Minggu, 29 September 2019

Kesalehan Mazmur 63

PERASAAN-PERASAAN KESALEHAN

Mazmur 63:1-11 (TB)  Mazmur Daud, ketika ia ada di padang gurun Yehuda. (63-2) Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada-Mu, tubuhku rindu kepada-Mu, seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair.  (63-3) Demikianlah aku memandang kepada-Mu di tempat kudus, sambil melihat kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu. (63-4) Sebab kasih setia-Mu lebih baik dari pada hidup; bibirku akan memegahkan Engkau. (63-5) Demikianlah aku mau memuji Engkau seumur hidupku dan menaikkan tanganku demi nama-Mu. (63-6) Seperti dengan lemak dan sumsum jiwaku dikenyangkan, dan dengan bibir yang bersorak-sorai mulutku memuji-muji. (63-7) Apabila aku ingat kepada-Mu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepanjang kawal malam,(63-8) sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai. (63-9) Jiwaku melekat kepada-Mu, tangan kanan-Mu menopang aku. (63-10) Tetapi orang-orang yang berikhtiar mencabut nyawaku, akan masuk ke bagian-bagian bumi yang paling bawah. (63-11) Mereka akan diserahkan kepada kuasa pedang, mereka akan menjadi makanan anjing hutan. (63-12) Tetapi raja akan bersukacita di dalam Allah; setiap orang, yang bersumpah demi Dia, akan bermegah, karena mulut orang-orang yang mengatakan dusta akan disumbat.

====°==========

Dalam mazmur ini kita mendapati begitu banyak kehangatan dan ibadah yang hidup, sama seperti dalam mazmur-mazmur Daud lainnya dalam lingkup yang begitu terbatas. Sama halnya dengan surat-surat Paulus yang termanis adalah surat-surat yang ditulisnya semasa ia di penjara, demikian pula sebagian dari mazmur-mazmur Daud yang termanis, seperti mazmur ini, adalah mazmur-mazmur yang ditorehkannya di padang gurun. Yang paling membuatnya bersedih hati ketika dibuang adalah hilangnya kesempatan untuk menjalankan ketetapan-ketetapan ibadah bersama. Di sini ia merindukan kembalinya kenikmatan yang dirasakannya ketika menjalankan ketetapan-ketetapan ibadah itu. Dan rasa kehilangannya pada saat ini semakin menambah kerinduannya. Namun, sebenarnya bukan ketetapan-ketetapan ibadah itu sendiri yang didambakannya, melainkan Allah sumber ketetapan-ketetapan ibadah itu. Dan di sini kita mendapati,

I. Keinginannya akan Allah (ay. 2-3).

II. Rasa hormatnya kepada Allah (ay. 4-5).

III. Kepuasannya di dalam Allah (ay. 6).

IV. Persekutuan pribadinya dengan Allah (ay. 7).

V. Kebergantungannya kepada Allah yang penuh dengan rasa gembira (ay. 8-9).

VI. Kemenangannya yang kudus di dalam Allah atas musuh-musuhnya dan dalam keyakinan akan keselamatannya sendiri (ay. 10-12).

Jiwa yang taat dan saleh cuma perlu sedikit diajar bagaimana menyanyikan mazmur ini, sebab mazmur ini dengan begitu alami berbicara dalam bahasa yang biasa digunakan oleh jiwa yang demikian. Dan jiwa yang tidak dikuduskan, yang tidak mengenal dan tidak tergerak oleh perkara-perkara ilahi, nyaris tidak dapat menyanyikannya dengan pengertian.

Perasaan-perasaan Saleh (63:1-3)

Judul mazmur ini memberi tahu kita kapan ditulis, yaitu ketika Daud berada di padang gurun Yehuda, maksudnya, di hutan Keret (1 Sam. 22:5) atau di padang gurun Zif (1 Sam. 23:15).

1. Bahkan di Kanaan, yang tanahnya subur dan penduduknya banyak, masih ada juga padang-padang gurun, tempat yang kurang subur dan kurang berpenghuni dibandingkan dengan tempat-tempat lain. Demikian pula yang akan terjadi di dunia, dan di dalam jemaat, tetapi tidak di sorga. Di sorga sana, semuanya kota, semuanya firdaus, tidak ada padang belantara. Di sana padang gurun akan berbunga.

2. Adakalanya orang-orang kudus dan hamba-hamba Allah yang terbaik dan tersayang nasibnya terempas di padang gurun, yang membuat mereka kesepian dan sendirian, sunyi dan menderita, kehilangan, mengembara ke sana sini, tidak bisa menetap, dan tidak tahu apa yang harus diperbuat terhadap diri sendiri.

3. Segala kesusahan dan kesukaran di padang gurun janganlah membuat kita melagukan nyanyian-nyanyian suci dengan nada sumbang. Sebaliknya, bahkan pada saat-saat demikian, wajib dan penting bagi kita untuk terus menjaga persekutuan yang penuh sukacita dengan Allah. Ada mazmur-mazmur yang pantas dinyanyikan di padang gurun, dan kita boleh bersyukur kepada Allah bahwa di padang gurun Yehudalah, dan bukan di padang gurun Dosa, kita berada sekarang.

Daud, dalam perikop di atas, membangkitkan dirinya untuk berpegang kepada Allah ,

I. Dengan iman yang hidup dan bekerja: Ya Allah, Engkaulah Allahku. Perhatikanlah, saat menghadap Allah, kita harus memandang-Nya sebagai Allah, dan sebagai Allah kita, dan ini akan membawa penghiburan bagi kita ketika berada di padang gurun. Kita harus mengakui bahwa Allah itu ada, bahwa kita berbicara dengan Dia yang sungguh-sungguh ada dan hadir bersama kita, ketika kita berkata, Ya Allah! Ini sebuah perkataan yang harus diucapkan dengan kesungguhan hati, dan sangat disayangkan jika hanya digunakan sambil lalu begitu saja. Kita juga harus mengakui wewenang-Nya atas diri kita dan kedaulatan-Nya di dalam diri kita, dan hubungan kita dengan-Nya: “Engkaulah Allahku, Allahku melalui karya penciptaan, dan oleh sebab itu pemilik dan pengatur diriku yang sah. Engkau Allahku melalui kovenan dan persetujuanku sendiri.” Kita harus memperkatakan perkataan tersebut dengan perasaan yang teramat senang kepada diri kita sendiri, dan bersyukur kepada Allah, sebagai orang yang bertekad untuk tetap memegang teguh pada perkataan tersebut: Ya Allah, Engkaulah Allahku.

II. Dengan segala perasaan saleh dan taat, sesuai dengan pilihan yang telah dijatuhkannya mengenai Allah, dan sesuai dengan kovenan yang telah diadakannya bersama Dia.

1. Ia bertekad untuk mencari Allah serta kebaikan dan anugerah-Nya: Engkaulah Allahku, karena itu aku mencari Engkau. Sebab, bukankah suatu bangsa patut meminta petunjuk kepada Allahnya? (Yes. 8:19). Kita harus mencari-Nya. Kita harus mendambakan perkenanan-Nya sebagai kebaikan kita yang terutama, dan mencari kemuliaan bagi-Nya sebagai tujuan kita yang tertinggi. Kita harus berusaha mengenal-Nya melalui firman-Nya dan mendapatkan belas kasihan-Nya melalui doa. Kita harus mencari-Nya,

(1) Pagi-pagi benar, dengan penuh perhatian, seolah- olah takut kehilangan Dia. Kita harus mengawali hari-hari kita bersama-Nya, memulai setiap hari bersama-Nya: Aku akan mencari Engkau ketika hari masih pagi (kjv).

(2) Dengan sungguh-sungguh: “Jiwaku haus kepada-Mu, dan tubuhku rindu kepada-Mu (maksudnya, diri manusiaku seluruhnya dipenuhi oleh keinginan ini) di sini di tanah yang kering dan tandusini.”

Amatilah:

[1] Keluhannya ketika tidak bisa menikmati hadirat Allah yang penuh kemurahan. Ia berada di tanah yang kering dan tandus. Demikianlah ia menganggapnya, bukan karena ia berada di padang gurun melainkan terlebih karena ia berada jauh dari tabut perjanjian, dari firman dan sakramen-sakramen. Dunia ini adalah tanah yang melelahkan(begitulah arti kata itu). Demikianlah dunia ini bagi orang duniawi, yang bagiannya ada di dunia ini, karena dunia tidak akan memberi mereka kepuasan sejati. Dunia ini juga melelahkan bagi orang saleh, yang akan berjalan melewatinya, seperti lembah Baka. Hanya sedikit saja darinya yang dapat mereka harapkan bagi diri mereka sendiri.

[2] Kegigihannya untuk menikmati hadirat Allah: Jiwaku haus, rindu, kepada-Mu. Kebutuhannya akan hadirat Allah membangkitkan keinginan-keinginannya, yang sangat kuat dan mendesak. Ia haus seperti rusa yang merin­­­­­­­­­dukan sungai yang berair. Ia tidak akan mau menerima apa pun yang kurang dari itu. Keinginan-keinginannya hampir tidak tertahankan lagi. Ia akan terus rindu, terus merana, sebelum bisa menikmati kembali kebebasan untuk menjalankan ketetapan-ketetapan Allah. Perhatikanlah, jiwa-jiwa yang mulia memandang remeh dunia ini dengan perasaan yang kudus dan menengadahkan kepala mereka kepada Allah dengan keinginan yang kudus.

2. Ia rindu menikmati Allah. Apa gerangan yang didambakannya dengan begitu berkobar-kobar? Apa gerangan yang dimohon dan dimintanya? Inilah dia (ay. 3), Memandang kepada-Mu di tempat kudus, sambil melihat kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu(kjv: Memandang kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu, sebagaimana aku telah melihat-Mu di tempat kudus – pen.). Maksudnya,

(1) “Memandang kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu di sini di padang gurun ini sebagaimana aku telah memandangnya di Bait-Mu, memandangnya di tempat tersembunyi sebagaimana aku telah memandangnya di tengah-tengah kumpulan jemaat yang khidmat.” Perhatikanlah, apabila kita dilucuti dari hak kita untuk mendapatkan kemudahan mengikuti perayaan-perayaan ibadah umum, kita harus berkeinginan dan berusaha untuk menjaga persekutuan yang sama dengan Allah dalam kesendirian kita, sebagaimana yang sudah kita alami di tengah-tengah jemaat yang besar. Bilik pun dapat diubah menjadi tempat kudus kecil. Yehezkiel mendapat penglihatan-penglihatan akan Yang Maha Kuasa di Babel, dan Yohanes di Pulau Patmos. Saat sendirian pun kita masih bisa mengalami Allah hadir bersama kita, dan itu sudah cukup.

(2) “Memandang kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu lagi di tempat kudus sebagaimana dulu aku memandangnya di sana.” Ia rindu untuk keluar dari padang gurun, bukan supaya ia bisa melihat teman-temannya lagi, dan dapat menikmati kembali kesenangan-kesenangan dan kegembiraan-kegembiraan di istana, melainkan supaya ia bisa bebas masuk ke dalam tempat kudus, bukan untuk melihat imam-imam di sana, dan upacara peribadatan, melainkan untuk melihat kekuatan- Mu dan kemuliaan-Mu. Maksudnya, kekuatan-Mu yang mulia, atau kemuliaan-Mu yang penuh kuasa, yang merangkum semua sifat dan kesempurnaan Allah, supaya aku lebih mengenal kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu itu, dan agar di dalam hatiku tertinggal kesan-kesan yang mendalam akan semua itu. Dengan demikian, aku dapat memandang kemuliaan Tuhansehingga diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya (2 Kor. 3:18). “Agar aku dapat melihat kekuatan-Mu dan kemuliaan- Mu.” Ia tidak berkata, sebagaimana aku telah melihatnya, tetapi “sebagaimana aku telah melihat Engkau” (kjv). Kita tidak bisa melihat hakikat Allah, tetapi dengan melihat segala sifat dan kesempurnaan-Nya melalui iman, kita sudah melihat-Nya. Dengan kenangan akan penglihatan-penglihatan inilah Daud menghibur dirinya sendiri di sini. Saat-saat yang dihabiskan-Nya untuk bersekutu dengan Allah itu adalah waktu yang sangat berharga. Ia suka memikirkannya kembali. Saat-saat seperti itulah yang diratapinya, dan yang dirindukannya untuk dialami kembali. Perhatikanlah, yang menjadi kesenangan dan keinginan dari jiwa-jiwa yang mulia dalam menjalankan ketetapan-ketetapan ibadah yang khidmat adalah untuk melihat Allah serta kekuatan-Nya dan kemuliaan-Nya di dalam ibadah itu.

=====TUHAN YESUS MEMBERKATI===

Statistik Pengunjung