Roma 12:1 (TB) Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.
Membawa kembali yang terbaik
1. HIDUP
Kata ζαω zao; ζωη zoe ; βιος bios ; βιοω bioo ; secara statistik menjelaskan HIDUP ; KEHIDUPAN.
# TB- Tuhan Allah adalah Allah yang hidup dan pada-Nya ada sumber kehidupan (Mazm 36:10). Kehidupan terjadi oleh firman-Nya (Kej 1:1-31; Mazm 33:9). "Dalam Firman itu ada hidup dan hidup itulah terang manusia" (Yoh 1:5). Dan "hidup yang kekal" (= hidup sepenuh-penuhnya) diberi kepada setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus (Yoh 3:16,36).
2. KUDUS
Istilah-istilah yg prinsipal adalah gadosy dan qodesy (Ibrani) dan hagios (Yunani). Terjemahan yg lazim bagi keduanya adalah kudus, walaupun kadang-kadang keduanya diterjemahkan dengan 'suci'. Perbedaan antara kudus dan suci tidaklah gamblang, justru bisa benar mengatakan bahwa bila yg dipikirkan adalah kualitas hakiki Tuhan dan manusia, maka dipakailah istilah kudus; istilah suci menekankan akibat daripada sikap yg menjurus kepada kesucian. SUCI, KESUCIAN MURNI.
Qadosy dapat berarti 'terpisah' (dikhususkan) atau 'terpotong dari', digunakan terhadap keadaan terlepasnya seseorang atau suatu benda (supaya Tuhan dapat memakainya, dan dgn demikian terhadap keadaan orang atau obyek yg dilepas itu). Hagios mempunyai dasar pemikiran yg sama mengenai keterpisahan dan kesucian terhadap Allah. Kata 'mahakudus' dalam Kis 2:27 dan kata 'kudus' dalam Why 15:4 adalah terjemahan dari kata Yunani hosios (di tempat lain diterjemahkan 'suci' atau 'saleh'), suatu kata yg mengandung arti hubungan yg benar dengan Allah, mungkin juga dalam pengertian kekasih.
a. Kekudusan Allah
Istilah kudus di PL sama dengan di PB, dipakai dalam pengertian tertinggi terhadap Allah. Istilah itu menunjuk, pertama, kepada keterpisahan Allah dari ciptaan dan bahwa Ia mengungguli ciptaan itu. Demikianlah 'kudus' menggambarkan transendensi Allah. Yahweh, karena 'kekudusan'-Nya berdiri bertentangan dengan ilah-ilah (Kel 15:11) demikian juga dengan seluruh ciptaan (Yes 40:25). ALLAH.
Istilah itu juga menunjuk kepada hubungan, dan mengandung arti ketentuan Allah untuk memelihara kedudukanNya sendiri terhadap makhluk-makhluk bebas lainnya. Itu adalah pengesahan Allah sendiri, 'sifat dalam mana Yahweh menjadikan diriNya sendiri ukuran mutlak bagi diriNya sendiri' (Godet). Istilah itu tidak hanya menjelaskan perbedaan Allah dan manusia (Hos 11:9), itu adalah sama artinya dengan 'Allah yg tertinggi', dan terutama menekankan sifat Allah yg sangat menakutkan (Mzm 99:3).
Karena kekudusan meliputi setiap keistimewaan sifat Allah, maka hal itu dapat disifatkan sebagai: demikianlah Allah adanya. Sebagaimana sinar matahari mencakup semua warna dalam spektrumnya dan menjadi cahaya (terang) demikianlah dalam penyataan diriNya sendiri, semua sifat Allah menjadi satu dalam kekudusan; untuk maksud itu maka kekudusan pernah disebut: 'sifat dari segala sifat' yg kesatuannya mencakup segala sifat Allah. Untuk mengerti keberadaan dan perangai Allah sebagai hanya kumpulan kesempurnaan yg abstrak, berarti membuat Allah tidak riil. Di dalam Allah dari Alkitab, kesempurnaan hidup berfungsi dalam kekudusan.
