Galatia 6:1, 3-10 (TB) Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan. Sebab kalau seorang menyangka, bahwa ia berarti, padahal ia sama sekali tidak berarti, ia menipu dirinya sendiri.Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain.Sebab tiap-tiap orang akan memikul tanggungannya sendiri. Dan baiklah dia, yang menerima pengajaran dalam Firman, membagi segala sesuatu yang ada padanya dengan orang yang memberikan pengajaran itu.Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu.Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.
====================
Dalam pasal sebelumnya, Rasul Paulus menasihati orang-orang Kristen untuk melayani seorang akan yang lain oleh kasih (ay. 13), dan juga memperingatkan kita (ay. 16) terhadap sikap yang, jika dibiarkan, akan menghalangi kita dalam menunjukkan kasih dan pelayanan satu sama lain yang sudah dianjurkannya. Dalam permulaan pasal ini, ia memberikan beberapa petunjuk lebih jauh, jika dipatuhi sebagaimana mestinya akan mendorong kita untuk melayani satu sama lain, dan mencegah sikap yang menghalanginya. Itu juga akan membuat perilaku kita lebih sesuai dengan iman yang kita akui, dan lebih berguna serta menghibur satu sama lain.
I. Paulus mengajarkan kita untuk bersikap lembut terhadap mereka yang kedapatan melakukan suatu pelanggaran (ay. 1).
Rasul Paulus menyodorkan contoh yang biasa terjadi: kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, yaitu berbuat dosa karena godaan yang datang secara mengejutkan. Kedapatan melakukan suatu pelanggaran dengan sengaja dan terencana, dan karena tekad bulat untuk berbuat dosa, merupakan suatu hal, dan kedapatan terjerumus ke dalam pelanggaran itu karena bukan direncanakan merupakan suatu hal yang lain lagi. Terjerumus ke dalam pelanggaran inilah yang dibicarakan di sini, dan dalam hal ini Rasul Paulus menunjukkan bahwa yang harus ditunjukkan adalah sikap yang sangat lembut. Kamu yang rohani, yang dimaksudkan di sini bukan hanya hamba-hamba Tuhan (seolah-olah hanya mereka saja yang bisa disebut sebagai orang-orang rohani), melainkan juga orang-orang Kristen lain, terutama yang lebih dewasa dalam hidup Kekristenannya. Mereka ini harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh secara lembut.
1. Kewajiban yang dianjurkan kepada kita, yaitu memimpin orang-orang yang terjerumus seperti itu. Kita harus berusaha, dengan senantiasa memberikan teguran dan nasihat-nasihat yang tepat pada tempat dan waktunya, untuk membuat mereka bertobat. Kata dalam bahasa aslinya, katartizete, berarti meluruskan tulang sendi, seperti pada tulang yang terkilir.Demikian pula halnya, kita harus berusaha meluruskan mereka lagi, menyadarkan mereka, dengan menginsafkan mereka akan dosa dan kesalahan mereka, dan mengajak mereka kembali pada kewajiban mereka. Dan bila mereka sudah bertobat, kita harus menghibur mereka dengan belas kasihan yang mau mengampuni, dan setelah mereka kembali, kita harus meneguhkan kasih kita kepada mereka.
2. Cara untuk melakukannya adalah dalam roh lemah lembut. Bukan dengan murka dan amarah, seperti orang yang bersuka atas kejatuhan saudaranya, melainkan dengan kelemahlembutan, seperti orang yang justru berduka untuknya. Banyak teguran yang diperlukan tidak membawa hasil karena disampaikan dengan amarah. Tetapi apabila teguran-teguran itu disampaikan dengan tenang dan lembut, dan tampak keluar dari kasih sayang dan kepedulian yang tulus akan kebaikan orang-orang yang diberi nasihat, maka ada kemungkinan teguran itu berdampak sebagaimana semestinya.
3. Alasan yang sangat baik mengapa teguran ini harus disampaikan dalam roh lemah lembut: Sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan. Kita harus berlaku sangat lembut terhadap orang-orang yang terjerumus ke dalam dosa, karena tak seorang pun dari kita yang tahu kalau suatu saat itu terjadi pada diri kita sendiri. Bisa jadi kita sendirilah yang akan dicoba, dan bahkan terjerumus ke dalam pencobaan. Oleh karena itu, jika kita menjaga diri kita sendiri dengan benar, maka ini akan mendorong kita untuk memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin orang lain memperlakukan kita dalam keadaan itu.
II. Paulus mengajarkan kita untuk saling menolong menanggung beban sesama umat Tuhan (ay. 2).
Ini bisa merujuk pada apa yang dikatakan sebelumnya, dan dengan demikian mengajar kita untuk melatih kesabaran dan belas kasihan satu terhadap yang lain, dalam segala kelemahan, kebodohan, dan kekhilafan yang begitu sering menghinggapi kita. Juga, bahwa walaupun kita tidak boleh sepenuhnya mengabaikan semua kesalahan itu, kita tidak boleh bersikap keras satu sama lain karenanya. Atau ini bisa merujuk pada patokan yang lebih umum, dan dengan demikian mengajak kita untuk berbela rasa satu sama lain di bawah berbagai macam pencobaan dan permasalahan yang mungkin kita hadapi, dan untuk siap saling memberikan penghiburan dan nasihat, bantuan dan pertolongan, sebagaimana keadaan menuntutnya. Untuk menggugah kita melakukan ini, Rasul Paulus menambahkan, dengan cara memberikan dorongan, bahwa dengan begitu kita memenuhi hukum Kristus. Ini berarti bertindak sesuai dengan hukum perintah-Nya, yaitu hukum kasih, dan ini mewajibkan kita untuk saling bersabar dan mengampuni, saling berbela rasa dan berbelas kasihan satu sama lain. Itu juga sesuai dengan teladan-Nya, yang berlaku sebagai hukum bagi kita. Ia menanggung kelemahan dan kebodohan kita, Ia turut merasakan kelemahan-kelemahan kita. Dan karena itu ada alasan baik mengapa kita harus menjaga sikap ini satu terhadap yang lain. Perhatikanlah, walaupun sebagai orang-orang Kristen kita dibebaskan dari hukum Musa, namun kita berada di bawah hukum Kristus. Dan karena itu, daripada menimpakan beban-beban yang tidak penting pada orang lain (seperti yang dilakukan oleh mereka yang mendesakkan pelaksanaan hukum Musa), jauh lebih patut bagi kita untuk memenuhi hukum Kristus dengan menanggung beban satu sama lain. Karena Rasul Paulus sadar bagaimana kesombongan akan menjadi halangan besar bagi kerendahan hati dan bela rasa satu sama lain seperti yang sudah dianjurkannya, dan bagaimana keangkuhan diri akan mencondongkan kita untuk mencela dan mengutuk saudara-saudara kita, bukan menanggung kelemahan-kelemahan mereka dan berusaha memulihkan mereka apabila terjerumus dalam kesalahan, maka ia (ay. 3) ambil peduli untuk memperingatkan kita terhadap hal ini. Menurutnya sangat mungkin (dan suatu hal yang baik kalau itu tidak terlalu sering dilakukan) bagi seseorang untuk menyangka dirinya berarti, yaitu senang menganggap dirinya sudah berkecukupan, memandang diri lebih bijak dan lebih baik dari orang lain, dan pantas mengatur-ngatur dan memerintah mereka, namun padahal sebenarnya ia bukan apa-apa, tidak ada arti atau keteguhan dalam dirinya, atau sesuatu yang bisa menjadi dasar bagi dia untuk merasa percaya diri dan unggul seperti yang disangkanya. Supaya kita tidak membuka diri pada sikap ini, Rasul Paulus memberi tahu kita bahwa orang seperti itu hanya menipu diri. Sementara ia memberi kesan bagus pada diri orang lain, dengan mengaku-ngaku mempunyai apa yang tidak dipunyainya, ia sebenarnya menipu diri sendiri, dan cepat atau lambat ia akan merasakan akibat-akibat yang menyedihkan darinya. Sikap ini tidak akan pernah membuat dia dihargai, entah oleh Allah atau manusia, yang sangat dinanti-nantikannya. Ia sama sekali tidak bebas dari kesalahan-kesalahan, dan tidak akan menjadi lebih aman dari godaan-godaan walaupun sangkanya ia mampu sendiri untuk menghadapinya. Sebaliknya, ia justru akan lebih mudah jatuh ke dalam godaan, dan termakan olehnya. Sebab, siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh! Oleh karena itu, daripada memanjakan kecondongan hati yang sombong seperti itu, yang akan merusak kasih dan kebaikan yang harus kita berikan kepada sesama orang Kristen maupun menyakiti diri kita sendiri, akan jauh lebih baik bagi kita untuk menerima anjuran Rasul Paulus (Flp. 2:3), janganlah mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri. Perhatikanlah, menyombongkan diri hanyalah menipu diri. Selain tidak sesuai dengan kasih yang harus kita berikan kepada orang lain (sebab kasih tidak memegahkan diri dan tidak sombong, 1Kor. 13:4), menyombongkan diri juga berarti menipu diri. Dan tidak ada tipuan yang lebih berbahaya di dunia ini daripada menipu diri sendiri. Sebagai jalan untuk mencegah kejahatan ini,
III. Paulus mengajarkan setiap dari kita menguji pekerjaan kita sendiri (ay. 4).
Yang terutama dimaksudkan dengan pekerjaan kita sendiri adalah perbuatan atau perilaku kita. Rasul Paulus meminta kita untuk menguji hal ini, yaitu memeriksanya secara sungguh-sungguh dan adil sesuai patokan firman Allah, untuk melihat apakah semua itu sesuai dengan firman Allah, dan karena itu berkenan pada Allah dan hati nurani. Ini digambarkannya sebagai kewajiban setiap orang. Daripada cepat-cepat menghakimi dan mencela orang lain, jauh lebih patut bagi kita untuk menyelidiki dan menguji jalan-jalan kita sendiri. Yang harus lebih kita perhatikan ada di rumah, bukan di luar, ada dalam diri kita sendiri, bukan diri orang lain, sebab siapakah kita, sehingga kita menghakimi hamba orang lain? Dengan menghubungkan nasihat ini dengan apa yang dikatakan sebelumnya, tampak bahwa jika orang-orang Kristen melakukan pekerjaan ini dengan semestinya, mereka akan mudah menemukan kekurangan dan kegagalan dalam diri mereka sendiri, yang akan segera menginsafkan mereka betapa sedikit alasan bagi mereka untuk menyombongkan diri atau bersikap keras dalam mencela orang lain. Dengan demikian, ini memberi kita kesempatan untuk mengamati bahwa jalan terbaik untuk mencegah supaya kita tidak menyombongkan diri adalah dengan menguji diri kita sendiri. Semakin kita mengenal hati dan jalan kita sendiri, semakin kita tidak mau merendahkan orang lain, dan semakin ingin berbelas kasihan dan membantu orang lain dalam segala kelemahan dan penderitaan mereka. Supaya kita mau menjalankan kewajiban yang penting dan bermanfaat ini, yaitu menguji pekerjaan kita sendiri, Rasul Paulus menegaskan dua pertimbangan yang sangat layak untuk itu:
1. Ini adalah jalan supaya kita dapat bermegah melihat keadaan kita sendiri. Jika kita sungguh berusaha untuk menguji pekerjaan kita sendiri, dan, ketika diuji, kita bisa membuktikan diri kita berkenan kepada Allah, bahwa kita tulus dan lurus hati di hadapan-Nya, maka kita boleh berharap akan mendapat penghiburan dan kedamaian dalam jiwa kita sendiri, dan pada saat yang sama suara hati kita pun memberi kesaksian kepada kita (2Kor. 1:12). Ia menunjukkan, bahwa ini akan menjadi alasan yang jauh lebih baik bagi kita untuk bersukacita dan merasa puas daripada bermegah melihat keadaan orang lain, entah karena mereka berpikiran baik tentang kita atau karena kita berhasil membuat mereka menyetujui pendapat kita. Inilah yang cenderung dimegahkan oleh guru-guru palsu itu (seperti yang kita lihat dalam ayat 13). Atau dengan membandingkan diri dengan orang lain, seperti yang tampak dilakukan sebagian orang, mereka langsung menyangka diri mereka sendiri baik, karena mereka pikir diri mereka tidak seburuk orang lain. Terlalu banyak orang cenderung menilai diri berdasarkan hal-hal seperti itu. Tetapi sukacita yang dihasilkan dengan cara demikian tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan sukacita yang timbul dari menguji diri kita sendiri secara adil sesuai patokan firman Allah, dan dengan begitu bisa membuktikan diri kita berkenan kepada-Nya. Perhatikanlah,
(1) Walaupun dalam diri kita tidak ada yang bisa kita megahkan, namun ada yang bisa membuat kita bersuka dalam diri kita sendiri. Perbuatan-perbuatan kita tidak memiliki jasa apa-apa di tangan Allah. Akan tetapi, jika suara hati kita bisa bersaksi kepada kita bahwa perbuatan kita berkenan dan diterima oleh-Nya demi Kristus, maka ada alasan yang baik bagi kita untuk bersukacita di dalamnya.
(2) Jalan yang benar untuk bermegah melihat keadaan kita sendiri adalah dengan banyak-banyak menguji pekerjaan kita sendiri, dengan menyelidiki diri kita menurut patokan firman Allah yang tak pernah keliru, bukan menurut ukuran-ukuran palsu yang mengukur seperti apa orang lain, atau apa yang orang lain pikirkan tentang kita.
(3) Jauh lebih baik mempunyai alasan untuk bermegah melihat keadaan kita sendiri daripada melihat keadaan orang lain. Jika suara hati kita bersaksi bahwa kita berkenan pada Allah, kita tidak perlu repot-repot memikirkan apa yang dipikirkan atau dikatakan orang lain tentang kita. Bila kita memiliki kesaksian suara hati ini, maka pendapat baik orang lain mengenai diri kita tidak banyak artinya bagi kita.
2. Alasan lain yang dipakai Rasul Paulus untuk menekankan kepada kita kewajiban menguji pekerjaan sendiri ini adalah bahwa tiap-tiap orang akan memikul tanggungannya sendiri (ay. 5). Artinya, pada hari penghakiman agung, setiap orang akan diadili sesuai dengan perilakunya selama berada di dunia sini. Ia memandang adanya suatu hari yang akan datang ketika kita semua harus mempertanggungjawabkan diri kita kepada Allah. Dan ia menyatakan bahwa pada waktu itu penghakiman akan berjalan, dan hukuman dijatuhkan, bukan menurut apa yang dipikirkan dunia tentang kita, atau pendapat kita yang tidak berdasar tentang diri kita sendiri, atau apakah perilaku kita lebih baik atau lebih buruk dari orang lain, melainkan menurut keadaan dan perilaku kita yang sesungguhnya di hadapan Allah. Dan, jika ada saat mengerikan yang akan datang, ketika Ia membalas setiap orang menurut perbuatannya, maka pastilah ada alasan yang sangat kuat mengapa kita harus menguji pekerjaan kita sendiri sekarang. Jika sudah pasti kita akan dipanggil untuk bertanggung jawab di kehidupan nanti, maka pasti kita harus sering memanggil diri kita sendiri untuk bertanggung jawab di sini, untuk melihat apakah kita termasuk orang yang akan diakui dan berkenan pada Allah nanti. Dan, karena ini merupakan kewajiban kita, maka jika itu harus kita lakukan, maka yang lebih menjadi pekerjaan kita adalah memikirkan apa yang lebih patut tentang diri kita sendiri maupun tentang sesama orang Kristen. Dan daripada berlaku keras satu terhadap yang lain, karena kesalahan atau kegagalan apa saja yang kita lakukan, lebih baik kita menetapkan hati untuk senantiasa memenuhi hukum Kristus itu, yang dengannya kita akan dihakimi dalam menanggung beban satu sama lain.
IV. Paulus mengajarkan kita untuk menghormati hamba-hamba Tuhan (ay. 6):
Dan baiklah dia, yang menerima pengajaran dalam Firman, membagi segala sesuatu yang ada padanya dengan orang yang memberikan pengajaran itu.
1. Rasul Paulus membicarakannya sebagai suatu hal yang sudah diketahui dan diakui bahwa, sebagaimana ada sebagian orang yang diajar, demikian pula ada sebagian lain yang ditunjuk untuk mengajar.
Tugas melayani adalah suatu ketetapan ilahi, yang tidak terbuka bagi semua orang, tetapi terbatas hanya pada mereka yang oleh Allah dibuat memenuhi syarat dan dipanggil untuk itu. Bahkan akal sendiri membimbing kita untuk membedakan antara pengajar dan yang diajar (sebab, kalau semuanya guru, siapa yang akan diajar?), dan Kitab Suci menyatakan dengan cukup bahwa sudah menjadi kehendak Allah kita harus membedakannya.
2. Firman Allahlah yang hamba-hamba Tuhan harus pergunakan untuk mengajar dan mendidik orang lain. Apa yang harus mereka beritakan adalah firman (2Tim. 4:2).
Apa yang harus mereka nyatakan adalah maksud Allah (Kis. 20:27). Mereka bukan tuan yang memerintahkan apa yang harus kita percayai, melainkan orang-orang yang turut bekerja untuk sukacita kita (2Kor. 1:24). Firman Allahlah satu-satunya patokan iman dan hidup. Inilah yang perlu mereka pelajari, mereka buka, dan mereka kembangkan untuk membangun orang lain. Tetapi mereka hanya boleh didengarkan sejauh mereka berbicara sesuai dengan patokan ini.
3. Orang-orang yang diajar firman wajib menyokong hidup guru-guru yang ditunjuk untuk mengajar mereka. Sebab mereka harus membagi segala sesuatu yang ada pada mereka dengan orang yang memberikan pengajaran itu, harus menyumbangkan dengan hati yang bebas dan riang, dari hal-hal baik yang dengannya Allah sudah memberkati mereka, yaitu apa yang diperlukan untuk kebutuhan hidup yang memadai guru-guru itu. Hamba-hamba Tuhan harus bertekun dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar (1Tim. 4:13). Mereka tidak boleh memusingkan diri mereka dengan soal-soal penghidupan mereka (2Tim. 2:4), dan karena itu pantas dan wajar jika mereka yang telah menaburkan benih rohani bagi orang lain, menuai hasil duniawi dari orang lain. Dan ini merupakan ketetapan Allah sendiri. Sebab sebagaimana di bawah hukum Taurat mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu, demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu (1Kor. 9:11, 13-14).
V. Paulus memperingatkan kita untuk berjaga-jaga supaya kita tidak mempermainkan Allah, atau menipu diri kita sendiri (ay. 7)
Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Ini bisa dipandang sebagai merujuk pada nasihat sebelumnya, dan dengan demikian maksudnya adalah untuk meyakinkan orang akan dosa dan kebodohan mereka jika mereka mencoba membuat-buat alasan untuk tidak menjalankan kewajiban menyokong kebutuhan hidup hamba-hamba Tuhan. Atau ini bisa dipahami secara lebih umum, menyangkut masalah menghormati agama secara keseluruhan, dan dengan demikian dimaksudkan untuk mengajak orang supaya tidak menyuburkan harapan yang sia-sia untuk menikmati imbalan-imbalan dari agama sementara mereka hidup dengan mengabaikan kewajiban-kewajibannya. Rasul Paulus di sini berpikir bahwa banyak orang cenderung membuat-buat alasan untuk tidak menjalankan perintah agama, terutama bagian-bagian yang lebih menuntut penyangkalan diri dan pengorbanan, meskipun pada saat yang sama mereka mungkin memperlihatkan diri beragama dan mengaku beragama. Tetapi ia meyakinkan mereka bahwa ini jalannya orang-orang yang percaya kepada dirinya sendiri (KJV: jalan ini adalah kebodohan mereka – pen.), sebab, walaupun dengan berbuat begitu mereka bisa saja mengelabui orang lain, namun mereka sebenarnya hanya menipu diri sendiri kalau mereka berpikir bisa mengelabui Allah juga, yang dengan sempurna mengenal hati dan juga perbuatan mereka. Dan, sebagaimana Allah tidak bisa ditipu, demikian pula Ia tidak mau dipermainkan. Oleh karena itu, untuk mencegah hal ini, Rasul Paulus mengarahkan kita untuk menetapkan sebagai patokan kita sendiri, apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Atau sesuai kelakuan kita sekarang, demikianlah pertanggungjawaban kita nanti di hari yang agung. Saat sekarang adalah saat menabur benih. Di dunia lain akan ada panen besar. Dan, sebagaimana petani menuai pada waktu panen sesuai dengan benih yang ditaburnya, demikian pula kita akan menuai nanti sesuai dengan apa yang kita tabur sekarang. Lebih jauh lagi Rasul Paulus memberi tahu kita (ay. 8) bahwa, sebagaimana ada dua macam benih, yaitu menabur dalam daging dan menabur dalam Roh, demikian pula dengan balasannya nanti di akhirat: Jika kita menabur dalam daging kita, kita akan menuai kebinasaan dari daging kita. Jika kita menabur angin, kita akan menuai badai. Orang-orang yang hidup dalam kedagingan, yang bukannya bertindak demi kehormatan Allah dan kebaikan orang lain, malah menghabiskan segenap pikiran, perhatian, dan waktu mereka untuk memuaskan daging, harus bersiap-siap memetik buah dari jalan itu, yang tiada lain adalah kebinasaan. Kepuasan yang tidak berharga dan sebentar pada saat ini, akan menghasilkan kehancuran dan kesengsaraan pada ujungnya. Akan tetapi, pada sisi lain, barangsiapa menabur dalam Roh, yang hidup kudus dan rohani di bawah bimbingan dan kuasa Roh, dengan mengabdi pada Allah dan berguna serta melayani sesama, ia boleh yakin bahwa ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu. Mereka akan mendapatkan penghiburan yang sesungguhnya di jalan mereka saat ini, dan hidup serta kebahagiaan kekal pada ujungnya. Perhatikanlah, orang yang mempermainkan Allah hanyalah menipu diri sendiri. Kemunafikan dalam agama adalah kebodohan dan juga kefasikan terbesar, karena Allah yang harus kita hadapi itu dengan mudah melihat segala hal yang kita samarkan, dan pasti akan mengadakan perhitungan dengan kita nanti, bukan menurut apa yang kita akui, melainkan menurut apa yang kita lakukan.
VI. Paulus memperingatkan kita untuk jangan jemu-jemu berbuat baik terhadap semua orang (ay. 9)
Sebagaimana kita tidak boleh mencari-cari alasan untuk tidak melakukan apa saja yang menjadi bagian dari kewajiban kita, demikian pula kita tidak boleh jemu-jemu dalam melakukannya. Dalam diri kita semua ada kecenderungan yang begitu besar untuk merasa jemu. Kita cenderung letih dan lesu dalam menjalankan kewajiban, bahkan kemudian meninggalkannya sama sekali, khususnya bagian yang diperhatikan Rasul Paulus secara khusus di sini, yaitu berbuat baik kepada orang lain. Oleh sebab itu, ia mau supaya kita betul-betul waspada dan berjaga-jaga terhadap hal ini. Dan ia memberikan alasan yang sangat baik untuk itu, yaitu karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. Di sini ia meyakinkan kita bahwa ada upah yang disediakan bagi semua orang yang dengan tulus menyediakan dirinya untuk berbuat baik. Bahwa upah ini pasti akan diberikan kepada kita pada waktunya, yaitu jika bukan di dunia ini, tidak diragukan lagi di dunia nanti, asalkan kita tidak menjadi lemah dalam menjalankan kewajiban kita. Jika kita menjadi jemu berbuat baik, dan undur darinya, kita tidak hanya akan kehilangan upah ini, tetapi juga penghiburan dan keuntungan dari apa yang sudah kita lakukan. Sebaliknya, jika kita tetap bersiteguh berbuat baik, walaupun ditunda, upah kita pasti akan tiba, dan upah itu akan begitu besar sehingga kita mendapat balasan yang berlimpah ruah atas segala ketabahan dan kesetiaan kita. Perhatikanlah, kita berhikmat dan memenuhi kepentingan serta kewajiban kita, jika kita bertekun dalam berbuat baik, sebab hanya untuk ketekunan inilah upah dijanjikan.
VII. Paulus menasehatkan kita untuk berbuat baik di tempat kita masing-masing dimana saja (ay. 10)
Selama masih ada kesempatan bagi kita, dan seterusnya. Bersikap baik terhadap orang lain saja tidak cukup, kalau kita mau membuktikan diri sebagai orang Kristen sejati. Kewajiban yang dianjurkan kepada kita di sini sama dengan yang dibicarakan dalam ayat 1-10. Dan, sebagaimana sebelumnya Rasul Paulus menasihati kita untuk bersikap tulus dan bertekun dalam menjalankan kewajiban, demikian pula di sini ia memberi kita petunjuk terhadap siapa kita harus menjalankan kewajiban ini dan apa patokannya.
1. Secara lebih umum, kewajiban ini harus dilakukan terhadap semua orang. Kita tidak boleh membatasi kasih dan kebaikan hati kita terlalu sempit, seperti yang cenderung dilakukan orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen Yahudi. Sebaliknya, kita harus siap memperluas kewajiban tersebut kepada semua orang yang ikut ambil bagian dalam sifat yang sama dengan kita, sejauh kita mampu dan sejauh mereka membutuhkan kita. Akan tetapi, dalam menjalankannya, kita harus terutama memperhatikan saudara-saudara seiman, atau mereka yang mengakui iman yang sama, dan sesama anggota tubuh Kristus. Meskipun orang lain tidak boleh dikesampingkan, namun mereka inilah yang harus lebih diutamakan. Kasih orang-orang Kristen haruslah luas. Akan tetapi, di dalamnya perhatian yang khusus harus diberikan kepada orang-orang baik. Allah berbuat baik kepada semua, tetapi dengan cara yang khusus Dia baik kepada hamba-hamba-Nya sendiri. Dan dalam berbuat baik, kita harus menjadi penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih.
2. Patokan yang harus kita pakai dalam berbuat baik kepada orang lain adalah selama masih ada kesempatan, yang menyiratkan,
(1) Bahwa kita harus memastikan untuk melakukannya selama ada kesempatan, atau selama kita hidup, yang merupakan satu-satunya kesempatan di mana kita bisa berbuat baik kepada orang lain. Oleh sebab itu, kalau kita mau berlaku benar dalam hal ini, kita tidak boleh, seperti yang dilakukan banyak orang, mengabaikannya ketika kita hidup, dan menundanya sampai sebelum kita mati, dengan dalih bahwa pekerjaan seperti ini sebaiknya dilakukan nanti saja. Sebab, sebagaimana kita tidak tahu pasti apakah kita akan diberi kesempatan nanti, demikian pula, kalau diberi kesempatan, kita tidak punya alasan untuk berharap bahwa apa yang akan kita lakukan pada waktu itu berkenan pada Allah. Apalagi kita berharap bisa menebus kelalaian-kelalaian kita di masa lalu dengan meninggalkan sesuatu demi kebaikan orang lain, padahal kita tidak bisa lagi menjaganya untuk diri kita sendiri. Sebaliknya, kita harus berusaha berbuat baik selama kita hidup, bahkan menjadikannya sebagai pekerjaan dalam hidup kita. Dan,
(2) Bahwa kita harus siap memanfaatkan setiap kesempatan untuk berbuat baik. Kita tidak boleh berpuas diri karena sudah melakukan suatu kebaikan. Sebaliknya, apabila kesempatan-kesempatan baru datang, sejauh kita mampu, kita harus siap mengambilnya, sebab kita diminta untuk memberikan bahagian kepada tujuh, bahkan kepada delapan orang (Pkh. 11:2). Perhatikanlah,
[1] Sebagaimana Allah sudah menjadikan kewajiban bagi kita untuk berbuat baik kepada orang lain, demikian pula Ia ambil peduli dalam pemeliharaan-Nya untuk memperlengkapi kita dengan kesempatan-kesempatan untuk melakukannya. Orang-orang miskin selalu ada padamu (Mat. 26:11).
[2] Apabila Allah memberi kita kesempatan untuk berguna bagi orang lain, Ia berharap supaya kita memanfaatkan kesempatan itu, menurut kesanggupan dan kemampuan kita.
[3] Kita memerlukan hikmat dan kebijaksanaan ilahi untuk membimbing kita dalam menjalankan perbuatan kasih atau kebaikan, khususnya dalam memilih siapa yang pantas mendapatkannya. Sebab, walau tak seorang pun boleh diabaikan sepenuhnya jika ia membutuhkan kita, namun ada pembedaan antara sebagian orang dan sebagian yang lain.Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar