Mazmur 84:1-13 (TB)...Mazmur bani Korah. (84-2) Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya TUHAN semesta alam! (84-3) Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran TUHAN; hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup. (84-4) Bahkan burung pipit telah mendapat sebuah rumah, dan burung layang-layang sebuah sarang, tempat menaruh anak-anaknya, pada mezbah-mezbah-Mu, ya TUHAN semesta alam, ya Rajaku dan Allahku! (84-5) Berbahagialah orang-orang yang diam di rumah-Mu, yang terus-menerus memuji-muji Engkau. Sela (84-6) Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah! (84-7) Apabila melintasi lembah Baka, mereka membuatnya menjadi tempat yang bermata air; bahkan hujan pada awal musim menyelubunginya dengan berkat. (84-8) Mereka berjalan makin lama makin kuat, hendak menghadap Allah di Sion. (84-9) Ya TUHAN, Allah semesta alam, dengarkanlah doaku, pasanglah telinga, ya Allah Yakub. Sela (84-10) Lihatlah perisai kami, ya Allah, pandanglah wajah orang yang Kauurapi!(84-11) Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik. (84-12) Sebab TUHAN Allah adalah matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela. (84-13) Ya TUHAN semesta alam, berbahagialah manusia yang percaya kepada-Mu!
===============
Dalam ayat-ayat diatas Pemazmur mengajar kita tentang:
I. DOA SEBAGAI JALAN BERTEMU ALLAH.
Sang pemazmur berdoa supaya boleh menghadap dan diterima Allah, tanpa menyebutkan apa yang ia ingin Allah perbuat baginya. Ia tidak perlu berkata-kata lebih banyak lagi karena ia sudah menyatakan penghargaan yang begitu tinggi terhadap ketetapan-ketetapan ibadah kepada Allah. Melalui pengakuan yang tulus di hadapan Allah, kerinduan dan keluh kesahnya, kerinduan hatinya itu terungkap dengan jelas dalam doa. Oleh sebab itu ia berdoa (ay. 9-10), semata-mata supaya Allah mendengar doanya dan memasang telinga, supaya Ia memandang keadaannya, melihat perasaan kasih sayangnya, dan melihat wajahnya, bagaimana roman mukanya menunjukkan kerinduan mendalam terhadap pelataran-pelataran Allah. Ia menyebut dirinya (seperti pendapat banyak orang) orang yang diurapi Allah, karena Daud memang diurapi oleh Dia dan bagi Dia. Di dalam permohonan ini,
1. Ia memandang Allah menurut beberapa gelar agung-Nya – sebagai TUHAN, Allah semesta alam, yang memerintah atas semua makhluk ciptaan-Nya dan oleh sebab itu berkuasa atas sorga dan bumi, dan sebagai Allah Yakub, Allah yang mengikat kovenan dengan umat-Nya dan yang tidak pernah berkata kepada keturunan Yakub yang sedang berdoa untuk mencari Aku dengan sia-sia. Ia memandang Allah juga sebagai Allah perisai kami, yang melindungi umat-Nya dengan istimewa, sesuai kovenan-Nya dengan Abraham bapa mereka (Kej. 15:1), Janganlah takut, Abram, Akulah perisaimu. Ketika Daud tidak dapat bersembunyi di dalam kemah Allah ( 27:5) karena berada jauh dari situ, ia tetap berharap akan mendapati Allah sebagai perisainya, di mana pun ia berada.
2. Ia memandang Sang Pengantara, karena menurut pemahaman saya, tentang Dia dikatakan “Pandanglah wajah Mesias,” Dia yang diurapi, karena Daud berbicara mengenai pengurapan diri-Nya dalam Mazmur 45:8. Saat berbicara dengan Allah, kita harus berkeinginan supaya Ia memandang wajah Kristus, menerima kita demi Dia, dan berkenan kepada kita di dalam Dia. Kita harus memandang dengan mata iman, maka Allah dengan mata yang berkenan akan memandang wajah orang yang diurapi, yang menampakkan wajah-Nya.
II. MENYATAKAN KASIH KEPADA ALLAH DAN MEMPUNYAI KETERGANTUNGAN KEPADA-NYA SEBAGAI ALASAN BERTEMU TUHAN
1. Pelataran Allah merupakan pilihan Pemazmur (ay. 11). Ia sangat menghormati ketetapan-ketetapan kudus, jauh melebihi apa pun, dan ia mengungkapkan penghargaannya,
Dengan lebih mengingini waktu untuk menyembah Allah daripada waktu-waktu lainnya: Lebih baik satu hari di pelataran-Mu, menghadiri ibadah-ibadah yang sepenuhnya terpisah dari perkara-perkara dunia, daripada seribu hari tetapi bukan di pelataran-Mu, melainkan di tempat lain di dunia ini yang penuh dengan semua kesenangan anak manusia. Di dalam Alkitab (kjv) tertulis bahwa Daud hanya mengatakan seribu, bukan seribu hari, jadi kita bisa saja menambahkannya dengan tahun atau abad kalau mau, namun Daud sangat ingin melibatkan diri di dalamnya. “Satu hari di pelataran-Mu pada hari Sabat, hari yang kudus, hari raya, sekalipun hanya satu hari, akan sangat menyenangkan bagiku. Bahkan lebih dari itu, seandainya pun aku harus mati keesokan harinya, itu akan terasa lebih manis dibandingkan dengan bertahun-tahun melewatkan waktu dalam kegiatan dan kesenangan dunia ini. Satu hari penuh sukacita seperti ini akan mampu mengejar seribu orang, dan dua orang dapat membuat lari sepuluh ribu orang dengan rasa malu karena tidak pantas untuk dibandingkan.”
Dengan lebih menginginkan tempat ibadah daripada tempat lainnya: Lebih baik berdiri di ambang pintu, tempat dan kedudukan yang paling rendah, di rumah Allahku, dari pada diam dalam kemegahan sebagai tuan di kemah-kemah orang fasik.
Pemazmur menyebutkan Kemah Suci sebagai rumah, karena hadirat Allah di dalamnya bahkan mampu membuat tirai-tirainya tampak lebih megah daripada istana dan lebih kuat daripada benteng. Ini adalah rumah Allah-ku.
Kepentingan dalam kovenan yang dimiliki pemazmur di dalam Allah sebagai nada merdu yang sangat suka dimainkannya dengan kecapinya. Hanya mereka yang mampu menyebut Allah sebagai Allah mereka dengan alasan yang baik sajalah yang dapat menikmati pelataran rumah-Nya.
Lebih baik menjadi penjaga pintu di rumah Allah daripada menjadi raja di kemah-kemah tempat orang fasik berkuasa. Lebih baik berada di ambang pintu (arti kata yang dipakai), yakni tempat bagi pengemis (Kis. 3:2): “Tidak jadi masalah” (kata Daud), “biarlah itu menjadi tempatku daripada tidak ada tempat sama sekali.” Orang-orang Farisi menyukai rumah ibadat asalkan mereka mendapat tempat utama di situ (Mat. 23:6), supaya mereka tampak seperti orang penting. Daud yang saleh tidak menuntut-nuntut hal itu. Asal diperbolehkan berdiri di ambang pintu saja, dia akan berkata, Guru, betapa bahagianya berada di tempat ini. Ada yang mengartikannya dengan, Lebih baik terikat di tiang rumah Allah-ku daripada berdiam dengan bebas di kemah-kemah orang fasik, yang menunjuk pada hukum yang terkait dengan para pelayan, yang jika tidak mau keluar sebagai orang merdeka, harus ditusuk telinganya ke ambang pintu (Kel. 21:5-6). Daud mengasihi Tuhan dan begitu menyukai pekerjaannya hingga ia ingin terikat dengan pelayanan ini selamanya, untuk lebih bebas melakukannya, namun tidak pernah terbebas darinya. Ia jauh lebih suka terikat pada tugas daripada bebas berbuat dosa. Kesukaan tertinggi seperti ini melibatkan hati yang suci dalam tugas-tugas yang suci. Tidak ada kepuasan yang dapat dibandingkan dengan persekutuan bersama Allah.
2. Allah sendirilah yang menjadi pengharapan, sukacita dan segalanya bagi kita. Itulah sebabnya Daud sangat mencintai rumah Allah, sebab pengharapan itu datang dari Allah, dan di sanalah kita biasa mengungkapkan permohonan kita secara bebas (ay. 12).
Seperti apa Allah bagi umat-Nya, baik sekarang maupun di masa yang akan datang: Sebab TUHAN Allah adalah matahari dan perisai. Di sini kita tinggal dalam kegelapan, tetapi bila Allah adalah Allah kita, Dia akan menjadi matahari bagi kita untuk memberikan pencerahan dan semangat kepada kita, untuk membimbing dan memimpin kita.
Di sini kita berada dalam bahaya, tetapi Ia akan menjadi perisai bagi kita untuk melindungi kita dari anak panah berapi yang beterbangan di sekeliling kita. Dia memagari kita dengan anugerahNya seperti perisai. Oleh karena itu, biarlah kita senantiasa berjalan di dalam terang TUHAN dan jangan pernah lari dari perlindungan-Nya. Dengan demikian kita akan mendapati Dia sebagai matahari untuk melengkapi kita dengan segala sesuatu yang baik dan sebagai perisai untuk menaungi kita dari segala yang jahat.
(2) Apa yang telah dan akan dilimpahkan-Nya ke atas kita: kasih dan kemuliaan Ia berikan. Anugerah ini menandakan kehendak baik Allah kepada kita maupun karya Allah di dalam kita. Kemuliaan menandakan kehormatan yang sekarang diletakkan-Nya ke atas kita dengan mengangkat kita sebagai anak-anak-Nya, maupun segala sesuatu yang telah dipersiapkan-Nya bagi kita dalam bentuk warisan yang akan kita terima sebagai anak. Allah akan memberikan kepada kita anugerah di dunia ini sebagai persiapan menyambut kemuliaan, serta kemuliaan di dunia lain sebagai penyempurnaan anugerah. Keduanya merupakan pemberian Allah, pemberian cuma-cuma. Dan sebagaimana di satu pihak, di mana pun Allah memberikan anugerah-Nya Ia juga akan memberikan kemuliaan (sebab anugerah adalah awal kemuliaan dan merupakan jaminan untuk itu), demikian pula di pihak lain, Ia tidak akan memberikan kemuliaan sesudah ini kepada mereka yang tidak diberi-Nya anugerah sekarang ini, atau yang menyia-nyiakan anugerah-Nya. Jika Allah berkenan memberikan anugerah dan kemuliaan, yakni dua hal besar yang dapat membuat kita bahagia di dalam kedua dunia tadi, kita boleh merasa yakin bahwa Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela.
Merupakan tabiat semua orang yang baik, yaitu hidup tidak bercela, menyembah Allah dalam roh dan kebenaran, serta berperilaku sederhana dan saleh di dunia ini. Orang-orang seperti ini boleh merasa yakin bahwa Allah tidak akan menahan kebaikan dari mereka, yang memang diperlukan untuk berjalan melintasi dunia dengan tenteram. Pastikan untuk memperoleh anugerah dan kemuliaan, maka semuanya itu akan ditambahkan. Ini merupakan janji yang mencakup semuanya dan juga jaminan bagi penghiburan di masa sekarang bagi orang-orang kudus, yaitu bahwa apa pun yang mereka inginkan dan perlukan, mereka boleh merasa yakin bahwa Sang Hikmat yang Tak Terhingga itu tidak akan memberikannya kepada mereka bila Ia memandang keinginan mereka itu tidak baik bagi mereka, atau Sang Kebaikan yang Tak Terhingga itu akan mengabulkannya pada waktunya nanti bila Ia memandang itu baik bagi mereka. Biarlah kita hidup dengan tidak bercela, dan setelah itu marilah kita percaya kepada Allah untuk memberi kita segala sesuatu yang baik bagi kita.
KESIMPULAN: Pemazmur menyebut berbahagia orang-orang yang menaruh percaya kepada Allah, seperti yang dilakukannya (ay. 13). Berbahagialah mereka yang beroleh kebebasan untuk beribadah dan hak istimewa dalam rumah Allah. Namun, apabila kita terhalang untuk beribadah, itu bukanlah berarti bahwa kita akan terhalang untuk menerima kebahagiaan itu, asalkan kita percaya kepada Allah. Jika kita tidak dapat pergi ke rumah Tuhan, dengan iman kita boleh pergi kepada Tuhan Sang Pemilik rumah itu, dan di dalam Dia kita akan merasa bahagia dan tenteram. Amin Tuhan Yesus memberkati