Rabu, 23 September 2020

Minta keadilan Allah atas Musu

Meminta Keadilan Allah atas Musuh
Mazmur 109

Satu hal yang patut kita renungkan melalui perikop ini, pemazmur terkena fitnah keji dari musuh-musuhnya, namun ia tidak mengambil tindakan sendiri untuk membalas sakit hatinya. Sebaliknya, ia memohon kepada Tuhan dalam doanya (1) agar Tuhan "turun tangan" menolong dirinya.

Untuk kedua dan ketiga kalinya pemazmur berseru kembali kepada Tuhan agar segera menolongnya (21, 26). Permohonan tersebut muncul karena pemazmur merasa tidak tahan lagi dengan kondisi yang dibuat oleh musuhnya terhadap dirinya. Permohonannya ini diikuti dengan permintaan agar Tuhan segera menghukum semua musuhnya.

Coba kita perhatikan ayat 6-20; seandainya permintaan tersebut dikabulkan, itu benar-benar akan membuat musuh-musuh pemazmur hidup sengsara. Mengapa? Karena ini adalah bagian dari mazmur kutukan, yaitu mazmur yang berisi permohonan dari pemazmur agar Tuhan membinasakan musuh-musuhnya. Pertanyaannya, apakah permohonan pemazmur ini dapat dikategorikan sebagai dosa? Tentu saja tidak. Walaupun pemazmur mengharapkan adanya pembalasan terhadap para musuhnya, namun ia dengan rendah hati menyerahkan hak penghukuman kepada Tuhan. Bagaimanapun, hal ini sesuai dengan firman Tuhan yang mengatakan bahwa pembalasan adalah hak Tuhan (bdk. Ul 32:35; Rm 12:19; Ibr 10:30).

Dari perikop di atas, ada nasihat penting bagi kita, yaitu kita tidak perlu membalas kejahatan orang lain dengan tindakan yang berdasarkan niat membalas dendam. Apabila kita merasa sakit hati karena perkataan atau perbuatan orang lain, hendaklah kita menyerahkannya kepada Allah untuk memberikan keadilan kepada kita; karena Dia adalah Pembela kita. Dialah yang akan bertindak menyatakan keadilan-Nya. Kita bisa menceritakan sakit hati atau kepedihan kita kepada Tuhan tanpa disertai tindakan membalas. Kita hanya memohon keadilan Tuhan saja. Serahkan semuanya kepada Dia. Dengan demikian, kita akan terlepas dari dosa yang menggerogoti kita. [RMS]

Selasa, 22 September 2020

Hati yang Siap

Mazmur 108:1-13 (TB)

1 Nyanyian. Mazmur Daud. (108-2) Hatiku siap, ya Allah, aku mau menyanyi, aku mau bermazmur. Bangunlah, hai jiwaku, 

2 (108-3) bangunlah, hai gambus dan kecapi, aku mau membangunkan fajar. 

3 (108-4) Aku mau bersyukur kepada-Mu di antara bangsa-bangsa, ya TUHAN, dan aku mau bermazmur bagi-Mu di antara suku-suku bangsa; 

4 (108-5) sebab kasih-Mu besar mengatasi langit, dan setia-Mu sampai ke awan-awan. 

5 (108-6) Tinggikanlah diri-Mu mengatasi langit, ya Allah, dan biarlah kemuliaan-Mu mengatasi seluruh bumi. 

6 (108-7) Supaya terluput orang-orang yang Kaucintai, selamatkanlah dengan tangan kanan-Mu dan jawablah aku! 

7 (108-8) Allah telah berfirman di tempat kudus-Nya: "Aku hendak beria-ria, Aku hendak membagi-bagikan Sikhem, dan lembah Sukot hendak Kuukur. 

8 (108-9) Gilead punya-Ku, Manasye punya-Ku, Efraim ialah pelindung kepala-Ku, Yehuda ialah tongkat kerajaan-Ku, 

9 (108-10) Moab ialah tempat pembasuhan-Ku, kepada Edom Aku melemparkan kasut-Ku, dan karena Filistea Aku bersorak-sorai." 

10 (108-11) Siapakah yang akan membawa aku ke kota yang berkubu? Siapakah yang menuntun aku ke Edom? 

11 (108-12) Bukankah Engkau, ya Allah, yang telah membuang kami, dan yang tidak maju, ya Allah, bersama-sama bala tentara kami? 

12 (108-13) Berikanlah kepada kami pertolongan terhadap lawan, sebab sia-sia penyelamatan dari manusia. 

13 (108-14) Dengan Allah akan kita lakukan perbuatan-perbuatan gagah perkasa, sebab Ia sendiri akan menginjak-injak para lawan kita. 

=================

Mazmur 108

Mazmur ini memiliki kemiripan dengan Mazmur 57 , 60. Ketiganya mengisahkan pertolongan Tuhan kepada pemazmur dalam menghadapi musuh. Mazmur 108 merupakan pengucapan syukur yang dilakukan bukan secara pribadi, melainkan oleh satu bangsa. Oleh karena itu, pemazmur ingin mengumandangkan atau memberitahukan betapa kemuliaan Allah selalu menyertainya dalam peperangan. Jelas terlihat bahwa pemazmur menginginkan semua bangsa memuliakan Allah yang disembahnya.

Pemazmur bersyukur kepada Tuhan karena kasih setia-Nya yang besar. Ketika umat memuliakan Allah, secara otomatis nama-Nya ditinggikan, dan ini disertai pengharapan bahwa Tuhan meluputkan dan menyelamatkan orang-orang yang dikasihi-Nya (6-7). Dari pengharapan ini umat siap menerima berkat-Nya. Kesiapan ini bertumpu pada kesetiaan Allah dan janji-Nya (8-10).

Selain itu, dengan sepenuh hati pemazmur memohon pertolongan Tuhan atas lawan-lawannya. Pemazmur menyadari bahwa usaha manusia untuk menyelamatkan diri akan sia-sia tanpa pertolongan Tuhan. Bersama Allah, ia mampu melakukan perbuatan-perbuatan gagah perkasa karena Tuhan sendiri yang akan maju berperang bagi umat-Nya dan melenyapkan musuh mereka (13-14).

Dalam banyak hal sebagian dari kita kerap kali mengandalkan kekuatan dan kemampuan diri sendiri dan bukannya memohon pertolongan Tuhan ketika menghadapi persoalan. Kita merasa mampu menyelesaikan masalah tanpa campur tangan Tuhan. Dalam kondisi seperti itu, kita merasa "tidak memerlukan" Allah. Sebaliknya, ketika masalah tidak bisa diatasi dan kita menghadapi jalan buntu, barulah kita mencari Tuhan.

Karena itu, setiap orang percaya perlu sungguh-sungguh bertobat. Kita perlu mempersiapkan hati supaya selalu bersyukur kepada Tuhan atas segala pertolongan-Nya. Kesiapan hati berarti memberikan diri seutuhnya kepada Tuhan melalui ucapan syukur, melakukan firman Allah, dan bersandar kepada-Nya. [RMS]

Senin, 21 September 2020

MENGHADAPI BENCANA ALAM

Menghadapi Bencana Alam
Mazmur 107:33-43

Apakah bencana alam terjadi karena Tuhan ingin menghukum manusia? Ayat-ayat yang kita baca hari ini menunjukkan bahwa Allah yang menjadi "penyebab" bencana alam tersebut. Sungai-sungai menjadi kering, sumber air berhenti mengeluarkan air sehingga tanah menjadi gersang, berbagai mineral dalam tanah menjadi rusak dan tidak dapat ditanami lagi. Hal itu terjadi karena Tuhan menghukum orang-orang jahat yang tinggal di daerah itu (33-34).

Sebaliknya, Ia juga mencurahkan berkat. Padang gurun dibuat-Nya menjadi kolam dan tanah kering memancarkan air. Di sana Ia menempatkan orang-orang yang lapar untuk mendirikan kota, menanam di ladang, dan menghasilkan buah di kebun anggur (35-37). Jelas, bersama Allah tanah yang tandus bisa menjadi subur dan makmur.

Allah itu adil. Dia menghukum orang jahat dan mencurahkan berkat kepada orang benar. Orang yang diberkati bertambah jumlahnya dan hewannya tidak berkurang (38).

Kembali kepada pertanyaan awal: benarkah bencana alam merupakan hukuman Tuhan atas kejahatan manusia? Ada tiga jawaban yang bisa kita lihat. Pertama, bencana alam terjadi karena Tuhan menghukum perbuatan jahat manusia, seperti peristiwa Sodom dan Gomora. Kedua, bencana alam terjadi karena kesalahan manusia sendiri. Manusia membabat hutan sehingga tidak ada lagi pepohonan untuk menahan air. Akibatnya, banjir melanda. Ketiga, bencana alam terjadi secara natural, misalnya karena letusan gunung berapi; dan hal ini dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan.

Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah kita perlu mengevaluasi pikiran dan tindakan kita, apakah perbuatan kita lebih mementingkan keserakahan atau melihat diri sendiri sebagai utusan Allah yang bertanggung jawab atas kelestarian alam. Karena itu, bertobatlah! Kita harus bertobat sebab bisa jadi bencana itu merupakan peringatan Tuhan. Dan, apabila kita bukan orang yang terdampak langsung, kita wajib menolong korban bencana tersebut. [RMS]

Senin, 14 September 2020

PEMELIHARAAN TUHAN

Pemeliharaan Tuhan
Mazmur 105:12-22

Bangsa Israel dimulai dari sebuah keluarga kecil. Mereka mengembara dari satu bangsa ke bangsa yang lain, dari satu suku ke suku lainnya. Dalam hal ini, kita melihat bagaimana Tuhan menjaga dan memelihara mereka dengan luar biasa.

