Selasa, 30 November 2021

MATIUS PEMUNGUT CUKAI MENGIKUT YESUS

Comentari Injil Matius 9:9-13

9 Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: "Ikutlah Aku." Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia. 10 Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya. 11 Pada waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus: "Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" 12 Yesus mendengarnya dan berkata: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. 13 Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa."

Dalam ayat-ayat ini diceritakan tentang anugerah dan belas kasih Kristus kepada para pemungut cukai yang malang, khususnya kepada Matius. Apa yang dilakukan-Nya terhadap tubuh manusia berguna untuk membuka jalan agar rancangan-Nya yang baik terjadi pada jiwa mereka. Sekarang perhatikanlah di sini:

I. Panggilan Matius 

Markus dan Lukas memanggilnya Lewi; pada waktu itu biasa bagi seseorang untuk mempunyai dua nama. Mungkin Matius adalah namanya yang paling dikenal sebagai pemungut cukai, dan karena itu, dalam kerendahan hatinya, ia menyebut dirinya dengan nama itu daripada dengan nama Lewi yang lebih terhormat. Sebagian orang berpikir bahwa Yesus memberinya nama Matius ketika Ia memanggilnya untuk menjadi seorang rasul; seperti Simon yang diberi-Nya nama belakang Petrus. Matius berarti karunia Allah; para hamba Tuhan adalah karunia Allah bagi gereja; pelayanan mereka dan kemampuan mereka untuk melakukannya adalah karunia Allah bagi mereka. Sekarang perhatikanlah:

Apa yang sedang dilakukan Matius ketika Kristus memanggilnya. Ia sedang duduk di rumah cukai, karena ia seorang pemungut cukai (Luk. 5:27). Ia seorang petugas bea cukai di pelabuhan Kapernaum, atau petugas pajak, atau pemungut pajak atas tanah. Sekarang, mari kita lihat lagi:

(1) Ia sedang melakukan pekerjaannya, seperti juga murid-murid yang lain ketika mereka dipanggil Kristus (4:18). Perhatikanlah, dengan godaannya Iblis biasanya suka mendatangi orang-orang yang sedang bermalas-malasan. Sebaliknya, Kristus dengan panggilan-Nya suka mendatangi orang-orang yang sedang bekerja. Namun,

(2) Pekerjaan Matius itu merupakan panggilan yang tidak disukai oleh orang-orang benar, karena pekerjaan itu dipenuhi dengan begitu banyak korupsi dan godaan, dan hanya ada sedikit saja orang jujur yang bekerja dalam pekerjaan itu. Matius sendiri mengakui orang seperti apa dia sebelum bertobat, seperti halnya juga Rasul Paulus (1Tim. 1:13), supaya anugerah Kristus dalam memanggilnya lebih berlimpah, dan untuk menunjukkan bahwa Allah memiliki sisa-sisa umat-Nya di antara berbagai macam orang. Tidak ada orang yang bisa membenarkan dirinya untuk tidak percaya dengan menjadikan pekerjaannya di dunia ini sebagai alasannya, karena ada sebagian orang yang telah diselamatkan dari pekerjaannya yang penuh pekerjaan dosa, dan ada juga yang dari pekerjaan yang benar.

Adanya kekuatan yang menggerakkan dalam panggilan ini. Kita tidak mendapati Matius mencari-cari Kristus atau berkeinginan untuk mengikuti-Nya, walaupun beberapa saudaranya sudah menjadi murid-murid Kristus. Kristus menggerakkannya dengan berkat-berkat kebaikan-Nya sendiri. Ia ditemukan di antara orang-orang yang tidak mencari-Nya. Kristus berbicara terlebih dulu; bukan kita yang memilih Dia, melainkan Dia yang memilih kita. Dia berkata, "Ikutlah Aku," dan kuasa ilahi yang sama yang menyertai perkataan untuk mengubah hati Matius ini jugalah yang menyertai perkataan, "Bangunlah dan berjalanlah" untuk menyembuhkan orang yang menderita lumpuh (ay. 6). Perhatikanlah, perubahan yang menyelamatkan, dikerjakan di dalam jiwa oleh Kristus sebagai Pencipta dan oleh perkataan-Nya sebagai sarana. Injil-Nya adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan (Rm. 1:16). Panggilan itu membuahkan hasil, karena Matius menurutinya; ia berdiri, lalu mengikut Dia dengan segera. Ia tidak menolak dan juga tidak menunda-nunda untuk mematuhi-Nya. Kuasa anugerah Allah akan segera menjawab dan mengatasi segala rintangan. Penghasilan atau keuntungan yang ia peroleh dari pekerjaannya itu tidak dapat mencegahnya untuk mengikut Kristus ketika Dia memanggilnya. Ia tidak minta pertimbangan dari manusia (Gal. 1:15-16). Ia berhenti melakukan pekerjaannya, dan membuang harapan-harapannya untuk bisa mendapatkan kedudukan tinggi dalam pekerjaannya itu; dan walaupun kita mendapati murid-murid yang dulunya nelayan kadang-kadang masih menjala ikan lagi setelahnya, kita tidak pernah mendapati Matius di rumah cukai lagi.

II. Pergaulan Yesus dengan para pemungut cukai dan orang berdosa 

Yesus memanggil Matius, supaya ia bisa memperkenalkan diri-Nya kepada orang-orang yang juga mempunyai pekerjaan yang sama seperti dia. Yesus makan di rumah (ay. 10). Penulis-penulis Injil lain berkata bahwa Matius mengadakan sebuah pesta besar, yang tidak mampu diadakan oleh nelayan-nelayan miskin ketika mereka dipanggil. Tetapi ketika Matius sendiri berbicara mengenai hal ini, ia tidak berkata bahwa itu adalah rumahnya, atau juga bahwa itu merupakan sebuah pesta, tetapi hanya berkata bahwa Ia makan di rumah (TB, "Yesus makan di rumah Matius"). Dengan demikian ia lebih mengingat kebaikan Kristus kepada para pemungut cukai daripada penghormatan yang ia berikan kepada-Nya. Perhatikanlah, baiklah bagi kita untuk tidak terlalu membesar-besarkan perbuatan baik kita sendiri.

Ketika Matius mengundang Yesus, ia juga mengundang murid-murid-Nya untuk ikut datang bersama-Nya. Orang yang menerima Yesus harus menerima juga semua orang kepunyaan-Nya demi Dia, dan harus menyediakan ruang di dalam hatinya bagi mereka.

Matius mengundang banyak pemungut cukai dan pendosa untuk makan bersama-sama dengan Dia. Ini adalah tujuan utamanya dalam mengundang teman-temannya ini, yaitu supaya ia mendapat kesempatan untuk memperkenalkan teman-teman lamanya kepada Kristus. Dia tahu dari pengalaman bagaimana anugerah Kristus sanggup melakukan hal-hal yang luar biasa, dan ia tidak kehilangan harapan untuk teman-temannya ini. Perhatikanlah, orang yang dibawa kepada Kristus sendiri pasti ingin agar orang lain juga bisa dibawa kepada-Nya, dan sangat bersemangat untuk menyumbangkan sesuatu agar bisa mewujudkan hal itu. Orang yang mengalami anugerah sejati tidak akan puas memakan makanannya sendiri, melainkan akan mengundang orang lain untuk ikut makan bersamanya. Pertobatan Matius ini akan membuat ikatan persaudaraan di antara dia dan kawan-kawan sekerjanya putus, namun sekarang rumahnya dipenuhi dengan para pemungut cukai, dan sebagian dari mereka pasti akan mengikut dia seperti dia mengikut Kristus. Demikianlah yang dilakukan Andreas dan Filipus (Yoh. 1:41, 45; 4:29; Hak. 14:9).

