Kata baik di terjemahkan dari bahasa Ibrani "tov" yang artinya ('menyenangkan', 'menggembirakan', 'ramah'), terutama menandakan sesuatu yg memberi kebahagiaan atau kepuasan yg mendampakkan kepuasan estetika atau moral. LXX menerjemahkan tov dengan agathos, kata Yunani biasa untuk menerangkan gagasan yg 'baik' sebagai kualitas jasmani atau moral, dan kadang-kadang menerjemahkannya dengan kalos (harfiah 'cantik'; jadi baik dlm bh Yunani klasik maupun dlm Alkitab: 'mulia', 'yg terhormat', 'mengagumkan', 'patut').
Jadi, dalam Perjanjian Baru "PB" mengembangkan pemakaian kata ini dengan menggunakan kedua kata sifat di atas secara bergantian (bnd mis Rm 7:12-21). Paulus, mengikuti LXX, menggunakan kata benda agathosyne untuk menggambarkan kebaikan Kris-ten, dengan penekanan utama pada kemurahan hati (Rm 15:14; Gal 5:22; Ef 5:9; 2 Tes 1:11; mengenai terjemahannya, lih tafsiran kitab-kitab ini). la juga memakai kata chrestotes ('kebaikan', 'kemurahan') untuk kemurahan hati Allah yg mengasihani (Rm 2:4; 11:22).
Unsur yg lazim dalam pengertian kata baik pada setiap bahasa ialah 'berkenan', baik mengenai 'nilai yg dikandung oleh sesuatu', atau 'dampaknya' atau kedua-duanya. Tidak ada pengertian khusus dalam hal-hal non-moral apabila Alkitab menggunakan 'baik' bertalian dengan benda-benda (mis 'berguna', seperti garam, Mat 5:13; Luk 14:34; 'bermutu tinggi', seperti emas, Kej 2:12; ternak, Kej 41:26; 'produktif', seperti pohon, Mat 7:17; tanah, Luk 8:8; dsb). Tapi pengertian Alkitab tentang kebaikan moral dan spiritual adalah benar-benar teologis, dan sangat bertentangan dengan pandangan yg berpusat pada manusia (antroposentris) tentang kebaikan yg dikembangkan oleh orang Yunani dan para ahli pikir tradisi mereka yg kemudian. Pengertian Alkitab dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Allah adalah baik: karena secara moral Dia adalah sempurna, dan maha agung dalam kemurahan hati.
Pengakuan bahwa Allah baik, adalah alas dasar dari semua pemikiran alkitabiah tentang kebaikan moral. 'Baik' dalam Alkitab bukanlah kualitas abstrak, juga bukan cita-cita manusia sekuler; 'baik' pertama-tama dan terutama berarti apa Allah itu ('Ia adalah baik', Mzm 100:5 dab), kemudian apa yg la buat, ciptakan, perintahkan, dan berikan, dan akhirnya apa yg la terima sebagai baik dalam kehidupan makhluk-makhluk-Nya. Para penulis Alkitab menilai Allah dalam rangka dan pengertian 'baik' berdasarkan penalaran atas kesempurnaan kemuliaan Allah Yg Mahatinggi. Mereka memberikan kepada-Nya kata yg biasa dipakai untuk menyatakan bahwa sesuatu mempunyai nilai. Dengan berbuat demikian, mereka memberikan kepada kata 'baik' kedalaman arti yg baru. Mereka menilai 'baik' menurut Allah; bukan sebaliknya. Jadi, pendirian Alkitab ialah bahwa Allah, dan Allah sendiri yg adalah baik tanpa keterangan lain (Mrk 10:18 dan ay-ay sejajar; ttg hal ini lih B. B Warfield, The Person and Work of Christ, 1950, hlm 149 dab); Ia adalah Penilai dan Hakim, sebab Ia adalah ukuran dan standar, dari kebaikan segala makhluk. Manusia adalah baik, dan benda-benda adalah baik, hanya jika dan selama mereka sesuai dengan kehendak Allah. Karena itu celakalah mereka yg menyebut kejahatan adalah baik dan kebaikan adalah jahat (Yes 5:20).
Dalam PL kebaikan Allah sering diserukan sebagai tema puji-pujian dan alasan permohonan dalam doa (bnd 2 Taw 30:18; Mzm 86:5). Kebaikan-Nya nampak dalam perbuatan-perbuatan baik yg Ia buat (Mzm 119:68), tindakan kemurahan hati dari Roh-Nya yg baik (Neh 9:20; Mzm 143:10), dalam banyaknya segi-segi kemurahan-Nya terhadap seluruh bumi (Mzm 145:9); khususnya kebaikan-Nya kepada fakir miskin dan kesetiaan-Nya terhadap perjanjian-Nya (Mzm 25:8; 73:1; Rat 3:25; Nah 1:7). Desakan pemazmur yg dinyatakannya berulang-ulang untuk memuji Allah dan mengucap syukur kepada-Nya, 'sebab Ia baik: karena untuk selama-lamanya kasih setia-Nya' (Mzm 106:1; 107:1; 118 1; 136:1; bnd ay 4 juga, 1 Taw 16:34; 2 Taw 5:13; 7:3) dikutip oleh Yeremia sebagai semboyan utama yg khas dari ibadah Israel (Yet 33:11).
b. Perbuatan-perbuatan Allah adalah baik: karena perbuatan-perbuatan-Nya itu menyatakan sifat-sifat kebijaksanaan dan kuasa-Nya (lih Mzm 104:24-31), dan adalah berkenan pada Dia sendiri.
Ketika perbuatan penciptaan selesai, 'Allah melihat segala yg dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik' (Kej 1:31; bnd ay 4, 10, 12, 18, 21, 25). Seluruh alam semesta yg adalah hasil karya Allah, adalah baik (1 Tim 4:4; bnd Rm 14:14). Dalam Alkitab tidak ada tempat bagi pandang dualisme aliran Manicheisme.
c. Pemberian-pemberian Allah adalah baik: karena pemberian-pemberian itu mengungkapkan kemurahan hati Nya, dan diuntukkan bagi kesejahteraan dan keselamatan si penerima.
'Bermanfaat', 'berguna', 'menguntungkan', adalah beberapa di antara pengertian sekuler tentang 'baik' sebagai kata sifat, sedangkan 'kemakmuran', 'kesejahteraan' adalah kata bendanya. Alkitab menggabungkan keduanya dalam teologianya dengan mengajarkan, bahwa bukan saja segala pemberian Allah adalah baik dalam tujuan maupun dampak-dampaknya, tapi juga bahwa segala yg baik pada hakikatnya adalah pemberian Allah (Yak 1:17; bnd Mzm 4:6). Sudah menjadi ciri khas Allah berbuat baik bagi masyarakat miskin, demikian juga Yesus, yg Ia urapi (Mrk 3:4; Kis 10:38). Allah berbuat baik bagi semua orang yg berada dalam pemeliharaan-Nya, mencurahkan kepada mereka berkat berkat alami (Mzm 145:9; Luk 6:35; Kis 14:17); dan sebagai Bapak yg sempurna, Ia tahu bagaimana memberikan pemberian-pemberian yg baik kepada mereka yg adalah anak anak-Nya melalui Kristus (Mat 7:11).
Janji Allah untuk 'berbuat baik' kepada umat-Nya adalah janji berupa berkat-berkat yg berlipat ganda (Yer 32:40; bnd 24:6 dab). Hal itu seperti permohonan kepada Allah -- supaya la mau 'berbuat baik' kepada mereka -- adalah doa menyeluruh (Mzm 51:18; 125:4). Dalam ay-ay tersebut 'hal yg baik' yg dimintakan adalah berkat perjanjian yg dijanjikan; yg dimaksudkan sebenarnya ialah 'keselamatan' (bnd Yes 52:7). 'Kebaikan' pada tingkat bendawi adalah berkat perjanjian lama yg dijanjikan ('kecelakaan', artinya keadaan perjanjian itu ditarik, adalah alternatifnya, Ul 30:15), dan 'kebaikan' pada tingkat kesenangan rohani, yg tidak dinikmati di bawah perjanjian lama itu, adalah pemberian perjanjian baru (Ibr 9:11; 10:1). Kedua perjanjian itu mensahkan umat-Nya yg setia untuk tetap percaya bahwa pada waktu yg telah ditetapkan Allah, segala sesuatu yg benar benar 'baik' bagi mereka akan menjadi milik mereka (Mzm 84:11; 34:10; bnd Mzm 85:12; Rm 8:32; Ef 1:3).
'Baik' sebagai kata sifat, dipakai dalam berbagai pengertian berkaitan dengan tindakan-tindakan anugerah Allah dalam melakukan hal yg 'baik' bagi manusia. Kata itu dipakai untuk firman Allah yg memberitahukan berkat, untuk tangan dan perbuatan Allah yg melakukannya, untuk segala tindakan yg membawa kegembiraan berkat itu, dan untuk hari-hari pada waktu mana kesukaan tersebut dialami (lih 1 Raj 8:36,56; Mzm 73:28; Yes 39:8; Yer 6:16; 29:10; Ezr 7:9; 8:18; Flp 1:6; Ibr 6:5; 1 Ptr 3:10; bnd Mzm 34:12).
Bahkan sekalipun Allah menarik kembali kemakmuran lahiriah dari umat-Nya dan memberikan kepada mereka 'yg buruk' (kesukaran) sebagai gantinya (Ayb 2:10), toh dalamnya masih tersirat pengertian bahwa la berbuat baik kepada mereka. 'Adalah baik' bagi seseorang dirundung penderitaan seperti itu; karena dengan demikian ia menerima perbaikan, guna kepentingan dan kebaikan selanjutnya (bnd Ibr 12:10), ia dilatih dan dikuatkan dalam iman, kesabaran, dan ketaatan (Mzm 119:67, 71; bnd Rat 3:26 dab). Apa pun yg menarik manusia datang lebih dekat kepada Allah adalah untuk kebaikan manusia itu sendiri, dan segala kesukaran yg dialami orang Kristen sekarang ini, di bawah kuasa Allah, mengerjakan bagi dia kemuliaan kekal yg melebihi segala-galanya (2 Kor 4:17). Karena itu Paulus menegaskan bahwa 'segala sesuatu' (termasuk kesukaran, penderitaan) bekerja bersama-sama untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yg mengasihi Allah (Rm 8:28). Orang Kristen harus melihat segala keadaan yg dialaminya, betapa pun tidak diinginkannya, sebagai termasuk dalam pemberian-pemberian baik dari Allah bagi dia, sebagai pernyataan dari maksud-Nya yg penuh kemurahan dan, jika diindahkan dengan benar, sesuatu yg pasti akan mendatangkan keuntungan baginya.
d. Perintah-perintah Allah adalah baik: karena perintah-perintah itu mengungkapkan kesempurnaan moral dari sifat-Nya dan, dengan menunjukkan kepada kita bagaimana melakukan hal-hal yg berkenan kepada-Nya, perintah-perintah itu menuntun kita kepada jalan anugerah (Mzm 119: 39; Rm 7:12; 12:2).
Cita-cita moral dan tuntutan-tuntutan moral dalam Alkitab adalah untuk melakukan kehendak Allah, seperti dinyatakan dalam hukum-Nya. Ketika orang muda yg kaya bertanya kepada Kristus, perbuatan baik apakah yg harus ia perbuat untuk memperoleh hidup yg kekal, Kristus segera mengarahkan dia kepada perintah Allah dalam Kesepuluh Hukum (Mat 19:17 dab). Dalam dunia yg tanpa hukum dan tanpa kasih, orang Kristen harus melawan pencobaan untuk membalas. Dan dalam menghadapi kejahatan, mereka harus mencari dengan sikap dan tindakannya tetap berpegang teguh pada 'kebaikan' itu, seperti ditetapkan dalam hukum Taurat (Rm 12:9, 21; 1 Tes 5:15, 21).
e. Ketaatan kepada perintah-perintah Allah adalah baik: karena Allah berkenan dan menerima hal itu (1 Tim 2:3), dan mereka yg melakukan ketaatan itu akan memperoleh keuntungan daripadanya (Tit 3:8).
Orang-orang yg tidak diselamatkan dari dosa-dosanya tidak dan tidak akan kunjung dapat menaati hukum-hukum Allah, karena mereka berada di dalam belenggu 'di bawah kuasa dosa' (Rm 3:9 dab; 8:7 dab). Pohon yg tidak baik (manusia dlm Adam) harus dijadikan baik sebelum ia dapat menghasilkan buah yg baik (bnd Mat 12:33-35). Tapi mereka yg berada dalam Kristus telah dibebaskan dari belenggu dosa, justru supaya mereka dapat menerapkan kebenaran yg ditetapkan oleh hukum (Rm 6:12-22). Ungkapan khas PB untuk kewajiban orang Kristen melakukan ketaatan ialah 'pekerjaan yg baik'.
Melakukan pekerjaan-pekerjaan yg baik haruslah menjadi tugas wajib orang Kristen sepanjang hidupnya; karena untuk itulah Allah telah menyelamatkan dia (Mat 5:14-16; 2 Kor 9:8; Ef 2:10; Kol 1:10; Tit 2:14). Orang Kristen dipanggil untuk siap sedia mengerjakan setiap pekerjaan yg baik yg dapat ia lakukan (2 Tim 2:21; Tit 3:1), sehingga celakalah orang yg mengaku dirinya Kristen tapi 'tidak sanggup berbuat sesuatu yg baik' (Tit 1:6; bnd Yak 2:14-26). Pekerjaan-pekerjaan yg baik adalah perhiasan atau dandanan orang Kristen (1 Tim 2:10 TL). Allah berkenan atas perbuatan-perbuatan tersebut, dan mereka akan menerima pengindahannya dari Tuhan (Ef 6:8).
Pekerjaan-pekerjaan yg baik adalah baik dilihat dari tiga sudut: perbuatan-perbuatan itu dilakukan: (i) menurut patokan yg benar (hukum yg tertera dlm Alkitab; 2 Tim 3:16 dab); (ii) berdasarkan alasan (motif) yg benar (kasih dan ucapan syukur atas keselamatan yg diterima: 1 Tes 1:3; Ibr 6:10; bnd Rm 12:1 dst); (iii) dengan tujuan yg benar (bagi kemuliaan Allah; 1 Kor 10:31; bnd Mat 5:6; 1 Kor 6:20; 1 Ptr 2:12). Pekerjaan-pekerjaan itu berupa perbuatan-perbuatan kasih terhadap Allah dan sesama manusia, karena 'kasih adalah kegenapan hukum Taurat' (Rm 13:8-10; bnd Mat 22:36-40).
Tentu ini tidak berarti bahwa tidak ada lagi yg diminta dari orang Kristen selain daripada alasan (motif) yg benar; yg dimaksudkan ialah, bahwa tindakan-tindakan khusus yg ditetapkan dalam hukum Taurat harus dimengerti sebagai sekian banyak pernyataan kasih, sehingga tanpa hati yg penuh kasih segala perintah yg tertera dalam hukum Taurat tersebut tidak dapat dipenuhi. Bukan berarti bahwa suatu sikap yg benar mengizinkan peniadaan salah satu perintah yg tertera dalam hukum Taurat, tapi melaksanakan segala perintahnya tanpa memiliki kasih berarti belum memenuhi hukum Taurat itu. Orang yg sungguh-sungguh baik adalah orang yg benar; sebab sebagaimana orang yg benar itu melaksanakan makna yg tersirat dari apa yg tersurat dalam perintah-perintah hukum Taurat (Mat 5:18-20), demikian juga orang yg baik itu melaksanakan yg tersurat bukan hanya 'mengasihi'.
Dalam Rm 5:7 Paulus menempatkan orang yg baik di atas orang yg benar dalam nilai. Di sini ia berbicara secara umum dan bukan dari segi teologis. Dunia berpikir tentang kebenaran sebagai tingkah laku moral tapi negatif. dan tentang kebaikan dan kemurahan hati yg mencirikan seorang yg baik sebagai sesuatu yg lebih dari kebenaran; tapi teologi Alkitab menyamakan kebenaran dengan kebaikan, dan kebaikan dengan kebenaran, dengan menegaskan bahwa apa yg dituntut oleh hukum Taurat sebenarnya adalah kasih.
Jadi, pekerjaan, pekerjaan yg baik adalah pekerjaan-pekerjaan kasih, dan sifat dari kasih ialah memberi kepada orang yg dikasihi. Kasih kepada Allah dinyatakan dalam pemberian pribadi secara sukarela, betapa mahalpun harganya (bnd'perbuatan baik' Maria, Mrk 14:3-6). Kasih kepada sesama manusia dinyatakan dengan berbuat 'baik' kepada mereka, dengan memberikan pendapatan kita untuk meringankan beban mereka, dan mengusahakan kesejahteraan mereka dengan cara yg paling memungkinkan (Gal 6:9 dab; Ef 4:29; bnd Mzm 34:14; 37:3,27). Sistem yg digunakan oleh Gereja Yerusalem untuk membantu orang miskin (Kis 2:44 dab; 4:34 dab), dan pengumpulan dana untuk orang-orang kudus yg dilakukan Paulus (bnd 2 Kor 7:9), menjelaskan tentang hal ini. 'Baik hati', 'murah hati', adalah di antara pengertian-pengertian sekuler yg biasa digunakan untuk 'baik' sebagai penggambaran seseorang (bnd 1 Sam 25:15; 1 Ptr 2:18). Alkitab memahami kata-kata ini dalam iman Kristen, dengan menjadikan kasih Allah dan Kristus teladan dan patokan bagi kebaikan hati dan kemurahan hati orang Kristen (bnd Yoh 13:14, 34; Ef 5:1 dab).
Jadi orang percaya yg berupaya memenuhi hukum Taurat mempunyai 'hati nurani yg murni' (Kis 23:1; 1 Tim 1:5, 19; Ibr 13:18; 1 Ptr 3:16, 21) -- bukan karena ia menganggap dirinya sempurna tanpa dosa, tapi karena ia tahu bahwa hubungan pribadinya dengan Allah adalah benar, didasarkan pada iman dan pertobatan yg benar. Orang Kristen demikian akan dilihat oleh sesamanya sebagai 'orang yg baik' (demikian Barnabas, Kis 11:24).
KEPUSTAKAAN.
Arndt, ttg agathos, kalos; G Vos dalam DAC 2, 470 dst;
C. F. H Henry, Christian Personal Ethics, 1957, hlm 209-218.
E Beyruther, N1DNTT 2, hlm 98-107. JIP/JMP