Matius 18:6-11 (TB)
Oleh
kita kepada diri kita sendiri, yang diumpamakan dengan tangan dan kaki yang
harus dipenggal karena menyesatkan kita (ay. 8-9). Kristus pernah menyinggung
hal ini sebelumnya, di mana Ia secara khusus mengacu kepada dosa-dosa terhadap
perintah yang ketujuh dari Sepuluh Perintah (5:29-30), namun di sini Ia
berbicara secara lebih umum. Perrkataan-perkataan Yesus yang keras, yang tidak
mengenakkan bagi tubuh dan darah, perlu diulangi terus-menerus supaya kita
semakin memahaminya.
(1)
Apa yang dituntut di sini. Kita harus menyingkirkan mata,tangan,kaki, atau apa
pun yang sangat berharga bagi kita jika hal-hal tersebut terbukti menyesatkan
kita ke dalam dosa:
[1] Godaan untuk melakukan dosa umumnya
berasal dari diri kita sendiri, seperti halnya mata atau tangan kita sendirilah
yang menyesatkan kita ke dalam dosa. Walaupun kita tidak
disesatkan oleh Iblis, sering kali kita disesatkan oleh nafsu-nafsu duniawi
kita sendiri. Begitulah, tubuh kita yang pada hakikatnya baik dan seharusnya
digunakan sebagai alat-alat yang baik, sering kali justru terbukti menjadi
jerat bagi kita karena kejahatan hati kita, dan menyebabkan kita selalu ingin
berbuat dosa dan menghalangi kita berbuat baik.
[2] Jika kita ingin sungguh-sungguh
taat terhadap perintah Allah, maka kita harus menyingkirkan hal-hal yang dapat
menjerat kita ke dalam dosa.
Pertama,
hawa nafsu dalam diri kita harus
dimatikan walaupun hal itu sangat berharga seperti mata atau tangan kita.
Daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya harus disalibkan (Gal. 5:24).
Tubuh dosa kita harus dihilangkan kuasanya, segala kecenderungan dan keinginan
hati yang jahat harus dihentikan dan disalibkan, dan hawa nafsu tercinta yang
dikulum bagaikan manisan harus dihentikan sebagai suatu kejijikan.
Kedua,
godaan-godaan duniawi yang
menyesatkan harus dihindari meskipun hal itu berarti bahwa kita harus menyakiti
tubuh kita sendiri seperti memenggal tangan atau mencungkil mata kita.
Pemotongan tangan yang tepat dalam menghindari godaan dosa adalah seperti
Abraham yang meninggalkan negeri tempat kelahirannya karena takut terjerat
pemujaan berhala, atau Musa yang meninggalkan istana Firaun karena takut akan
jatuh ke dalam godaan kenikmatan daging. Kita harus rela memotong tangan kita
agar jiwa kita tidak tercemar.
(2)
Dasar yang melandasi tuntutan ini. Lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup
dengan tangan kudung atau timpang dari pada dengan utuh kedua tangan dan kedua
kakimu dicampakkan ke dalam api kekal. Alasan ini memakai keadaan yang akan
terjadi kelak, yakni mengenai sorga dan neraka, supaya kita menjauhkan diri
dari dosa. Alasan yang sama juga dipakai oleh Rasul Paulus (Rm. 8:13).
[1]
Sebab jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; dengan tubuh yang utuh
dan tidak bercacat, dengan nafsu-nafsu yang tidak pernah terpuaskan seperti
Adonia, kita akan dicampakkan ke dalam api kekal.
[2]
Namun, jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan
hidup, tetapi hal itu berarti bahwa masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung
atau timpang karena bagian tubuh yang menyesatkan akan dipotong, karena lebih
baik jika hal itu dilakukan selagi kita masih hidup di dunia ini. Jika tangan
kanan seseorang dipotong dan mata kanannya dicungkil, kekuatan utamanya memang
dipatahkan, dan itu baik. Akan tetapi, masih ada mata dan tangan yang lain,
yang masih bergumul dengan dosa. Mereka yang menjadi milik Kristus telah
menyalibkan daging pada salib, tetapi daging itu sendiri belumlah mati. Daging
itu memang masih hidup, tetapi kekuasaannya sudah dicabut (Dan. 7:12), dan
luka-luka yang diakibatkannya tidak akan sembuh.
Sesuai
dengan firman-Nya, kita harus selalu waspada agar kita jangan sampai menjadi
sumber kesesatan bagi orang lain, terutama hamba-hamba Kristus yang kecil (ay. 6)
(1)
Peringatan yang diberikan Yesus kepada murid-murid-Nya di sini, Ingatlah,
jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Kristus membenci
orang-orang yang memusuhi dan melakukan kejahatan kepada jemaat-Nya serta
memperlakukan jemaat-Nya, terutama anggota-anggota jemaat yang paling kecil.
Demikian halnya, Ia juga tidak berkenan dengan anggota-anggota jemaat yang
besar, jika mereka memandang rendah mereka yang kecil. "Kalian yang selalu
bertengkar untuk menjadi yang terbesar, waspadalah agar jangan sampai dalam
pertengkaranmu itu kalian merendahkan orang (anak) yang kecil ini."
Anak-anak kecil di sini dapat dipahami secara harfiah sebagai anak-anak kecil
yang Yesus bicarakan dalam ayat 2 dan 4. Anak-anak dari jemaat yang percaya
juga merupakan bagian dari keluarga besar-Nya sehingga mereka tidak boleh
direndahkan. Secara kiasan, anak-anak kecil yang dimaksudkan di sini adalah
orang-orang percaya yang lemah, jiwa mereka masih kecil seperti seorang anak,
seperti anak-anak domba dalam kawanan yang digembalakan Kristus.
[1]
Kita tidak boleh merendahkan orang-orang percaya yang kecil, tidak boleh
berpikiran picik terhadap mereka, seperti anak domba yang hina (Ayb. 12:5).
Kita tidak boleh mengejek kelemahan-kelemahan mereka, memandang rendah mereka,
menjauhi atau acuh tak acuh terhadap mereka dan berkata, "Apa urusan kita
jika mereka dianiaya, menderita, dan tersandung?" Begitu juga kita tidak
dibenarkan melakukan tindakan-tindakan yang dapat menyesatkan atau
membingungkan orang-orang percaya yang kecil ini. Hal inilah yang diperingatkan
kepada kita untuk berhati-hati (Rm. 14:3, 10, 15, 20, 21). Kita tidak boleh
mempermainkan perasaan dan hati nurani mereka atau membuat mereka menjadi
sasaran olok-olok seperti orang-orang yang mengatakan sujudlah supaya kami
dapat melangkahi engkau. Pribadi-pribadi yang terhormat adalah mereka yang
bertindak dengan bijak sesuai dengan hati nurani.
[2]
Kita harus waspada agar kita tidak merendahkan hamba-hamba-Nya yang kecil. Kita
harus takut terhadap dosa tersebut, dengan selalu menjaga setiap ucapan dan
tindakan kita agar jangan sampai kita menyesatkan mereka atau merendahkan
mereka tanpa kita sadari. Ada orang-orang yang membenci dan mengusir
hamba-hamba-Nya yang kecil itu, namun tetap berkata, "Dimuliakanlah nama Tuhan."
Kita hendaknya gentar terhadap hukuman atas hal tersebut, "Waspadalah agar
kamu jangan sampai merendahkan hamba-hamba-Ku yang kecil, karena kamu akan
menanggung akibatnya."
(2) Alasan-alasan mengapa kita harus waspada dan jangan sampai merendahkan anak-anak Allah yang kecil adalah karena mereka sangat berharga di mata Allah. Dunia tidak boleh merendahkan mereka yang dihargai di sorga. Kita harus menghargai mereka karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang dikasihi oleh Allah. Untuk membuktikan bahwa anak-anak-Nya yang kecil, namun beriman kepada Yesus, patut dihormati, pikirkanlah:
[1]
Malaikat Allah diperintahkan untuk menjaga anak-anak-Nya yang kecil. Ada
malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di sorga. Ini
dikatakan oleh Kristus, dan kita boleh percaya akan perkataan-Nya, karena Dia
datang dari sorga untuk memberitahukan kepada kita apa yang dilakukan di dunia
malaikat di sana. Ada dua hal yang disampaikan Yesus mengenai para malaikat di
sini:
Pertama,
malaikat-malaikat Allah adalah malaikat-malaikat pelindung dari anak-anak-Nya
yang kecil. Malaikat-malaikat Allah adalah malaikat mereka juga, karena
sesungguhnya segala yang menjadi milik Allah adalah juga milik kita, jika kita
menjadi milik Kristus (1Kor. 3:22). Malaikat-malaikat Allah adalah milik
orang-orang percaya, karena para malaikat itu ditugaskan untuk menjaga
keselamatan mereka, menjaga tenda-tenda mereka dan melindungi mereka (Ibr.
1:14). Sebagian orang berpikir bahwa setiap orang kudus mempunyai malaikat
pelindung. Tetapi, kita tidak perlu menduga-duga hal ini, karena kita yakin
bahwa setiap orang kudus pasti akan selalu dilindungi oleh malaikat-malaikat
Allah. Hal ini secara khusus terjadi dengan anak-anak-Nya yang kecil, karena
merekalah yang paling lemah dan sering direndahkan. Walaupun tidak banyak yang
mereka miliki di dunia ini, mereka dapat selalu berharap dalam iman kepada para
penghuni sorga dan menganggap mereka sebagai milik mereka sendiri. Jika
orang-orang besar di dunia berlindung pada orang-orang terhormat, maka
anak-anak yang kecil ini dapat berlindung pada malaikat-malaikat sorga yang
agung. Malaikat-malaikat ini tidak hanya akan menunjukkan kebesaran mereka,
namun juga akan membawa kebinasaan bagi mereka yang merendahkan dan menganiaya
anak-anak yang kecil ini. Celakalah mereka yang memusuhi orang-orang yang
dilindungi oleh malaikat Allah, dan berbahagialah kita yang memiliki Allah
sebagai pelindung, sehingga malaikat-malaikat-Nya juga menjadi milik kita.
Kedua,
malaikat-malaikat selalu memandang wajah Bapa-Ku di sorga
Rasa
hormat dan kesetiaan yang tiada akhir dari malaikat-malaikat kepada Allah.
Sukacita sorgawi terpancar ketika mereka menatap Allah, ketika mereka melihat
Dia muka dengan muka. Mereka memandang keindahan-Nya. Tiada henti-hentinya
mereka menatap Dia. Bahkan saat melayani kita di bumi pun, mereka tetap
memandang wajah Allah di sorga dengan penuh hikmat, karena mereka penuh dengan
mata. Ketika malaikat Gabriel berbicara dengan Zakharia, ia tetap berdiri di
hadirat Allah (Why. 4:8; Luk. 1:19). Gambaran ini menunjukkan, seperti anggapan
sebagian orang, keagungan dan kebesaran malaikat-malaikat milik anak-anak-Nya
yang kecil. Kalau para perdana menteri mendapat hak istimewa untuk selalu
memandang wajah raja (Est. 1:14), maka para malaikat perkasa mendapat tugas
mengawal orang-orang kudus yang terlemah. Bersambung