III. Ketidaksenangan orang-orang Farisi akan hal ini (ay. 11). Mereka mencela perbuatan Yesus

"Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" Perhatikanlah di sini

Bahwa Kristus ditentang. Bahwa Ia tekun menanggung bantahan terhadap diriNya dari pihak orang-orang berdosa, ini bukanlah penderitaan paling ringan yang Ia alami. Tidak ada orang yang lebih ditentang oleh manusia selain Dia yang datang untuk mengangkat perseteruan hebat antara Allah dan manusia. Dengan demikian Ia menyangkal diri-Nya untuk tidak menerima hormat yang sepatutnya Dia miliki sebagai Allah yang telah menjadi manusia. Walaupun pembicaraan-Nya selalu benar dan kehendak-Nya semestinya harus dituruti karena Ia tidak pernah berbicara atau berbuat salah, mereka terus mencari-cari kesalahan dalam segala sesuatu yang dikatakan dan diperbuat-Nya. Dengan demikian Ia mengajar kita untuk mengetahui bahwa celaan selalu akan datang dan kita harus bersiap-siap serta bersabar dalam menanggungnya.

Mereka yang berdebat dengan-Nya adalah orang-orang Farisi; angkatan yang sombong, suka mengagungkan diri, dan suka mencari-cari kesalahan orang lain. Perilaku mereka sama dengan orang-orang pada zaman nabi-nabi dulu yang berkata, "Menjauhlah, janganlah meraba aku, aku lebih kudus daripada engkau!" (Yes. 65:5, KJV). Mereka sangat tegas dalam menghindari orang-orang berdosa, tetapi tidak dalam menghindari dosa. Dalam hal kesalehan lahiriah, tidak ada orang lain yang lebih giat dan bersemangat daripada mereka ini, namun dalam hal menentang kuasa ilahi juga tidak ada musuh yang sedemikian hebatnya seperti mereka. Mereka ingin memelihara tradisi nenek moyang dengan baik, jadi mereka menularkan kepada orang lain semangat yang sama yang menguasai diri mereka sendiri.

Mereka tidak mengajukan keberatan itu kepada Kristus secara langsung, sebab mereka tidak punya cukup keberanian untuk menantang-Nya dengan keberatan itu. Pikir mereka, walaupun persoalan ini seharusnya dengan Sang Guru, namun murid-murid itu pun ada bersama-sama dengan para pemungut cukai itu; murid-murid melakukan perbuatan itu karena Sang Guru yang terlebih dulu melakukannya. Pikir mereka, kesalahan Sang Guru sebagai nabi seharusnya lebih besar daripada si murid; martabat-Nya seharusnya menjauhkan Dia dari berkumpul dengan orang-orang seperti ini. Jadi, begitulah, karena tersinggung dengan Sang Guru, mereka malah bertengkar dengan murid-murid. Perhatikanlah, merupakan kepedulian orang-orang Kristen supaya mampu untuk membela dan membenarkan Kristus, ajaran-ajaran serta hukum-hukum-Nya, dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu (1Ptr. 3:15). Sementara Kristus menjadi Pembela kita di sorga, marilah kita menjadi pembela-pembela-Nya di bumi, dan menerima penghinaan bagi-Nya sebagai bagian kita sendiri.

Keluhan mereka adalah tentang Kristus yang makan bersama-sama dengan para pemungut cukai dan orang berdosa: berhubungan dekat dengan orang-orang jahat berarti melawan hukum Allah (Mzm. 119:115; 1:1). Mungkin dengan menuduh Kristus mengenai hal ini di hadapan murid-murid-Nya, mereka berharap untuk menjauhkan murid-murid itu dari-Nya dan membuat mereka memandang rendah Dia. Dengan demikian mereka mungkin berharap bisa menarik murid-murid itu menjadi murid-murid mereka sendiri, karena mereka merasa adalah lebih terhormat telah mengarungi lautan dan menjelajah daratan untuk menobatkan orang-orang Berhubungan dekat dengan para pemungut cukai adalah melawan tradisi orang tua-tua, dan oleh sebab itu, mereka melihatnya sebagai suatu hal yang jahat. Mereka marah kepada Kristus atas kejadian ini,

(1) Karena mereka selalu mengharapkan yang jahat bagi Dia dan mencari-cari kesempatan untuk menyalahkan-Nya. Perhatikanlah, memang mudah dan sangat biasa bagi orang untuk mereka-reka hal-hal buruk dari perkataan dan perbuatan yang baik.

(2) Karena mereka tidak mengharapkan sesuatu yang baik datang kepada para pemungut cukai dan orang berdosa. Sebaliknya, mereka iri dengan kebaikan Kristus bagi orang-orang itu, dan merasa menderita ketika melihat orang-orang itu dibuat bertobat. Perhatikanlah, mungkin sah-sah saja kita mencurigai orang-orang yang merasa iri dan tidak senang ketika melihat orang lain beroleh anugerah, karena siapa tahu orang-orang itu sendiri memang tidak mendapatkan anugerah Allah.

IV. Pembelaan Yesus bagi diri-Nya sendiri dan bagi murid-murid-Nya untuk membenarkan perbuatan mereka dalam bergaul dengan para pemungut cukai dan orang berdosa. 

Tampaknya, murid-murid, mungkin karena masih lemah, harus mencari cara untuk menjawab celaan orang Farisi, dan karena itu mereka membawa masalah itu kepada Kristus, dan Ia mendengarnya (ay. 12), atau mungkin Kristus sendiri mendengar orang Farisi berbisik-bisik kepada murid-murid-Nya. Biarlah Ia sendiri yang membenarkan diri-Nya dan membela perkara-Nya, menjawab untuk diri-Nya sendiri dan juga untuk kita. Ada dua hal yang Ia tekankan dalam pembelaan-Nya:

Betapa penting dan mendesaknya permasalahan yang sedang dihadapi para pemungut cukai, yang sangat membutuhkan pertolongan-Nya, dan karena itu hal ini membenarkan Dia untuk bergaul dengan mereka demi kebaikan mereka sendiri. Keperluan yang teramat sangat yang ada pada orang-orang berdosa yang malang dan tersesatlah yang membawa Kristus turun dari dunia suci di atas ke dunia kotor di bawah; dan hal yang sama pulalah yang membawa-Nya ke dalam kumpulan orang yang dipandang kotor dan hina ini.

(1) Ia membuktikan pentingnya permasalahan yang dihadapi pemungut cukai ini: bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Para pemungut cukai itu sedang sakit, dan mereka memerlukan seseorang untuk membantu dan menyembuhkan mereka. Sebaliknya, orang-orang Farisi berpikir bahwa mereka tidak sakit dan memerlukan bantuan itu. Perhatikanlah:

  1. Dosa adalah penyakit jiwa; orang berdosa itu sakit secara rohani. Kejahatan berawal dari penyakit jiwa, sedangkan pelanggaran yang dilakukan adalah luka-lukanya, atau pecahnya penyakit jiwa itu. Penyakit ini membuat cacat, lemah, gelisah, membuat orang menjadi kurus kering dan bahkan bisa membunuhnya, tetapi, syukur kepada Allah, penyakit ini dapat disembuhkan.
  2. Yesus Kristus adalah Tabib Agung yang menyembuhkan jiwa. Penyembuhan-Nya terhadap penyakit-penyakit tubuh menandakan bahwa Ia bangkit dengan kesembuhan pada sayap-Nya. Ia adalah Sang Tabib yang ahli, setia, dan berbelas kasihan, dan menyembuhkan orang sakit adalah tugas dan pekerjaan-Nya. Orang yang bijak dan baik hati harus menjadi seperti tabib bagi orang-orang di sekelilingnya; seperti itulah Kristus. Hunc affectum versus omnes habet sapiens, quem versus ægros suos medicus -- Orang yang bijak membuat mereka yang ada di sekelilingnya merasa bahwa ia adalah tabib dan mereka adalah pasiennya (Seneca, De Const.).
  3. Jiwa-jiwa yang sakit karena dosa memerlukan Tabib ini, karena penyakit mereka sangat berbahaya. Alam tidak sanggup menolong dirinya sendiri, dan tidak ada manusia yang sanggup menolong kita. Begitulah kebutuhan kita akan Kristus, bahwa tanpa-Nya kita benar-benar akan binasa selamanya. Orang berdosa yang sadar pasti melihat kebutuhannya dan karena itu datang kepada Kristus.
  4. Ada banyak orang yang membayangkan bahwa mereka sehat, yang berpikir bahwa mereka tidak memerlukan Kristus dan bisa baik-baik saja tanpa-Nya, seperti jemaat di Laodikia (Why. 3:17). Jadi, orang Farisi tidak mengingini perkataan dan perbuatan Kristus, bukan karena mereka tidak memerlukan Dia, tetapi karena mereka berpikir mereka tidak memerlukan apa-apa (Yoh. 9:40-41).

(2) Ia membuktikan bahwa pentingnya masalah yang dihadapi para pendosa itu memang membenarkan perbuatan-Nya untuk bergaul dekat dengan mereka, dan bahwa selayaknya Ia tidak dipersalahkan karenanya; sebab kepentingan tersebut membuat perbuatan-Nya ini menjadi suatu tindakan kasih, yang harus selalu lebih diutamakan daripada segala bentuk luar keagamaan apa pun. Di dalam perbuatan kasih ini kebajikan dan kemurahan hati jauh lebih baik daripada kemegahan, seperti halnya hakikat lebih baik daripada hal yang tampak dari luar atau yang merupakan bayangan saja. Kewajiban-kewajiban moral dan alami harus lebih diutamakan bahkan melebihi hukum-hukum ilahi yang berkaitan dengan ritual dan religiusitas, apalagi terhadap segala peraturan manusia dan tradisi nenek moyang, yang semuanya ini hanya membuat hukum Allah lebih ketat daripada yang dimaksudkan-Nya sendiri. Pernyataan ini dibuktikan Kristus (ay. 13) dengan sebuah ayat yang dikutip dari Hosea 6:6, "Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan." Memisahkan diri dari kumpulan pemungut cukai, seperti yang diperintahkan orang Farisi, merupakan perbuatan yang masih kurang untuk disebut sebagai suatu persembahan; karena pergaulan Kristus dengan mereka melebihi perbuatan belas kasihan biasa, dan oleh sebab itu lebih diutamakan daripada pemisahan diri tadi. Jika berbuat baik terhadap diri sendiri saja lebih baik daripada persembahan, seperti yang ditunjukkan Samuel (1Sam. 15:22-23), apalagi berbuat baik kepada orang lain. Pergaulan Kristus dengan orang berdosa di sini disebut tindakan belas kasihan: berusaha mempertobatkan jiwa-jiwa adalah perbuatan belas kasihan terbesar yang bisa dibayangkan. Hal ini seperti menyelamatkan jiwa dari maut (Yak. 5:20). Amati baik-baik bagaimana Kristus mengutip perkataan ini, "Pergilah dan pelajarilah arti firman ini." Camkanlah, mengenal huruf-huruf dalam Alkitab saja tidaklah cukup, kita juga harus belajar mengerti artinya. Dan seseorang bisa dikatakan sudah mempelajari arti Alkitab dengan sempurna bila ia sudah belajar menerapkannya untuk menegur kesalahannya sendiri dan memakainya sebagai aturan yang mengatur tingkah lakunya. Ayat Alkitab yang dikutip Kristus ini tidak hanya untuk membenarkan Dia, tetapi juga:

  1. Untuk menunjukkan di mana sebenarnya letak agama yang benar; bukan dalam ibadah-ibadah lahiriah saja. Letak agama yang benar juga bukan dalam makanan dan minuman, pamer kesucian dalam pendapat-pendapat sepele mengenai hal tertentu dan perselisihan yang menimbulkan keraguan, melainkan dalam berbuat segala kebaikan yang bisa kita lakukan terhadap tubuh dan jiwa orang lain. Itu terletak dalam kebenaran dan kedamaian, dan dalam mengunjungi yatim piatu dan janda-janda.
  2. Untuk mengecam kemunafikan orang Farisi yang lebih menempatkan agama sebagai bentuk ritual atau upacara saja daripada dalam hal moral (23:23). Mereka mendukung bentuk-bentuk kesalehan yang bisa dibuat selaras dengan, atau mungkin tunduk kepada, kesombongan, kedengkian, ambisi, dan kebencian mereka, sementara itu mereka justru membenci kekuatan dari kesalehan itu sendiri yang sanggup mengendalikan nafsu-nafsu tersebut.

Yesus harus menaati tugas-Nya dan melaksanakan panggilan yang ditetapkan bagi-Nya, yaitu sebagai Sang Guru Agung. Oleh karenanya, Ia berkata, "Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa (KJV, "…melainkan orang berdosa untuk bertobat"), dan karena itu Aku harus bergaul dengan para pemungut cukai." Perhatikanlah:

(1) Apa tugas Kristus; tugas-Nya adalah memanggil orang untuk bertobat. Ini adalah tugas-Nya yang utama (4:17), dan semua khotbahnya cenderung menekankan hal ini. Perhatikanlah, panggilan Injil adalah panggilan untuk bertobat; panggilan bagi kita untuk mengubah pikiran dan cara-cara hidup kita.

(2) Siapa yang menjadi sasaran tugasnya; bukan orang benar, melainkan orang berdosa. Ini artinya:

  1. Seandainya anak-anak manusia bukan orang berdosa, maka tidak akan ada alasan bagi Kristus untuk datang ke tengah-tengah mereka. Ia adalah Juruselamat manusia, bukan manusia yang utuh, melainkan manusia yang jatuh. Andaikata Adam yang pertama tetap berada dalam kebenarannya yang semula, maka kita tidak akan memerlukan Adam kedua.
  2. Oleh sebab itu, tugas-Nya yang paling besar berkenaan dengan orang-orang yang paling berdosa; semakin berbahaya keadaan orang yang sakit itu, semakin banyak kesempatan bagi Sang Tabib untuk menolongnya. Kristus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa, tetapi terutama yang paling berdosa (1Tim. 1:15); bukan untuk pertama-tama memanggil orang yang walaupun berdosa namun masih agak benar, melainkan terlebih untuk memanggil orang yang paling berdosa.
  3. Semakin sadar orang akan dosanya, semakin terbukalah hatinya untuk menyambut Kristus dan Injil-Nya. Siapa saja pasti lebih suka memilih berada bersama-sama orang yang menginginkan kehadirannya, dan bukan bersama-sama dengan orang yang lebih ingin merampas tempatnya. Kristus tidak datang dengan harapan akan berhasil di antara orang-orang benar, yaitu mereka yang menyombongkan dirinya demikian, karena orang-orang semacam ini pasti akan segera merasa muak dengan Juruselamat mereka dan bukannya muak dengan dosa mereka. Karena itu, terlebih suka Ia mengunjungi orang-orang yang dengan rendah hati mau mengakui bahwa mereka orang berdosa. Kepada merekalah Kristus mau datang, karena di antara merekalah Ia disambut. Amin

 

======= WALHEBAK WA=======

 

Senin, 29 November 2021

BARANG YANG KUDUS

Teks   "Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu." Matius 7: 6 

Diperlukan hikmat untuk mengerti teks ini, Yesus berkata jangan memberikan “Barang Yang Kudus” kepada anjing dan jangan melemparkan mutiaramu kepada babi” harus dimengerti bahwa [barang yang kudus dan hidup yang kudus] keduanya berbeda. Hidup yang kudus Paulus telah menjelaskannya dalam surat Roma 12:1 sementara itu ada juga “barang yang kudus Bilangan 3:31, dan “barang maha kudus”  Bilangan 4:19. Rupanya Yesus tidak bermasuk menjelaskan tiga hal  ini yaitu barang yang kudus, hidup yang kudus dan barang maha kudus. Yesus maksudkan dengan “Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi dalam teks ini sebenarnya Ia sedang meletakkan [Kaidah/rumusan/ patokan] dalam pelayanan  pemberitaan injil yaitu;

 A.  Tidak boleh membuang-buang Waktu

Bukan berarti INJIL tidak boleh diberitakan kepada orang-orang yang jahat dan cemar (Kristus sendiri memberitakan Injil kepada para pemungut cukai dan orang berdosa), melainkan bahwa ini merujuk kepada orang-orang yang tetap keras kepala, (Roma…ditetapkan untuk binasa) meskipun Injil telah diberitakan kepada mereka; kepada orang-orang yang menghujatnya, dan menganiaya para pemberitanya. Murid-murid janganlah berlama-lama di antara orang-orang semacam itu, sebab ini hanya akan membuang tenaga dengan sia-sia, melainkan berpaling saja kepada orang lain (Kis. 13:41); menurut Dr. Whitby

B.  Jangan Memberikan Nasehat dan teguran kepada pengecam/orang jahat

Kaidah bagi semua orang dalam memberikan teguran. Semangat kita dalam melawan dosa harus dituntun dengan kebijaksanaan, dan janganlah kita ke sana kemari memberikan berbagai petunjuk, nasihat, dan teguran, apalagi penghiburan, kepada para pengecam yang sudah keras hatinya, karena semuanya ini tidak akan ada gunanya bagi mereka, malah sebaliknya hanya akan membuat mereka marah dan berang terhadap kita. Lemparkanlah sebuah mutiara kepada babi, maka babi itu akan marah karenanya, seolah-olah engkau telah melemparinya dengan batu. Teguran akan disebut cemoohan (Luk. 11:45; Yer. 6:10). Oleh sebab itu, janganlah memberikan barang yang kudus kepada anjing dan babi (binatang-binatang haram).

 ALASAN MENGAPA TIDAK BOLEH MEMBERIKAN PETUNJUK, NASEHAT DAN TEGURAN KEPADA PENGECAM/ORANG JAHAT ?

1)   Nasihat dan teguran yang baik adalah barang yang kudus, sebuah mutiara: keduanya adalah perintah-perintah Allah, sangat berharga. Seperti cincin emas dan hiasan kencana, demikian jugalah teguran orang bijak (Ams. 25:12); teguran yang bijak adalah seperti minyak (Mzm. 141:5); laksana pohon kehidupan (Ams. 3:18).

2)   Tidak boleh memaksa kehendak[1] pemberita Injil

Di antara angkatan yang jahat, ada sebagian yang sudah sebegitu jahatnya sehingga mereka dipandang seperti anjing dan babi. Perilaku keji mereka sudah sangat terkenal dan kurang ajar. Mereka telah lama berdiri di jalan orang berdosa, sehingga sekarang sudah duduk dalam kumpulan pencemooh. Mereka terang-terangan membenci dan muak terhadap pengajaran, dan senantiasa menentangnya. Sebegitu jahatnya mereka sampai tidak mungkin untuk disembuhkan dan diperbaiki lagi. Mereka berbalik seperti anjing kembali lagi ke muntahnya, dan babi kembali ke kubangannya (2Ptr. 2:22). Mereka dapat berbalik membunuh penginjil karena perilaku mereka seperti Anjing dan Babi, dikasih mutiara dipikirnya dihina.

 3)   Tidak boleh memaksa anjing dan Babi/pencemooh/orang jahat

Teguran untuk mengajar percuma saja diberikan kepada orang-orang semacam itu, dan hanya mendatangkan cemohan dan kejahatan kepada si penegur seperti yang bisa diperkirakan akan dilakukan oleh anjing dan babi.

 Tidak ada lagi yang bisa diharapkan selain bahwa mereka akan menginjak-injak teguran itu, sambil memaki-maki dan mengamuk, sebab mereka tidak sabar jika dikendalikan dan dilawan. Setelah itu mereka akan berbalik dan mengoyak orang yang menegur mereka; mengoyak nama baik mereka dengan caci maki, membalas perkataan yang menyembuhkan dengan perkataan yang melukai, mengoyak mereka dengan penganiayaan. Herodes mengoyak Yohanes Pembaptis karena kesetiaannya. Buktinya bagaimana manusia bersikap seperti anjing dan babi.

 Orang-orang yang bisa dipandang demikian adalah mereka yang membenci teguran dan para penegur, dan menyerang orang yang dengan maksud baik terhadap jiwa-jiwa mereka menunjukkan kepada mereka dosa dan bahayanya. Orang-orang ini berdosa melawan obat penawarnya[2]. Siapakah yang akan menyembuhkan dan menolong orang-orang yang tidak mau disembuhkan dan ditolong? Sudah jelaslah bahwa Allah berketetapan untuk membinasakan orang-orang semacam itu (2Taw. 25:16).

 Kaidah ini dapat diterapkan juga pada ketetapan-ketetapan Injil yang sifatnya memeteraikan, yang tidak boleh diberikan secara sembarangan kepada orang yang jelas-jelas jahat dan cemar, supaya barang-barang yang kudus tidak dipandang hina, dan supaya dengan demikian orang-orang yang najis menjadi semakin keras hati. Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing. Namun demikian, kita harus sangat berhati-hati dalam mengutuk orang sebagai anjing dan babi, dan tidak boleh melakukannya sebelum menguji segala sesuatunya terlebih dulu, dengan bukti-bukti yang lengkap. Banyak orang yang terhilang karena dianggap demikian, padahal, seandainya sarana-sarana yang benar dipergunakan, ada kemungkinan mereka bisa diselamatkan. Seperti halnya kita harus berhati-hati dalam menyebut orang baik sebagai jahat, dengan menghakimi semua orang percaya sebagai munafik, demikian pula kita harus berhati-hati dalam menyebut orang jahat sebagai tidak tertolong lagi, dengan menilai semua orang jahat sebagai anjing dan babi.

 4)   Sangat berharga darah pemberita Injil di mata Tuhan[3]

Yesus dalam hal ini sangat lembut dalam memperhatikan keselamatan umat-Nya. Ia tidak mau begitu saja memperhadapkan mereka dengan kebengisan orang-orang yang akan berbalik mengoyak mereka. Janganlah mereka menjadi keterlaluan saleh, sehingga membinasakan diri mereka sendiri. Kristus menjadikan hukum perlindungan diri sebagai salah satu hukum-Nya sendiri, dan berhargalah darah umat-Nya di mata-Nya.

 C.  APLIKASIHNYA BAGI ORANG PERCAYA

 Pelajaran diatas mengajar setiap orang percaya untuk tidak menuruti kehendak diri kita sendiri sebagai manusia yang selalu menonjolkan egoismenya sendiri. Hidup sebagai anak Tuhan harus memiliki komitmen yang jelas memenuhi kaida atau rumusan seperti yang Yesus maksudkan diatas bahwa:

 1.    Hidup harus di dalam Tuhan

Hanya orang yang hidupnya dipinpin oleh Tuhan yang mengerti kehendak Tuhan dan memahami maksud-maksud Tuhan. Diluar Yesus yang ada adalah kehancuran dan kesia-siaan hidup dalam dunia yang gelap. Bagaimana Hidup dalam Tuhan ? Yohanes 15:1-8 [4  Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku.5  Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.6  Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.7  Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.8  Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku."]

 2.    Hidup harus Berhikmat dan Bijaksana dalam Pelayanan

Saolom dalam Amsal 18:4  Perkataan mulut orang adalah seperti air yang dalam, tetapi sumber hikmat adalah seperti batang air yang mengalir. Amsal 16:16  Memperoleh hikmat sungguh jauh melebihi memperoleh emas, dan mendapat pengertian jauh lebih berharga dari pada mendapat perak. Amsal 15: 33  Takut akan TUHAN adalah didikan yang mendatangkan hikmat, dan kerendahan hati mendahului kehormatan.  

 3.    Harus menjadi surat Kristus

Paulus mengajarkan dalam 2 Korintus 3:3  Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia. Untuk Apa menjadi suratan Kristus “ untuk melaksanakan Amanat Agung [19  Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, 20  dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." Matius 28:19-20]

 D.  Kesimpulan

 Tuhan Yesus dalam pengajarannya tidak pernah salah walaupun dalam pengajaran-Nya terdapat kontradiksi dengan teks yang satu terhadap teks yang lain. Setiap perkataan-Nya selalu menempatkan kepada sasaran yang tepat dan terarah yang mengantar seseorang untuk berbalik bertanya kepada-Nya. Oleh sebab itu penting bagi setiap kita sebagai anak-anak-Nya biasahkan untuk bertanya kepada-Nya, BAPA APA MAKSUDMU ? DIA pasti akan memberikan keterangan, kejelasan dan pemahaman yang tidak kita pahami dengan pemikiran kita yang terbatas ini.

 

Biasakan untuk hidup dekat dengan-Nya, bergaul dengan-Nya, sehingga semua yang DIA kerjakan kita nikmatinya.

Amin

 

 Ambon, 03 Juli 2021: Pdm.Yoel Giban, S.Th.M.Pd.K

 



[1] Maksudnya adalah sudah mengetahui kepada siapa ia memberitakan injil tetapi masih saja mengutif ayat-ayat tertentu untuk menguatkan pendapatnya dan melaksanakan pemberitaan Injil kepada pencomoh terus menerus, menurut Yesus ini salah, seperti contoh menanam padi diatas batu, suda tahu batu tetapi masih menanamnya ini adalah suatu kebebalan

[2] Contoh: Ketika kita melihat anjing atau babi yang berpenyakitan yang bukan miliki kita lalu muncu rasa kasihan terhadapnya kemudian berusa untuk memberikan pengobatan atas  boroknya, namun anjing tersebut akan  melakukan dua hal yaitu: 1. Berusaha menghindar. 2 Berusaha melawan, dan 3. Menggigit. Apa kesahan kita ? tida ada hanya saja dia tidak mengerti maksud baik setiap kita yang menolongnya….

[3] Martir adalah suatu bukti pengorbanan demi keselamatan jiwa-jiwa yang hilang dan darah mereka sangat berharga dimata Tuhan. Karena itu janagn mencurahkan darahmu secara sembarang di jalan-jalan, atau jangan biarkan anjing dan babi mengigitmu dan meninggal hanya karena belas kasihanmu yang berlebihan. Jadilah bijak dalam pemberitaan Injil Tuhan.

Minggu, 28 November 2021

Teguran terhadap Kemunafikan

Matius 6:1-4


Dalam pasal sebelum ini, Kristus memperlengkapi murid-murid-Nya untuk menghadapi berbagai pengajaran dan pendapat yang rusak dari para ahli Taurat dan orang Farisi, terutama penjelasan mereka akan hukum Taurat (yang juga disebut ragi, 16:12). Dalam pasal ini, Ia memperingatkan mereka terhadap perilaku buruk orang Farisi dan ahli Taurat yang melakukan dua dosa yang, meskipun tidak mereka akui dalam pengajaran mereka, namun tampak dalam percakapan mereka. Perilaku buruk mereka ini sudah dikenal luas dan bahkan dianjurkan kepada para pengikut mereka. Kedua dosa tadi adalah kemunafikan dan pikiran duniawi. Dari semua dosa lain, kedua dosa inilah yang harus paling diwaspadai orang percaya karena paling mudah menghinggapi orang-orang yang telah melepaskan diri dari kecemaran nafsu dunia yang lebih berat, dan oleh sebab itu sangat berbahaya. Di sini kita diperingatkan: 


I. Terhadap kemunafikan

Kita tidak boleh menjadi seperti orang munafik dan berperilaku seperti mereka.

Dalam berdoa (ay. 5-8). Di sini kita diajar tentang apa yang harus kita doakan, dan bagaimana harus berdoa (ay. 9-13). Kita juga diajarkan untuk mengampuni dalam doa (ay. 14-15).


II. Terhadap pikiran duniawi


Dalam membuat pilihan, yang merupakan dosa orang munafik, yang sifatnya membinasakan (ay. 19-24). Dalam hal kekhawatiran, yang merupakan dosa mengerikan yang dilakukan banyak orang Kristen (ay. 25-34).


Teguran terhadap Kemunafikan dalam Memberi Sedekah (6:1-4)


Sama seperti kita harus berlaku lebih baik daripada para ahli Taurat dan orang Farisi dengan cara menghindari dosa dalam hati, perzinahan dalam hati, dan pembunuhan dalam hati, demikian pula kita harus memelihara dan menjaga ibadah dalam hati. Kita harus melakukan segala sesuatu berdasarkan asas penting yang keluar dari dalam, supaya perbuatan kita itu bisa diterima oleh Allah, dan bukan supaya dipuji oleh manusia. Artinya, kita harus berjaga-jaga terhadap kemunafikan, yakni ragi orang Farisi, termasuk pengajaran mereka (Luk. 12:1). Memberi sedekah, berdoa, dan berpuasa, merupakan tiga kewajiban utama orang Kristen tiga dasar hukum, menurut orang Arab. Dengan melakukan hal-hal tersebut, kita memberikan penghormatan dan pelayanan kepada Allah melalui tiga kepentingan asasi kita, yaitu doa dengan segenap hati, puasa dengan tubuh kita, dan pemberian sedekah dengan harta benda kita. Jadi, kita bukan saja harus menjauhi yang jahat, tetapi juga melakukan yang baik, dan melakukannya dengan benar, supaya dengan demikian perbuatan baik kita itu tetap tinggal untuk selama-lamanya. 


Dalam ayat-ayat ini, kita diperingatkan terhadap kemunafikan dalam memberi sedekah. Waspadalah akan hal ini. Peringatan yang diberikan kepada kita ini menandakan bahwa perbuatan tersebut adalah dosa. 


Kita ada dalam bahaya yang sangat besar, karena dosa ini tidak kentara. Kemuliaan yang sia-sia menjelma secara licin ke dalam perilaku kita sebelum kita menyadarinya. Murid-murid Kristus bisa saja tergoda melakukan dosa kemunafikan ini karena mereka memiliki kuasa untuk melakukan banyak mujizat dan karena mereka hidup dengan orang-orang yang sebagiannya mengagumi mereka dan sebagian lain lagi tidak menyukai mereka, dan kedua kelompok orang ini merupakan pencobaan bagi murid-murid tersebut untuk memamerkan diri dalam kedagingan.


Ini adalah dosa yang sangat berbahaya bagi kita. Berhati-hatilah terhadap kemunafikan, karena jika sampai menguasai diri Anda, sikap ini akan menghancurkan kita, bagaikan lalat mati yang mencemari seluruh botol berisi minyak yang sangat berharga.


Ada dua hal yang ditekankan di sini


I. Memberi sedekah adalah kewajiban yang sangat penting yang harus dijalankan semua murid Kristus, sesuai kemampuan masing-masing.


Hal ini diatur dalam hukum alam dan hukum Musa, dan sangat ditekankan oleh para nabi. Bermacam-macam tulisan kuno mencatat tēn eleēmosynēn sedekahmu, yang diartikan sebagai tēn dikaiosynēn kebenaranmu, sebab memberi sedekah adalah kebenaran (Mzm. 112:9; Ams. 10:2). Orang Yahudi menyebut kotak amal untuk orang miskin sebagai kotak kebenaran. Semua yang diberikan kepada orang miskin dianggap sebagai hak yang patut mereka terima (Ams. 3:27). Kewajiban ini tidak akan menjadi berkurang dalam hal kepentingan dan keutamaannya, sekalipun sudah disalahgunakan oleh orang-orang munafik demi memuaskan kesombongan mereka. Janganlah karena sebagian orang Kristen telah mengagung-agungkan perbuatan amal secara takhayul, lalu hal ini dijadikan dalih yang membebaskan orang-orang Kristen lainnya yang tamak untuk tidak perlu memberi sedekah. Memang benar, perbuatan amal kita tidak dapat membawa kita ke sorga. Namun, tidak kalah benarnya bahwa kita juga tidak dapat masuk sorga tanpa berbuat amal. Ini adalah ibadah yang murni (Yak. 1:27), yang akan menjadi ujian pada hari yang agung itu. Di sini, Kristus menganggap dengan sendirinya murid-murid harus memberi sedekah, atau Dia tidak akan mengakui mereka yang tidak mau melakukannya.


II. Bahwa memberi sedekah itu merupakan suatu kewajiban yang disertai dengan upah yang sangat besar, yang akan hilang bila dilakukan dengan kemunafikan


Kadang-kadang perbuatan itu mendapat upah berupa hal-hal sementara dalam kelimpahan (Ams. 11:24-25; 19:17); tak akan berkekurangan (Ams. 28:27; Mzm. 37:21, 25); luput dari celaka (Mzm. 41:2-3); kehormatan dan kebesaran, yang mengikuti orang-orang yang menolong mereka yang miskin (Mzm. 112:9). Akan tetapi, selain semuanya ini, pada hari kebangkitan orang-orang benar, perbuatan amal ini akan mendapat balasannya dalam bentuk kekayaan kekal (Luk. 14:14). Quas dederis, solas semper habebis, opes -- Kekayaan yang kauberikan akan membentuk satu-satunya kekayaan yang akan selalu kaumiliki (Martial).


Seperti apa perilaku orang-orang munafik mengenai kewajiban ini. Mereka memang benar-benar melakukannya, tetapi bukan berdasarkan asas kepatuhan kepada Allah atau kasih kepada manusia, melainkan dalam kesombongan dan kemuliaan yang sia-sia. Bukan dengan belas kasihan terhadap orang miskin, melainkan murni untuk pamer, agar dipuji sebagai orang baik sehingga dengan demikian mendapat perhatian dan penghargaan orang. Dengan demikian mereka melayani kebutuhan mereka sendiri dan mendapat jauh lebih banyak daripada yang mereka berikan. Karena mengejar tujuan ini, mereka lebih suka memberi sedekah mereka di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, di mana banyak orang berhimpun dan dapat mengamati mereka. Orang-orang yang berhimpun ini memuji-muji kedermawanan orang-orang munafik itu karena telah menerima bagian dari pemberian mereka, dan karena begitu tidak pedulinya orang-orang ini, mereka tidak bisa menilai kesombongan yang menjijikkan itu. Mungkin mereka juga memungut kolekte di rumah-rumah ibadat untuk orang miskin, dan pengemis-pengemis berkeliaran di lorong-lorong dan jalan besar, dan pada kesempatan di depan umum seperti inilah mereka memilih untuk memberi sedekah. Ini bukan berarti bahwa orang dilarang memberi sedekah ketika orang melihat kita. Kita boleh saja melakukannya, namun jangan dengan maksud supaya dilihat orang. Lebih baik kita memilih orang-orang yang patut menerima derma di antara mereka yang kurang diperhatikan. Saat memberi sedekah di rumah sendiri, orang munafik akan mencanangkan hal itu, meniup terompet, berpura-pura memanggil orang miskin untuk dilayani, namun sebenarnya yang mereka lakukan adalah mengumumkan kedermawanan mereka, supaya diperhatikan dan diperbincangkan orang.


Malapetaka yang disampaikan Kristus ke atas perilaku ini sangat jelas. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Sekilas, kata-kata ini mirip sebuah janji Jika mendapat upah, mereka akan memiliki yang cukup, namun ada dua perkataan di dalamnya yang membuat kalimat tersebut menjadi ancaman. 


(1) Itu memang merupakan upah, tetapi upah mereka. 


Bukan upah yang dijanjikan Allah bagi orang-orang yang berbuat baik, melainkan upah yang mereka janjikan bagi diri mereka sendiri, dan sangat malanglah upah ini. Mereka melakukan hal itu supaya dilihat orang, dan mereka memang dilihat orang. Mereka memilih untuk mengikuti kepercayaan sendiri, yang akhirnya menipu diri mereka sendiri, dan mereka akan mendapatkan apa yang mereka pilih itu. Orang-orang percaya yang duniawi mengadakan persetujuan dengan Allah hanya untuk memperoleh kedudukan, kehormatan, serta kekayaan, dan perut mereka akan kenyang dengan hal-hal tersebut (Mzm. 17:14). Namun, mereka tidak dapat mengharapkan lebih banyak. Hanya inilah penghiburan mereka (Luk. 6:24), hal-hal yang baik menurut mereka (Luk. 16:25), dan mereka akan ditolak bersama dengan hal-hal yang mereka dapatkan ini. "Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? Inilah kesepakatan yang patut kaupatuhi."



(2) Itu memang suatu upah, tetapi upah untuk masa kini, dan mereka mendapatkannya. 


Tetapi, hanya itu saja, tidak ada lagi yang tersimpan bagi mereka di masa mendatang. Sekarang mereka telah mendapatkan semua yang pantas mereka dapatkan dari Allah. Mereka telah mendapat upah mereka di sini, dan tidak ada lagi yang bisa diharapkan sesudah itu. Apechousi ton mishton. Artinya, itu sudah merupakan suatu penerimaan yang penuh. Sebaliknya, upah yang diterima orang saleh dalam kehidupan ini hanya dibayar sebagian. Nantinya, akan ada jauh lebih banyak upah lagi. Tetapi, orang munafik mendapatkan semuanya di dunia ini, dan begitulah malapetaka yang akan mereka alami, karena mereka sendirilah yang telah memutuskannya. Bagi orang-orang kudus, dunia ini hanyalah tempat perbekalan, atau uang untuk dibelanjakan. Namun, bagi orang munafik, itulah bayaran mereka, itulah bagian mereka.


Apa yang merupakan ajaran Kristus mengenai hal ini (ay. 3-4). Dia sendiri yang merupakan teladan dalam hal kerendahan hati, menekankan hal ini kepada murid-murid-Nya sebagai sesuatu yang mutlak perlu supaya tindakan mereka diterima Allah, "Jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu." Mungkin hal ini menyinggung tentang penempatan Corban, atau kotak amal bagi orang miskin untuk memasukkan persembahan, yakni di sebelah kanan pintu masuk rumah ibadat. Dengan demikian mereka dapat memasukkan pemberian mereka ke dalamnya dengan tangan kanan. Bisa juga, memberi sedekah dengan tangan kanan menyiratkan kesediaan dan ketetapan hati dalam melakukannya, yakni dengan terampil, bukan dengan canggung atau maksud jahat. Tangan kanan dapat digunakan untuk menolong orang miskin, mengangkat mereka, menulis untuk mereka, membalut luka-luka mereka, dan berbagai hal selain memberi sedekah kepada mereka. Namun, "kebaikan apa pun yang dilakukan tangan kananmu bagi orang miskin, janganlah diketahui tangan kirimu. Sembunyikan tindakan ini sebisa mungkin, rahasiakanlah ini baik-baik untuk dirimu sendiri. Lakukanlah hal ini karena ini suatu pekerjaan yang baik, bukan dengan maksud untuk memberi nama baik bagimu." In omnibus factis, re, non teste, moveamur -- Dalam semua tindakan, kita harus dipengaruhi rasa hormat terhadap orang yang menerimanya, bukan yang mengamatinya (Cic de Fin). Ini artinya:


(1) Bahwa kita tidak boleh membiarkan orang lain mengetahui apa yang kita perbuat, bahkan tidak juga oleh, orang-orang yang berdiri sangat dekat di sebelah kiri kita.


Bukannya memberitahukan hal itu kepada mereka, malah sebaliknya, jika memungkinkan, janganlah mereka sampai mengetahuinya. Milikilah keinginan untuk menutupi perbuatan ini dari mereka, dan demi sopan santun mereka juga tidak akan menunjukkan bahwa mereka melihatnya dan tidak akan menyebarluaskannya sehingga kabar tentang perbuatan ini tidak berlanjut ke mana-mana.


(2) Bahwa kita sendiri jangan terlampau memikirkannya secara berlebihan: tangan kiri itu merupakan bagian dari tubuh kita sendiri. 


Janganlah kita terlalu mengingat-ingat perbuatan baik kita, jangan memuji dan mengagumi diri sendiri. Kecongkakan dan rasa puas diri, serta memuja diri adalah macam-macam kesombongan yang sama berbahayanya dengan kemuliaan sia-sia dan sikap pamer di depan orang lain. Biasanya orang-orang besar yang dihormati karena jasa-jasa baik mereka malah telah melupakan semua jasa baik mereka itu; "Bilamanakah kami melihat Engkau lapar atau haus?"


Janji yang diberikan kepada mereka yang tulus dan rendah hati dalam memberi sedekah. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi itu akan memerhatikannya. Perhatikanlah, ketika kita sama sekali tidak memerhatikan perbuatan baik kita, Allah justru sangat memerhatikannya. Seperti halnya Allah mendengar perbuatan jahat yang dilakukan terhadap kita ketika kita tidak mendengarnya (Mzm. 37:14-15), demikian pula Ia juga melihat perbuatan baik kita ketika kita tidak melihatnya. Bagi orang munafik, sungguh menakutkan bila Allah melihat yang tersembunyi, tetapi bagi orang Kristen yang tulus, hal ini justru merupakan penghiburan. Namun, ini belumlah semuanya, karena mereka bukan saja akan menerima perhatian dan pujian, melainkan juga upah dari Allah, yang akan membalasnya kepadamu. Perhatikanlah, mereka yang ingin diterima Allah melalui pemberian sedekah harus berserah diri saja pada-Nya sebagai Sang Pemberi Upah. Amatilah betapa hal ini diungkapkan dengan tegas, Bapamu akan membalasnya, Dia sendirilah yang menjadi Pemberi Upah itu (Ibr. 11:6). Biarlah Dia sendiri yang membalas kebaikanmu itu, ya, bahkan Dia sendirilah yang akan menjadi Upah itu (Kej. 15:1), upahmu akan sangat besar. Dia akan memberimu upah sebagai Bapamu, bukan sebagai seorang tuan yang memberi kepada hambanya sekadar upahnya saja dan tidak lebih dari itu. Sebagai seorang Bapa, Dia akan memberi dengan berlimpah-limpah, tanpa batas, kepada anak-anak-Nya yang melayani-Nya. Ya, Dia akan memberimu upah secara terbuka di depan orang banyak, kalaupun bukan sekarang, tentu pada hari yang agung itu. Maka tiap-tiap orang akan menerima pujian dari Allah, pujian yang terbuka, engkau akan diakui di hadapan manusia. Jika perbuatan memberi sedekah itu tidak terbuka, upah itu yang akan terbuka, dan ini lebih baik.SEKIAN


SOLIDEO GLORIA





Selasa, 23 November 2021

7 KARAKTER YANG DISUKAI TUHAN PADA DAUD

Teks: 1 Samuel 16:7

Terjemahan Bebas (TB) "Janganlah pandang parasnya atau perawakannya yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati."

Terjemahan Firman Allah Yang Hidup (FAYH) "Janganlah menilai orang dari rupanya atau tinggi badannya, karena bukan dia yang Kupilih. Manusia menilai  dari apa yang dilihatnya, tetapi Aku menilai apa yang ada dalam pikiran dan hati orang." Terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) "Janganlah kau terpikat oleh rupanya yang elok dan tinggi badannya; bukan dia yang Kukehendaki. Aku tidak menilai seperti manusia menilai. Manusia melihat rupa, tetapi Aku melihat hati."

Kita semua tentu mengenal tokoh Daud dalam Alkitab, seorang yang dipakai Tuhan secara luar biasa untuk memimpin Bangsa Israel. Pada masa kepemimpinan Daud, Bangsa Israel mencapai kejayaan yang luar biasa. Pada masa itu, Bangsa Israel mampu menundukkan setiap musuh yang melawan mereka. Hal ini karena DAUD ADALAH  PEMIMPIN YANG BERKENAN DI HADAPAN TUHAN. Sebab, DAUD MENGERTI APA YANG TUHAN INGINKAN DAN IA MEMILIKI HUBUNGAN YANG BEGITU INTIM DENGAN TUHAN SELAMA IA MELAYANI-NYA. Sebelum Daud diangkat menjadi pemimpin (raja) atas umat Israel, Tuhan sudah memilih Daud sejak ia masih remaja. Ini merupakan bukti bahwa karakter kepemimpinan Daud sudah ada dalam dirinya sejak ia masih remaja. Lalu, karakter apa saja yang dimiliki Daud sejak remaja sehingga Tuhan menjadikannya seorang pemimpin bagi Bangsa Israel? Daud memiliki tujuh keunggulan yang dipandang baik oleh Tuhan.

 1. Hati yang terpaut pada Tuhan (1 Samuel 16:7). Sejak masih  remaja, hati Daud selalu memandang Tuhan dan takut kepada-Nya.

 2.Daud memiliki iman (1 Samuel 17:34-39, 45). Itu terbukti ketika ia   diperhadapkan dengan Goliat dan beberapa musuh lain. Di saat itulah, ia tetap    mengandalkan Tuhan.

3. Penyerahan diri secara TOTAL (1 Samuel 16:13). Sejak masih kecil, Daud memiliki hati  yang  selalu berserah kepada Tuhan. Ketika ia diperhadapkan dengan Goliat, Daud menyerahkan segala tindakan dan ketakutannya hanya kepada Tuhan.

4. Hidup sebagai penyembah Tuhan (1 Samuel 16:18, 23).

Terjemahan Bebas (TB) ayat 16: 18  Lalu jawab salah seorang hamba itu, katanya: "Sesungguhnya, aku telah melihat salah seorang anak laki-laki Isai, orang Betlehem itu, yang pandai main kecapi. Ia seorang pahlawan yang gagah perkasa, seorang prajurit, yang pandai bicara, elok perawakannya; dan TUHAN menyertai dia." Ayat 23 23  Dan setiap kali apabila roh yang dari pada Allah itu hinggap pada Saul, maka Daud mengambil kecapi dan memainkannya; Saul merasa lega dan nyaman, dan roh yang jahat itu undur dari padanya.

 

5. Mencintai Tuhan (1 Samuel 17:26-27).

Terjemahan Today Malai Version (TMV) ayat 26 Daud bertanya kepada askar yang berada dekatnya, "Apakah yang akan diberikan kepada orang yang dapat membunuh orang Filistin itu dan membebaskan Israel daripada penghinaan? Berani betul orang Filistin itu, orang yang tidak mengenal Allah, mencabar tentera Allah yang hidup!" ayat 27  Mereka memberitahu Daud akan hadiah yang diberikan kepada orang yang dapat membunuh Goliat. Ayat 28  Eliab, abang sulung Daud, mendengar percakapan Daud dengan askar-askar itu. Dia memarahi Daud, dan berkata, "Mengapa engkau datang ke mari? Siapa yang kausuruh menjaga domba-dombamu di padang gurun itu? Aku tahu, engkau budak jahat, dan berlagak berani; kaudatang ke mari hanya untuk melihat pertempuran, bukan?"

 6. Tekun (1 Samuel 16:11; 17:34-36).

Terjemahan Bahasa Indonesia sehari-hari (BIS) Lalu bertanyalah Samuel kepadanya, "Hanya inikah semua anak laki-lakimu?" Jawab Isai, "Masih ada seorang lagi, yang bungsu, tetapi ia sedang menggembalakan domba." Samuel berkata, "Suruhlah memanggil dia, karena kita tidak akan makan sebelum ia datang."

 7. Pengampun (1 Samuel 17:28).

Terjemahan Bebas (TB) Ketika Eliab, kakaknya yang tertua, mendengar perkataan Daud kepada orang-orang itu, bangkitlah amarah Eliab kepada Daud sambil berkata: "Mengapa engkau datang? Dan pada siapakah kautinggalkan kambing domba yang dua tiga ekor itu di padang gurun? Aku kenal sifat pemberanimu dan kejahatan hatimu: engkau datang ke mari dengan maksud melihat pertempuran."

Termahan Firman Allah Yang Hidup (FAYH)Tetapi, ketika Eliab, kakak Daud yang tertua, mendengar adiknya berkata demikian, ia menjadi marah. "Apakah kerjamu di sini?" tegornya. "Bagaimana dengan kambing domba di padang gurun yang menjadi tanggung jawabmu?  Aku  tahu ulahmu, engkau anak nakal yang sombong! Engkau datang hanya  karena  ingin menyaksikan pertempuran!"


Ketujuh keunggulan Daud tersebut seharusnya menjadi contoh bagi para PEMIMPIN SAAT INI, untuk menanamkan karakter kepemimpinan yang berkenan di hadapan Tuhan.   Ketujuh hal tersebut sangat penting untuk dimiliki setiap PEMIMPIN KRISTEN YAITU.

 1. Hati yang unggul. Hati yang unggul perlu dimiliki remaja masa kini supaya Tuhan senantiasa    memandang para remaja sebagai orang yang berkenan. Sebab, Tuhan menilai hati.

 2. Iman dan penyerahan diri.

Remaja masa kini juga perlu memiliki iman yang besar supaya Tuhan menunjukkan   hal-hal besar dalam kehidupan mereka. Kita perlu melihat kembali ke belakang ketika Tuhan memberikan pertolongan-Nya kepada kita. Hal itulah yang harus kita  gunakan untuk menumbuhkan iman kita saat ini dan saat yang akan datang ketika   kita diperhadapkan pada suatu masalah.

 3. Menyembah dan memuji Tuhan.

Jangan sampai kita menghabiskan masa muda hanya untuk hal-hal duniawi yang sama   sekali tidak menyukakan hati Tuhan. Menunjukkan penyembahan kita kepada Tuhan  dapat kita lakukan dengan mengambil waktu khusus untuk berkomunikasi dengan-Nya   melalui doa dan penyembahan secara pribadi maupun berkelompok.

 4. Mencintai Tuhan.  Penyembahan yang kita lakukan juga merupakan wujud kecintaan kita kepada Tuhan.

 5. Memiliki ketekunan.

Sebagai seorang remaja, kita harus menjadi seorang yang rajin dalam segala hal,terutama dalam melayani Tuhan. Sebab, Tuhan tidak menyukai pemalas. Alkitab sendiri mengatakan bahwa kemalasan akan menimbulkan kemiskinan.

 6. Pengampunan.

Sebagai remaja, kita harus melatih diri untuk menjadi seorang pengampun, tidak mudah marah atau sakit hati saat diremehkan, direndahkan, atau dianggap culun.   Seperti halnya Daud, sebagai anak Allah, kita juga memiliki hak dan kesempatan untuk menjadi pemimpin. Masalahnya adalah apakah kita sudah betul-betul siap dan layak untuk menjadi seorang pemimpin? Jika kita sudah memiliki karakter seperti Daud, tentu saja kita sudah layak untuk memiliki peran pemimpin. Jika belum, kita harus belajar banyak untuk dapat menjadi seorang pemimpin seperti Daud.  Marilah kita menyelidiki hati kita masing-masing.

 

AMIN.SOLIDEO GLORIA

Statistik Pengunjung