Minggu, 29 September 2019

PRIHAL MENGIKUT YESUS

PRIHAL MENGIKUT YESUS MENURUT INJIL MATIUS 8:18-22

Matius 8:18-22 (TB)  Ketika Yesus melihat orang banyak mengelilingi-Nya, Ia menyuruh bertolak ke seberang. Lalu datanglah seorang ahli Taurat dan berkata kepada-Nya: "Guru, aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi." Yesus berkata kepadanya: "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya." Seorang lain, yaitu salah seorang murid-Nya, berkata kepada-Nya: "Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku." Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka
====================

Dalam perikop ini terdapat:

I. Kristus bertolak ke seberang Danau Tiberias, dan untuk itu Ia menyuruh murid-murid-Nya, yang mengikuti Dia dengan perahu-perahu mereka, untuk menyiapkan perahu mereka (ay. 18). Sinar Sang Surya Kebenaran ini tidak terbatas hanya pada satu tempat, melainkan memancar ke seluruh penjuru negeri. Ia harus pergi berkeliling untuk berbuat baik; jiwa-jiwa yang membutuhkan-Nya berseru kepada-Nya, "Menyeberanglah kemari dan tolonglah kami!" (Kis. 16:9). Ia bertolak ketika melihat orang banyak mengelilingi-Nya. Walaupun dari sini tampak bahwa orang banyak itu ingin Dia tetap di sana, Ia tahu ada orang-orang lain yang juga ingin bersama-Nya, dan mereka harus mendapatkan giliran mereka. Jika Ia diterima di satu tempat dan membawa manfaat di tempat itu, maka ini bukan untuk digunakan sebagai dalih untuk menetap di situ, melainkan justru sebagai alasan bagi-Nya untuk pergi ke tempat lain. Jadi, Ia hendak menguji orang banyak yang mengelilingi-Nya itu, masih tetapkah semangat mereka untuk terus mengikuti dan melayani-Nya sekalipun Ia pergi mengajar ke tempat lain yang jauh? Banyak orang yang senang-senang saja memberikan bantuan jika mereka harus melakukannya hanya di sebelah rumah dan tidak harus bersusah-payah mengikuti-Nya ke seberang. Dengan cara ini Kristus menyingkirkan mereka yang kurang sungguh-sungguh, dan membuat mereka yang sempurna menjadi terlihat.

II. Percakapan Kristus dengan dua orang yang pada waktu Ia pergi ke seberang tidak mau ditinggal begitu saja, dan berniat untuk mengikuti-Nya. Kedua orang ini tidak seperti sebagian besar orang lain, yang hanya mengikuti-Nya tetapi tidak mau menjadi murid dekat-Nya, dan akan mundur jika masalah ini disinggung, bagi mereka, menjadi murid Kristus terlihat begitu mengekang, dan ini tidak mereka sukai dan tidak dapat mereka terima. Tetapi di sini diceritakan tentang dua orang yang tampaknya mempunyai keinginan untuk bersekutu dengan-Nya, namun dengan niat yang tidak benar. Cerita ini diberikan di sini untuk dijadikan contoh mengenai apa yang menghalangi orang banyak untuk bisa dekat dengan Kristus dan terus melekat pada-Nya; dan ini merupakan suatu peringatan bagi kita bahwa dalam mengikuti Kristus, kita jangan sampai menjadi lemah, dan bahwa kita harus meletakkan suatu dasar yang kokoh supaya bangunan yang kita dirikan bisa tetap berdiri teguh.

Di sini diceritakan tentang cara Kristus menangani dua orang yang mempunyai sifat yang berlawanan, yang satu tangkas dan menggebu-gebu, yang lain tumpul dan lamban. Perintah-perintah yang diberikan-Nya disesuaikan dengan sifat masing-masing dan dirancang untuk kegunaan kita.

Yang pertama adalah orang yang terlalu terburu-buru menjanjikan sesuatu. Ia seorang ahli Taurat (ay. 19), seorang cendekiawan, seorang yang terpelajar, seorang yang mempelajari dan menguraikan hukum Taurat dengan terperinci. Pada umumnya, dalam kitab-kitab Injil kita mendapati orang-orang seperti ini sebagai orang yang tidak mempunyai sifat terpuji, dan biasanya disatukan dengan orang Farisi sebagai musuh-musuh Kristus dan ajaran-Nya. Di manakah ahli Taurat? (1Kor. 1:20). Mereka jarang sekali mengikuti Kristus, namun di sini ada seorang ahli Taurat yang meminta dengan sangat untuk bisa menjadi murid Kristus, bagaikan seorang Saul di antara para nabi. Sekarang perhatikanlah:

(1) Bagaimana ia mengungkapkan hasratnya yang besar itu, "Guru, aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi." Saya tidak tahu bagaimana orang bisa berkata lebih baik lagi daripada yang dikatakannya. Pengakuannya untuk mengabdikan diri kepada Kristus itu,

[1] Sangat siap, dan tampaknya ex mero motu -- timbul dari kehendak hatinya sendiri. Ia tidak dipanggil oleh Kristus untuk menjadi murid-Nya, juga tidak dipaksa oleh para murid, tetapi atas kemauannya sendiri ia memberi dirinya untuk menjadi seorang pengikut Kristus yang dekat; ia tidak ditekan, tetapi sukarela:

[2] Sangat tegas; tampaknya ia langsung ke inti permasalahannya. Ia tidak berkata, "Saya sedang berpikir-pikir untuk mengikuti-Mu," melainkan, "Aku bertekad, aku akan mengikuti-Mu."

[3] Tanpa batas dan tidak ditahan-tahan, "Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi, bukan hanya ke negeri seberang, melainkan juga sampai ke ujung-ujung bumi." Nah, mungkin kita berpikir bahwa orang yang seperti ini pasti baik, tetapi tampaknya, dari jawaban Kristus, tekad hatinya itu merupakan sesuatu yang gegabah, tujuannya dangkal dan bersifat keduniawian: entah ia tidak mempertimbangkannya sama sekali atau bukan itu yang seharusnya ia pertimbangkan. Ia melihat mujizat-mujizat yang diadakan Kristus, dan berharap Kristus akan mendirikan suatu kerajaan sementara, supaya kalau dari sekarang ia bisa ikut serta, kelak ia juga akan mendapat bagian di dalamnya. Perhatikanlah, ada banyak orang yang bertekad untuk berbuat sesuatu yang baik demi kepentingan agama. Namun, mereka hanya melakukannya atas dasar keyakinan yang berasal dari gejolak perasaan yang muncul secara tiba-tiba. Keyakinan ini tidak mereka pertimbangkan lebih dulu, sehingga mereka kemudian terbukti gagal dan tidak menghasilkan apa-apa. Terlalu cepat matang, terlalu cepat juga busuknya.

(2) Bagaimana Kristus menguji hasratnya yang besar itu, apakah itu tulus atau tidak (ay. 20). Ia memberi tahu ahli Taurat itu bahwa Anak Manusia ini, yang begitu ingin ia ikuti, tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya (ay. 20). Nah, dari pernyataan mengenai keadaan Kristus yang begitu melarat ini, kita bisa melihat:

[1] Sungguh aneh bahwa Anak Allah, ketika Ia datang ke dunia, mau menempatkan diri-Nya ke dalam kondisi yang begitu rendah seperti ini, sampai-sampai Ia tidak mempunyai suatu tempat untuk beristirahat, yang bahkan dimiliki oleh makhluk yang paling hina sekalipun. Jika Ia mau mengambil sifat kemanusiaan kita, demikian kita berpikir, seharusnya Ia mengambilnya dalam kondisi dan keadaan yang terbaik; tetapi tidak, Ia mengambilnya dalam keadaan yang terburuk! Lihatlah di sini,

pertama, betapa terpeliharanya makhluk-makhluk yang lebih rendah: serigala mempunyai liang. Walaupun serigala adalah binatang yang bukan hanya tidak berguna tetapi juga berbahaya bagi manusia, namun Allah menyediakan liang untuk mereka berlindung. Manusia berusaha memusnahkannya, namun mereka mempunyai tempat untuk bernaung; liang mereka adalah istana mereka. Burung-burung di udara; walaupun burung tidak mengurus diri sendiri, namun mereka terpelihara, dan mempunyai sarang sendiri (Mzm. 104:17). Sarang mereka ada yang di ladang dan ada juga di dalam rumah, dan malah di pelataran-pelataran TUHAN (Mzm. 84:4).

Kedua, betapa buruknya Tuhan Yesus dibekali. Dengan melihat binatang dan burung-burung yang terpelihara dengan sedemikian baiknya, bolehlah kita berbesar hati untuk mempercayakan segala kebutuhan kita kepada Allah. Hal ini juga kiranya membuat kita bisa merasa tenang bahwa jika kita menginginkan kebutuhan-kebutuhan kita, Tuan kita sudah menyediakannya untuk kita. Perhatikanlah, Yesus Tuhan kita sewaktu berada di dunia membiarkan diri-Nya untuk merasakan penghinaan dan tekanan hidup karena kemiskinan yang teramat sangat; karena kita, Ia menjadi miskin, sangat miskin. Ia tidak mempunyai tempat tinggal, tidak memiliki tempat untuk beristirahat, tidak punya rumah sendiri untuk membaringkan diri, dan tidak punya bantal sendiri untuk meletakkan kepala-Nya. Ia dan murid-murid-Nya hidup dari amal baik orang-orang yang mau menolong, yang melayani-Nya karena ingin membalas perbuatan baik yang sudah Ia lakukan terhadap mereka (Luk. 8:2). Kristus menyerahkan diri-Nya untuk mengalami semuanya ini, bukan hanya supaya dalam segala hal Ia merendahkan diri, dan dengan demikian menggenapi Kitab Suci, yang berbicara tentang Dia sebagai seseorang yang sengsara dan miskin, melainkan juga supaya Ia bisa menunjukkan kepada kita betapa sia-sianya kekayaan duniawi, dan mengajar kita untuk memandang kekayaan itu dengan penghinaan yang kudus; supaya Ia bisa memperoleh hal-hal yang lebih baik untuk kita, dan dengan demikian membuat kita kaya (2Kor. 8:9).

[2] Aneh bahwa pernyataan semacam itu harus dibuat dalam kesempatan ini. Ketika seorang ahli Taurat menawarkan diri untuk mengikuti Kristus, kita berpikir Ia akan mendorongnya dan berkata, "Mari ikut, Aku akan memelihara engkau." Seorang ahli Taurat mungkin lebih mampu menghasilkan pekerjaan-pekerjaan bernilai bagi-Nya dan dapat melayani-Nya dengan lebih baik daripada dua belas nelayan. Namun, Kristus melihat hatinya, dan menjawab apa yang ada di dalam pikirannya, dan dengan demikian mengajar kita semua bagaimana kita harus datang kepada-Nya.

Pertama, tekad ahli Taurat itu tampaknya muncul dengan tiba-tiba; dan Kristus ingin agar kita, sewaktu membuat suatu pernyataan religius, duduk dahulu dan memperhitungkan segala sesuatunya (Luk. 14:28), memutuskannya dengan pikiran yang matang serta penuh pertimbangan, dan memilih cara yang saleh, bukan karena kita tahu tidak ada cara yang lain lagi, melainkan karena kita tahu tidak ada cara lain lagi yang lebih baik. Tidak ada gunanya bagi agama bila kita menerima orang-orang ke dalamnya secara tiba-tiba dan tanpa kesadaran pada pihak mereka. Orang yang membuat pernyataan dengan menuruti gejolak perasaannya saja akan menariknya kembali dengan perasaan khawatir. Oleh sebab itu, biarlah mereka mengambil waktu dan memikirkan segala sesuatunya terlebih dulu. Biarlah orang yang mau mengikuti Kristus mengetahui hal-hal terburuk mengenai hal mengikuti Dia, dan menjadi sadar bahwa mereka akan menemui kesulitan, dan akan hidup susah.

Kedua, tekadnya itu tampaknya bersumber dari pandangan hidup duniawi yang tamak. Ia melihat betapa berlimpahnya kesembuhan yang diadakan Kristus, dan menyimpulkan bahwa untuk itu Kristus pasti dibayar mahal dan bisa mendapat harta kekayaan dengan cepat, dan karena itu ia mau mengikuti-Nya dengan berharap ia akan bertambah kaya bersama-Nya. Tetapi Kristus meluruskan kekeliruannya ini, dan memberitahunya bahwa ia sama sekali tidak akan menjadi kaya, karena Kristus bahkan tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya; dan bahwa jika ia mengikuti-Nya, ia tidak bisa berharap keadaannya akan lebih baik daripada keadaan-Nya. Perhatikanlah, Kristus tidak akan menerima siapa pun sebagai pengikut-Nya kalau tujuan mereka dalam mengikuti-Nya hanya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan duniawi atau untuk menjadikan segala sesuatu, selain sorga, sebagai agama mereka. Dengan melihat alasan-alasan ini, kita sudah bisa menduga bahwa si ahli Taurat ini pergi dengan sedih, setelah diberi tahu demikian oleh Kristus, karena Dia kecewa dengan tawaran yang sebelumnya Dia pikir bisa mendatangkan keuntungan. Ia tidak akan mau mengikut Kristus kalau tidak mendapat keuntungan dari-Nya.

Kemudian ada lagi seorang lain, yang terlalu lamban dalam bertindak. Menunda-nunda untuk melakukan sesuatu, pada satu sisi, sama buruknya dengan mengambil keputusan secara buru-buru, pada sisi lain. Apabila kita sudah mengambil waktu untuk mempertimbangkan segala sesuatu dan sesudah itu membuat keputusan, janganlah kita menunda untuk melakukan keputusan itu sampai esok hari, padahal itu dapat dilaksanakan pada hari ini. Calon pelayan ini sudah menjadi salah satu murid Kristus (ay. 21), seorang pengikut-Nya, tetapi belum sepenuhnya. Menurut Clemens Alexandrinus, berdasarkan tradisi kuno, orang ini adalah Filipus; ia tampak lebih memenuhi syarat dan lebih bersedia mengikuti-Nya daripada si ahli Taurat tadi, karena ia tidak terlalu percaya diri dan congkak. Terlalu berani, menggebu-gebu dan terlalu berhasrat bukanlah sikap yang paling menjanjikan dalam hal agama; kadang-kadang yang terakhir menjadi yang pertama, dan yang pertama menjadi yang terakhir. Sekarang perhatikanlah di sini:

(1) Alasan yang dipakai murid ini untuk menunda mengikuti Kristus dengan segera (ay.21); "Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku." Sebelum aku menjadi pengikut-Mu yang dekat dan setia, izinkanlah aku memberikan penghormatan terakhir kepada ayahku; sementara itu, cukuplah kalau aku hanya menjadi pendengar-Mu sekali-sekali saja apabila aku mempunyai waktu luang." Sebagian orang berpikir bahwa ayahnya pada waktu itu sedang sakit, atau sedang sekarat, atau sudah mati. Sebagian yang lain berpikir bahwa ayahnya itu hanya sudah tua renta, dan sepertinya tidak akan hidup lama, dan dia meminta izin untuk merawatnya pada waktu sakit, dan menguburkannya pada waktu dia mati. Setelah itu baru dia akan melayani Kristus sepenuhnya. Ini tampaknya merupakan permintaan yang masuk akal, namun permintaan ini tidaklah benar. Ia tidak mempunyai semangat yang seharusnya ia miliki untuk melakukan pekerjaan ini, dan karena itu ia mengajukan permintaan tersebut sebagai dalih, karena tampaknya permintaan ini bisa diterima. Perhatikanlah, jika hati orang sudah tidak rela, maka pasti ia mempunyai segudang alasan. Non vacat juga berarti non placet keinginan untuk bersantai-santai adalah keinginan yang timbul dari kecenderungan hati. Biasanya kita akan berpikir bahwa alasannya itu timbul dari perasaan sayang dan hormat yang benar dari seorang anak terhadap ayahnya, tetapi tetap saja seharusnya Kristuslah yang lebih diutamakan. Perhatikanlah, banyak orang menjadi terhalang dari dan di jalan kesalehan yang sungguh-sungguh, karena mereka terlalu peduli pada keluarga dan kerabat mereka. Hal-hal yang diperbolehkan ini membahayakan kita semua, sampai-sampai kita menunda dan mengabaikan kewajiban kita terhadap Allah, dengan dalih untuk membayar utang-utang kita kepada dunia. Karena itu, dalam hal ini, kita perlu meningkatkan kewaspadaan kita dua kali lipat.

(2) Kristus menolak alasan ini (ay. 22). Yesus berkata kepadanya, "Ikutlah Aku." Pasti ada kuasa yang ia rasakan dalam perkataan ini, seperti juga yang dirasakan orang lain, karena pada akhirnya dia memang mengikut Kristus dan terus melekat kepada-Nya, seperti Rut dan Naomi, sementara si ahli Taurat, dalam ayat-ayat sebelumnya, seperti Orpah, langsung meninggalkan-Nya. Dengan mengatakan, "Aku akan mengikut Engkau," Kristus menanggapi, "Ikutlah Aku." Dengan membandingkan kedua perkataan ini, jelaslah bahwa kita dibawa kepada Kristus oleh kuasa panggilan-Nya kepada kita, bukan karena janji-janji kita kepada-Nya; jadi hal itu tidak bergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah; Ia memanggil siapa yang dikehendaki-Nya (Rm. 9:16). Terlebih lagi, perhatikanlah, walaupun umat pilihan-Nya bisa membuat berbagai macam alasan, dan menunda-nunda kepatuhan mereka terhadap panggilan Allah untuk jangka waktu yang tidak tentu, namun Kristus akan menjawab alasan-alasan mereka dengan panjang lebar, akan menaklukkan kekerasan hati mereka, dan akan membawa mereka bersimpuh di kaki-Nya. Ketika Kristus memanggil, Ia akan menaklukkan, dan membuat panggilan itu ditanggapi pada akhirnya (1Sam. 3:10). Alasan yang diberikan orang itu ditolak sebagai alasan yang tidak memadai; biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka. Ini adalah suatu ungkapan, "Biarlah satu orang mati menguburkan orang mati yang lain, yang berarti: biarlah mereka dibiarkan tergeletak tidak terkubur, daripada kita harus mengabaikan pelayanan kepada Kristus. Biarlah orang yang mati rohani menguburkan orang yang mati jasmani; biarlah pekerjaan duniawi diserahkan kepada orang duniawi, janganlah engkau membebani dirimu dengan hal ini. Menguburkan orang mati, terutama ayah yang sudah meninggal, adalah pekerjaan yang baik, tetapi ini bukanlah pekerjaanmu pada saat ini. Pekerjaan ini bisa saja dilakukan oleh orang lain, yang tidak terpanggil dan tidak memenuhi syarat seperti engkau untuk bekerja melayani Kristus. Ada hal lain yang harus engkau kerjakan sekarang, dan engkau tidak boleh menundanya." Perhatikanlah, berbuat saleh untuk Allah harus lebih diutamakan daripada berbuat saleh untuk orangtua, walaupun perbuatan saleh kepada orangtua juga merupakan ajaran besar dan penting dalam agama kita. Para nazir yang berada di bawah hukum Taurat tidak boleh berkabung untuk orangtua mereka sendiri, karena mereka mengkhususkan diri bagi TUHAN (Bil. 6:6-8). Demikian juga, imam besar tidak boleh menajiskan dirinya dengan semua mayat, bahkan dengan mayat ayahnya sendiri (Im. 21:11-12). Kristus pun meminta kepada mereka yang mau mengikuti-Nya untuk membenci bapanya dan ibunya (Luk. 14:26), dalam arti jangan mengasihi mereka lebih dari mengasihi Allah; dengan demikian kita juga harus mengabaikan dan tidak mengindahkan kerabat-kerabat terdekat kita, jika mereka bersaing dengan Kristus, baik mengenai berbuat sesuatu untuk-Nya maupun menderita bagi-Nya.

====TUHAN YESUS MEMBERKATI=====

Statistik Pengunjung