Mazmur ini ditulis sebagai ingatan kolektif kepada orang-orang Israel sebagai bangsa yang kecil dan lemah. Namun, Tuhan masih menjaga dan memelihara mereka menjadi bangsa yang besar. Mazmur ini juga mengingatkan bangsa Israel agar menyadari bahwa mereka bukanlah siapa-siapa tanpa penjagaan Tuhan (12-15). Hal itu terlihat jelas melalui pengalaman hidup Yusuf yang penuh kepahitan dan penderitaan, namun Tuhan ubahkan pada waktu yang tepat. Melalui Yusuf, Allah telah memelihara kelangsungan hidup sebuah keluarga kecil yang kelak menjadi bangsa yang besar sesuai janji-Nya kepada Abraham (16-22).

Dalam logika manusia, mungkin berbagai peristiwa yang terjadi atas bangsa Israel bisa dianggap sebagai suatu kebetulan. Jika dilihat dari sisi iman yang selalu terarah kepada Tuhan, maka di balik setiap peristiwa yang terjadi dalam hidup umat-Nya ada campur tangan Tuhan. Di sini kita bisa melihat betapa luar biasa Tuhan memelihara umat-Nya, apa pun kondisinya. Apa yang mustahil bagi manusia menjadi mungkin bagi Allah. Misalnya, bencana alam atau rancangan jahat manusia dapat dibalikkan oleh Tuhan menjadi pengalaman rohani yang indah. Tidak ada satu pun kejahatan yang dapat menggagalkan rencana-Nya. Semuanya ada dalam kendali Allah. Ia memelihara hidup orang-orang yang dipilih-Nya.

Apakah pengenalan kita akan Tuhan membuat kita melihat setiap peristiwa dari kacamata iman? Apakah kita merasa aman karena percaya ada Tuhan yang menjaga? Adakah kekhawatiran yang kita rasakan hari ini sampai membuat kita meragukan Tuhan? Ingatlah, Ia adalah Allah yang berkuasa dan setia. Ia sanggup menjaga dan memelihara hidup umat-Nya. Karena itu, jangan pernah ragu untuk memercayakan hidup kita dalam pemeliharaan-Nya yang ajaib dan perlindungan-Nya yang penuh kasih. [STG]

Minggu, 13 September 2020

ALLAH DAN JANJINYA

Allah dan Janji-Nya yang Kekal
Mazmur 105:1-11

Dalam film The Innocents, seorang biarawati berkata: "Iman adalah dua puluh empat jam ragu dan satu menit berharap." Ucapan ini muncul di tengah pergumulan imannya untuk memahami kasih setia Allah pada masa sulit. Apakah iman adalah pergulatan seseorang untuk memahami kasih setia Allah?

Bangsa Israel memahami bahwa mereka bisa kembali ke Tanah Perjanjian (pascapembuangan) karena kesetiaan Allah. Meskipun terjajah oleh Kerajaan Persia, mereka melihat bahwa ikatan perjanjian Allah dengan leluhur mereka (Abraham, Ishak, Yakub) bersifat kekal dan masih berlaku bagi mereka. Ikatan perjanjian inilah yang didengar oleh bangsa Israel turun-temurun (8).

Kebaikan dan kesetiaan Allah terhadap perjanjian-Nya disaksikan oleh bangsa Israel dalam tradisi Taurat. Kesetiaan Allah layak dinyanyikan dan diceritakan; nama-Nya layak ditinggikan (2-3). Pemazmur mengajak semua orang percaya untuk mencari dan menaikkan rasa syukur kepada Allah. Hal yang menarik di sini terletak pada kata "bersyukur". Jika dilihat arti harfiahnya, kata "bersyukur" berarti sikap kedua tangan yang terbuka diarahkan kepada Allah sebagai bentuk pengakuan dan penghormatan di depan umum. Pengakuan ini ditujukan kepada Pribadi Allah yang setia terhadap perjanjian-Nya yang bersifat kekal. Kesetiaan Allah itu telah teruji dan tidak lekang oleh waktu karena Allah berulang-ulang datang menyapa dan menyelamatkan umat-Nya dari kehancuran.

Sebagai orang percaya, kita telah masuk dalam perjanjian Allah melalui Kristus. Tetapi, kita jarang menaikkan syukur kepada Allah. Hal itu terlihat saat kita ditimpa kemalangan. Terkadang kita sulit melihat kesetiaan Allah, apalagi memuji-Nya. Padahal, tangan Tuhan selalu terbuka bagi umat-Nya yang membutuhkan pertolongan. Mungkin kita yang tidak sabar melihat cara kerja Allah yang terlalu lamban membimbing kita menemukan solusinya. Marilah kita dengan rendah hati belajar melihat kesetiaan Allah yang tidak pernah pudar agar hidup kita penuh dengan rasa syukur kepada-Nya. [JHN]

Statistik Pengunjung