Karena itu dapatlah dimengerti mengapa kekudusan khas disifatkan dalam Kitab Suci untuk setiap Oknum Allah Tritunggal, Bapak (Yoh 17:11), Anak (Kis 4:30) dan khususnya bagi Roh Kudus sebagai yg menyatakan dan yg mengaruniakan kekudusan Allah kepada ciptaan-Nya.
b. Kekudusan Allah dalam hubungan dengan umat-Nya
PL menggunakan kata 'kudus' atas orang yg dinobatkan bagi maksud-maksud agamawi. Misalnya para imam yg ditahbiskan dalam upacara istimewa, juga seluruh umat Israel sebagai satu bangsa yg disucikan bagi Allah tidak sama dengan bangsa-bangsa lain. Jadi hubungannya dengan Allah menjadikan Israel satu bangsa kudus, dan dalam pengertian ini 'kudus' mengacu kepada pengungkapan tertinggi hubungan perjanjian Israel dan Allah. Jalan pikiran ini tidak terlepas dari PB, sebagaimana dalam 1 Kor 7:14, di mana suami yg tidak beriman dikuduskan karena hubungannya dengan istri yg beriman demikian sebaliknya.
Tapi konsepsi mengenai kekudusan berkembang, sejalan dengan penyataan Allah, dari luar ke dalam, dari yg bersifat upacara kepada kenyataan; maka 'kudus' mendapat arti etis yg kuat, dan ini adalah maknanya, yg nyaris satu-satunya makna dalam PB. Para nabi memproklamirkan kekudusan sebagai penyataan sendiri oleh Allah, kesaksian yg Ia terapkan pada diriNya sendiri dan segi yg Ia kehendaki supaya makhluk ciptaan-Nya mengenal Dia demikian. Dan para nabi menyatakan bahwa Allah menghendaki untuk mengkomunikasikan kekudusan-Nya kepada makhluk ciptaan-Nya, dan sebaliknya Ia menuntut kesucian dari mereka. Apabila 'Aku ini kudus adanya', demikianlah pernyataan Allah sendiri yg mengangkat hakikat diriNya mengungguli makhluk ciptaan-Nya, demikianlah 'hendaknya kamu kudus' adalah seruan Allah bagi makhluk ciptaan-Nya, supaya mereka dapat menjadi orang yg mengambil bagian dalam kekudusan-Nya (Ibr 12:10). Kekudusan Allah dikaruniakan kepada jiwa manusia, pada saat ia dilahirkan kembali, dan itulah yg menjadi sumber dan landasan bagi tabiat yg suci.
Kristus dalam hidup dan sifat-sifat-Nya adalah teladan tertinggi kekudusan Allah. Dalam Dia keadaan kudus bahkan lebih daripada hanya tidak berdosa: itu adalah penyerahan-Nya yg seutuhnya kepada kehendak dan maksud Allah, dan untuk itu Yesus menguduskan diriNya sendiri (Yoh 17:19). Kekudusan Kristus adalah ukuran bagi sifat orang Kristen dan jaminannya, 'Sebab Ia yg menguduskan dan mereka yg dikuduskan, mereka semua berasal dari Satu' (Ibr 2:11).
Dalam PB petunjuk rasuli bagi orang Kristen ialah orang-orang kudus (hagioi). Istilah ini terus dipakai sebagai petunjuk umum, sekurang-kurangnya sampai zaman Ireneus dan Tertulianus (abad 3 sM), kendati sesudah itu dalam pemakaian gerejawi derajatnya merosot menjadi gelar yg diperoleh sebagai kehormatan. Walaupun anti utamanya adalah hubungan dengan pribadi, toh juga menggambarkan sifat, dan terutama sifat seperti sifat Kristus. Di mana-mana dalam PB ditekankan anti kekudusan secara etis bertentangan dengan hal-hal yg kotor. Kekudusan ialah panggilan tertinggi bagi orang Kristen dan tujuan daripada hidupnya. Pada Hari Kiamat, menurut Kitab Suci, ada dua kategori manusia yaitu yg benar dan yg jahat.
c. Makna eskatologis mengenai kekudusan
Kitab Suci menekankan kemantapan sifat moral (Why 22: 11), juga menekankan segi pembalasan dari kekudusan Allah, yg mencakup dunia dalam penghakiman. Berdasarkan hakikat Allah, hidup diatur sedemikian rupa sehingga dalam kekudusan terdapat 'sejahtera', dalam dosa terdapat 'kutuk'. Karena kekudusan Allah tidak bisa membuat dan mengindahkan suatu alam semesta di mana dosa dapat tumbuh dengan sempurna, maka kualitas pembalasan dalam pemerintahan Allah menjadi jelas. Tapi pembalasan itu bukanlah akhir dari segala sesuatu; kekudusan Allah menjamin bahwa akan ada perbaikan akhir, suatu palingenesia, suatu regenerasi dalam bidang moral. Eskatologi Alkitab berjanji bahwa kekudusan Allah akan membersihkan alam semesta, lalu menciptakan langit baru dan bumi baru dimana terdapat kebenaran (2 Ptr 3:13).
3. BERKENAN
BERKENAN BICARA TENTANG PERSETUJUAN ATAU IZIN BOLEH TIDAKNYA PEMBERIAN KITA
Lawanan dengan agama-agama kafir, maka Alkitab mengajar bahwa korban dan doa manusia berkenan kepada Allah hanya kalau orang itu sendiri berkenan kepada-Nya (Mzm 119:108; Kej 19:21).
Penerimaan korban persembahan Habel membuktikan bahwa pribadi Habel telah diterima dahulu. Melalui korban persembahannya 'ia memperoleh kesaksian bahwa ia benar, karena Allah berkenan akan persembahannya' (Ibr 11:4). Kain juga diberitahukan, korban persembahannya akan diindahkan bila kehidupannya berkenan kepada Tuhan (Kej 4:7).
Para nabi PL mencemoohkan paham yg bagi manusia begitu biasa, yakni bahwa Allah dapat dibujuk untuk menerima pribadi seseorang, melulu sebab ia membawa persembahan dengan upacara yg teknis baik. Mereka tetap berpendapat bahwa perintah Tuhan adalah sebaliknya, persembahan berkenan kepada Allah hanya bila orang itu berkenan kepada-Nya (Hos 8:13; Mal 1:10,13). Seluruh Alkitab menggarisbawahi ajaran bahwa pribadi seseorang tidak berkenan pada Allah karena kedudukan sosial atau pentingnya seseorang. Ia tidak memandang orang (Gal 2:6). Hendaklah semua orang meniru sifat ilahi ini! Baru sesudah peristiwa Kornelius Gereja Purba mengerti kebenaran bahwa Allah tidak menuntut bahwa seseorang berkebangsaan Yahudi atau sunat sebagai syarat untuk berkenan kepadaNya (Kis 10:35).
Perbuatan baik yg dituntut Allah agar berkenan kepadaNya, tak boleh kurang daripada kesempurnaan-Nya. Hanya mereka yg dengan tekun berbuat baik dapat menuntut pahala berupa hidup yg kekal bagi perbuatannya (Rm 2:6-7). Tak seorang pun mencapai norma ini: semua orang telah mengurangi kemuliaan Allah karena berbuat dosa (Rm 3:9-23).
Hanya Tuhan Yesus yg berkenan kepada Allah, Dia sendiri saja yg berhak menerima keputusan 'Dalam kamu Aku sungguh berkenan'. Menurut Yehezkiel Allah sendiri akan membuat manusia yg berdosa menjadi berkenan kepadaNya (Yeh 20:40, 41; 36:23-29). Maka orang yg percaya menjadi berkenan kepada Allah oleh karena ia disatukan dengan Kristus dan menerima anugerah kebenaran-Nya (Rm 5:17). Inilah karya Allah, yg 'berkenan menyelamatkan mereka yg percaya' (1 Kor 1:21). Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar