahkan kita untuk berdoa, tetapi mengajak kita untuk melakukannya. Ia menjulurkan tongkat Kerajaan-Nya pada kita, dan menyuruh kita datang mendekat dan menyentuh ujungnya.

Ia bertanya lebih lanjut, Apa yang kamu kehendaki supaya Aku perbuat bagimu? Hal ini menyatakan secara tidak langsung:

(1) "Inilah Aku, beri tahukan kepada-Ku apa yang kamu inginkan, dan kamu akan menerimanya." Apa lagi yang kita inginkan? Ia mampu melakukan apa pun bagi kita, dan bersedia melakukannya. Mintalah, maka akan diberikan kepadamu.

(2) Syarat yang ditambahkan pada tawaran ini, yang sangat mudah dan masuk akal, yaitu agar mereka memberitahukan kepada-Nya apa yang mereka ingin Ia lakukan bagi mereka.
Orang mungkin akan menganggap pertanyaan itu janggal. Siapa pun bisa mengatakan apa yang diinginkan kedua orang buta itu. Kristus juga mengetahui hal ini, tetapi Ia ingin mendengarnya sendiri dari mulut mereka, apakah mereka hanya meminta sedekah seperti yang biasa mereka pinta dari orang lain, atau meminta kesembuhan, seperti yang diminta dari Sang Mesias. Perhatikanlah, adalah kehendak Allah supaya dalam segala perkara kita menyampaikan keinginan kita kepada-Nya melalui doa dan permohonan, bukan untuk memberi tahu Dia atau menggerakkan hati-Nya, melainkan supaya kita layak menerima belas kasihan itu. Pelaut yang menyangkutkan pengait kapalnya di pantai tidak menarik pantai itu ke arah kapalnya, namun sebaliknya menarik kapalnya ke arah pantai. Demikian pula, dalam doa kita bukan menarik belas kasihan itu kepada kita, melainkan menarik diri kita kepada belas kasihan itu.

Kedua orang buta itu langsung mengajukan permohonan mereka kepada-Nya, permintaan yang belum pernah mereka ajukan kepada orang lain. Tuhan, supaya mata kami dapat melihat. Kelemahan dan beban jasmani yang langsung dapat kita rasakan adalah Ubi dolor, ubi digitus Jari langsung menunjuk bagian yang sakit. Oh, seandainya saja kita sama prihatinnya mengenai kelemahan rohani kita dan sungguh berkeluh-kesah mengenainya, terutama kebutaan rohani kita! Tuhan, supaya mata hati kita dapat melihat! Banyak orang yang buta secara rohani, namun berkata bahwa mereka dapat melihat (Yoh. 9:41). Seandainya saja kita menyadari kegelapan kita, maka kita akan segera menghampiri Dia, satu-satunya yang mempunyai obat penyembuh, dengan memohon, Tuhan, supaya mata kami dapat melihat.

Ia menyembuhkan mereka. Ketika membesarkan hati mereka untuk mendatangi-Nya, Ia tidak berkata, "Carilah dengan sia-sia." Apa yang dilakukan-Nya merupakan contoh:

(1) Mengenai belas kasihan-Nya. Maka tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan. Kesusahan merupakan sasaran yang menjadi tujuan belas kasihan. Mereka yang miskin dan buta, melarat dan malang (Why. 3:17), mereka layak mendapatkan belas kasihan. Belas kasihan Allah yang lembut itulah yang memberikan terang dan penglihatan kepada mereka yang duduk dalam kegelapan (Luk. 1:78-79). Kita memang tidak dapat menolong mereka yang menderita kesusahan itu dengan cara seperti yang dilakukan Kristus. Namun, kita dapat dan bahkan harus berbelas kasihan kepada mereka seperti yang dilakukan Kristus, dan mencondongkan hati kita kepada mereka.

(2) Tentang kuasa-Nya. Dia yang membentuk mata, masakan Ia tidak dapat menyembuhkannya? Ya, Ia dapat, Ia telah melakukannya, dan melakukannya dengan mudah, Ia menjamah mata mereka. Ia berhasil melakukannya, seketika itu juga mereka melihat. Dengan demikian Ia bukan saja membuktikan bahwa Ia diutus oleh Allah, tetapi juga menunjukkan untuk tugas apa Ia diutus -- untuk memberikan penglihatan kepada orang-orang yang buta secara rohani, supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang.
Terakhir, sesudah mampu melihat, orang-orang buta ini mengikuti Dia. Perhatikanlah, tidak ada yang mengikuti Kristus dengan mata tertutup. Mula-mula Ia membuka mata manusia dengan anugerah-Nya, dan dengan begitu Ia menarik hati mereka untuk mengikuti Dia. Mereka mengikuti Kristus, sebagai murid-murid-Nya, untuk belajar dari-Nya, dan untuk bersaksi, sebagai saksi-saksi-Nya, untuk memberikan kesaksian perihal diri, kuasa, dan kebaikan-Nya. Bukti terbaik mengenai pencerahan rohani adalah kelekatan terus-menerus yang tidak terpisahkan kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Pemimpin kita.


=====TUHAN YESUS MEMBERKATI=====

Statistik Pengunjung