Teks: Matius 12:1-8 (TB) Pada waktu itu, pada hari Sabat, Yesus berjalan di ladang gandum. Karena lapar, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya.
Melihat itu, berkatalah orang-orang Farisi kepada-Nya: "Lihatlah, murid-murid-Mu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat."
Tetapi jawab Yesus kepada mereka: "Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar,
bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak boleh dimakan, baik olehnya maupun oleh mereka yang mengikutinya, kecuali oleh imam-imam?
Atau tidakkah kamu baca dalam kitab Taurat, bahwa pada hari-hari Sabat, imam-imam melanggar hukum Sabat di dalam Bait Allah, namun tidak bersalah?
Aku berkata kepadamu: Di sini ada yang melebihi Bait Allah.
Jika memang kamu mengerti maksud firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah.
Karena Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat."
=========
Dalam pasal ini kita temukan,
I. Penjelasan Kristus terhadap perintah Allah yang keempat, yakni tentang hari Sabat, dan pembelaan-Nya terhadap perintah itu melawan gagasan-gagasan takhayul yang dikemukakan oleh guru-guru Yahudi. Ia menunjukkan bahwa perbuatan-perbuatan yang perlu dan belas kasihan harus dilakukan pada hari itu (ay. 1-13).
II. Hikmat, kerendahan hati, dan penyangkalan diri Yesus Tuhan kita dalam mengadakan mujizat-mujizat-Nya (ay. 14-21).
III. Jawaban Kristus terhadap berbagai celaan dan fitnah yang menghujat dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang berkata bahwa Ia dapat mengusir setan karena Ia bersekutu dengan Iblis (ay. 22-37).
IV. Tanggapan Kristus terhadap permintaan yang menggoda dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang menantang-Nya untuk menunjukkan kepada mereka suatu tanda dari langit (ay. 38-45).
V. Penilaian Kristus tentang siapa sanak saudara-Nya (ay. 46-50).
Kristus Membela Murid-murid-Nya (12:1-13)
Guru-guru Yahudi sudah banyak merusakkan perintah-perintah Allah dengan menafsirkannya secara lebih bebas daripada yang sebenarnya dimaksudkan. Ini suatu kesalahan mereka yang diungkapkan dan diluruskan oleh Kristus (ps. 5) dalam khotbah-Nya di bukit. Tetapi untuk perintah yang keempat ini, kesalahan yang mereka lakukan malah sebaliknya, mereka menafsirkan hukum ini justru terlalu ketat. Perhatikanlah, orang yang sudah rusak pikirannya biasanya mencari-cari jalan untuk menebus kehidupan moral mereka yang longgar dengan berapi-api dalam melakukan kegiatan ritual dan ibadah-ibadah agama yang sifatnya lahiriah saja. Tetapi terkutuklah mereka yang menambahkan ataupun yang mengurangkan perkataan-perkataan dari kitab ini (Why. 22:16, 19; Ams. 30:6).
Nah, yang mau ditekankan oleh Yesus Tuhan kita di sini adalah bahwa segala perbuatan yang perlu dan tindakan belas kasihan itu diperbolehkan pada hari Sabat. Dan ini bertentangan dengan orang-orang Yahudi yang dalam banyak hal diajar untuk tidak melakukannya. Penjelasan Kristus yang sangat teliti terhadap perintah keempat ini menunjukkan bahwa perintah tersebut merupakan ibadah agama yang wajib dilaksanakan terus satu hari dari tujuh hari, sebagai hari Sabat yang kudus. Ia tidak akan menjelaskan secara terperinci suatu perintah yang sebentar lagi tidak akan berlaku. Karena itu, tidak ragu lagi, di sini Ia bermaksud menetapkan suatu hal yang akan dipakai oleh gereja-Nya sepanjang masa. Dengan demikian, ini mengajarkan kita bahwa hari Sabat Kristen kita, walaupun berada di bawah petunjuk perintah Allah yang keempat, tidak tunduk di bawah peraturan-peraturan para penatua Yahudi.
Biasanya arti dari suatu hukum ditetapkan melalui penilaian-penilaian yang diberikan terhadap kasus-kasus yang nyata terjadi. Begitulah, dengan cara ini pula arti dari perintah keempat ini ditetapkan. Dalam perikop ini ada dua cerita yang dipadukan bersama-sama untuk memenuhi tujuan tersebut. Kedua cerita ini terjadi dalam jarak waktu yang berjauhan satu sama lainnya, dan sifatnya pun berbeda, tetapi keduanya dapat dipakai untuk tujuan tadi.
I. Kristus, dengan membenarkan murid-murid-Nya memetik bulir gandum pada hari Sabat, menunjukkan bahwa perbuatan yang perlu boleh dilakukan pada hari itu. Nah, perhatikanlah di sini:
Apa yang dilakukan oleh para murid itu. Mereka sedang mengikuti Guru mereka pada suatu hari Sabat berjalan di sepanjang ladang gandum. Kemungkinannya mereka mau ke rumah ibadat (ay. 9), sebab murid-murid Kristus tidak akan mondar-mandir tanpa tujuan pada hari itu. Jadi janganlah kita mencibir Guru kita bahwa Dia mempunyai cara hidup yang tidak teratur, tetapi anggaplah bahwa mereka begitu khusyuk melakukan ibadah Sabat sampai-sampai lupa sarapan. Karena telah menghabiskan begitu banyak waktu untuk ibadah pagi, mereka tidak mempunyai waktu untuk sarapan lagi, sehingga mereka pergi tanpa makan, supaya tidak terlambat masuk rumah ibadat. Allah di dalam pemeliharaan-Nya sudah mengatur supaya mereka berjalan melalui ladang gandum, dan di sanalah mereka akan mendapatkan makanan. Perhatikanlah, Allah mempunyai banyak cara untuk menunjukkan pemeliharaan-Nya yang sesuai bagi umat-Nya pada saat mereka memerlukannya. Ia secara khusus akan memperhatikan mereka ketika mereka sedang pergi menuju rumah ibadat, seperti dulu Ia memperhatikan para peziarah yang sedang berjalan menuju Yerusalem untuk beribadah (Mzm. 84:7-8), dengan mengisi kolam dengan air hujan bagi mereka. Sewaktu kita sedang melakukan kewajiban kita, biarlah Allah sendiri yang menyediakan segala sesuatunya bagi kita, Yehovah Jireh -- Allah yang menyediakan. Ketika sudah berada di ladang gandum, mereka mulai memetik bulir gandum. Perintah Allah memperbolehkan perbuatan ini (Ul. 23:25), untuk mengajar orang agar mereka mau berbagi dengan sesama dan agar mereka jangan bersikeras mempertahankan milik mereka untuk suatu urusan yang sepele saja, yang dapat bermanfaat bagi orang lain. Bulir gandum ini hanyalah secuil bekal yang tersedia bagi Kristus dan murid-murid-Nya, tetapi itulah yang terbaik yang mereka punya, dan mereka puas dengannya. Dulu ada seorang saleh di Inggris mengaku bahwa ia mempunyai dua mangkuk makanan untuk hari Sabat, yakni semangkuk susu panas dan semangkuk susu dingin, dan itu sudah sangat cukup untuk dia.
Pelanggaran apa yang murid-murid lakukan menurut pandangan orang-orang Farisi. Bulir gandum hanyalah sarapan kering, namun orang-orang Farisi tidak mau membiarkan mereka memakannya dengan tenang. Orang-orang Farisi tidak bertengkar dengan mereka karena mereka mengambil gandum milik orang lain (orang Farisi bukanlah pejuang-pejuang keadilan yang gigih). Orang-orang Farisi bertengkar dengan mereka karena mereka melakukannya pada hari Sabat, sebab memetik dan membersihkan bulir gandum dari tangkainya pada hari itu dengan jelas dilarang oleh tradisi nenek moyang mereka, karena perbuatan ini dianggap sebagai semacam kegiatan menuai.
Perhatikanlah, bukanlah hal baru lagi jika perbuatan-perbuatan Kristus dan para murid-Nya yang paling tidak membahayakan dan tidak bersalah sekalipun dicap sebagai jahat dan dipandang haram. Terutama oleh mereka yang bersemangat untuk melakukan segala temuan dan peraturan yang mereka ciptakan sendiri. Orang-orang Farisi mengeluhkan mereka kepada Guru mereka karena mereka telah berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan menurut hukum mereka. Perhatikanlah, orang yang memandang sesuatu sebagai hal yang tidak diperbolehkan, sedangkan Allah sendiri tidak memandangnya demikian, tidak terhitung sebagai sahabat Kristus dan para murid-Nya.
Apa jawaban Kristus terhadap celaan orang-orang Farisi ini.
Murid-murid tidak bisa berkata-kata banyak untuk membela diri mereka sendiri, terutama karena orang-orang yang berselisih dengan mereka tampaknya menjalankan perintah untuk menguduskan hari Sabat dengan demikian ketat, sehingga lebih aman untuk mengaku salah saja. Namun Kristus datang untuk membebaskan para pengikut-Nya, bukan hanya dari kebusukan-kebusukan orang Farisi, tetapi juga dari segala kewajiban yang tidak alkitabiah. Oleh karena itu, Ia mempunyai sesuatu untuk dikatakan bagi mereka dan Ia membenarkan apa yang mereka lakukan, meskipun perbuatan mereka itu merupakan suatu pelanggaran terhadap ketetapan hukum.
(1) Ia membenarkan mereka dengan menyebutkan peristiwa-peristiwa masa lalu, yang dipandang baik oleh orang-orang Farisi itu sendiri.
[1] Ia mengajukan bukti dari cerita kuno tentang Raja Daud, yang karena keperluannya melakukan apa yang seharusnya tidak boleh dilakukan (ay. 3-4). "Tidakkah kamu baca cerita (1Sam. 21:6) tentang Daud ketika ia makan roti sajian yang hanya boleh dimakan oleh imam-imam?" Roti itu teruntuk bagi Harun serta anak-anaknya, dan mereka harus memakannya di tempat kudus (Im. 24:5-9), dan orang awam janganlah memakannya (Kel. 29:33). Meskipun demikian, sang imam memberikannya kepada Daud dan orang-orangnya. Walaupun tidak diungkapkan secara langsung bahwa ini hanyalah merupakan suatu pengecualian, namun hal pengecualian seperti ini tersirat di dalam ketetapan ritual pada contoh kejadian tersebut dan di dalam semua ketetapan ritual lain. Yang membuat Daud boleh memakan roti sajian itu bukanlah kehormatan yang dimilikinya, melainkan rasa laparnya (bdk. Uzia, yang dengan congkak memasuki bait TUHAN dan terkena penyakit kusta karenanya, meskipun ia seorang raja, 2Taw. 26:16, dst.). Orang terhormat tidak akan dituruti nafsunya, tetapi orang yang paling hina akan dipenuhi kekurangannya. Lapar adalah keinginan alami yang tidak dapat dimatikan, melainkan harus dipenuhi, dan tidak dapat ditunda-tunda oleh apa pun kecuali oleh makanan. Karena itulah kita berkata bahwa rasa lapar dapat menembus dinding-dinding batu. Nah, Tuhan itu untuk tubuh, dan Ia mengizinkan ketentuan yang dibuat-Nya sendiri untuk dikesampingkan dalam masa-masa kesusahan, apalagi tradisi-tradisi nenek moyang. Perhatikanlah, apa yang boleh dilakukan pada suatu kasus karena suatu keperluan mungkin tidak boleh dilakukan pada waktu-waktu lain. Ada hukum-hukum yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan masalah perlu tidaknya suatu perbuatan, namun yang sudah merupakan hukum dengan sendirinya. Orang janganlah mencela, tetapi tunjukkanlah belas kasihan, kalau seorang pencuri mencuri untuk memuaskan nafsunya karena lapar (Ams. 6:30).
[2] Ia memberikan bukti mengenai sebuah contoh sehari-hari dari para imam, yang juga bisa mereka baca dalam kitab Taurat, dan yang menurut kitab Taurat biasa dilakukan oleh para imam secara terus-menerus (ay. 5). Imam-imam di dalam Bait Allah banyak melakukan pekerjaan yang hina pada hari Sabat, seperti menyembelih, menguliti, dan membakar binatang-binatang persembahan, yang jika dilakukan orang biasa akan dianggap menajiskan hari Sabat. Namun hal ini tidak pernah dianggap sebagai suatu pelanggaran terhadap perintah keempat, karena ibadah dalam rumah ibadat mengharuskan dan membenarkannya. Ini menunjukkan bahwa pekerjaan-pekerjaan seperti itu halal pada hari Sabat karena memang diperlukan, bukan hanya untuk menunjang kehidupan, tetapi juga untuk ibadah hari itu, seperti misalnya membunyikan lonceng untuk mengumpulkan jemaat, melakukan perjalanan ke gereja, dan hal-hal semacamnya. Istirahat Sabat adalah untuk mendukung, bukan menghalangi, ibadah hari Sabat.
(2) Ia membenarkan tindakan murid-murid-Nya dengan mengajukan tiga alasan yang kukuh.
[1] Di sini ada yang melebihi Bait Allah (ay. 6). Jika ibadah dalam bait Allah membenarkan apa yang dilakukan para imam dalam melayani, maka ibadah terhadap Kristus akan terlebih lagi membenarkan murid-murid dalam apa yang mereka lakukan dalam mengikuti-Nya. Orang-orang Yahudi sangat memuja Bait Allah: tempat itu menguduskan emas di dalamnya. Stefanus dituduh karena menghina tempat kudus ini (Kis. 6:13); tetapi Kristus, walaupun berada di ladang gandum, melebihi bait Allah, karena di dalam Dia hadirat Allah itu tidak diam secara kiasan, tetapi seluruh kepenuhan ke-Allahan secara jasmaniah. Perhatikanlah, apa pun yang kita lakukan, jika kita melakukannya dalam nama Kristus dan untuk Dia, maka itu akan diterima oleh Allah dengan senang hati, betapapun hal itu dicela dan dicemooh oleh manusia.
[2] Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan (ay. 7). Kewajiban-kewajiban upacara harus mengalah terhadap hukum moral, hukum alam, dan hukum kerajaan yang berlandaskan kasih. Juga, perlindungan diri harus lebih diutamakan daripada pelaksanaan ibadah-ibadah ritual. Perkataan ini dikutip dari Hosea 6:6. Perkataan tersebut juga digunakan sebelumnya (Mat. 9:13) untuk membenarkan belas kasihan terhadap jiwa-jiwa manusia, yang di sini dipakai untuk membenarkan belas kasihan terhadap tubuh mereka. Istirahat Sabat diperintahkan untuk kebaikan manusia, demi kepentingan tubuh (Ul. 5:14). Jadi, tidak ada hukum yang akan ditafsirkan sehingga bertentangan dengan tujuan akhirnya sendiri. Seandainya kamu mengerti maksud firman ini, jika memang kamu tahu apa artinya mempunyai belas kasihan, maka kamu akan bersedih melihat orang-orang ini terpaksa melakukan hal ini untuk memuaskan rasa lapar mereka, dan bukannya mencela orang-orang yang tidak bersalah ini. Perhatikanlah,
pertama, ketidaktahuan adalah penyebab mengapa kita dengan cepat dan tidak berperasaan mencela saudara-saudara kita.
Kedua, tidaklah cukup bagi kita untuk mengenal Kitab Suci, kita juga harus berusaha mengerti maksudnya. Siapa yang membaca, harus mengerti.
Ketiga, ketidaktahuan akan maksud Kitab Suci sangatlah memalukan, terutama bagi mereka yang memakai Kitab Suci untuk mengajar orang lain.
[3] Anak manusia adalah Tuhan atas hari Sabat (ay. 8).
Hukum ini, dan juga hukum-hukum lainnya, diserahkan ke dalam tangan Kristus untuk diubah, dikuatkan, atau dihilangkan, sesuai dengan apa yang baik menurut-Nya. Melalui Anaklah Allah menciptakan dunia, dan oleh Dia-lah Allah menetapkan hari Sabat dan menguduskannya; oleh Dia-lah Allah memberikan Sepuluh Perintah di Gunung Sinai. Sebagai Pengantara, Dia dipercayakan untuk menetapkan perintah-perintah dan mengubahnya menurut apa yang dipikirkan-Nya baik; dan khususnya, sebagai Tuhan atas hari Sabat, Ia diberi wewenang untuk membuat perubahan seperti itu pada hari itu, dan menjadikannya sebagai hari Tuhan, hari Kristus Tuhan. Dan, jika Kristus adalah Tuhan atas hari Sabat, maka pantaslah jika hari itu dan semua pekerjaan yang dilakukan di dalamnya dipersembahkan bagi-Nya. Dengan kuasa yang dimiliki-Nya ini, Kristus di sini menetapkan bahwa perbuatan-perbuatan yang diperlukan, yang memang benar-benar diperlukan dan tidak dibuat-buat, boleh dilakukan pada hari Sabat. Penjelasan terhadap hukum ini dengan jelas menunjukkan bahwa hal ini berlaku untuk selamanya. Exceptio firmat regulam -- pengecualian membenarkan peraturan.
Setelah membungkamkan orang-orang Farisi seperti itu, dan membuat mereka bubar dari sana (ay. 9), Kristus pergi dan masuk ke rumah ibadat mereka, rumah ibadat orang-orang Farisi ini, yaitu tempat mereka bertugas, dan ke tempat yang sama juga Kristus sedang menuju ketika mereka memicu pertengkaran ini dengan-Nya. Perhatikanlah,
pertama, kita harus berjaga-jaga jangan sampai sesuatu yang terjadi di tengah-tengah perjalanan kita untuk beribadah membuat kita tidak pantas untuk, atau mengalihkan perhatian kita dari, menjalankan ibadah-ibadah itu sendiri dengan benar. Marilah kita maju terus dalam melakukan kewajiban kita tanpa mengindahkan tipu muslihat Iblis, yang berusaha mengganggu ketenangan kita dan membuat kita gelisah melalui percekcokan antara orang-orang yang tidak lagi berpikiran sehat dan melalui banyak cara lain.
Kedua, janganlah kita, hanya karena pertengkaran dan persoalan pribadi, menarik diri dari ibadah-ibadah umum. Sekalipun orang-orang Farisi sudah mengecam Kristus dengan begitu kejinya, Dia tetap masuk ke rumah ibadat mereka. Iblis akan berhasil mencapai maksudnya jika, dengan menabur benih perselisihan di antara sesama saudara, ia dapat membuat mereka, atau siapa saja dari mereka, meninggalkan rumah ibadat dan persekutuan orang beriman.
II. Kristus, dengan menyembuhkan orang yang mati sebelah tangannya pada hari Sabat, menunjukkan bahwa perbuatan-perbuatan yang didasarkan atas belas kasihan itu boleh dan pantas dilakukan pada hari itu. Perbuatan karena kebutuhan dilakukan oleh murid-murid, dan dibenarkan oleh-Nya, sementara perbuatan belas kasihan dilakukan oleh-Nya sendiri. Sebab perbuatan belas kasihan adalah perbuatan karena kebutuhan bagi-Nya; makanan dan minuman-Nya adalah berbuat baik. Aku harus memberitakan Injil, kata-Nya (Luk. 4:43). Kisah penyembuhan ini dicatat karena hari saat penyembuhan tersebut diadakan, yakni pada hari Sabat.
Penderitaan yang dirasakan oleh orang yang malang ini: sebelah tangannya mati sehingga ia sama sekali tidak dapat mencari penghidupan melalui bekerja dengan kedua tangannya. Jerome berkata bahwa dalam Injil Matius yang berbahasa Ibrani, yang digunakan oleh orang-orang Nazaret dan Ebion, ada sesuatu yang ditambahkan kepada cerita tentang orang yang mati sebelah tangannya ini, yaitu bahwa ia adalah seorang cæmentarius -- tukang batu, dan bahwa ia memohon kepada Kristus seperti ini, "Tuan, aku seorang tukang batu, dan mendapatkan penghasilan dari buah tanganku (manibus victum quæritans). Aku mohon kepada-Mu, ya Yesus, pulihkan aku untuk memakai tanganku, supaya aku tidak harus mengemis untuk mendapatkan makanan -- ne turpiter mendicem cibos." Orang yang malang ini sedang berada di rumah ibadat. Perhatikanlah, orang yang hanya bisa berbuat sedikit, atau yang hanya mempunyai sedikit untuk diperbuat bagi dunia, harus jauh lebih banyak berbuat bagi jiwa mereka; demikian juga orang kaya, orang yang sudah lanjut usia, dan orang yang lemah.
Pertanyaan yang penuh kebencian yang diajukan oleh orang-orang Farisi kepada Kristus setelah mereka melihat orang ini. Mereka bertanya kepada-Nya: "Bolehkah menyembuhkan orang?" Di sini kita tidak melihat adanya suatu permohonan dari orang yang malang ini kepada Kristus untuk disembuhkan, namun mereka mengamati bahwa Kristus mulai memperhatikannya, dan mereka tahu bahwa Kristus biasa didapati oleh orang yang tidak mencari-Nya. Karena itu, orang-orang Farisi, dengan kejahatan mereka, sudah menduga bahwa Kristus akan berbuat kebaikan, dan karena itu mereka mulai mempermasalahkan suatu perbuatan baik menjadi sebuah batu sandungan. Bolehkah menyembuhkan orang pada hari Sabat? Apakah tabib boleh menyembuhkan pada hari itu atau tidak, menjadi permasalahan yang diperdebatkan dalam kitab-kitab mereka. Namun bahwa nabi boleh menyembuhkan pada hari Sabat pasti merupakan suatu hal yang tidak usah dipertanyakan lagi, apalagi Dia, yang mengungkapkan kuasa dan kebaikan ilahi dalam segala perbuatan-Nya, dan yang menyatakan diri-Nya sebagai utusan Allah. Apakah orang boleh bertanya apakah boleh bagi Allah untuk menyembuhkan, untuk mengucapkan firman-Nya dan menyembuhkan? Benar bahwa Kristus pada saat itu dibuat ada di bawah hukum Taurat, dengan menyerahkan diri-Nya secara sukarela kepada hukum itu, namun Ia tidak pernah hidup di bawah peraturan-peraturan para penatua. Bolehkah menyembuhkan orang? Bertanya tentang boleh tidaknya suatu perbuatan dilakukan adalah hal yang sangat baik, dan tidak ada orang lain lagi yang lebih cocok untuk ditanyai selain Kristus sendiri. Tetapi di sini mereka bertanya bukan supaya mereka dapat diajar oleh-Nya, melainkan supaya mereka dapat menuduh Dia. Jika Dia sampai berkata bahwa menyembuhkan orang pada hari Sabat itu boleh, maka mereka akan menuduh-Nya menentang perintah keempat. Sampai sejauh itulah ketakhayulan yang dipegang oleh orang-orang Farisi mengenai hal beristirahat pada hari Sabat itu sampai-sampai mereka tidak memperbolehkan orang mengadakan pengobatan pada hari Sabat, kecuali untuk orang yang sedang dalam bahaya maut. Jika Dia sampai berkata bahwa itu tidak boleh, maka mereka akan menuduh-Nya pilih kasih, sebab Ia baru saja membenarkan murid-murid-Nya memetik bulir gandum pada hari itu.
Cara Kristus menjawab pertanyaan ini, yaitu dengan menerapkan masalahnya kepada diri mereka sendiri, kepada pendapat dan kebiasaan yang mereka lakukan sendiri (ay. 11-12). Seandainya ada seekor domba (walaupun hanya satu ekor, dan kalaupun hilang kerugian yang diderita tidaklah terlalu besar) terjatuh ke dalam lobang pada hari Sabat, tidakkah mereka akan mengeluarkannya? Tentu saja mereka akan melakukannya, perintah keempat memperbolehkannya. Mereka harus melakukannya, sebab orang yang berbelas kasihan memperhatikan hidup hewannya. Lagi pula, untuk kebaikan mereka sendiri, mereka akan melakukannya, daripada kehilangan seekor domba. Apakah Kristus juga peduli terhadap domba? Ya, benar. Ia melindungi dan memelihara baik itu manusia maupun binatang. Tetapi dalam hal ini Ia mengemukakan hal domba untuk kepentingan kita (1Kor. 9:9-10), dan karena itu Ia mengajukan pembelaannya, "Bukankah manusia jauh lebih berharga dari pada domba?" Domba bukan hanya makhluk yang tidak berbahaya melainkan juga bermanfaat, dan dihargai serta diurusi sesuai dengan manfaatnya itu, namun manusia jauh lebih berharga daripada domba. Perhatikanlah, manusia, dalam hal keberadaannya, jauh lebih baik dan lebih berharga daripada hewan yang paling baik sekalipun. Manusia adalah ciptaan yang berakal, mampu mengenal, mengasihi, dan memuliakan Allah, dan karena itu lebih baik daripada domba. Oleh sebab itu, pengorbanan domba tidak akan dapat menebus dosa yang diperbuat oleh jiwa manusia. Namun kaum Farisi ini tidak berpikir tentang semuanya ini, sebaliknya mereka lebih memerhatikan bagaimana mereka dapat melatih, melindungi, dan menyediakan makanan bagi kuda-kuda atau anjing-anjing mereka daripada bagi umat Allah yang miskin, atau mungkin juga daripada anggota keluarga mereka sendiri.
Dari sini, Kristus menyimpulkan suatu kebenaran, yang tampak sangat masuk akal dan sangat baik sifatnya bahkan pada waktu pertama kali kita mendengarnya, yaitu bahwa berbuat baik pada hari Sabat itu boleh. Mereka sebelumnya bertanya, "Bolehkah menyembuhkan orang?" Kristus membuktikan bahwa berbuat baik itu boleh, dan biarlah orang sendiri yang menilai apakah menyembuhkan orang, seperti yang dilakukan Kristus ini, berbuat baik atau bukan. Perhatikanlah, masih ada lebih banyak cara untuk berbuat baik pada hari Sabat selain melakukan kewajiban-kewajiban beribadah secara langsung kepada Allah. Menengok orang sakit, menghibur orang miskin, membantu orang yang tiba-tiba dilanda kesusahan, dan memberikan bantuan kepada mereka dengan segera, ini semua merupakan beberapa contoh berbuat baik, dan semuanya ini harus dilakukan atas dasar kasih dan kedermawanan, dengan kerendahan hati dan penyangkalan diri, dan dalam semangat sorgawi yang kudus. Ini adalah berbuat baik, dan perbuatan ini akan diterima (Kej. 4:7).
Penyembuhan Kristus atas orang itu, kendati Ia tahu bahwa orang-orang Farisi akan memandangnya sebagai pelanggaran hukum (ay. 13). Walaupun mereka tidak bisa menjawab bantahan-bantahan Kristus, mereka tetap bersikeras dalam prasangka dan permusuhan mereka terhadap-Nya. Tetapi Kristus terus melanjutkan pekerjaan-Nya tanpa mengindahkan mereka. Perhatikanlah, kewajiban tidak boleh dibiarkan tidak terlaksana, dan kesempatan-kesempatan untuk berbuat baik tidak boleh diabaikan begitu saja, hanya karena takut diserang. Nah, cara penyembuhan-Nya itu dapat dilihat dengan jelas. Ia berkata kepada orang itu, "Ulurkanlah tanganmu! Kerahkanlah seluruh tenagamu sedapat mungkin," dan orang itu pun berbuat demikian, maka pulihlah tangannya itu. Penyembuhan ini, seperti penyembuhan-penyembuhan lain yang diadakan Kristus, mempunyai arti rohani yang penting.
(1) Secara alami, kedua tangan kita itu mati. Kita benar-benar tidak mampu melakukan apa pun yang baik dengan diri kita sendiri.
(2) Kristus sendirilah, dengan kuasa anugerah-Nya, yang menyembuhkan kita. Ia menyembuhkan tangan yang terkulai dengan memberikan kehidupan kepada jiwa yang mati, dan mengerjakan di dalam diri kita baik kemauan maupun pekerjaan.
(3) Untuk kesembuhan kita, Ia memerintahkan kita untuk mengulurkan tangan kita, mengembangkan kekuatan-kekuatan alami yang kita miliki, dan berbuat semampu kita. Ia menyuruh kita untuk mengulurkan kedua tangan kita di dalam doa kepada Allah, mengulurkan kedua tangan kita untuk berpegangan kepada Kristus dengan iman, dan mengulurkannya dengan usaha yang kudus. Nah, orang ini tidak dapat mengulurkan tangannya yang mati itu dengan kekuatannya sendiri, ia tidak lebih dari orang lumpuh yang tidak dapat bangun dan mengangkat tilamnya sendiri itu, atau Lazarus untuk keluar dari kuburnya sendiri. Namun Kristus memerintahkan orang itu untuk berbuat demikian. Perintah-perintah Allah kepada kita untuk melakukan suatu kewajiban yang tidak mampu kita lakukan dengan kekuatan kita sendiri tidaklah lebih aneh atau tidak adil daripada perintah-Nya kepada orang ini untuk mengulurkan sebelah tangannya yang mati itu, karena bersamaan dengan perintah itu, ada suatu janji anugerah yang diberikan melalui perkataan itu. Berpalinglah kamu kepada teguran-Ku! Sesungguhnya, aku hendak mencurahkan isi hatiku kepadamu (Ams. 1:23). Orang binasa adalah orang yang keadaannya seperti orang ini tetapi tidak mau berusaha untuk mengulurkan tangannya supaya menjadi sembuh. Sebaliknya, siapa yang diselamatkan, ia tidak bisa berbangga diri, karena ia sama seperti orang ini, yang tidak menyembuhkan dirinya sendiri walaupun dia mengulurkan tangannya; jadi, ia berutang kepada kuasa dan anugerah Kristus seperti orang ini.
#TUHAN YESUS MEMBERKATI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar