Senin, 30 September 2019

Yesus di taman Getzemani

Teks: Markus 14:32-42 (TB)  Lalu sampailah Yesus dan murid-murid-Nya ke suatu tempat yang bernama Getsemani. Kata Yesus kepada murid-murid-Nya: "Duduklah di sini, sementara Aku berdoa."
Dan Ia membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes serta-Nya. Ia sangat takut dan gentar, lalu kata-Nya kepada mereka: "Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah." Ia maju sedikit, merebahkan diri ke tanah dan berdoa supaya, sekiranya mungkin, saat itu lalu dari pada-Nya. Kata-Nya: "Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki."
Setelah itu Ia datang kembali, dan mendapati ketiganya sedang tidur. Dan Ia berkata kepada Petrus: "Simon, sedang tidurkah engkau? Tidakkah engkau sanggup berjaga-jaga satu jam?
Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan; roh memang penurut, tetapi daging lemah." Lalu Ia pergi lagi dan mengucapkan doa yang itu juga.
Dan ketika Ia kembali pula, Ia mendapati mereka sedang tidur, sebab mata mereka sudah berat dan mereka tidak tahu jawab apa yang harus mereka berikan kepada-Nya. Kemudian Ia kembali untuk ketiga kalinya dan berkata kepada mereka: "Tidurlah sekarang dan istirahatlah. Cukuplah. Saatnya sudah tiba, lihat, Anak Manusia diserahkan ke tangan orang-orang berdosa.Bangunlah, marilah kita pergi. Dia yang menyerahkan Aku sudah dekat."

===============
Perikop ini menceritakan Kristus sedang memasuki gerbang penderitaan-Nya, dimulai dengan bagian yang paling menyedihkan dari semua penderitaan-Nya, yaitu penderitaan jiwa. Di sini diceritakan bahwa Ia mengalami penderitaan yang mendalam. Kisah yang memilukan ini kita dapati juga dalam Injil Matius. Penderitaan yang mendalam ini merupakan perasaan pahit dan rasa mau mati yang bisa dialami orang dalam penderitaan dan kesengsaraan. Tampaknya tidak ada penderitaan yang ditimpakan dengan paksa ke atas-Nya, tetapi penderitaan ini adalah sesuatu yang diterima-Nya dengan sukarela.

I. Ia pergi menyendiri untuk berdoa. Duduklah di sini (katanya kepada murid-murid-Nya), sementara Aku pergi sedikit lebih jauh, dan berdoa. Belum lama ini Ia berdoa bersama mereka (Yoh. 17), dan sekarang Ia menyuruh mereka untuk beristirahat sementara Ia pergi menjumpai Bapa-Nya untuk suatu perintah khusus yang berkaitan dengan diri-Nya. Perhatikanlah, doa kita bersama-sama dengan keluarga tidak bisa dijadikan alasan untuk mengabaikan penyembahan pribadi kita. Ketika Yakub menghadapi penderitaannya yang mendalam, pertama-tama ia menyeberangkan keluarganya dan segala miliknya, lalu tinggallah ia seorang diri, dan kemudian di sana ia bergulat dengan seorang laki-laki (Kej. 32:23-24), meskipun ia telah berdoa sebelumnya (ay. 9), yang sangat mungkin, dengan keluarganya.

II. Bahkan waktu Kristus pergi menyendiri, Ia membawa Petrus, Yakobus, dan Yohanes serta-Nya (ay. 33), tiga saksi yang memenuhi syarat untuk turut mengambil bagian dalam penghinaan yang harus Ia tanggung. Meskipun orang penting biasanya menyembunyikan pergumulan batin mereka, Kristus tidak malu mereka melihat penderitaan-Nya. Ketiga orang inilah yang paling menyombongkan kemampuan dan kesediaan mereka untuk menderita bersama-Nya; Petrus diceritakan dalam pasal ini, sedangkan Yakobus dan Yohanes dalam (Mark 10:39). Karena itulah Kristus membawa mereka untuk berjaga-jaga dan menyaksikan bagaimana hebatnya pergumulan yang Ia hadapi dengan baptisan darah dan cawan pahit itu, supaya mereka bisa diyakinkan bahwa mereka tidak mengerti apa yang mereka katakan. Memang pantaslah bahwa mereka yang sok percaya diri harus menjadi yang pertama yang diuji, supaya mereka bisa menjadi peka akan kebodohan dan kelemahan mereka.

III. Di sana Ia merasa sangat terganggu secara emosional (ay. 33). Ia mulai merasa sangat takut -- ekthambeisthai, istilah yang tidak digunakan dalam Injil Matius, tetapi sangat penting artinya. Kata ini menunjuk kepada hal yang luar biasa mengerikan yang terjadi dalam kegelapan yang teramat sangat, seperti yang pernah meliputi Abraham (Kej. 15:12), atau bahkan sesuatu yang lebih buruk dan lebih menggentarkan lagi dari itu. Rasa takut yang teramat sangat akan Allah menyerang Yesus, dan Ia berusaha untuk benar-benar merenungkan semua hal itu secara mendalam dan sungguh-sungguh. Belum pernah Ia merasa begitu sedih seperti ketika itu. Belum pernah ada orang yang mendapat pengalaman seperti yang diterima-Nya melalui keabadian perkenan ilahi. Oleh karena itu, belum pernah ada orang yang telah mengalami atau akan merasakan perasaan yang diperoleh-Nya melalui perkenan Ilahi itu. Walaupun begitu, keguncangan yang dialami jiwanya itu tidak sampai membuat-Nya menjadi kacau atau berantakan. Perasaan dan emosi-Nya tidak menjadi terganggu, tetapi tetap terarah sebagaimana seharusnya, sebab Ia tidak memiliki sifat dosa yang bisa merusak emosi itu, seperti yang terjadi pada kita. Bila ada endapan lumpur di dasar air, maka air itu akan tampak jernih bila keadaan sedang tenang, namun air itu akan menjadi keruh bila diguncang-guncang. Begitulah yang terjadi dengan emosi kita. Tetapi, air yang jernih di dalam gelas yang bersih akan tetap jernih meskipun terus diaduk-aduk sedemikan rupa; begitulah halnya dengan Kristus.

Dr. Lightfoot berpendapat bahwa sangat mungkin saat itu Iblis menampakkan diri kepada Juruselamat kita dalam sosok yang kasatmata, dalam rupa dan rona dirinya yang sebenarnya, untuk merongrong dan menakuti-nakuti Dia dan membuat-Nya kehilangan harapan-Nya akan Allah (seperti yang ia maksudkan ketika menyiksa Ayub, yang merupakan sebuah gambaran Kristus, agar Ayub mengutuki Allah dan mati), serta mencegah Dia melanjutkan tanggung jawab-Nya. Apa pun yang menghalangi diri-Nya dari tanggung jawab itu, dianggap-Nya sebagai sesuatu yang berasal dari Iblis (Mat. 16:23). Ketika Iblis mencobai-Nya di padang gurun, dikatakan bahwa Iblis mundur dari pada-Nya dan menunggu waktu yang baik (Luk. 4:13), dengan maksud merencanakan pergulatan lain dengan-Nya dengan cara berbeda. Karena dengan rayuannya ia tidak dapat memperdayai-Nya, ia akan mencoba menggunakan ancaman yang membuat-Nya merasa ngeri dan membatalkan rancangan-Nya.

IV. Ia mengungkapkan keluhan sedih atas pergolakan ini. Ia berkata, "Hati-Ku sangat sedih."

Ia telah dibuat menjadi dosa karena kita, dan karena itu Ia merasa sangat sedih. Ia sangat mengenal keganasan dosa yang harus diderita-Nya. Namun, di samping itu, Ia memiliki kasih yang demikian berlimpah kepada Allah, yang disakiti oleh dosa itu, sekaligus kasih kepada umat manusia yang dirusak dan dibahayakan oleh dosa itu juga. Dan sekarang, ketika semuanya itu terpampang di hadapan-Nya, tidak heran bila hati-Nya merasa sangat sedih tak terbayangkan. Ia dibebani dengan dosa kita, dan disusahkan dengan kesalahan kita.

