Hakim-hakim 3:1-6 (TB)
1 Inilah bangsa-bangsa yang dibiarkan TUHAN tinggal untuk mencobai orang Israel itu dengan perantaraan mereka, yakni semua orang Israel yang tidak mengenal perang Kanaan.
2 — Maksudnya hanyalah, supaya keturunan-keturunan orang Israel yang tidak mengenal perang yang sudah-sudah, dilatih berperang oleh TUHAN.
3 Yang tinggal ialah kelima raja kota orang Filistin dan semua orang Kanaan, orang Sidon dan orang Hewi, yang mendiami pegunungan Libanon, dari gunung Baal-Hermon sampai ke jalan yang menuju ke Hamat.
4 Mereka itu ada di sana, supaya Ia mencobai orang Israel dengan perantaraan mereka untuk mengetahui, apakah mereka mendengarkan perintah yang diberikan TUHAN kepada nenek moyang mereka dengan perantaraan Musa.
5 Demikianlah orang Israel itu diam di tengah-tengah orang Kanaan, orang Het, orang Amori, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus.
6 Mereka mengambil anak-anak perempuan, orang-orang itu menjadi isteri mereka dan memberikan anak-anak perempuan mereka kepada anak-anak lelaki orang-orang itu, serta beribadah kepada allah orang-orang itu.
=====================
Hidup di zaman milenial ini bisa membawa manusia ke atas puncak kenikmatan dan kesenangan. Materi, sarana, fasilitas, hiburan, makanan, dan berbagai kemudahan lainnya dapat memuaskan manusia. Namun, jika jujur, seirama dengan kemajuan zaman, kita semakin kehilangan kedamaian. Kita kian sulit menemukan suasana hidup yang tenang. Udara penuh dengan polusi, jalanan semakin macet di mana-mana, dan ragam kejahatan pun kian canggih seiring majunya kepandaian manusia.
Perjumpaan bangsa Israel dengan bangsa-bangsa di tanah Kanaan bisa kita katakan sebagai bagian dari "modernitas" pada masa itu. Semula mereka adalah bangsa nomaden yang tidak memiliki tanah air. Bisa dipastikan, mereka tidak sempat membangun peradaban yang mapan.
Namun, setelah menetap di Kanaan, mereka menemukan tanah air sebagai pijakan peradaban dan masa depan. Mereka terlibat dalam dinamika ekonomi, pasar, sosial, budaya, dan aspek-aspek kehidupan yang lain. Mereka juga kawin dengan bangsa-bangsa di Kanaan. Singkat kata, mereka saling membentuk dan memengaruhi.
Namun, dampak perubahan selalu berwajah dua. Ada yang positif dan memberkati, tetapi ada juga yang negatif dan merusak diri. Untuk mengantisipasi dampak seperti itu, kita perlu meneguhkan hati dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Perjumpaan dengan pihak lain adalah keniscayaan dan merupakan bagian dari sisi sosial kemanusiaan kita. Kita tidak akan mungkin hidup terasing dari orang lain. Dalam pergaulan, selayaknya kita justru berkontribusi untuk membawa perubahan positif. Sepak terjang kita semestinya membangun kehidupan, kasih, keadilan, kerukunan, kesetiakawanan, dan saling menolong. Semua itu akan terwujud jika fondasi hidup kita adalah firman Tuhan dan hidup kita hanya berpusat kepada-Nya.
Biarlah Tuhan bekerja membentuk diri kita agar bisa memberi pengaruh positif bagi dunia ini. Kita mesti berjaga-jaga terhadap tantangan iman di masa kini. Kita mesti bijak dalam menghayati kasih Allah. [KAP]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar