Jumat, 29 November 2019

IMAN TIDAK MEMERLUKAN TANDA APAPUN


Galatia 6:11-18  Lihatlah, bagaimana besarnya huruf-huruf yang kutulis kepadamu dengan tanganku sendiri. Mereka yang secara lahiriah suka menonjolkan diri, merekalah yang berusaha memaksa kamu untuk bersunat, hanya dengan maksud, supaya mereka tidak dianiaya karena salib Kristus.Sebab mereka yang menyunatkan dirinya pun, tidak memelihara hukum Taurat. Tetapi mereka menghendaki, supaya kamu menyunatkan diri, agar mereka dapat bermegah atas keadaanmu yang lahiriah.Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia.Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang ada artinya. Dan semua orang, yang memberi dirinya dipimpin oleh patokan ini, turunlah kiranya damai sejahtera dan rahmat atas mereka dan atas Israel milik Allah.Selanjutnya janganlah ada orang yang menyusahkan aku, karena pada tubuhku ada tanda-tanda milik Yesus. Kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus menyertai roh kamu, saudara-saudara! Amin. 

==============

Kekristenan sering dihubungkan dengan hal-hal yang lahiriah, seperti salib, lilin, buku Alkitab, atau hal-hal yang formal seremonial seperti sakramen baptisan dan sakramen perjamuan kudus. Hal-hal itu memang penting sejauh berfungsi sebagai sarana dan bukan menjadi inti iman. Bila hal-hal tersebut mendapatkan penekanan yang berlebihan maka bisa berakibat hal-hal yang lebih mendasar, seperti iman, terabaikan.

Pada bagian akhir suratnya, Paulus menyimpulkan bahwa orang-orang yang memaksa jemaat Galatia untuk disunat adalah orang-orang yang memegahkan hal-hal lahiriah sebagai tanda kesalehan. Pada hakikatnya orang sedemikian sebenarnya mengingkari iman Kristen sejati (ayat 12). Mereka adalah orang-orang munafik yang menuntut orang lain menaati ajaran mereka sementara mereka sendiri menghindar semua beban berat itu (ayat 13; bandingkan dengan teguran Tuhan Yesus kepada orang-orang Farisi di Mat. 23:4). Paulus sendiri memiliki tanda-tanda lahiriah (ayat 17). Namun, tanda lahiriah itu ada karena kesetiaannya memikul salib untuk melayani Tuhan. Paulus tidak bermegah atas tanda-tanda lahiriah tersebut. Bagi Paulus yang penting bukan tanda melainkan iman sejati yang ada di baliknya (ayat 15).

Ketika kekristenan hanya berhenti sebatas tanda lahiriah maka ada begitu banyak kerugian yang akan dialami oleh orang Kristen. Imannya akan mandek bahkan dalam bahaya mati karena tidak lagi menjadi dasar hidup kekristenannya. Yang muncul adalah sejenis kemunafikan. Dari luar kelihatan saleh, tetapi di dalam imannya keropos. 

Bagaimana mungkin kekristenan seperti itu bisa bertahan menghadapi badai pencobaan? Semudah orang menyembunyikan kalung salib agar tidak ketahuan sebagai orang Kristen, segampang itulah orang menyangkali Tuhannya kalau kualitas kekristenannya hanya sebatas "kulit".

Renungkan: Iman sejati akan mewujud dalam kesaksian hidup yang memberkati orang lain. 


Kamis, 28 November 2019

TUHAN MENGAJAR KITA UNTUK BERBUAT BAIK TERHADAP SEMUA ORANG

Galatia 6:1, 3-10 (TB)  Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan. Sebab kalau seorang menyangka, bahwa ia berarti, padahal ia sama sekali tidak berarti, ia menipu dirinya sendiri.Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain.Sebab tiap-tiap orang akan memikul tanggungannya sendiri. Dan baiklah dia, yang menerima pengajaran dalam Firman, membagi segala sesuatu yang ada padanya dengan orang yang memberikan pengajaran itu.Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu.Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.

====================

Dalam pasal sebelumnya, Rasul Paulus menasihati orang-orang Kristen untuk melayani seorang akan yang lain oleh kasih (ay. 13), dan juga memperingatkan kita (ay. 16) terhadap sikap yang, jika dibiarkan, akan menghalangi kita dalam menunjukkan kasih dan pelayanan satu sama lain yang sudah dianjurkannya. Dalam permulaan pasal ini, ia memberikan beberapa petunjuk lebih jauh, jika dipatuhi sebagaimana mestinya akan mendorong kita untuk melayani satu sama lain, dan mencegah sikap yang menghalanginya. Itu juga akan membuat perilaku kita lebih sesuai dengan iman yang kita akui, dan lebih berguna serta menghibur satu sama lain.

I. Paulus mengajarkan kita untuk bersikap lembut terhadap mereka yang kedapatan melakukan suatu pelanggaran (ay. 1). 

Rasul Paulus menyodorkan contoh yang biasa terjadi: kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, yaitu berbuat dosa karena godaan yang datang secara mengejutkan. Kedapatan melakukan suatu pelanggaran dengan sengaja dan terencana, dan karena tekad bulat untuk berbuat dosa, merupakan suatu hal, dan kedapatan terjerumus ke dalam pelanggaran itu karena bukan direncanakan merupakan suatu hal yang lain lagi. Terjerumus ke dalam pelanggaran inilah yang dibicarakan di sini, dan dalam hal ini Rasul Paulus menunjukkan bahwa yang harus ditunjukkan adalah sikap yang sangat lembut. Kamu yang rohani, yang dimaksudkan di sini bukan hanya hamba-hamba Tuhan (seolah-olah hanya mereka saja yang bisa disebut sebagai orang-orang rohani), melainkan juga orang-orang Kristen lain, terutama yang lebih dewasa dalam hidup Kekristenannya. Mereka ini harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh secara lembut.

1. Kewajiban yang dianjurkan kepada kita, yaitu memimpin orang-orang yang terjerumus seperti itu. Kita harus berusaha, dengan senantiasa memberikan teguran dan nasihat-nasihat yang tepat pada tempat dan waktunya, untuk membuat mereka bertobat. Kata dalam bahasa aslinya, katartizete, berarti meluruskan tulang sendi, seperti pada tulang yang terkilir.Demikian pula halnya, kita harus berusaha meluruskan mereka lagi, menyadarkan mereka, dengan menginsafkan mereka akan dosa dan kesalahan mereka, dan mengajak mereka kembali pada kewajiban mereka. Dan bila mereka sudah bertobat, kita harus menghibur mereka dengan belas kasihan yang mau mengampuni, dan setelah mereka kembali, kita harus meneguhkan kasih kita kepada mereka.

2. Cara untuk melakukannya adalah dalam roh lemah lembut. Bukan dengan murka dan amarah, seperti orang yang bersuka atas kejatuhan saudaranya, melainkan dengan kelemahlembutan, seperti orang yang justru berduka untuknya. Banyak teguran yang diperlukan tidak membawa hasil karena disampaikan dengan amarah. Tetapi apabila teguran-teguran itu disampaikan dengan tenang dan lembut, dan tampak keluar dari kasih sayang dan kepedulian yang tulus akan kebaikan orang-orang yang diberi nasihat, maka ada kemungkinan teguran itu berdampak sebagaimana semestinya.

3. Alasan yang sangat baik mengapa teguran ini harus disampaikan dalam roh lemah lembut: Sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan. Kita harus berlaku sangat lembut terhadap orang-orang yang terjerumus ke dalam dosa, karena tak seorang pun dari kita yang tahu kalau suatu saat itu terjadi pada diri kita sendiri. Bisa jadi kita sendirilah yang akan dicoba, dan bahkan terjerumus ke dalam pencobaan. Oleh karena itu, jika kita menjaga diri kita sendiri dengan benar, maka ini akan mendorong kita untuk memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin orang lain memperlakukan kita dalam keadaan itu.

II. Paulus mengajarkan kita untuk saling menolong menanggung beban  sesama umat Tuhan (ay. 2). 

Ini bisa merujuk pada apa yang dikatakan sebelumnya, dan dengan demikian mengajar kita untuk melatih kesabaran dan belas kasihan satu terhadap yang lain, dalam segala kelemahan, kebodohan, dan kekhilafan yang begitu sering menghinggapi kita. Juga, bahwa walaupun kita tidak boleh sepenuhnya mengabaikan semua kesalahan itu, kita tidak boleh bersikap keras satu sama lain karenanya. Atau ini bisa merujuk pada patokan yang lebih umum, dan dengan demikian mengajak kita untuk berbela rasa satu sama lain di bawah berbagai macam pencobaan dan permasalahan yang mungkin kita hadapi, dan untuk siap saling memberikan penghiburan dan nasihat, bantuan dan pertolongan, sebagaimana keadaan menuntutnya. Untuk menggugah kita melakukan ini, Rasul Paulus menambahkan, dengan cara memberikan dorongan, bahwa dengan begitu kita memenuhi hukum Kristus. Ini berarti bertindak sesuai dengan hukum perintah-Nya, yaitu hukum kasih, dan ini mewajibkan kita untuk saling bersabar dan mengampuni, saling berbela rasa dan berbelas kasihan satu sama lain. Itu juga sesuai dengan teladan-Nya, yang berlaku sebagai hukum bagi kita. Ia menanggung kelemahan dan kebodohan kita, Ia turut merasakan kelemahan-kelemahan kita. Dan karena itu ada alasan baik mengapa kita harus menjaga sikap ini satu terhadap yang lain. Perhatikanlah, walaupun sebagai orang-orang Kristen kita dibebaskan dari hukum Musa, namun kita berada di bawah hukum Kristus. Dan karena itu, daripada menimpakan beban-beban yang tidak penting pada orang lain (seperti yang dilakukan oleh mereka yang mendesakkan pelaksanaan hukum Musa), jauh lebih patut bagi kita untuk memenuhi hukum Kristus dengan menanggung beban satu sama lain. Karena Rasul Paulus sadar bagaimana kesombongan akan menjadi halangan besar bagi kerendahan hati dan bela rasa satu sama lain seperti yang sudah dianjurkannya, dan bagaimana keangkuhan diri akan mencondongkan kita untuk mencela dan mengutuk saudara-saudara kita, bukan menanggung kelemahan-kelemahan mereka dan berusaha memulihkan mereka apabila terjerumus dalam kesalahan, maka ia (ay. 3) ambil peduli untuk memperingatkan kita terhadap hal ini. Menurutnya sangat mungkin (dan suatu hal yang baik kalau itu tidak terlalu sering dilakukan) bagi seseorang untuk menyangka dirinya berarti, yaitu senang menganggap dirinya sudah berkecukupan, memandang diri lebih bijak dan lebih baik dari orang lain, dan pantas mengatur-ngatur dan memerintah mereka, namun padahal sebenarnya ia bukan apa-apa, tidak ada arti atau keteguhan dalam dirinya, atau sesuatu yang bisa menjadi dasar bagi dia untuk merasa percaya diri dan unggul seperti yang disangkanya. Supaya kita tidak membuka diri pada sikap ini, Rasul Paulus memberi tahu kita bahwa orang seperti itu hanya menipu diri. Sementara ia memberi kesan bagus pada diri orang lain, dengan mengaku-ngaku mempunyai apa yang tidak dipunyainya, ia sebenarnya menipu diri sendiri, dan cepat atau lambat ia akan merasakan akibat-akibat yang menyedihkan darinya. Sikap ini tidak akan pernah membuat dia dihargai, entah oleh Allah atau manusia, yang sangat dinanti-nantikannya. Ia sama sekali tidak bebas dari kesalahan-kesalahan, dan tidak akan menjadi lebih aman dari godaan-godaan walaupun sangkanya ia mampu sendiri untuk menghadapinya. Sebaliknya, ia justru akan lebih mudah jatuh ke dalam godaan, dan termakan olehnya. Sebab, siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh! Oleh karena itu, daripada memanjakan kecondongan hati yang sombong seperti itu, yang akan merusak kasih dan kebaikan yang harus kita berikan kepada sesama orang Kristen maupun menyakiti diri kita sendiri, akan jauh lebih baik bagi kita untuk menerima anjuran Rasul Paulus (Flp. 2:3), janganlah mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri. Perhatikanlah, menyombongkan diri hanyalah menipu diri. Selain tidak sesuai dengan kasih yang harus kita berikan kepada orang lain (sebab kasih tidak memegahkan diri dan tidak sombong, 1Kor. 13:4), menyombongkan diri juga berarti menipu diri. Dan tidak ada tipuan yang lebih berbahaya di dunia ini daripada menipu diri sendiri. Sebagai jalan untuk mencegah kejahatan ini,

III.  Paulus mengajarkan setiap dari kita menguji pekerjaan kita sendiri (ay. 4). 

Yang terutama dimaksudkan dengan pekerjaan kita sendiri adalah perbuatan atau perilaku kita. Rasul Paulus meminta kita untuk menguji hal ini, yaitu memeriksanya secara sungguh-sungguh dan adil sesuai patokan firman Allah, untuk melihat apakah semua itu sesuai dengan firman Allah, dan karena itu berkenan pada Allah dan hati nurani. Ini digambarkannya sebagai kewajiban setiap orang. Daripada cepat-cepat menghakimi dan mencela orang lain, jauh lebih patut bagi kita untuk menyelidiki dan menguji jalan-jalan kita sendiri. Yang harus lebih kita perhatikan ada di rumah, bukan di luar, ada dalam diri kita sendiri, bukan diri orang lain, sebab siapakah kita, sehingga kita menghakimi hamba orang lain? Dengan menghubungkan nasihat ini dengan apa yang dikatakan sebelumnya, tampak bahwa jika orang-orang Kristen melakukan pekerjaan ini dengan semestinya, mereka akan mudah menemukan kekurangan dan kegagalan dalam diri mereka sendiri, yang akan segera menginsafkan mereka betapa sedikit alasan bagi mereka untuk menyombongkan diri atau bersikap keras dalam mencela orang lain. Dengan demikian, ini memberi kita kesempatan untuk mengamati bahwa jalan terbaik untuk mencegah supaya kita tidak menyombongkan diri adalah dengan menguji diri kita sendiri. Semakin kita mengenal hati dan jalan kita sendiri, semakin kita tidak mau merendahkan orang lain, dan semakin ingin berbelas kasihan dan membantu orang lain dalam segala kelemahan dan penderitaan mereka. Supaya kita mau menjalankan kewajiban yang penting dan bermanfaat ini, yaitu menguji pekerjaan kita sendiri, Rasul Paulus menegaskan dua pertimbangan yang sangat layak untuk itu:

1. Ini adalah jalan supaya kita dapat bermegah melihat keadaan kita sendiri. Jika kita sungguh berusaha untuk menguji pekerjaan kita sendiri, dan, ketika diuji, kita bisa membuktikan diri kita berkenan kepada Allah, bahwa kita tulus dan lurus hati di hadapan-Nya, maka kita boleh berharap akan mendapat penghiburan dan kedamaian dalam jiwa kita sendiri, dan pada saat yang sama suara hati kita pun memberi kesaksian kepada kita (2Kor. 1:12). Ia menunjukkan, bahwa ini akan menjadi alasan yang jauh lebih baik bagi kita untuk bersukacita dan merasa puas daripada bermegah melihat keadaan orang lain, entah karena mereka berpikiran baik tentang kita atau karena kita berhasil membuat mereka menyetujui pendapat kita. Inilah yang cenderung dimegahkan oleh guru-guru palsu itu (seperti yang kita lihat dalam ayat 13). Atau dengan membandingkan diri dengan orang lain, seperti yang tampak dilakukan sebagian orang, mereka langsung menyangka diri mereka sendiri baik, karena mereka pikir diri mereka tidak seburuk orang lain. Terlalu banyak orang cenderung menilai diri berdasarkan hal-hal seperti itu. Tetapi sukacita yang dihasilkan dengan cara demikian tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan sukacita yang timbul dari menguji diri kita sendiri secara adil sesuai patokan firman Allah, dan dengan begitu bisa membuktikan diri kita berkenan kepada-Nya. Perhatikanlah,

(1) Walaupun dalam diri kita tidak ada yang bisa kita megahkan, namun ada yang bisa membuat kita bersuka dalam diri kita sendiri. Perbuatan-perbuatan kita tidak memiliki jasa apa-apa di tangan Allah. Akan tetapi, jika suara hati kita bisa bersaksi kepada kita bahwa perbuatan kita berkenan dan diterima oleh-Nya demi Kristus, maka ada alasan yang baik bagi kita untuk bersukacita di dalamnya.

(2) Jalan yang benar untuk bermegah melihat keadaan kita sendiri adalah dengan banyak-banyak menguji pekerjaan kita sendiri, dengan menyelidiki diri kita menurut patokan firman Allah yang tak pernah keliru, bukan menurut ukuran-ukuran palsu yang mengukur seperti apa orang lain, atau apa yang orang lain pikirkan tentang kita.

(3) Jauh lebih baik mempunyai alasan untuk bermegah melihat keadaan kita sendiri daripada melihat keadaan orang lain. Jika suara hati kita bersaksi bahwa kita berkenan pada Allah, kita tidak perlu repot-repot memikirkan apa yang dipikirkan atau dikatakan orang lain tentang kita. Bila kita memiliki kesaksian suara hati ini, maka pendapat baik orang lain mengenai diri kita tidak banyak artinya bagi kita.

2. Alasan lain yang dipakai Rasul Paulus untuk menekankan kepada kita kewajiban menguji pekerjaan sendiri ini adalah bahwa tiap-tiap orang akan memikul tanggungannya sendiri (ay. 5). Artinya, pada hari penghakiman agung, setiap orang akan diadili sesuai dengan perilakunya selama berada di dunia sini. Ia memandang adanya suatu hari yang akan datang ketika kita semua harus mempertanggungjawabkan diri kita kepada Allah. Dan ia menyatakan bahwa pada waktu itu penghakiman akan berjalan, dan hukuman dijatuhkan, bukan menurut apa yang dipikirkan dunia tentang kita, atau pendapat kita yang tidak berdasar tentang diri kita sendiri, atau apakah perilaku kita lebih baik atau lebih buruk dari orang lain, melainkan menurut keadaan dan perilaku kita yang sesungguhnya di hadapan Allah. Dan, jika ada saat mengerikan yang akan datang, ketika Ia membalas setiap orang menurut perbuatannya, maka pastilah ada alasan yang sangat kuat mengapa kita harus menguji pekerjaan kita sendiri sekarang. Jika sudah pasti kita akan dipanggil untuk bertanggung jawab di kehidupan nanti, maka pasti kita harus sering memanggil diri kita sendiri untuk bertanggung jawab di sini, untuk melihat apakah kita termasuk orang yang akan diakui dan berkenan pada Allah nanti. Dan, karena ini merupakan kewajiban kita, maka jika itu harus kita lakukan, maka yang lebih menjadi pekerjaan kita adalah memikirkan apa yang lebih patut tentang diri kita sendiri maupun tentang sesama orang Kristen. Dan daripada berlaku keras satu terhadap yang lain, karena kesalahan atau kegagalan apa saja yang kita lakukan, lebih baik kita menetapkan hati untuk senantiasa memenuhi hukum Kristus itu, yang dengannya kita akan dihakimi dalam menanggung beban satu sama lain.

IV. Paulus mengajarkan kita untuk menghormati hamba-hamba Tuhan (ay. 6): 

Dan baiklah dia, yang menerima pengajaran dalam Firman, membagi segala sesuatu yang ada padanya dengan orang yang memberikan pengajaran itu. 

1. Rasul Paulus membicarakannya sebagai suatu hal yang sudah diketahui dan diakui bahwa, sebagaimana ada sebagian orang yang diajar, demikian pula ada sebagian lain yang ditunjuk untuk mengajar. 

Tugas melayani adalah suatu ketetapan ilahi, yang tidak terbuka bagi semua orang, tetapi terbatas hanya pada mereka yang oleh Allah dibuat memenuhi syarat dan dipanggil untuk itu. Bahkan akal sendiri membimbing kita untuk membedakan antara pengajar dan yang diajar (sebab, kalau semuanya guru, siapa yang akan diajar?), dan Kitab Suci menyatakan dengan cukup bahwa sudah menjadi kehendak Allah kita harus membedakannya.

2. Firman Allahlah yang hamba-hamba Tuhan harus pergunakan untuk mengajar dan mendidik orang lain. Apa yang harus mereka beritakan adalah firman (2Tim. 4:2). 

Apa yang harus mereka nyatakan adalah maksud Allah (Kis. 20:27). Mereka bukan tuan yang memerintahkan apa yang harus kita percayai, melainkan orang-orang yang turut bekerja untuk sukacita kita (2Kor. 1:24). Firman Allahlah satu-satunya patokan iman dan hidup. Inilah yang perlu mereka pelajari, mereka buka, dan mereka kembangkan untuk membangun orang lain. Tetapi mereka hanya boleh didengarkan sejauh mereka berbicara sesuai dengan patokan ini.

3. Orang-orang yang diajar firman wajib menyokong hidup guru-guru yang ditunjuk untuk mengajar mereka. Sebab mereka harus membagi segala sesuatu yang ada pada mereka dengan orang yang memberikan pengajaran itu, harus menyumbangkan dengan hati yang bebas dan riang, dari hal-hal baik yang dengannya Allah sudah memberkati mereka, yaitu apa yang diperlukan untuk kebutuhan hidup yang memadai guru-guru itu. Hamba-hamba Tuhan harus bertekun dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar (1Tim. 4:13). Mereka tidak boleh memusingkan diri mereka dengan soal-soal penghidupan mereka (2Tim. 2:4), dan karena itu pantas dan wajar jika mereka yang telah menaburkan benih rohani bagi orang lain, menuai hasil duniawi dari orang lain. Dan ini merupakan ketetapan Allah sendiri. Sebab sebagaimana di bawah hukum Taurat mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu, demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu (1Kor. 9:11, 13-14).

V. Paulus memperingatkan kita untuk berjaga-jaga supaya kita tidak mempermainkan Allah, atau menipu diri kita sendiri (ay. 7)

Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Ini bisa dipandang sebagai merujuk pada nasihat sebelumnya, dan dengan demikian maksudnya adalah untuk meyakinkan orang akan dosa dan kebodohan mereka jika mereka mencoba membuat-buat alasan untuk tidak menjalankan kewajiban menyokong kebutuhan hidup hamba-hamba Tuhan. Atau ini bisa dipahami secara lebih umum, menyangkut masalah menghormati agama secara keseluruhan, dan dengan demikian dimaksudkan untuk mengajak orang supaya tidak menyuburkan harapan yang sia-sia untuk menikmati imbalan-imbalan dari agama sementara mereka hidup dengan mengabaikan kewajiban-kewajibannya. Rasul Paulus di sini berpikir bahwa banyak orang cenderung membuat-buat alasan untuk tidak menjalankan perintah agama, terutama bagian-bagian yang lebih menuntut penyangkalan diri dan pengorbanan, meskipun pada saat yang sama mereka mungkin memperlihatkan diri beragama dan mengaku beragama. Tetapi ia meyakinkan mereka bahwa ini jalannya orang-orang yang percaya kepada dirinya sendiri (KJV: jalan ini adalah kebodohan mereka – pen.), sebab, walaupun dengan berbuat begitu mereka bisa saja mengelabui orang lain, namun mereka sebenarnya hanya menipu diri sendiri kalau mereka berpikir bisa mengelabui Allah juga, yang dengan sempurna mengenal hati dan juga perbuatan mereka. Dan, sebagaimana Allah tidak bisa ditipu, demikian pula Ia tidak mau dipermainkan. Oleh karena itu, untuk mencegah hal ini, Rasul Paulus mengarahkan kita untuk menetapkan sebagai patokan kita sendiri, apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Atau sesuai kelakuan kita sekarang, demikianlah pertanggungjawaban kita nanti di hari yang agung. Saat sekarang adalah saat menabur benih. Di dunia lain akan ada panen besar. Dan, sebagaimana petani menuai pada waktu panen sesuai dengan benih yang ditaburnya, demikian pula kita akan menuai nanti sesuai dengan apa yang kita tabur sekarang. Lebih jauh lagi Rasul Paulus memberi tahu kita (ay. 8) bahwa, sebagaimana ada dua macam benih, yaitu menabur dalam daging dan menabur dalam Roh, demikian pula dengan balasannya nanti di akhirat: Jika kita menabur dalam daging kita, kita akan menuai kebinasaan dari daging kita. Jika kita menabur angin, kita akan menuai badai. Orang-orang yang hidup dalam kedagingan, yang bukannya bertindak demi kehormatan Allah dan kebaikan orang lain, malah menghabiskan segenap pikiran, perhatian, dan waktu mereka untuk memuaskan daging, harus bersiap-siap memetik buah dari jalan itu, yang tiada lain adalah kebinasaan. Kepuasan yang tidak berharga dan sebentar pada saat ini, akan menghasilkan kehancuran dan kesengsaraan pada ujungnya. Akan tetapi, pada sisi lain, barangsiapa menabur dalam Roh, yang hidup kudus dan rohani di bawah bimbingan dan kuasa Roh, dengan mengabdi pada Allah dan berguna serta melayani sesama, ia boleh yakin bahwa ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu. Mereka akan mendapatkan penghiburan yang sesungguhnya di jalan mereka saat ini, dan hidup serta kebahagiaan kekal pada ujungnya. Perhatikanlah, orang yang mempermainkan Allah hanyalah menipu diri sendiri. Kemunafikan dalam agama adalah kebodohan dan juga kefasikan terbesar, karena Allah yang harus kita hadapi itu dengan mudah melihat segala hal yang kita samarkan, dan pasti akan mengadakan perhitungan dengan kita nanti, bukan menurut apa yang kita akui, melainkan menurut apa yang kita lakukan.

VI. Paulus memperingatkan kita untuk jangan jemu-jemu berbuat baik terhadap semua orang (ay. 9)

Sebagaimana kita tidak boleh mencari-cari alasan untuk tidak melakukan apa saja yang menjadi bagian dari kewajiban kita, demikian pula kita tidak boleh jemu-jemu dalam melakukannya. Dalam diri kita semua ada kecenderungan yang begitu besar untuk merasa jemu. Kita cenderung letih dan lesu dalam menjalankan kewajiban, bahkan kemudian meninggalkannya sama sekali, khususnya bagian yang diperhatikan Rasul Paulus secara khusus di sini, yaitu berbuat baik kepada orang lain. Oleh sebab itu, ia mau supaya kita betul-betul waspada dan berjaga-jaga terhadap hal ini. Dan ia memberikan alasan yang sangat baik untuk itu, yaitu karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. Di sini ia meyakinkan kita bahwa ada upah yang disediakan bagi semua orang yang dengan tulus menyediakan dirinya untuk berbuat baik. Bahwa upah ini pasti akan diberikan kepada kita pada waktunya, yaitu jika bukan di dunia ini, tidak diragukan lagi di dunia nanti, asalkan kita tidak menjadi lemah dalam menjalankan kewajiban kita. Jika kita menjadi jemu berbuat baik, dan undur darinya, kita tidak hanya akan kehilangan upah ini, tetapi juga penghiburan dan keuntungan dari apa yang sudah kita lakukan. Sebaliknya, jika kita tetap bersiteguh berbuat baik, walaupun ditunda, upah kita pasti akan tiba, dan upah itu akan begitu besar sehingga kita mendapat balasan yang berlimpah ruah atas segala ketabahan dan kesetiaan kita. Perhatikanlah, kita berhikmat dan memenuhi kepentingan serta kewajiban kita, jika kita bertekun dalam berbuat baik, sebab hanya untuk ketekunan inilah upah dijanjikan.

VII. Paulus menasehatkan kita untuk berbuat baik di tempat kita masing-masing dimana saja (ay. 10)

Selama masih ada kesempatan bagi kita, dan seterusnya. Bersikap baik terhadap orang lain saja tidak cukup, kalau kita mau membuktikan diri sebagai orang Kristen sejati. Kewajiban yang dianjurkan kepada kita di sini sama dengan yang dibicarakan dalam ayat 1-10. Dan, sebagaimana sebelumnya Rasul Paulus menasihati kita untuk bersikap tulus dan bertekun dalam menjalankan kewajiban, demikian pula di sini ia memberi kita petunjuk terhadap siapa kita harus menjalankan kewajiban ini dan apa patokannya.

1. Secara lebih umum, kewajiban ini harus dilakukan terhadap semua orang. Kita tidak boleh membatasi kasih dan kebaikan hati kita terlalu sempit, seperti yang cenderung dilakukan orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen Yahudi. Sebaliknya, kita harus siap memperluas kewajiban tersebut kepada semua orang yang ikut ambil bagian dalam sifat yang sama dengan kita, sejauh kita mampu dan sejauh mereka membutuhkan kita. Akan tetapi, dalam menjalankannya, kita harus terutama memperhatikan saudara-saudara seiman, atau mereka yang mengakui iman yang sama, dan sesama anggota tubuh Kristus. Meskipun orang lain tidak boleh dikesampingkan, namun mereka inilah yang harus lebih diutamakan. Kasih orang-orang Kristen haruslah luas. Akan tetapi, di dalamnya perhatian yang khusus harus diberikan kepada orang-orang baik. Allah berbuat baik kepada semua, tetapi dengan cara yang khusus Dia baik kepada hamba-hamba-Nya sendiri. Dan dalam berbuat baik, kita harus menjadi penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih.

2. Patokan yang harus kita pakai dalam berbuat baik kepada orang lain adalah selama masih ada kesempatan, yang menyiratkan,

(1) Bahwa kita harus memastikan untuk melakukannya selama ada kesempatan, atau selama kita hidup, yang merupakan satu-satunya kesempatan di mana kita bisa berbuat baik kepada orang lain. Oleh sebab itu, kalau kita mau berlaku benar dalam hal ini, kita tidak boleh, seperti yang dilakukan banyak orang, mengabaikannya ketika kita hidup, dan menundanya sampai sebelum kita mati, dengan dalih bahwa pekerjaan seperti ini sebaiknya dilakukan nanti saja. Sebab, sebagaimana kita tidak tahu pasti apakah kita akan diberi kesempatan nanti, demikian pula, kalau diberi kesempatan, kita tidak punya alasan untuk berharap bahwa apa yang akan kita lakukan pada waktu itu berkenan pada Allah. Apalagi kita berharap bisa menebus kelalaian-kelalaian kita di masa lalu dengan meninggalkan sesuatu demi kebaikan orang lain, padahal kita tidak bisa lagi menjaganya untuk diri kita sendiri. Sebaliknya, kita harus berusaha berbuat baik selama kita hidup, bahkan menjadikannya sebagai pekerjaan dalam hidup kita. Dan,

(2) Bahwa kita harus siap memanfaatkan setiap kesempatan untuk berbuat baik. Kita tidak boleh berpuas diri karena sudah melakukan suatu kebaikan. Sebaliknya, apabila kesempatan-kesempatan baru datang, sejauh kita mampu, kita harus siap mengambilnya, sebab kita diminta untuk memberikan bahagian kepada tujuh, bahkan kepada delapan orang (Pkh. 11:2). Perhatikanlah,

[1] Sebagaimana Allah sudah menjadikan kewajiban bagi kita untuk berbuat baik kepada orang lain, demikian pula Ia ambil peduli dalam pemeliharaan-Nya untuk memperlengkapi kita dengan kesempatan-kesempatan untuk melakukannya. Orang-orang miskin selalu ada padamu (Mat. 26:11).

[2] Apabila Allah memberi kita kesempatan untuk berguna bagi orang lain, Ia berharap supaya kita memanfaatkan kesempatan itu, menurut kesanggupan dan kemampuan kita.

[3] Kita memerlukan hikmat dan kebijaksanaan ilahi untuk membimbing kita dalam menjalankan perbuatan kasih atau kebaikan, khususnya dalam memilih siapa yang pantas mendapatkannya. Sebab, walau tak seorang pun boleh diabaikan sepenuhnya jika ia membutuhkan kita, namun ada pembedaan antara sebagian orang dan sebagian yang lain.Amin


Rabu, 27 November 2019

KEBESARAN DAN KEKUATAN TUHAN DALAM MEMELIHARA UMATNYA

Masalah yang datang dalam hidup kita, menurut Mazmur 93, bagaikan gelombang kejam yang melanda dan memukul jiwa serta memorak-porandakannya dengan kekuatan yang dahsyat. "Sungai-sungai telah mengangkat suaranya, sungai-sungai mengangkat bunyi hempasannya" dan suaranya memekakkan telinga (ayat 3). 

Akan tetapi, pada saat mengalami badai dalam hidupnya, sang pemazmur berkata, "Daripada suara air yang besar, daripada pecahan ombak laut yang hebat, lebih hebat Tuhan di tempat tinggi" (ayat 4). 

Sungguh, "Tuhan bertakhta"! Dia berpakaian kemegahan dan kekuatan. Dan, pada saat Dia bertakhta sebagai Raja di atas segala raja, Dia diangkat lebih tinggi daripada gelombang yang naik melampaui kita. Dia lebih dalam daripada kedalaman yang tidak terukur, lebih besar daripada kuatnya air bah. Petir ada di dalam tangan-Nya: "Telah tegak dunia, tidak bergoyang," karena kekuasaan-Nya atas dunia telah didirikan sejak dahulu (ayat 1). Dia menguasai keganasan laut, "angin dan danau pun taat kepada-Nya" (Markus 4:37-41). Dia berucap sepatah kata saja dan mereka pun seketika menjadi tenang. 

Badai pasti akan berlalu. Akan tetapi, saat badai mengamuk dalam hidup Anda, Anda dapat berpaling pada janji Tuhan akan kasih dan kesetiaan, karena "peraturan-Mu sangat teguh" (Mazmur 93:5). Gelombang masalah dan kepedihan memang dapat melanda diri Anda, tetapi Anda tidak perlu terhanyut. Dia "berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung" (Yudas 24). Bapa surgawi memegang tangan kita....amin Gbu all

Senin, 25 November 2019

KITA DI TUNTUT MELAKSANAKAN KEBENARAN TERHADAP SESAMA

Matius 7:12-14 (TB)  "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya;karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.

==================

Yesus Tuhan kita menekankan kepada kita perihal melakukan kebenaran terhadap sesama manusia, yang merupakan bagian yang paling mendasar dari ibadah yang sejati. Melakukan Kebenaran merupakan ibadah kepada Allah, yang merupakan sifat dasar dari kebenaran yang universal (berlaku atas manusia di mana saja).

I. Kita harus menjadikan kebenaran sebagai peraturan kita, dan harus diatur olehnya (ay. 12). 

Karena itu, jadikanlah ini sebagai prinsip hidupmu, perbuatlah kepada orang seperti yang kamu kehendaki mereka perbuat kepadamu. Oleh sebab itu, untuk dapat mematuhi perintah-perintah sebelumnya, yang bersifat khusus, yakni supaya kamu tidak menghakimi dan mengecam orang lain, maka ingatlah selalu hukum ini. Kalau tidak ingin dikecam, janganlah mengecam. Atau sebaliknya, patuhilah hukum ini dan kamu akan menerima keuntungan dari janji-janji yang diberikan sebelumnya. Cocoklah kalau hukum keadilan ditambahkan kepada hukum doa, sebab jika kita tidak jujur dalam perilaku kita, maka Allah tidak akan mendengar doa-doa kita (Yes. 1:15-17; 58:6, 9; Za. 7:9, 13). Kita tidak dapat berharap akan menerima pemberian-pemberian yang baik dari Allah, jika kita tidak melakukan hal-hal yang adil dan apa yang mulia, manis, dan sedap didengar bagi sesama. Kita bukan saja harus saleh, tetapi juga harus jujur. Kalau tidak, ibadah kita tidaklah lebih daripada kemunafikan. Nah, berikut ini kita melihat:

Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.

Yesus Kristus datang untuk mengajar kita bukan saja mengenai apa yang harus kita ketahui dan percayai, melainkan juga apa yang harus kita lakukan; apa yang harus kita lakukan, bukan saja terhadap Allah, melainkan juga terhadap manusia; bukan saja terhadap sesama murid Tuhan, orang-orang yang segolongan dan seiman dengan kita, tetapi juga terhadap semua orang secara umum, siapa saja yang berhubungan dengan kita. Hukum emas dalam bidang keadilan adalah berbuatlah terhadap orang lain seperti yang kita inginkan mereka berbuat terhadap kita. Alexander Severus, seorang kaisar kafir, sangat mengagumi hukum ini, dan menuliskannya di dinding-dinding kamarnya. Ia sering mengutipnya dalam menjalankan penghakiman, Ia menghormati Kristus, dan menolong orang-orang Kristen karena kaidah tersebut. Quod tibi, hoc alteri -- perlakukanlah orang lain seperti engkau ingin mereka memperlakukanmu. Entah kaidah itu dilihat dari sisi negatif (jangan perbuat ... dst.) atau dari sisi positif (perbuatlah ... dst), hasilnya sama saja. Janganlah kita perbuat kepada orang lain kejahatan yang telah diperbuat mereka terhadap kita, atau kejahatan yang akan mereka perbuat kepada kita, sekiranya mereka bisa melakukannya. Kita juga tidak boleh perbuat sesuatu yang kita pikir dapat kita tanggung dengan baik seandainya itu diperbuat terhadap kita, melainkan perbuatlah apa yang kita ingin orang perbuat terhadap kita. Hal ini didasarkan atas perintah agung, Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Seperti halnya kita harus mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri, begitu pula kita harus melakukan kewajiban-kewajiban yang sama baiknya ini kepada mereka. Makna dari kaidah ini terdapat dalam tiga hal.

(1) Kita harus melakukannya terhadap sesama karena kita tahu ini pantas dan masuk di akal. Kita sendiri bisa menilai bahwa hal ini benar dan kita tahu hal ini benar karena ini sesuai dengan kehendak dan pengharapan kita sendiri, yaitu bagaimana jadinya kalau kita sendiri yang mengalami perlakuan orang lain.

(2) Kita harus menempatkan orang lain pada tingkat yang setaraf dengan kita sendiri, dan harus beranggapan bahwa kita sama berutang budinya kepada mereka, seperti mereka kepada kita. Kita sama terikatnya pada tugas-tugas keadilan seperti mereka, dan mereka berhak mendapatkan keuntungan darinya sama seperti kita.

(3) Dalam berurusan dengan orang lain, kita harus menganggap diri kita berada dalam masalah dan keadaan yang sama dengan orang-orang yang berhubungan dengan kita, dan menanganinya sesuai dengan keadaan itu. Seandainya saya mengalami keadaan seperti itu, bersusah payah dalam kelemahan dan penderitaan seperti itu, bagaimanakah saya ingin dan berharap untuk diperlakukan? Dan anggapan seperti ini sah-sah saja, karena kita tahu suatu ketika kita sendiri juga bisa mengalami masalah yang sama. Setidak-tidaknya, seharusnya kita merasa takut, jangan sampai Allah dalam penghakiman-Nya akan perbuat kepada kita apa yang telah kita perbuat kepada orang lain.

Alasan yang diberikan untuk memperkuat kaidah ini. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi. Kaidah ini adalah ringkasan dari perintah agung kedua, yang merupakan salah satu dari dua perintah yang di atasnya tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi (22:40). Perintah agung ini memang tidak disampaikan dengan panjang lebar dalam hukum Taurat maupun dalam kitab para nabi, namun menyimpulkan keseluruhan kitab-kitab itu. Segala sesuatu yang dikatakan di sana yang berkaitan dengan kewajiban kita terhadap sesama (dan jumlahnya tidak sedikit) dapat diringkas dalam perintah agung ini. Di sini Kristus memakai perintah agung ini dan menjadikannya sebagai hukum, yang menyatukan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang selaras dalam memerintahkan kepada kita untuk melakukan sebagaimana kita juga ingin diperlakukan demikian. Melalui kaidah ini, hukum Kristus ditegakkan, tetapi kehidupan orang-orang Kristen akan dihakimi karenanya. Aut hoc non evangelium, authi non evangelici -- Entah hukum ini bukan Injil, atau orang-orang ini bukanlah orang-orang Kristen.

II. Kita harus menjadikan agama sebagai urusan kehidupan kita dan bersungguh-sungguh dengannya. Kita harus bersikap tegas dan sangat berhati-hati dalam segenap perilaku kita, yang di sini digambarkan seperti memasuki pintu yang sesak, dan berjalan di jalan yang sempit (ay. 13-14). Perhatikanlah di sini,

Penjelasan yang diberikan mengenai buruknya jalan dosa dan baiknya jalan kekudusan. Hanya ada dua jalan, yakni yang benar dan yang salah, baik dan jahat, jalan menuju sorga dan jalan menuju neraka, dan di salah satu jalan itu kita semua sedang berjalan: tidak ada tempat di tengah-tengah, baik di kemudian hari maupun sekarang ini. Pembedaan anak-anak manusia atas orang kudus dan orang berdosa, saleh dan kafir, akan terbawa semuanya sampai ke dalam kekekalan.

(1) Penjelasan yang diberikan kepada kita mengenai jalan dari dosa dan orang-orang berdosa, baik tentang kelebihan maupun kekurangannya.

Hal yang menarik banyak orang untuk datang berbondong-bondong ke dalamnya, dan membuat mereka tetap tinggal di situ. Lebarlah pintu dan luaslah jalan, maka banyaklah pelancong yang melalui jalan itu.

Pertama, "Engkau akan memperoleh kebebasan yang berlimpah ruah di jalan itu. Lebarlah pintu itu, dan terbuka lebar-lebar untuk menggoda orang-orang yang menujunya. Engkau bisa masuk melalui pintu itu dengan membawa semua hawa nafsu yang ada padamu. Tidak ada kekangan bagi segala seleramu, bagi gairah-gairahmu. Kamu boleh berjalan menuruti keinginan hatimu dan pandangan matamu; di sana terasa luas." Luaslah jalan itu, dan tidak ada yang membatasi orang-orang yang berjalan di dalamnya, sehingga mereka dapat berkelana tanpa ujung. Luaslah jalan itu, sebab ada banyak jalan-jalan kecil di dalamnya. Ada banyak pilihan bagi jalan-jalan penuh dosa, yang berlawanan satu sama lain, tetapi semuanya di jalan yang luas ini. 

Kedua, "Kamu akan mempunyai sangat banyak teman di jalan itu: banyak orang yang masuk melaluinya, dan berjalan mengikutinya." Jika kita mengikuti orang banyak itu, maka kita akan melakukan yang jahat. Jika kita berjalan bersama kerumunan orang banyak, maka itu adalah jalan yang salah. Kita memang cenderung mengikuti arah arus, dan berbuat seperti apa yang dilakukan kebanyakan orang. Namun, sungguh sangat disayangkan jika kita bersedia binasa demi teman-teman dan masuk neraka bersama mereka, hanya karena mereka tidak akan masuk sorga bersama kita. Jika banyak yang binasa, kita harus semakin berjaga-jaga lagi.

Yang harus membuat kita takut terhadap jalan itu adalah karena jalan itu menuju kepada kebinasaan. Maut, kematian kekal, berada di ujung jalan itu (dan jalan dosa akan mengantar kita ke sana) kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan. Apakah itu jalan raya kecemaran yang terang-terangan, atau jalan belakang kemunafikan yang ditutup-tutupi, jika itu adalah jalan dosa, maka kita akan binasa, bila kita tidak bertobat.

(2) Berikut ini penjelasan mengenai jalan kekudusan.

Apa yang ada di dalamnya yang membuat banyak orang takut dan menghindarinya. Biarlah kita ketahui yang terburuk darinya, supaya kita mau duduk dan memperhitungkan harga yang harus kita bayar. Kristus berlaku jujur kepada kita dan memberi tahu kita,

Pertama, bahwa pintu itu sesak. Pertobatan dan kelahiran kembali merupakan pintu, yang melaluinya kita memasuki jalan ini, dan di dalam jalan inilah kita memulai kehidupan iman dan kesalehan yang sungguh-sungguh. Kita harus keluar dari keadaan dosa dan memasuki keadaan anugerah melalui kelahiran baru (Yoh. 3:3, 5). Ini adalah pintu yang sesak, yang sulit didapat dan sulit dilalui, seperti celah di antara dua bukit batu (1Sam. 14:4). Harus ada hati yang baru dan roh yang baru, dan yang lama harus berlalu. Kecenderung jiwa harus diubah, berbagai kebiasaan dan adat yang buruk harus dibuang, apa yang selama ini kita lakukan harus dihentikan, dan kita harus memulai dari awal lagi. Kita harus berenang melawan arus; berbagai tantangan, baik dari luar maupun dari dalam, harus dihadapi dan dipatahkan. Lebih mudah membuat orang melawan dunia daripada melawan dirinya sendiri, namun, hal ini harus terjadi dalam pertobatan. Ini adalah pintu yang sesak, sebab kita harus merunduk agar dapat melaluinya. Kita harus menjadi seperti anak-anak kecil. Pikiran yang tinggi harus direndahkan. Bahkan kita harus menanggalkan semuanya dan menyangkal diri kita sendiri, menanggalkan dunia, dan menanggalkan manusia lama. Kita harus rela meninggalkan semua demi kepentingan kita di dalam Kristus. Sesaklah pintu itu bagi semua orang, tetapi terasa lebih sesak bagi sebagian orang daripada yang lainnya, seperti misalnya bagi orang kaya dan bagi orang-orang yang sudah lama berprasangka buruk terhadap agama. Sesaklah pintu itu, namun demikian terpujilah Allah, karena pintu itu tidak tertutup atau terkunci bagi kita, ataupun dijaga dengan pedang yang menyala-nyala, seperti yang akan terjadi tidak lama lagi (25:10). 

Kedua, bahwa jalan itu sempit. Kita belum akan langsung berada di sorga segera setelah melalui pintu yang sesak itu, atau tiba di Kanaan segera setelah melintasi Laut Teberau. Tidak demikian halnya, kita harus melalui padang gurun terlebih dulu, harus berjalan melintasi jalan yang sempit, dengan dipagari oleh hukum ilahi, yang luar biasa luasnya, sehingga membuat jalan itu sempit. Diri harus disangkal, tubuh harus dikendalikan, dan kejahatan-kejahatan dimatikan seperti terhadap mata yang kanan dan tangan yang kanan. Godaan-godaan sehari-hari harus dilawan, dan kewajiban-kewajiban yang berlawanan dengan kehendak hati harus dilakukan. Kita harus sanggup menanggung kesukaran, harus bergumul dan bersusah payah, harus berjaga-jaga dalam segala perkara, dan berjalan dengan cermat dan hati-hati. Kita harus mengalami banyak sengsara. Ini adalah hodos tethlimmenē -- jalan penuh penderitaan, jalan yang dipagari dengan duri-duri, namun demikian, terpujilah Allah, sebab jalan ini tidak tertutup. Tubuh yang kita bawa-bawa bersama kita dan kejahatan-kejahatan yang masih tinggal dalam diri kita membuat kita sulit menjalankan kewajiban. Namun, seiring dengan semakin bertumbuhnya pengertian dan kehendak kita, jalan itu pun semakin terbuka meluas, dan akan terasa semakin menyenangkan. 

Ketiga, mengingat begitu sesaknya pintu itu dan begitu sempitnya jalan itu, tidaklah mengherankan bila hanya sedikit orang yang mendapatinya dan memilihnya. Banyak yang melewatkannya begitu saja karena kecerobohan mereka. Mereka tidak mau bersusah-susah mendapatinya. Mereka telah cukup puas dengan keadaan mereka, dan tidak merasa perlu mengubah jalan hidup mereka. Yang lain melihat jalan itu, namun mereka menghindarinya. Mereka tidak suka dibatasi dan dikekang seperti itu. Orang-orang yang sedang menuju sorga itu hanya sedikit, jika dibandingkan dengan orang-orang yang sedang menuju neraka. Yang terakhir ini hanyalah umat yang tersisa, kawanan kecil, seperti sisa-sisa dari panen kebun anggur, dan kedelapan orang yang diselamatkan dalam bahtera (1Ptr. 3:20). In vitia alter alterum trudimus; Quomodo ad salutem revocari potest, quum nullus retrahit, et populus impellit Di jalan-jalan orang jahat, mereka saling mendorong ke depan; jadi bagaimana mungkin orang dapat dibawa kembali ke jalan yang aman, sedangkan ia terus didesak maju oleh banyak orang, tanpa ada kekuatan yang melawan desakan itu? (Dikutip dari Seneca, Epist. 29). Hal ini mengecilkan hati banyak orang. Mereka tidak suka berjalan sendirian, tidak suka menyendiri. Akan tetapi, daripada tersandung karena masalah ini, lebih baik kita berkata, bila hanya begitu sedikit orang yang sedang menuju sorga, tentunya masih ada satu jalan lagi bagiku.

Mari kita lihat apa saja yang ada di jalan ini, yang sekalipun demikian, harus tetap mengundang kita semua untuk mendatanginya. Jalan ini menuju kepada kehidupan, kepada penghiburan dari Allah untuk masa sekarang, yang adalah kehidupan bagi jiwa; menuju kebahagiaan abadi, dan pengharapan akan kebahagiaan yang akan kita terima pada akhir perjalanan kita ini seharusnya membuat kita menanggung segala kesulitan dan ketidaknyamanan yang kita temui di jalan itu. Kehidupan dan kesalehan dipersatukan (2Ptr. 1:3). Sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menanjak itu, tetapi satu jam saja di sorga akan menggantikan semua ketidaknyamanan itu.

Perhatian dan kewajiban utama dari setiap diri kita, dengan mengingat semua hal tadi, adalah: masuklah melalui pintu yang sesak itu. Perkaranya sudah dinyatakan dengan baik dan jelas: kehidupan dan kematian, kebaikan dan kejahatan, beserta masing-masing jalan dan tujuan akhirnya, diperhadapkan kepada kita. Nah, biarlah perkara ini diterima secara keseluruhan, dan dipertimbangkan dengan tidak memihak, lalu setelah itu pilihlah jalan yang hendak kau lewati hari ini. Malah terlebih lagi, perkara itu sudah ditentukan sendiri, dan tidak bisa diperdebatkan lagi. Tidak seorang pun yang berpikiran sehat akan memilih pergi ke tiang gantungan sekalipun jalan menuju ke sana rata dan menyenangkan, atau menolak ditawarkan istana dan singgasana, sekalipun jalan menuju ke sana kasar dan kotor. Namun, kesalahan-kesalahan dan kebodohan-kebodohan yang tidak masuk akal seperti inilah yang dibuat manusia, karena masalah dengan jiwa mereka. Oleh sebab itu, janganlah menunda-nunda lagi, janganlah dengan sengaja menangguhkannya lebih lama lagi, tetapi masuklah melalui pintu yang sesak itu. Ketoklah pintu itu dengan segala doa dan upaya yang tulus dan bersungguh-sungguh, maka pintu akan dibukakan; bahkan terlebih lagi, pintu akan dibukakan lebar-lebar, dan engkau pasti akan memasukinya. Memang benar, kita tidak dapat masuk ataupun terus melangkah tanpa bantuan anugerah ilahi, tetapi, yang ini juga benar, yaitu bahwa anugerah itu ditawarkan dengan cuma-cuma, dan tidak akan ditolak oleh orang-orang yang mencarinya dan yang berserah kepadanya. Pertobatan adalah kerja keras, namun itu diperlukan, dan terpujilah Allah, sebab hal ini tidaklah mustahil, asalkan kita mau berusaha keras (Luk. 13:24). Amin Gbu all



Minggu, 24 November 2019

KITA DI PANGGIL UNTUK MENJADI GARAM DAN TERANG DUNIA


Matius 5:13-16 (TB)  "Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.
Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu.Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."

Sebelumnya Yesus Kristus memanggil murid-murid-Nya dan memberitahukan bahwa mereka akan menjadi penjala manusia. Dalam pasal ini Ia lebih lanjut menyampaikan apa yang menjadi rancangan-Nya bagi mereka yang di panggil-Nya yaitu supaya menjadi  garam dunia, dan terang dunia, agar mereka benar-benar menjadi seperti yang diharapkan-Nya itu.

I. Kamu adalah garam dunia

Kata-kata ini akan mendorong dan menyokong kita saat mengalami penderitaan, agar, sekalipun diperlakukan hina, kita harus tetap menjadi berkat bagi dunia, lebih-lebih ketika sedang di tengah-tengah penderitaan. Para nabi yang ada sebelum kita adalah garam bagi tanah Kanaan, tetapi para rasul adalah garam bagi seluruh bumi, sebab mereka harus pergi ke seluruh dunia untuk memberitakan Injil. 

Tampaknya mereka berkecil hati karena jumlah mereka begitu sedikit dan lemah. Apa yang mampu mereka lakukan di kawasan yang begitu luas seperti seluruh muka bumi ini? Tidak ada, jika mereka harus bekerja dengan menggunakan kekuatan senjata dan pedang semata. Namun, dengan bekerja tanpa suara seperti garam, maka segenggam garam itu akan menyebarkan rasanya ke mana-mana, menjangkau daerah yang luas, dan bekerja tanpa terasa dan tanpa penolakan seperti bekerjanya ragi (13:33). Pengajaran Injil itu seperti garam, yang menembus, cepat dan sangat kuat (Ibr. 4:12). Ia menjangkau hati (Kis. 2:37). Ia membersihkan, mengharumkan, dan mengawetkan supaya tidak busuk. Kita membaca mengenai keharuman pengenalan akan Kristus (2Kor. 2:14), sebab selain pengenalan akan Kristus, pengetahuan lainnya hanyalah hambar saja rasanya. Perjanjian yang kekal disebut perjanjian garam (Bil. 18:19), dan Injil itu sendiri adalah Injil yang kekal. 

Garam merupakan syarat dalam semua korban persembahan (Im. 2:13), juga dalam Bait Suci Yehezkiel (Yeh. 43:24). Sekarang, setelah belajar sendiri tentang pengajaran Injil dan diutus untuk mengajarkannya kepada orang lain, murid-murid Kristus menjadi seperti garam. Perhatikanlah, orang-orang Kristen, terutama para pelayan Tuhan, adalah garam dunia.

Jika mereka berlaku seperti seharusnya, mereka seperti garam yang baik, putih bersih, halus, dan dihancurkan menjadi butir-butir, namun sangat berguna dan diperlukan. Pliny berkata, Sine sale, vita humana non potest degere -Tanpa garam, hidup manusia tidak dapat dipertahankan.

(1) Seperti apa mereka seharusnya dalam diri mereka diasinkan dengan Injil, dengan garam anugerah. Segala pikiran dan perasaan, perkataan serta perbuatan, semuanya harus diasinkan dengan anugerah (Kol. 4:6). Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu, sebab jikalau tidak, kamu tidak akan dapat menyebarkannya ke orang lain (Mrk. 9:50).

(2) Seperti apa mereka seharusnya bagi orang lain. Mereka bukan saja harus menjadi baik, tetapi juga berbuat baik. Mereka harus bisa membuat diri mereka diterima dalam pikiran orang-orang, bukan untuk melayani minat duniawi diri sendiri, tetapi agar orang-orang lain itu bisa diubahkan sesuai dengan rasa dan selera Injil.

(3) Betapa mereka menjadi berkat yang luar biasa bagi dunia. Umat manusia, yang tinggal dalam kebodohan dan kejahatan, bagaikan sebuah tumpukan besar sampah yang menjijikkan dan siap membusuk. Namun, Kristus mengutus murid-murid-Nya, agar melalui kehidupan dan pengajaran mereka, mereka menggarami tumpukan itu dengan pengetahuan dan anugerah, supaya bisa diubahkan menjadi layak di hadapan Allah, para malaikat, dan semua yang menyukai hal-hal sorgawi.

(4) Bagaimana mereka akan digunakan. Mereka tidak boleh ada dalam suatu tumpukan, tidak boleh terus-menerus bersama-sama di Yerusalem, melainkan harus menyebar seperti garam yang ditabur di atas daging, sebutir di sini dan sebutir di sana. Mereka harus menjadi seperti orang-orang Lewi yang tersebar di seluruh Israel, supaya di mana pun mereka tinggal, mereka dapat meneruskan keharuman Injil itu. Menurut pendapat sebagian orang, anggapan bahwa garam yang jatuh ke atas kita merupakan suatu pertanda buruk adalah suatu anggapan yang bodoh. Justru sebaliknya, yang menjadi pertanda buruk adalah kalau garam itu jatuh dari kita.

Jika tidak, mereka menjadi seperti garam yang telah menjadi tawar. Bila Anda, yang seharusnya mengasinkan orang lain, telah menjadi hambar, kosong dalam kehidupan rohani, tidak ada sukacita dan semangat; bila seorang Kristen, lebih-lebih seorang hamba Tuhan menjadi seperti ini, maka keadaannya ini teramat menyedihkan, sebab:

(1) Ia tidak dapat diperbaiki lagi

Dengan apakah ia diasinkan? Garam adalah obat bagi makanan yang tawar, tetapi tidak ada obat bagi garam yang tawar. Kekristenan akan memberikan keharuman bagi manusia, tetapi bila kehidupan Kekristenan seseorang tetap datar dan bodoh, tidak penuh dengan anugerah serta tawar, maka tidak ada pengajaran atau sarana apa pun lagi yang dapat diterapkan untuk membuatnya harum kembali. Jika Kekristenan tidak dapat melakukannya, tidak ada yang dapat.

(2) Ia tidak berfaedah lagi, tidak ada lagi gunanya. 

Apa lagi yang dapat diperbuat dengannya selain menimbulkan lebih banyak kesusahan daripada kebaikan? Orang Kristen yang tanpa anugerah adalah seperti orang yang tidak berakal. Orang yang jahat adalah makhluk yang paling buruk. Orang Kristen yang jahat adalah manusia paling buruk, sedangkan hamba Tuhan yang jahat adalah orang Kristen yang paling buruk.

(3) Ia pasti akan binasa dan ditolak.

Ia akan dibuang diusir dari jemaat dan persekutuan orang beriman, karena menjadi noda dan beban bagi mereka. Ia akan diinjak orang. Biarlah orang-orang yang telah menghina Allah dan yang telah membuat diri mereka tidak berguna lagi selain untuk diinjak-injak ini mendapat malu dan ditolak, supaya dengan demikian biarlah Allah tetap dimuliakan.

II. Kamu adalah terang dunia (ay. 14).

Hal ini juga memperlihatkan bahwa murid-murid itu berguna, seperti pada perintah sebelumnya (Sole et sale nihil utilius  Tidak ada yang lebih berguna daripada matahari dan garam), hanya saja yang ini lebih mulia. Semua orang Kristen adalah terang di dalam Tuhan (Ef. 5:8), dan harus bercahaya seperti bintang-bintang (Flp. 2:15), namun melayani dengan cara yang istimewa. Kristus menyebut diri-Nya terang dunia (Yoh. 8:12), sedangkan murid-murid-Nya adalah teman-teman sekerja dan menerima sebagian kehormatan-Nya. Sesungguhnya terang itu manis dan disambut kehadirannya. Terang pada hari pertama penciptaan dunia seperti itu, ketika dari dalam gelap terbit terang. Begitu pula halnya dengan terang fajar setiap hari. Demikian halnya juga dengan Injil, dan orang-orang yang menyebarkannya kepada semua orang yang mau mendengar. Dunia diam dalam kegelapan, dan Kristus membangunkan murid-murid-Nya untuk bersinar di dalamnya, dan supaya dapat melakukannya, mereka meminjam dan mendapatkan terang itu dari-Nya. Persamaan ini dijelaskan melalui dua hal:

Sebagai terang dunia, mereka tampak jelas dan mencolok mata, dan banyak mata tertuju kepada mereka. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Murid-murid Kristus, terutama mereka yang berani dan bersemangat dalam pelayanan, akan menjadi luar biasa dan dipandang sebagai mercusuar. Mereka menjadi tanda (Yes. 7:18), merupakan suatu lambang (Za. 3:8). Semua orang yang berada di dekat mereka akan memandang mereka. Sebagian mengagumi, memuji, bersukacita bersama mereka, dan berusaha meneladani mereka; yang lain lagi iri hati, membenci, mencela, dan berusaha menjatuhkan mereka. Oleh sebab itu, mereka harus memperhatikan dengan saksama bagaimana mereka hidup, karena banyaklah orang yang sedang mengamati mereka. Mereka menjadi tontonan bagi dunia, dan harus waspada dengan setiap hal yang tampak jahat, karena orang sangat mengamati mereka untuk hal-hal ini. Sebelum dipanggil Kristus, murid-murid-Nya adalah orang-orang yang tidak dikenal, tetapi karakter yang ditaruh-Nya ke atas mereka telah menaikkan martabat mereka. Sebagai pemberita Injil, mereka menjadi tokoh, dan meskipun oleh karenanya mereka dicela sebagian orang, namun mereka juga dihormati oleh yang lainnya, didudukkan di atas takhta, dan dijadikan hakim (Luk. 22:30). Sebab, Kristus menghormati orang-orang yang menghormati-Nya.

Sebagai terang dunia, mereka dimaksudkan untuk menerangi dan membawa terang kepada orang lain (ay. 15). Oleh sebab itu:

(1) Mereka akan dijadikan terang. 

Kristus telah menyalakan pelita-pelita ini, yang tidak akan ditaruh di bawah gantang, tidak selalu dibatasi di kota-kota Galilea seperti sekarang, atau hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel, tetapi mereka akan diutus ke seluruh muka bumi. Jemaat merupakan kaki dian, kaki dian emas, tempat pelita-pelita ini diletakkan, agar cahayanya dapat menerangi sekelilingnya. Injil adalah sebuah terang yang luar biasa kuat dan membawa bukti yang sangat banyak mengenai dirinya sendiri, sehingga seperti kota yang terletak di atas gunung, terang itu tidak mungkin tersembunyi. Tidak bisa tidak, terang itu pasti tampak sebagai terang yang berasal dari Allah bagi orang-orang yang rela membuka mata untuk terang itu. Injil akan menerangi semua orang yang ada di dalam rumah, menerangi semua orang yang bersedia mendekat dan datang ke tempat terang itu berada. Orang-orang yang tidak menerima terang itu harus bertanggung jawab atas diri mereka sendiri. Mereka tidak akan berada di dalam rumah bersama terang itu. Orang-orang demikian tidak akan mau mencari tahu dengan tekun dan adil, melainkan hanya berprasangka buruk terhadap terang itu.

(2) Mereka harus bercahaya seperti terang:

[1] Melalui pemberitaan firman (khotbah) yang baik. 

Pengetahuan yang mereka miliki harus mereka sampaikan demi kebaikan orang lain. Bukan untuk diletakkan di bawah gantang, melainkan untuk disebarkan. Talenta tidak boleh dibungkus dalam saputangan, melainkan dikembangkan. Murid-murid Kristus tidak boleh meringkuk dan mengunci diri di balik dalih merenung, kerendahan hati, atau menjaga diri, sebaliknya, karena sudah menerima karunia, mereka juga harus melayani seorang akan yang lain (Luk. 12:3).

[2] Melalui cara hidup yang baik.

Mereka harus menjadi pelita yang menyala dan yang bercahaya (Yoh. 5:35), harus membuktikan dalam seluruh tutur kata mereka, bahwa mereka benar-benar pengikut Kristus (Yak. 3:13). Mereka harus menjadi pemberi nasihat, pengarahan, dorongan, dan penghiburan bagi orang lain (Ayb. 29:11).

Pertama, bagaimana terang kita harus bercahaya  dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik yang dapat dilihat dan diakui orang. Perbuatan-perbuatan yang demikian merupakan kabar baik bagi mereka yang tidak mengalaminya, dan membuat mereka berpikir yang baik mengenai Kekristenan. Kita harus melakukan perbuatan baik supaya dapat dilihat untuk menjadi kebaikan bagi orang lain, dan bukan supaya dapat dilihat untuk mendatangkan pujian bagi diri kita. Kita diminta untuk berdoa di tempat tersembunyi, dan apa yang ada di antara Allah dan jiwa kita haruslah disimpan bagi diri kita sendiri. Namun, apa yang memang terbuka dan tampak jelas dengan sendirinya oleh orang lain, harus kita usahakan agar sesuai dengan pengakuan iman kita dan layak dipuji (Flp. 4:8). Orang-orang di sekitar kita bukan saja harus mendengar perkataan baik kita, melainkan juga harus dapat melihat perbuatan baik kita, supaya dengan demikian mereka dapat diyakinkan bahwa agama bukanlah sekadar nama saja, dan bahwa bukan saja kita mengakuinya, tetapi juga tinggal di bawah kuasanya.

Kedua, untuk tujuan apa terang kita harus bercahaya -- "Supaya orang-orang yang melihat perbuatanmu yang baik dapat dibawa, bukan untuk memuliakan kamu (yang menjadi tujuan orang Farisi sehingga justru merusak seluruh usaha mereka), tetapi untuk memuliakan Bapamu yang di sorga." Perhatikanlah, kemuliaan Allah adalah hal terbesar yang harus menjadi tujuan kita dalam semua hal yang kita lakukan dalam ibadah kita (1Ptr. 4:11). Seluruh arah tindakan kita harus berpusat pada hal ini. Kita bukan saja harus berupaya keras untuk memuliakan Allah, namun juga melakukan apa saja untuk membawa orang lain memuliakan Dia. Orang dapat melihat perbuatan baik kita dan memuliakan Allah, jika kita melengkapinya:

Dengan sesuatu yang pantas dipuji. "Biarlah mereka melihat perbuatanmu yang baik, agar mereka dapat melihat kuasa anugerah Allah di dalam dirimu, dan bersyukur kepada-Nya untuk hal itu, serta memuliakan Dia yang telah memberikan kuasa sedemikan itu kepada manusia."

Dengan alasan kesalehan. "Biarlah mereka melihat perbuatanmu yang baik, agar mereka dapat diyakinkan tentang kebenaran dan keunggulan agama Kristen dan digerakkan oleh suatu keinginan kudus untuk meneladani perbuatan baikmu itu, sehingga dengan demikian mereka juga dapat memuliakan Allah." Perhatikanlah, tutur kata yang kudus, bersahaja, dan patut diteladani dari orang-orang kudus dapat sangat berpengaruh terhadap pertobatan orang berdosa. Tutur kata yang demikian juga dapat menarik orang-orang yang tidak mengenal agama Kristen untuk belajar mengetahui apa agama Kristen itu. Teladan mampu mengajar orang. Dengan cara ini, orang-orang yang berprasangka buruk terhadap Kekristenan dapat dibuat jatuh cinta dengannya. Jadi, memang ada manfaat yang dapat memenangkan jiwa orang dalam tutur kata yang saleh. Amin

🇨🇺SELAMAT MELAYANI TUHAN DAN SEMOGA SEMUA YANG MEMBACANYA ADALAH SETETES GARAM YANG BERPENGARUH BAGI DUNIA🇨🇺

Kamis, 21 November 2019

DOA BERKAT DARI PAULUS

Teks: Filipi 1:1-2 (TB)  Dari Paulus dan Timotius, hamba-hamba Kristus Yesus, kepada semua orang kudus dalam Kristus Yesus di Filipi, dengan para penilik jemaat dan diaken.Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai kamu.

======================

Rasul Paulus memulai pasal ini dengan pesan pembukaan dan doa berkat (ay. 1-2). Ia mengucap syukur atas orang-orang kudus di Filipi (ay. 3-6). Ia menyatakan kasih sayang dan kepeduliannya yang besar atas kesejahteraan rohani mereka (ay. 7-8). Ia berdoa bagi mereka (ay. 9-11). Kepeduliannya supaya mereka jangan sampai merasa gusar atas penderitaannya (ay. 12-20). Kesiapannya untuk mempermuliakan Kristus melalui kehidupan dan kematiannya (ay. 21-26), dan kemudian ia menutup pasal ini dengan nasihat ganda supaya mereka tetap teguh (ay. 27-30).

Doa Berkat Kerasulan (1:1-2)

Di sini kita dapati kata pembukaan dan doa berkat. Amatilah,

I. Orang-orang yang menulis surat kerasulan ini, yaitu Paulus dan Timotius.

Walaupun Paulus sendiri yang memperoleh pewahyuan ilahi, ia mengikutsertakan Timotius bersamanya, untuk menunjukkan kerendahan hatinya dan memberikan kehormatan kepada Timotius. Mereka yang sudah berusia lanjut, kuat, dan terkenal, harus menaruh rasa hormat serta mendukung nama baik orang-orang yang lebih muda dan lebih lemah, serta yang kurang dikenal. Hamba-hamba Kristus Yesus, tidak saja dalam hubungan secara umum dengan Kristus sebagai murid-murid-Nya, tetapi juga dalam pekerjaan pelayanan yang bersifat khusus, yaitu sebagai seorang rasul dan pemberita Injil. Amatilah, kehormatan tertinggi dari seorang rasul terbesar dan pelayan-pelayan Tuhan yang paling terkenal adalah menjadi hamba-hamba Yesus Kristus. Bukan menjadi tuan-tuan atas jemaat, melainkan menjadi hamba-hamba Kristus. Amatilah,

II. Orang-orang yang menjadi tujuan surat itu.

1. Kepada semua orang kudus dalam Kristus Yesus di Filipi. Rasul Paulus menyebutkan jemaat terlebih dahulu daripada para pelayan jemaat, sebab para pelayan itu ada untuk kepentingan jemaat, demi kemajuan dan manfaat rohaniah mereka. Bukan jemaat untuk para pelayan gereja, untuk keagungan mereka, kekuasaan mereka, dan kekayaan mereka. Bukan karena kami mau memerintahkan apa yang harus kamu percayai.... Sebaliknya, kami mau turut bekerja untuk sukacitamu (2Kor. 1:24). Mereka ini bukan saja hamba-hamba Kristus, melainkan juga hamba-hamba jemaat untuk kepentingan-Nya. Dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus (2Kor. 4:5). Perhatikanlah, orang-orang Kristen di sini disebut sebagai orang-orang kudus, dipisahkan untuk Allah, atau dikuduskan oleh Roh-Nya, baik melalui pengakuan yang dapat disaksikan oleh orang lain maupun melalui kekudusan mereka yang sebenarnya. Dan mereka yang sungguh-sungguh tidak kudus di bumi ini, tidak akan menjadi orang kudus di sorga. Amatilah, surat ini ditujukan kepada semua orang kudus, kepada yang satu dan juga kepada yang lain, bahkan kepada yang paling hina, yang paling miskin, dan mereka yang memiliki karunia paling sedikit. Kristus tidak pernah membeda-bedakan orang, yang kaya dan miskin, semuanya bertemu bersama-sama di dalam Dia. Itulah sebabnya mengapa para pelayan Tuhan tidak boleh membeda-bedakan orang ketika menunjukkan kepedulian dan keramahan mereka. Saudara-saudaraku ... janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka (Yak. 2:1). Semua orang kudus di dalam Kristus Yesus. Orang-orang kudus diterima hanya karena keberadaan mereka di dalam Kristus Yesus, atau sebab mereka adalah orang-orang Kristen. Di luar Kristus, orang-orang kudus yang terbaik pun akan tampil sebagai orang-orang berdosa, dan tidak sanggup berdiri di hadapan Allah.

2. Surat ini juga ditujukan kepada para pelayan Tuhan, atau para pejabat jemaat, para penilik jemaat dan diaken. Pertama-tama para penilik jemaat atau penatua, yang jabatannya adalah mengajar dan mengatur, dan kemudian para diaken, atau penilik atas orang-orang miskin, yang bertugas menangani urusan-urusan di luar rumah Allah, misalnya: tempat, perabotan, kebutuhan hidup para pelayan Tuhan, serta santunan untuk orang miskin. Semua ini adalah jabatan-jabatan yang kemudian dikenal ada di dalam jemaat, jabatan yang berasal dari penetapan ilahi. Di dalam pengarahannya melalui sebuah surat kerasulan kepada salah satu jemaat, Rasul Paulus hanya menyebut dua jabatan saja, yaitu penilik dan diaken. Dan siapa pun juga akan menganggap bahwa ciri dan gelar yang sama, persyaratan yang sama, pelaksanaan tugas jabatan yang sama, kehormatan dan rasa hormat yang sama, yang di mana-mana dianggap berasal dari seluruh Perjanjian Baru, bagi mereka yang disebut sebagai penilik dan penatua (seperti yang diperbolehkan oleh Dr. Hammond, [seorang cendekiawan Inggris abad ketujuh belas – pen.], dan orang-orang terpelajar lainnya), akan merasa kesulitan untuk menjadikan gelar-gelar itu sebagai jabatan yang berbeda atau sebagai golongan pelayanan yang berbeda di dalam zaman Alkitab.

III. Inilah doa berkat kerasulan itu: Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai kamu (ay. 2). 

Ini adalah doa yang sama, hampir sama kata demi kata, di semua surat kerasulan, untuk mengajarkan kepada kita supaya jangan merasa malu dengan bentuk tutur sapa, walaupun kita tidak terikat pada bentuk itu, khususnya bentuk yang tidak ada di Alkitab. Satu-satunya bentuk yang ada di dalam Perjanjian Lama adalah doa berkat (Bil. 6:23-26), Beginilah harus kamu memberkati orang Israel, katakanlah kepada mereka, TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau; TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera. Begitu jugalah di dalam Perjanjian Baru, kebaikan yang diharapkan dari doa berkat itu adalah kebaikan rohaniah, kasih karunia dan damai sejahtera, yaitu kebaikan dan kehendak baik dari Allah, serta segala buah dan hasil yang melimpah darinya, dan semua itu datang dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus, bersama-sama datang dari kedua Pribadi itu, meskipun dengan cara yang berbeda. Perhatikan baik-baik,

1. Tidak ada damai sejahtera tanpa kasih karunia. Kedamaian batin berasal dari kesadaran akan kebaikan ilahi.

2. Tidak ada kasih karunia dan damai sejahtera selain yang berasal dari Allah, Bapa kita, sumber dan asal usul dari semua berkat, Bapa segala terang, yang dari-Nya diturunkan setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna (Yak. 1:17).

3. Tidak ada kasih karunia dan damai sejahtera yang datang secara langsung dari Allah, Bapa kita, selain di dalam dan melalui Tuhan Yesus Kristus. Kristus, sebagai Pengantara, menjadi saluran untuk menyampaikan semua berkat-berkat rohaniah kepada jemaat, dan menyalurkannya kepada semua anggota jemaat. Amin

Rabu, 20 November 2019

PESAN PENUTUP SURAT FILIPI

Teks: Filipi 4:20-23 (TB)  Dimuliakanlah Allah dan Bapa kita selama-lamanya! Amin. Sampaikanlah salamku kepada tiap-tiap orang kudus dalam Kristus Yesus. Salam kepadamu dari saudara-saudara, yang bersama-sama dengan aku.Salam kepadamu dari segala orang kudus, khususnya dari mereka yang di istana Kaisar. Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus menyertai rohmu! 

=============================

Dalam ayat-ayat di atas Rasul Paulus menutup surat ini, dengan:

1. Dimuliakanlah Allah dan Bapa kita selama-lamanya! Amin (ay. 20). 

a) Allah sangat merendahkan diri dan berbaik hati dengan mengaku mempunyai hubungan Bapa dengan orang-orang berdosa, dan mengizinkan kita memanggil-Nya, Bapa kami. Dan Bapa adalah sebutan khas untuk masa penyelenggaraan Injil. Ini juga merupakan hak istimewa dan dorongan besar bagi kita untuk menganggap-Nya sebagai Bapa kita, sebagai Allah yang berkerabat begitu dekat dengan kita dan begitu menyayangi kita. Kita harus memandang Allah, dalam segala kelemahan dan ketakutan kita, bukan sebagai penguasa yang lalim atau musuh, melainkan sebagai Bapa, yang senantiasa mengasihani dan menolong kita.

b) Kita harus memberikan kemuliaan kepada Allah sebagai Bapa, kemuliaan atas keunggulan-Nya dan segala kasih setia-Nya kepada kita. Dengan penuh syukur kita harus mengakui bahwa kita sudah menerima segala sesuatu dari-Nya, dan memberi Dia pujian untuk semua itu. Dan pujian kita haruslah kita naikkan senantiasa dan terus-menerus. Kemuliaan itu haruslah untuk selama-lamanya.

2. Dengan mengirimkan salam kepada teman-temannya di Filipi: 

“Sampaikanlah salamku kepada tiap-tiap orang kudus dalam Kristus Yesus (ay. 21). Sampaikan salam hangatku kepada semua orang Kristen yang ada di daerah-daerahmu.” Ia ingin diingat bukan hanya oleh para penilik jemaat dan diaken, dan oleh jemaat secara umum, melainkan juga oleh tiap-tiap orang kudus. Paulus sayang kepada semua orang Kristen yang baik.

3. Ia menyampaikan salam dari orang-orang yang ada di Roma: “Salam kepadamu dari saudara-saudara, yang bersama-sama dengan aku. Hamba-hamba Tuhan, dan semua orang kudus di sini, mengirimkan salam hangat mereka kepadamu. Khususnya dari mereka yang di istana Kaisar, orang-orang dari kalangan istana yang sudah bertobat menjadi Kristen. Amatilah,

(1) Ada orang-orang kudus di istana Kaisar. Walaupun Paulus ditahan di Roma oleh perintah Kaisar karena memberitakan Injil, namun ada beberapa orang Kristen di dalam keluarga Kaisar sendiri. Sejak semula Injil sudah berhasil di antara orang-orang kaya dan para pembesar. Mungkin Rasul Paulus mendapat perlakuan yang lebih baik dan menerima kebaikan melalui teman-temannya di istana.

(2) Khususnya dari mereka, dst. Amatilah, karena dibesarkan di istana, mereka bersikap lebih ramah daripada orang lain. Lihatlah betapa sopan santun yang dikuduskan menjadi perhiasan bagi agama.

4. Berkat kerasulan, seperti biasa: “Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus menyertai rohmu! Semoga perkenanan Kristus dan kehendak baik-Nya yang cuma-cuma menjadi bagian dan kebahagiaanmu.” Amin


👑TUHAN YESUS MEMBERKATI👑


Senin, 18 November 2019

TERIMA KASIH ATAS PEMBERIAN JEMAAT

TERIMA KASIH ATAS PEMBERIAN JEMAAT

TEKS:Filipi 4:10-19 (TB) 10 Aku sangat bersukacita dalam Tuhan, bahwa akhirnya pikiranmu dan perasaanmu bertumbuh kembali untuk aku. Memang selalu ada perhatianmu, tetapi tidak ada kesempatan bagimu. 11 Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. 12 Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan. 13 Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku. 14 Namun baik juga perbuatanmu, bahwa kamu telah mengambil bagian dalam kesusahanku. 15 Kamu sendiri tahu juga, hai orang-orang Filipi; pada waktu aku baru mulai mengabarkan Injil, ketika aku berangkat dari Makedonia, tidak ada satu jemaat pun yang mengadakan perhitungan hutang dan piutang dengan aku selain dari pada kamu. 16 Karena di Tesalonika pun kamu telah satu dua kali mengirimkan bantuan kepadaku. 17 Tetapi yang kuutamakan bukanlah pemberian itu, melainkan buahnya, yang makin memperbesar keuntunganmu.18 Kini aku telah menerima semua yang perlu dari padamu, malahan lebih dari pada itu. Aku berkelimpahan, karena aku telah menerima kirimanmu dari Epafroditus, suatu persembahan yang harum, suatu korban yang disukai dan yang berkenan kepada Allah.  19 Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus.

Dalam ayat-ayat ini kita mendapati pengakuan Rasul Paulus yang penuh syukur atas kebaikan jemaat Filipi dalam mengirimkan pemberian kepada dia untuk kebutuhan hidupnya, sebab pada saat itu ia tengah menjadi tahanan di Roma.

I. Rasul Paulus mengambil kesempatan untuk mengakui kebaikan-kebaikan yang dulu mereka berikan kepadanya, dan menyebutkan semua kebaikan itu (ay. 15-16). 

Paulus mempunyai jiwa yang berterima kasih. Sebab walaupun apa yang dilakukan teman-temannya untuk dia bukan apa-apa jika dibandingkan dengan apa yang pantas didapatkannya dari mereka dan apa yang memang wajib mereka lakukan, namun ia membicarakan kebaikan-kebaikan mereka seolah-olah itu merupakan suatu bentuk kemurahan hati. Padahal sebenarnya itu lebih tepat disebut utang yang memang sudah sepantasnya mereka bayarkan. Kalaupun seandainya tiap-tiap dari mereka menyumbangkan setengah dari harta kekayaan mereka kepadanya, itu belumlah cukup, karena mereka bahkan berutang jiwa mereka sendiri kepadanya. Walaupun begitu, ketika mereka mengirimkan hadiah yang kecil untuk dia, betapa ia menerimanya dengan baik hati, betapa ia menyebutkannya dengan penuh syukur, bahkan dalam surat ini, yang akan tercatat untuk seterusnya, dan dibacakan di jemaat-jemaat, dari zaman ke zaman. Sehingga di mana saja surat ini dibacakan, apa yang mereka lakukan terhadap Paulus ini akan dibacakan sebagai kenang-kenangan akan mereka. Sesungguhnya belum pernah ada hadiah yang dibalas dengan begitu baik. Ia mengingatkan mereka bahwa pada waktu ia baru mulai mengabarkan Injil, tidak ada satu jemaat pun yang mengadakan perhitungan hutang dan piutang dengan dia selain dari pada mereka (ay. 15). Mereka tidak hanya mengurusnya dengan baik selama ia berada bersama-sama dengan mereka, tetapi juga ketika ia berangkat dari Makedonia, mereka mengirimkan tanda-tanda kebaikan hati mereka kepadanya. Dan ini dilakukan ketika tidak ada jemaat lain yang melakukannya. Selain mereka, tidak ada jemaat lain yang mengirimnya barang-barang jasmani, sebagai balasan atas perkara-perkara rohani yang sudah mereka tuai darinya. Dalam beramal, kita cenderung bertanya dan membandingkan dengan apa yang dilakukan orang lain. Tetapi jemaat Filipi tidak pernah berpikir begitu. Dan kehormatan mereka bertambah jauh lebih besar lagi karena mereka merupakan satu-satunya jemaat yang sedemikian adil dan murah hati. Di Tesalonika pun (setelah Paulus berangkat dari Makedonia) kamu telah satu dua kali mengirimkan bantuan kepadaku (ay. 16, KJV: mengirimkan apa yang kubutuhkan – pen.). Perhatikanlah,

1. Hanya sedikit yang mereka kirimkan. Mereka hanya mengirimkan apa yang dibutuhkannya, cuma hal-hal yang dia perlukan. Mungkin kiriman itu sesuai dengan kemampuan mereka, dan Paulus pun tidak menginginkan barang-barang yang berlebihan atau mewah.

2. Sungguh suatu hal yang sangat indah melihat orang-orang yang dilimpahi Allah dengan karunia-karunia anugerah-Nya, juga berlimpah dalam membalas kembali karunia-karunia itu dengan penuh syukur kepada umat-Nya dan hamba-hamba-Nya, sesuai dengan kemampuan mereka dan kebutuhan umat dan hamba-hamba Allah: Kamu telah satu dua kali mengirimkan bantuan. Banyak orang berdalih sudah beramal karena mereka sudah memberi satu kali. Mengapa harus beramal lagi? Tetapi jemaat di Filipi telah memberi satu dua kali. Mereka sering kali melegakan dan menyegarkan Paulus dalam kebutuhan-kebutuhannya. Dia menyebutkan kebaikan mereka yang dulu ini bukan hanya karena rasa terima kasih, melainkan juga untuk membesarkan hati mereka.

II. Paulus memaafkan pengabaian mereka belakangan ini. Tampaknya selama beberapa waktu mereka tidak menanyakan kabarnya, atau mengirimkan pemberian apa pun kepadanya. Tetapi akhirnya pikiran dan perasaan mereka bertumbuh kembali untuk dia (ay. 10), seperti pohon di musim semi, yang sepanjang musim dingin kelihatan sudah mati. 

Untuk meneladani Tuannya yang agung, bukannya menegur mereka karena sudah mengabaikannya, Rasul Paulus memaafkan mereka dengan suatu alasan: Memang selalu ada perhatianmu, tetapi tidak ada kesempatan bagimu. Tetapi bagaimana mungkin mereka tidak mempunyai kesempatan, kalau mereka sudah menetapkan hati untuk melakukannya? Mereka bisa saja dengan sengaja mengirimkan seorang utusan. Tetapi Rasul Paulus mau berpikiran baik tentang mereka, bahwa mereka akan melakukannya kalau ada kesempatan yang baik. Betapa berlawanannya perilaku ini dengan perilaku banyak orang terhadap teman-teman mereka. Bagi banyak orang, ketidakpedulian yang sebenarnya bisa dimaafkan, dibenci dengan sangat keji. Tetapi di sini, Paulus justru memaafkan apa yang cukup beralasan untuk dibencinya.

III. Paulus memuji kemurahan hati mereka saat itu: Namun baik juga perbuatanmu, bahwa kamu telah mengambil bagian dalam kesusahanku (ay. 14). 

Adalah suatu perbuatan baik jika kita membantu dan melegakan seorang hamba Tuhan yang baik yang sedang tertimpa kesusahan. Lihatlah di sini apa hakikat dari bela rasa kristiani yang benar. Bela rasa kristiani yang benar bukan hanya peduli terhadap teman-teman kita yang sedang tertimpa kesusahan, tetapi juga melakukan apa yang bisa kita lakukan untuk menolong mereka. Mereka mengambil bagian dalam kesusahannya, dengan melegakan dia dalam kesusahannya. Orang yang berkata, “Kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!”, tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? (Yak. 2:16). Paulus sangat bersukacita dengan apa yang mereka lakukan (ay. 10), karena itu merupakan bukti dari kasih sayang mereka terhadapnya dan keberhasilan pelayanannya di antara mereka. Pada saat buah dari kasih mereka melimpah terhadap Rasul Paulus, tampaklah bahwa buah dari pelayanannya melimpah di antara mereka.

IV. Paulus berusaha mencegah pikiran yang tidak-tidak yang mungkin timbul pada sementara orang karena dia begitu memperhatikan apa yang diberikan kepadanya. Perhatiannya ini tidak timbul karena rasa tidak puas dan tidak percaya (ay. 11) atau dari ketamakan dan cinta akan dunia (ay. 12).

1. Perhatiannya tidak timbul karena rasa tidak puas atau tidak percaya akan Allah Sang Pemelihara: Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan (ay. 11), bukan karena ia merasa kekurangan atau takut kekurangan. Mengenai hal kekurangan, ia sudah mencukupkan diri dengan sedikit yang dimilikinya, dan itu sudah membuatnya puas. Mengenai hal ketakutan akan kekurangan, ia bergantung pada pemeliharaan Allah untuk memberinya persediaan dari hari ke hari, dan itu sudah membuatnya puas. Jadi ia tidak berbicara karena kekurangan. Sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. Di sini kita mendapati gambaran tentang apa yang sudah dipelajari Paulus, pelajaran yang didapatnya bukan di bawah kaki Gamaliel, melainkan di bawah kaki Kristus. Ia telah belajar mencukupkan diri. Dan itu adalah pelajaran yang perlu dipelajari olehnya seperti juga oleh kebanyakan orang, mengingat kesulitan-kesulitan dan penderitaan-penderitaan yang dengannya ia diuji. Ia sering kali dibelenggu, ditahan, dan berkekurangan. Tetapi dalam semuanya itu ia telah belajar mencukupkan diri, yaitu menyesuaikan pikirannya dengan keadaannya, dan mengambil sisi terbaik darinya. Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan (ay. 12). Ini adalah tindakan istimewa dari anugerah Allah, yaitu memampukan kita untuk menyesuaikan diri dengan setiap kondisi hidup, dan tetap berpikiran tenang dalam melewati segala macam keadaan.

(1) Menyesuaikan diri dengan kesengsaraan, yaitu tahu apa itu merasa terhina, bagaimana menderita lapar, apa itu berkekurangan, sehingga kita tidak dikuasai oleh godaan-godaannya sampai kehilangan penghiburan kita di dalam Allah atau tidak mempercayai pemeliharaan-Nya, atau mengambil jalan pintas untuk mendapatkan persediaan.

(2) Menyesuaikan diri dengan kesejahteraan, yaitu tahu apa itu berkelimpahan, apa itu kenyang, sehingga kita tidak sombong, atau merasa aman, atau bermewah-mewah. Dan ini pelajaran yang sesulit pelajaran sebelumnya. Sebab godaan-godaan kekenyangan dan kemakmuran tidak kurang berat dibandingkan dengan godaan-godaan kesengsaraan dan kekurangan. Tetapi bagaimana kita harus mempelajarinya? Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku (ay. 13). Kita memerlukan kekuatan dari Kristus, untuk memampukan kita melakukan bukan hanya kewajiban-kewajiban yang murni kristiani, melainkan juga kewajiban-kewajiban yang merupakan buah dari kebajikan moral. Kita memerlukan kekuatan-Nya untuk mengajar kita mencukupkan diri dalam segala keadaan. Rasul Paulus kelihatan memegahkan diri dan kekuatannya sendiri: Aku tahu apa itu kekurangan (ay. 12). Tetapi di sini ia menyalurkan segala pujian kepada Kristus. “Apa yang kumaksud dengan berkata bahwa aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan? Hanya di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadakulah aku dapat melakukannya, bukan dengan kekuatanku sendiri.” Jadi, kita dituntut untuk kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya (Ef. 6:10), dan kuat oleh kasih karunia dalam Kristus Yesus (2Tim. 2:1). Dan kita dikuatkan dan diteguhkan oleh Roh-Nya di dalam batin (Ef. 3:16). Kata dalam bahasa aslinya adalah kata kerja yang menunjukkan waktu sekarang, en tō endynamounti me Christō, dan itu berarti suatu perbuatan yang sedang dilakukan sekarang dan terus-menerus. Seolah-olah Rasul Paulus berkata, “Di dalam Kristus, yang sedang menguatkan aku, dan akan senantiasa menguatkan aku. Oleh kekuatan-Nya yang terus-menerus dan senantiasa barulah aku dimampukan untuk bertindak dalam segala hal. Aku bergantung pada Dia sepenuhnya untuk segenap kekuatan rohaniku.”

2. Perhatiannya terhadap pemberian mereka tidak timbul dari ketamakan, atau dari kesukaan terhadap kekayaan duniawi. “Tetapi yang kuutamakan bukanlah pemberian itu (ay. 17), maksudnya, aku menerima kebaikan hatimu, bukan karena dengan itu kenikmatanku semakin bertambah, melainkan karena dengan itu keuntunganmu semakin bertambah.” Yang ia inginkan bukan bagi kepentingan dirinya sendiri, melainkan kepentingan mereka: “Yang kuutamakan adalah buahnya, yang makin memperbesar keuntunganmu, yaitu supaya kamu dimampukan untuk memanfaatkan dengan baik harta benda duniawimu, sehingga kamu bisa memberikan pertanggungjawaban untuknya dengan sukacita.” “Bukan dengan maksud untuk mengambil lebih banyak keuntungan darimu, melainkan untuk mendorongmu melakukan kebaikan yang seperti kalian lakukan itu yang akan mendatangkan balasan yang mulia di akhirat nanti. “Kalau aku,” ujar Rasul Paulus, “Aku berkelimpahan, (ay. 18). Adakah orang menginginkan apa yang lebih daripada cukup? Aku tidak menginginkan pemberian demi pemberian itu sendiri, sebab aku telah menerima semua, malahan lebih dari pada itu.” Mereka hanya mengirimnya suatu pemberian kecil, dan ia pun tidak menginginkan apa-apa lagi. Ia tidak risau menginginkan suatu kelebihan untuk sekarang, ataupun suatu persediaan untuk masa depan: Aku berkelimpahan, karena aku telah menerima kirimanmu dari Epafroditus. Perhatikanlah, orang baik akan segera merasa cukup dengan dunia ini. Bukan hanya cukup untuk hidup di dalamnya, melainkan juga cukup telah menerima darinya. Sebaliknya, sekalipun orang duniawi yang tamak mempunyai barang berkelimpahan, ia akan tetap menginginkan lebih. Tetapi meskipun orang Kristen yang bersifat sorgawi hanya mempunyai sedikit, ia sudah merasa cukup.

V. Rasul Paulus meyakinkan mereka bahwa Allah betul-betul menerima, dan akan membalas, kebaikan hati mereka terhadapnya.

1. Allah betul-betul menerimanya: Kebaikan mereka adalah suatu persembahan yang harum, suatu korban yang disukai dan yang berkenan kepada Allah. Bukan korban penebusan, sebab tidak ada yang membuat penebusan dosa selain Kristus, melainkan korban pengakuan, dan korban itu berkenan kepada Allah. Korban itu lebih disukai Allah karena merupakan buah dari anugerah mereka. Allah lebih menyukainya daripada Paulus sendiri yang menerimanya sebagai pemenuhan kebutuhannya. Korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah (Ibr. 13:16).

2. Ia akan membalasnya: Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus (ay. 19). Di sini Paulus seolah-olah menarik selembar cek dari bendahara di sorga, dan menyerahkan kepada Allah untuk mengganti dengan apa saja kebaikan-kebaikan yang telah mereka tunjukkan kepadanya. “Ia akan melakukannya bukan hanya sebagai Allahmu, melainkan juga sebagai Allahku, yang menganggap apa yang dilakukan kepadaku sebagai dilakukan kepada-Nya sendiri. Kamu telah memenuhi kebutuhan-kebutuhanku, sesuai dengan kemiskinanmu, maka Ia akan memenuhi kebutuhanmu, sesuai dengan kekayaan-Nya.” Tetapi tetap saja itu terjadi melalui Kristus Yesus. Melalui Dia kita mendapat anugerah untuk melakukan apa yang baik, dan melalui Dia pula kita harus mengharapkan imbalannya. Imbalan ini diberikan bukan karena Allah berutang kepada kita, melainkan karena kita mendapat anugerah-Nya. Sebab semakin banyak kita berbuat untuk Allah, semakin kita berutang kepada-Nya, karena kita menerima lebih banyak dari-Nya. Amin

====TUHAN YESUS MEMBERKATI====

Minggu, 17 November 2019

PESAN DAN JANJI TUHAN

Teks: Mazmur 37:34-40 (TB)  Nantikanlah TUHAN dan tetap ikutilah jalan-Nya, maka Ia akan mengangkat engkau untuk mewarisi negeri, dan engkau akan melihat orang-orang fasik dilenyapkanAku melihat seorang fasik yang gagah sombong, yang tumbuh mekar seperti pohon aras Libanon; ketika aku lewat, lenyaplah ia, aku mencarinya, tetapi tidak ditemui. Perhatikanlah orang yang tulus dan lihatlah kepada orang yang jujur, sebab pada orang yang suka damai akan ada masa depan; tetapi pendurhaka-pendurhaka akan dibinasakan bersama-sama, dan masa depan orang-orang fasik akan dilenyapkan. Orang-orang benar diselamatkan oleh TUHAN; Ia adalah tempat perlindungan mereka pada waktu kesesakan; TUHAN menolong mereka dan meluputkan mereka, Ia meluputkan mereka dari tangan orang-orang fasik dan menyelamatkan mereka, sebab mereka berlindung pada-Nya. 

=======================

Kesimpulan sang pemazmur dalam khotbahnya ini (sebab puisi ini memang bersifat seperti khotbah) sama saja dengan tujuan dari keseluruhan mazmur ini, dan memaparkan hal-hal yang sama.

I. Kewajiban yang ditekankan kepada kita di sini masih sama (ay. 34): Nantikanlah TUHAN dan tetap ikutilah jalan-Nya. Kewajiban itu memang milik kita, dan kita harus memperhatikannya dan mawas diri karenanya. Kita wajib berada terus di jalan Allah dan tidak boleh menyimpang atau bermalas-malasan di dalamnya. Tetap dekat dan terus maju. Namun, segala peristiwa ada di tangan Allah, jadi kita harus berserah diri kepada-Nya dalam menghadapi semuanya itu. Kita harus menanti-nantikan Tuhan, mengikuti tindak-tanduk pemeliharaan-Nya, mengamati dengan saksama, dan dengan penuh kesadaran menyesuaikan diri terhadap semuanya itu. Jika kita mengikuti jalan Allahdengan penuh kesadaran, maka kita dapat menanti-nantikan-Nya dan menyerahkan jalan kita kepada-Nya dengan penuh sukacita. Dengan cara itu kita akan mendapati-Nya sebagai seorang Tuan yang adil, baik terhadap hamba-Nya yang bekerja maupun terhadap hamba-Nya yang menanti-nantikan-Nya.

II. Alasan-alasan yang memperkuat kewajiban ini juga hampir sama, didasarkan pada kebinasaan yang pasti akan menimpa orang fasik dan keselamatan yang akan diperoleh orang benar. Orang benar (dalam mazmur) ini, supaya dapat membentengi dirinya dari pencobaan yang timbul akibat rasa iri terhadap kejayaan orang fasik, masuk ke dalam tempat kudus Allah dan membimbing kita dari sana ( 73:17). Di sanalah dia mengerti nasib akhir orang fasik, dan kemudian menolong kita untuk memahaminya juga. Lalu, ia membandingkannya dengan nasib akhir orang benar, dan godaan itu pun mereda karena dapat ditahannya. Perhatikanlah,

1. Kesengsaraan yang pada akhirnya akan dialami oleh orang fasik, sekalipun mereka makmur untuk sementara waktu. Masa depan orang-orang fasik akan dilenyapkan (ay. 38), dan celakalah nasib orang yang masa depannya begitu suram. Orang fasik, di masa depan, akan dilenyapkan dari segala yang baik dan segala harapan. Segala keriaan mereka akan berakhir, dan mereka akan selamanya dipisahkan dari sumber hayat, lalu diserahkan kepada segala kejahatan.

(1) Daud telah mengamati beberapa contoh kehancuran dahsyat yang menimpa orang fasik di dunia ini – kemewahan dan kemakmuran para pendosa tidak mampu melindungi mereka dari penghakiman Allah saat hari mereka akhirnya datang menimpa (ay. 35-36): Aku melihat seorang fasik(bentuk tunggal), mungkin yang dimaksudkannya adalah Saul atau Ahitofel (sebab Daud sudah tua sewaktu dia menorehkan mazmur ini), yang gagah sombong, menggentarkan (begitulah yang ditafsirkan beberapa orang), yang menimbulkan ketakutan terhadap pahlawan-pahlawan yang meliputi dunia orang-orang hidup , yang memerintah semua orang dengan tangan teracung dan terlihat begitu teguh dan berjaya, tumbuh mekar seperti pohon aras Libanonyang hanya menghasilkan dedaunan saja tanpa buah, seperti seorang asli Israel yang lahir di negerinya (begitulah ungkapan Dr. Hammond), kelihatannya berakar dengan kuat. Tetapi, apa jadinya dengan dia kemudian? Jauh sebelum itu, Elifas telah belajar untuk mengutuki tempat kediaman orang bodoh yang berakar (Ayb. 5:3). Dan Daud dapat melihat alasannya, yaitu karena pohon aras itu kemudian menjadi layu secepat pohon ara yang dikutuk Kristus: ia lenyap bagaikan impian, seperti sebuah bayangan. Demikianlah yang terjadi dengan orang fasik itu dan segala kemewahan serta kekuasaan yang begitu ia bangga-banggakan itu. Dia hilang dalam sekejap: lenyaplah ia, aku mencarinya dengan heran, tetapi ia tidak ditemui. Dia menjalankan perannya, lalu kemudian turun panggung dan tidak terlihat lagi.

(2) Kebinasaan akhir yang dahsyat dari para pendosa, semua orang berdosa, akan dijadikan tontonan bagi orang-orang kudus, sebagaimana orang-orang kudus itu terkadang dijadikan tontonan bagi dunia ini (ay. 34): Saat orang-orang fasik dilenyapkan(dan mereka pasti dilenyapkan), engkau akan melihatnyadengan penuh kekaguman terhadap keadilan ilahi. Pendurhaka-pendurhaka akan dibinasakan bersama-sama (ay. 38). Dari sekian banyak pendosa di dunia ini, Allah memilih seorang pendosa di sini dan seorang lainnya di tempat lain, untuk dijadikan contoh in terrorem – sebagai peringatan. Akan tetapi, pada hari penghakiman nanti akan terjadi kebinasaan bagi semua pendurhaka, dan tidak seorang pun dapat meloloskan diri. Orang-orang yang telah sama-sama berbuat dosa akan dikutuk bersama-sama. Ikatlah mereka berberkas-berkas untuk dibakar.

2. Segala berkat yang pada akhirnya akan diperoleh orang benar. Marilah kita lihat bagaimana masa depan umat Allah yang hina dina itu.

(1) Kedudukan tinggi. Telah banyak terjadi pelanggaran yang membuat kesalehan manusia justru menjadi penghalang bagi perbaikan kedudukan mereka di dunia ini dan melenyapkan kesempatan mereka untuk menambah kekayaan. Akan tetapi, orang-orang yang mengikuti jalan Allah dapat merasa yakin bahwa pada waktunya Dia akan mengangkat mereka untuk mewarisi negeri(ay. 34). Dia akan meninggikan mereka ke tempat yang terletak di istana sorgawi, penuh martabat dan kehormatan serta harta sejati, di Yerusalem baru, untuk mewarisi negeri yang baik itu, yang dipelambangkan oleh Kanaan. Dia akan meninggikan mereka di atas segala penghinaan dan marabahaya.

(2) Damai (ay. 37). Biarlah semua orang memperhatikan orang yang tulus dan melihat kepada orang yang jujur. Amatilah dia, dan kagumi serta teladani dia. Arahkanlah pandanganmu kepadanya dan perhatikan apa yang terjadi kepadanya, dan engkau akan mendapati bahwa masa depan orang itu adalah damai. Kadang-kadang, kesudahan hari-hari tuanya terbukti lebih menyenangkan baginya daripada hari-hari mudanya. Serangan badai sudah berakhir, dan dia pun dihiburkan kembali, setelah masa-masa kesesakan berlalu. Bagaimanapun juga, jika seluruh harinya suram dan mendung, mungkin kematiannya akan menghiburkannya dan mentarinya akan terbenam dalam kegemilangan cahaya. Atau, jika kehidupannya memang harus sengsara, masa depannya akan tetap penuh damai sejahtera, damai yang tidak berkesudahan. Orang-orang yang hidup dengan lurus hati mendapat tempat damai pada waktu mereka mati (Yes. 57:2). Kematian yang penuh damai telah mengakhiri hidup yang penuh kesusahan bagi banyak sekali orang benar, dan semua yang akan seterusnya baik pastilah berakhir dengan baik. Bileam sendiri pun ingin kematian dan ajalnya seperti kematian dan ajal orang-orang jujur (Bil. 23:10).

(3) Keselamatan (ay. 39-40). Keselamatan orang benar(yang dapat diartikan sebagai keselamatan besar yang diselidiki dan diteliti oleh nabi-nabi,1 Ptr. 1:10) adalah dari TUHAN. Keselamatan itu adalah perbuatan Tuhan saja. Keselamatan kekal, keselamatan dari Allah yang akan dilihat oleh orang-orang yang jujur jalannya( 50:23), juga datang dari Tuhan. Dan Dia yang memberikan Kristus dan sorga bagi mereka akan menjadi Allah yang selalu mencukupi mereka: Ia adalah tempat perlindungan mereka pada waktu kesesakan, untuk menyokong mereka dan membawa mereka melewati semua itu. Dia menolong mereka dan meluputkan mereka, membantu mereka melaksanakan kewajiban mereka, memikul beban mereka, dan memelihara peperangan rohani mereka, membantu mereka untuk menanggung kesusahan mereka dan menarik pelajaran yang berharga dari semua itu, dan pada saatnya nanti, Dia akan meluputkan mereka dari segala permasalahan itu. Dia akan meluputkan mereka dari orang-orang fasik yang hendak mencengkeram dan menelan mereka hidup-hidup. Dia akan mengamankan mereka di sana kelak, di mana orang fasik akan berhenti berbuat masalah. Dia akan menyelamatkan mereka, bukan hanya melindungi mereka saja, tetapi juga membuat mereka bahagia, sebab mereka berlindung pada-Nya, bukan karena mereka layak mendapatkan semua itu dari-Nya, tetapi karena mereka telah menyerahkan diri mereka kepada-Nya dan mempercayai-Nya, dan dengan begitu telah menghormati Dia.

=====Tuhan Yesus memberkati=====

Statistik Pengunjung