Ia menjadi kutuk karena kita; kutuk hukum Taurat dialihkan kepada-Nya sebagai penanggung dan wali kita, bukan karena pada mulanya Ia terikat pada kita, tetapi karena Ia mau menjadi tebusan atas perbuatan kita. Ketika hati-Nya merasa sangat sedih tak terbayangkan, sesungguhnya Ia menyerah pada kutuk tersebut dan terbaring di bawah bebannya sampai Ia menebus dosa itu dengan kematian-Nya dan dengan demikian menghancurkan semua kutuk itu untuk selama-lamanya. Sekarang Ia merasakan maut (seperti yang dikatakan dalam Ibr. 2:9), yang bukan merupakan sebuah ungkapan yang diperlunak, karena Ia benar-benar merasakannya. Dan bukan itu saja, Ia meminumnya habis bahkan sampai tetes-tetes terakhir dari piala itu. Lebih buruk lagi, Ia bukan menenggaknya sekaligus, melainkan mengecap semua rasa pahitnya. Inilah rasa takut yang dimaksud dalam Surat Ibrani (Ibr. 5:7), suatu rasa takut yang wajar akan rasa sakit dan kematian, yang memang wajar bagi sifat manusia untuk merasa gentar.

Nah, dengan melihat hati Kristus yang menderita dan rasa duka-Nya untuk kita, semuanya ini seharusnya membuat kita

(1) Lebih membenci dosa kita. Akankah kita tetap merasa senang atas pikiran dosa, sekecil apa pun itu, setelah kita melihat bagaimana akibat dosa itu ditimpakan ke atas diri Kristus? Apakah kita hanya mau menganggap enteng saja dosa itu dalam hati kita dan membiarkan bebannya dipikul Kristus? Apakah Kristus dibiarkan begitu saja dalam penderitaan yang luar biasa akibat dosa-dosa kita, sedangkan kita sendiri terbebas dari penderitaan itu? Bagaimana lagi kita harus berhadapan dengan Dia yang telah kita dera, yang telah kita tusuk, yang telah kita buat berduka dan berada dalam kepahitan! Sudah sepantasnyalah kita merasa sangat luar biasa berduka karena dosa, sebab Kristus juga merasakan demikian, dan jangan pernah menjadikannya sebagai bahan olokan. Jadi, bila Kristus sudah menderita karena dosa, marilah kita juga melengkapi diri kita dengan pikiran yang sama.

(2) Untuk menghibur kesedihan kita. Bila suatu ketika hati kita merasa sangat sedih, karena penderitaan masa kini, ingatlah bahwa Guru kita sudah mengalami hal yang sama sebelum kita. Seorang murid tidaklah lebih besar daripada gurunya. Mengapa kita harus mencoba mengusir kesedihan, padahal demi kepentingan kita Kristus justru menerimanya dan menyerahkan diri untuk itu, sehingga dengan cara demikian Ia bukan hanya mencabut sengat kesedihan itu dan membuatnya bisa diterima, tetapi juga memberikan kebaikan ke atasnya dan membuatnya menguntungkan (sebab melalui rupa yang sedih, hati disembuhkan), dan terlebih lagi, Ia menambahkan rasa manis ke dalamnya dan membuatnya menjadi nyaman. Rasul Paulus yang diberkati itu juga sering merasa berduka, namun demikian ia selalu bersukacita. Rasa duka kita yang amat sangat hanya akan berlangsung sampai pada kematian saja; kematian itu akan menjadi titik akhir dari semua dukacita kita, bila Kristus menjadi milik kita; ketika mata tertutup, segala air mata akan dihapuskan dari mata kita.

V. Ia memerintahkan murid-murid-Nya untuk berjaga-jaga bersama-Nya, bukan karena Ia memerlukan bantuan mereka, tetapi oleh karena Ia mau supaya mereka memperhatikan Dia dan menerima pengajaran. Ia berkata kepada mereka, "Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah." Kepada murid-murid yang lain Ia tidak mengatakan apa-apa selain, "Duduklah di sini" (ay. 32). Hanya ketiga murid ini saja yang dimintai-Nya untuk tinggal dan berjaga-jaga, karena Ia mengharapkan lebih banyak dari mereka ini daripada murid-murid lainnya.

VI. Ia mengarahkan diri-Nya pada Allah melalui doa (ay. 35); Ia merebahkan diri ke tanah dan berdoa. Beberapa saat sebelum kejadian ini baru saja Ia menengadah ke langit untuk berdoa (Yoh. 17:1), tetapi di sini, dalam penderitaan yang mendalam, Ia bersujud dengan muka ke tanah, karena Ia merasa sangat hina pada saat itu, dan dengan begitu Ia mengajarkan kita untuk merendahkan diri kita di hadapan Allah. Kita harus merasa rendah ketika memasuki hadirat Yang Mahatinggi.

Sebagai Manusia, Ia menghindari penderitaan-Nya dengan berdoa supaya sekiranya mungkin, saat itu lalu dari pada-Nya (ay. 35); "Penderitaan singkat tetapi berat ini, yang sekarang pada jam ini sedang Aku masuki, sekiranya mungkin, biarlah berlalu saja, supaya biarlah keselamatan manusia terjadi tanpa melaluinya." Di sini Kristus memakai kata-kata yang persis diucapkan-Nya (ay. 36), "Ya Abba, ya Bapa." Kata dari bahasa Siria yang dipakai Kristus ini tetap dipertahankan di sini. Kata ini berarti Bapa, yang mengisyaratkan apa yang menjadi perhatian utama Tuhan Yesus dalam penderitaan-Nya, dan yang harus menjadi perhatian kita juga. Dengan mata yang tertuju kepada hal yang sama, Rasul Paulus juga menggunakan kata yang sama, dan mengajarkan semua mulut yang telah menerima Roh yang menjadikan mereka anak Allah untuk berseru, "Ya Abba, ya Bapa" (Rm. 8:15; Gal. 4:6). Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu. Perhatikanlah, meskipun kita tidak punya harapan sesuatu akan terjadi pada kita, kita harus percaya bahwa Allah mampu melakukannya. Dan, bila kita menyerah pada kehendak-Nya dan memasrahkan diri kita kepada kebijaksanaan dan belas kasihan-Nya, kita harus melakukannya dengan percaya dan mengakui kuasa-Nya, bahwa tidak ada yang mustahil bagi Dia.

Sebagai Pengantara, Ia setuju dan tunduk pada kehendak Allah mengenai hal itu, "Tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki. Aku tahu hal ini telah ditetapkan, dan tidak bisa diubah lagi, Aku harus menderita dan mati, dan Aku menerimanya."

VII. Ia membangunkan murid-murid-Nya yang jatuh tertidur sementara Ia sedang berdoa (ay. 37-38). Ia datang untuk menjaga mereka, karena mereka tidak menjaga-Nya; dan mendapati ketiganya tertidur. Mereka tidak begitu terpengaruh dengan penderitaan, keluh-kesah, dan doa-doa-Nya. Ketidakpedulian mereka ini menjadi pertanda bagi kesalahan mereka berikutnya dalam meninggalkan Dia. Hal ini sangat menyakitkan hati-Nya, sebab Ia baru saja memuji mereka untuk tetap tinggal bersama-sama dengan Dia dalam segala pencobaan yang Ia alami, meskipun mereka bukannya tanpa kesalahan. Bagaimana mungkin Ia begitu menginginkan mereka untuk berbuat sebaik mungkin, namun mereka sendiri malah bersikap acuh dalam mengikuti-Nya? Belum juga lama mereka berjanji untuk tidak terguncang iman mereka akan Dia, namun! pada kenyataannya mereka kurang peduli dengan Dia. Secara khusus Ia mencela Petrus karena mengantuk, "Simon, sedang tidurkah engkau?" Kai sy teknon "Bagaimana dengan engkau, anak-Ku? Engkau yang berjanji sedemikian rupa untuk tidak akan menyangkali Aku, apakah engkau sedemikian meremehkan Aku? Dari engkaulah Aku mengharapkan banyak hal yang baik. Tidakkah engkau sanggup berjaga-jaga satu jam?" Ia tidak memintanya untuk berjaga-jaga sepanjang malam bersama-Nya, hanya satu jam saja. Kristus tidak membebani kita dengan tugas yang berat atau menyusahkan kita dengan beban sampai melemahkan kita dalam melayani Dia, yang hanya sebentar saja waktunya (Yes. 43:23). Ia tidak menaruh beban lain kepada kita selain berpeganglah yang erat sampai Dia datang kembali (Why. 2:24-25); dan lihatlah, Ia datang segera (Why. 3:11).

Seperti halnya mereka yang dikasihi-Nya akan dihajar oleh-Nya, demikian pula mereka yang dihajar-Nya, juga akan dinasihati dan dihibur oleh-Nya.

Sungguh nasihat yang sangat bijaksana dan tepat yang disampaikan Kristus kepada murid-murid-Nya, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan" (ay. 38). Tertidur ketika Kristus sedang menghadapi penderitaan maut sudah merupakan hal yang buruk, tetapi, lebih dari itu, mereka ini justru masuk lebih jauh lagi ke dalam pencobaan. Jika mereka tidak meneguhkan diri mereka sendiri dan berdoa minta anugerah serta kekuatan dari Allah, mereka akan melakukan hal yang lebih buruk lagi. Dan itulah yang mereka lakukan, ketika mereka semua meninggalkan Dia dan melarikan diri.

Tetapi betapa dengan baik hati dan lembutnya Kristus memberikan maaf kepada mereka, "Roh memang penurut; Aku tahu ini, roh itu memang selalu siap, selalu bergerak maju; walaupun sebenarnya kamu ingin tetap terjaga, tetapi kamu tidak mampu." Inilah yang menjadi alasan mengapa Ia memberikan teguran itu, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, karena meskipun roh memang penurut, Aku menjamin hal itu (kamu memang sungguh-sungguh bertekad untuk tidak terguncang imannya karena Aku), tetapi daging itu lemah, dan bila kamu tidak berjaga dan berdoa serta bertekun di dalamnya, kamu bisa dikalahkan." Pertimbangan tentang kelemahan dan kekurangan daging kita harus menjadi sesuatu yang mendorong dan mendesak kita untuk berdoa dan berjaga-jaga ketika kita sedang berada dalam pencobaan.

VIII. Ia kembali mengarahkan diri-Nya kepada Bapa-Nya (ay. 39); lalu Ia pergi lagi dan mengucapkan, ton auton logon -- kata, atau hal, atau persoalan, yang sama itu juga. Ia mengutarakan maksud yang sama, dan kembali lagi untuk ketiga kalinya. Hal ini mengajarkan kepada kita bahwa orang harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu (Luk. 18:1). Meskipun jawaban doa itu tidak segera datang, kita harus tetap memperbarui permohonan kita, dan bertekunlah dalam doa; sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu (Hab. 2:3). Ketika Rasul Paulus digocoh oleh utusan Iblis, ia berseru kepada Tuhan sampai tiga kali, sama seperti yang dilakukan Kristus di sini, sebelum ia mendapat jawaban yang penuh damai sejahtera (2Kor. 12:7-8). Beberapa saat sebelum kejadian ini, saat jiwa-Nya sedang gundah, Ia berdoa, "Bapa, muliakanlah nama-Mu!", dan Ia segera menerima jawaban berupa suara dari sorga, "Aku telah memuliakan-Nya, dan Aku akan memuliakan-Nya lagi." Tetapi sekarang Ia harus datang untuk kedua kali dan ketiga kali, karena datangnya anugerah Allah sebagai jawaban doa bisa segera atau bisa juga nanti sesuai kehendak hati-Nya, dengan maksud agar kita tetap bergantung pada-Nya.

IX. Ia kembali menemui murid-murid-Nya. Dengan demikian Ia memberikan contoh kepedulian-Nya yang terus-menerus atas gereja-Nya di atas muka bumi ini, bahkan ketika gereja ini dalam keadaan setengah tidur dan tidak peduli terhadap dirinya sendiri, Ia tetap menaikkan doa syafaat bagi mereka kepada Bapa-Nya di sorga. Perhatikan bagaimana sebagai Pengantara, Kristus terus bolak-balik di antara Bapa-Nya dan murid-murid-Nya. Ia kembali menjenguk murid-murid-Nya untuk kedua kalinya dan mendapati mereka sudah tertidur lagi (ay. 40). Perhatikan bagaimana kelemahan murid-murid Kristus menghinggapi mereka kembali, sebesar apa pun tekad mereka, dan mengalahkan mereka, seberapa pun hebatnya mereka bertahan. Betapa tubuh jasmani kita ini menjadi beban bagi jiwa kita; jadi, seharusnya ini mendorong kita untuk semakin merindukan keadaan penuh berkat di mana tidak ada lagi beban yang menghalangi kita. Untuk kedua kalinya Ia mengatakan hal yang sama seperti sebelumnya kepada murid-murid-Nya, tetapi mereka tidak tahu jawaban apa yang harus mereka berikan kepada-Nya. Mereka merasa malu atas keadaan mereka yang tengah mengantuk dan tidak mempunyai apa-apa yang bisa dipakai sebagai alasan. Bisa juga mereka begitu dikuasai oleh rasa kantuk, sampai, seperti orang yang berada dalam keadaan antara tidur dan terjaga, mereka tidak tahu lagi di mana mereka sedang berada atau apa yang telah mereka katakan. Tetapi, ketika Ia kembali untuk ketiga kalinya, mereka disuruh-Nya tidur jika mereka mau (ay. 41); "Tidurlah sekarang dan istirahatlah. Aku tidak memerlukan kamu untuk berjaga-jaga bagi-Ku lagi, kamu boleh tidur jika kamu mau." Cukuplah, perkataan ini tidak kita dapati dalam Injil Matius. "Kamu sudah cukup diperingatkan untuk tetap berjaga-jaga, tetapi kamu tidak mau melakukannya; dan sekarang kamu akan menyadari betapa tidak amannya kamu." Apekei, Aku membebaskan kamu dari tugas selanjutnya untuk berjaga-jaga, begitulah yang dipahami oleh beberapa orang. "Sekarang saatnya sudah tiba, di mana Aku tahu bahwa kamu semua akan meninggalkan Aku, dan bahkan mengambil jalanmu sendiri-sendiri;" sama seperti yang dikatakan-Nya kepada Yudas, Apa yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera. Anak Manusia sekarang diserahkan ke dalam tangan orang-orang berdosa, imam-imam kepala dan tua-tua; mereka ini merupakan orang-orang yang paling buruk di antara segala orang berdosa, karena mereka membuat kekudusan sebagai alat untuk mencari uang. "Ayo, bangunlah, jangan tidur-tiduran saja di sana. Marilah kita pergi dan menyongsong musuh kita, karena lihatlah, dia yang menyerahkan Aku sudah dekat, dan Aku tidak boleh melarikan diri." Bila kesukaran sudah menghadang di depan pintu, kita harus bangkit dan bersiap diri untuk menghadapinya.

===TUHAN YESUS MEMBERKATI===

1 komentar:

Yoel Giban mengatakan...

Amin Tuhan Yesus memberkati yang membacanya dan memberikan komentarnya...

Statistik Pengunjung