Pertanyaan Seorang Pemimpin Muda yang Kaya;
Kekecewaan Pemimpin Muda yang Kaya (19:16-22)
Di sini diceritakan mengenai apa yang terjadi di antara Kristus dan seorang tuan muda yang datang menemui-Nya dengan kepentingan yang mendesak. Di sini disebutkan bahwa ia adalah orang muda (ay. 20), tetapi saya menyebutnya seorang tuan muda, bukan hanya karena ia memiliki harta yang sangat banyak, tetapi karena ia adalah seorang pemimpin atau penguasa (Luk. 18:18), seorang hakim wilayah di negerinya. Mungkin ia memiliki kemampuan yang melebihi usianya, karena kalau tidak, usianya tidak memungkinkan dia menjadi seorang hakim.
Mengenai tuan muda ini, kita diberi tahu bahwa dia mencari sorga dan gagal.
I. Betapa mulianya niatnya mencari sorga, dan betapa baik dan lembutnya Kristus memperlakukannya, demi awal yang baik.
Pertanyaan yang sungguh-sungguh dari si tuan muda itu kepada Yesus Kristus (ay. 16), "Guru yang baik, apa yang harus aku perbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" Pertanyaan yang benar-benar patut dipuji dan berhikmat.
(1) Tuan muda itu memanggil Kristus dengan gelar yang terhormat, Guru (Tuan) yang baik -- Didaskale agathe. Sebutan ini berarti Guru yang mengajar, bukan Guru yang memerintah. Dengan memanggil-Nya Guru, ia menunjukkan ketundukannya dan kesediaan untuk diajar. Dengan memanggil-Nya Guru yang baik, ia menunjukkan perasaan dan hormat yang khusus kepada Sang Guru, seperti halnya Nikodemus, Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah. Kita tidak pernah membaca mengenai orang yang menyapa dengan sedemikian hormatnya kepada-Nya seperti yang dilakukan oleh sang pengajar Israel dan pemimpin muda ini. Adalah hal yang baik jika kualitas dan martabat seseorang menjadikannya semakin sopan dan berbudi pekerti. Pemberian gelar yang terhormat kepada Kristus ini, tanpa melihat penampilan-Nya yang sederhana, menunjukkan sifat seorang yang terhormat, seorang yang berbudi. Bukanlah hal yang lazim di antara orang Yahudi untuk menyebut guru-guru mereka dengan gelar "baik," sehingga hal ini menunjukkan bahwa orang muda ini memiliki rasa hormat yang luar biasa terhadap Kristus. Perhatikanlah, Yesus Kristus adalah Guru yang baik, guru dari segala guru, tidak ada yang mengajar seperti Dia. Ia istimewa karena Ia memiliki kasih, karena Ia dapat mengerti orang-orang yang jahil; Ia lemah lembut dan rendah hati.
(2) Tuan muda itu datang kepada Kristus dengan kepentingan yang mendesak (tidak ada yang lebih penting dari ini), dan ia datang bukan untuk mencobai-Nya, melainkan dengan tulus ingin diajar oleh-Nya. Pertanyaan yang diajukannya adalah, "Perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"
[1] Bahwa ia sangat percaya akan adanya hidup yang kekal. Ia bukan kaum Saduki. Ia yakin bahwa ada sukacita di dunia yang lain yang disediakan bagi mereka yang mempersiapkan diri untuk hal tersebut di dunia ini.
[2] Bahwa ia peduli untuk memastikan bahwa ia sendiri akan memperoleh hidup yang kekal. Ia menginginkan hidup kekal lebih dari kenikmatan apa pun yang terdapat di dunia ini. Sangat jarang orang dalam usia seperti dia dan mempunyai kemampuan seperti dirinya mau peduli dengan kehidupan di dunia lain. Orang kaya cenderung berpikir bahwa mereka terlalu tinggi untuk bertanya mengenai hal seperti itu, dan orang-orang muda berpikir bahwa belum saatnya mereka bertanya akan hal tersebut. Akan tetapi, di sini kita mendapati seorang yang muda dan kaya, namun sangat ingin tahu mengenai jiwa dan kekekalannya.
[3] Bahwa ia sadar ada sesuatu yang harus dilaksanakan, sesuatu yang baik, untuk memperoleh sukacita ini. Hanya dengan tekun berbuat baik, kita akan memperoleh hidup kekal (Rm. 2:7). Kita harus melakukan apa yang baik, dan benar-benar melakukannya. Darah Kristus merupakan satu-satunya tebusan untuk hidup kekal (Ia telah mewariskannya bagi kita), namun ketaatan kepada Kristuslah jalan yang ditetapkan untuk menuju ke sana (Ibr. 5:9).
[4] Bahwa ia siap, atau setidaknya berpikir bahwa dirinya siap, untuk melakukan apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan hidup kekal ini. Mereka yang mengetahui apa artinya memperoleh hidup kekal, dan apa jadinya kalau sampai tidak memperolehnya, akan senang menerimanya dengan syarat apa pun. Inilah kelancangan kudus yang diizinkan oleh Kerajaan Sorga. Perhatikanlah, walaupun banyak orang berkata, "Siapa yang akan memperlihatkan yang baik kepada kita?", pertanyaan kita yang utama seharusnya, "Apakah yang harus kita perbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" Apa yang harus kita lakukan untuk memperoleh sukacita abadi, sukacita di dunia yang lain? Karena di dalam dunia ini tidak ada hal yang dapat membuat kita bersukacita.
Dorongan yang diberikan Yesus Kristus sehubungan dengan pertanyaan ini. Bukanlah sifat-Nya untuk membiarkan mereka yang datang kepada-Nya dengan tujuan seperti itu pergi tanpa memperoleh jawaban, karena selain ini, tidak ada hal lain lagi yang lebih membuat-Nya bersukacita (ay. 17).
(1) Ia dengan lembut membantu menjaga iman orang terhormat itu, karena tidak diragukan lagi bahwa Ia tidak bermaksud memberikan teguran ketika berkata, "Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik?" Kristus tampaknya melihat ada iman yang terkandung dalam apa yang dikatakan si orang terhormat itu, ketika ia memanggil-Nya Guru yang baik, yang mungkin tidak disadarinya sendiri. Ia hanya sekadar ingin mengakui dan menghormati Yesus sebagai seorang yang baik, namun Kristus hendak menuntun dia untuk mengakui dan menghormati-Nya sebagai Allah yang baik; karena tak seorang pun yang baik selain dari pada Allah saja. Perhatikanlah, jika Kristus melalui anugerah-Nya siap memanfaatkan perkataan dan perbuatan yang tidak tepat, maka Ia juga siap memanfaatkan perkataan dan perbuatan yang tepat. Apa yang diperbuat-Nya dengan perkataan dan perbuatan kita sering kali lebih baik daripada apa yang kita maksudkan dengan perkataan dan perbuatan kita itu, seperti dalam hal, "Ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; walaupun engkau tidak menyadari bahwa makanan yang engkau berikan itu adalah untukku." Yesus hendak membuat orang muda ini menyadari bahwa Ia adalah Allah, atau ia tidak usah memanggil-Nya baik. Dengan cara ini, Kristus mengajarkan kepada kita agar mengalihkan segala puji-pujian yang kita terima setiap saat kepada Allah. Apakah ada orang yang menyebut kita baik? Marilah kita beri tahu mereka bahwa segala kebaikan bersumber dari Allah, dan karena itu segala kemuliaan adalah bagi Dia, bukan bagi kita. Segala mahkota kemuliaan harus tunduk di depan takhta-Nya. Perhatikanlah, hanya Allah saja yang baik, dan tidak ada yang sungguh-sungguh murni baik dengan kebaikan yang tidak berubah-ubah, selain Allah sendiri. Kebaikan-Nya adalah dari dan berasal dari Dia sendiri, dan segala kebaikan makhluk ciptaan bersumber dari-Nya. Ia adalah Mata Air kebaikan, dan ke mana pun alirannya, segala mata air ada di dalam-Nya (Yak. 1:17). Ia adalah Pola dan Teladan yang agung dari kebaikan. Melalui-Nya semua kebaikan akan diukur, sehingga apa yang baik adalah apa yang seperti diri-Nya dan berkenan dalam pandangan-Nya. Kita menyebut-Nya Allah dalam bahasa kita karena Ia baik. Dalam hal ini, seperti dalam hal-hal yang lain, Tuhan kita Yesus adalah Cahaya kemuliaan Allah (dan kebaikan-Nya adalah kemuliaan-Nya), dan gambar wujud Allah, sehingga tepatlah Ia disebut Guru yang baik.
(2) Ia dengan sederhana dan jelas mengarahkan tindakan orang muda itu dalam menjawab pertanyaannya. Ia mulai dengan menanamkan pikiran bahwa Ia baik, dan oleh karena itu Ia adalah Allah sendiri. Namun, Ia tidak terus bercokol dalam hal tersebut, karena kalau tidak, Ia akan terkesan menyimpang dan akhirnya keluar dari pokok masalah yang sedang dibicarakan, seperti yang dilakukan kebanyakan orang dalam perdebatan dan adu mulut yang tidak berguna. Jawaban Kristus secara singkat adalah, "Jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah."
[1] Tujuan yang ditawarkan adalah masuk ke dalam hidup kekal. Orang muda tersebut, dalam pertanyaannya, berbicara mengenai hidup kekal. Kristus, dalam jawaban-Nya, berbicara mengenai hidup, untuk mengajarkan kepada kita bahwa hidup kekal adalah satu-satunya kehidupan yang sejati. Firman mengenai hal tersebut adalah firman mengenai hidup itu (Kis. 5:20). Hidup yang sekarang hampir tidak layak disebut hidup, karena di tengah kehidupan tersebut kita ada dalam maut. Kristus berbicara mengenai masuk ke dalam hidup, yaitu kehidupan rohaniah yang merupakan awal dan hakikat dari hidup kekal. Orang muda itu ingin mengetahui bagaimana ia dapat memperoleh hidup kekal, dan Kristus memberi tahu dia bagaimana dia dapat masuk ke dalam hidup itu. Kita memperoleh hidup kekal melalui pengorbanan Kristus, tetapi saat itu hal tersebut belum sepenuhnya terungkap, jadi Kristus tidak membicarakannya dengan orang muda itu. Sebaliknya, Ia menekankan cara untuk dapat masuk ke dalam hidup itu, yaitu melalui ketaatan. Kristus mengarahkan kita untuk melakukan hal tersebut. Melalui penebusan, kita mendapatkan hak atas hidup kekal, dan melalui ketaatan, yakni melalui bukti yang kita berikan, kita membuktikan kepemilikan atas hak itu, yaitu dengan menambahkan kepada imanmu kebajikan, sehingga kepada kamu akan dikaruniakan hak penuh untuk memasuki Kerajaan kekal (2Ptr. 1:5, 11). Kristus, yang merupakan Sumber Hidup kita, adalah Jalan kepada Bapa, yang membawa kita untuk bisa memandang Dia dan menikmati sukacita-Nya. Ia adalah satu-satunya Jalan, namun kewajiban dan ketaatan dalam iman merupakan jalan kepada Kristus. Pada saat kematian, pada hari penghakiman, akan terbuka pintu menuju hidup, pintu yang terbuka lebar, dan hanya mereka yang melaksanakan kewajiban mereka yang akan masuk ke dalam hidup. Hanya hamba yang rajin dan setia yang akan masuk ke dalam sukacita Tuannya, dan sukacita tersebut adalah hidup kekal baginya. Ada pintu menuju hidup kekal sekarang. Kita yang beriman akan masuk ke tempat perhentian (Ibr. 4:3). Sementara kita menantikan kemuliaan yang akan diungkapkan kepada kita kelak, kita akan dihibur dengan damai sejahtera, kelegaan, dan sukacita. Namun, untuk memperoleh semuanya ini, ketaatan yang tulus merupakan keharusan yang tidak dapat diabaikan.
[2] Jalan yang dianjurkan adalah menaati perintah-perintah Allah. Perhatikanlah, menaati perintah-perintah Allah, sesuai dengan yang telah disingkapkan dan disampaikan kepada kita, merupakan satu-satunya jalan untuk menuju hidup dan keselamatan. Ketulusan kita hanya diterima apabila dilakukan melalui Kristus yang merupakan kesempurnaan Injil kita, karena melalui Dia pengampunan disediakan bagi kita ketika kita bertobat. Tanpa Dia kita tidak bisa berbuat apa-apa. Melalui Kristus, kita diluputkan dari kutuk kuasa hukum Taurat. Tetapi, kuasa memerintah yang ada dalam hukum Taurat itu sudah diserahkan ke dalam tangan Sang Pengantara, namun di bawah hukum tersebut, di bawah tangan tersebut, kita masih hidup di bawah hukum Kristus (1Kor. 9:21). Kita hidup di bawah hukum Kristus yang berlaku sebagai suatu peraturan, walaupun bukan sebagai perjanjian. Turutilah perintah Allah merupakan bagian dari iman kepada Yesus Kristus, karena ini adalah perintah yang terbesar (1Yoh. 3:23), dan merupakan salah satu dari hukum Musa, bahwa ketika Nabi Agung akan dibangkitkan, mereka akan mendengar mengenai-Nya. Perhatikanlah, demi sukacita kita sekarang dan selamanya, belum cukuplah bagi kita untuk hanya mengetahui perintah-perintah Allah, tetapi kita juga harus menuruti perintah-perintah tersebut. Kita harus menurutinya sebagai jalan kita, menurutinya sebagai aturan kita, menurutinya seperti menjaga harta kita, dengan penuh perhatian seperti kita menjaga biji mata kita sendiri.
[3] Ketika memberikan contoh dan perintah lebih lanjut, Kristus menyebutkan beberapa perintah khusus yang harus dituruti orang muda tersebut (ay. 18-19), Kata orang itu kepada-Nya: Perintah yang mana? Perhatikanlah, mereka yang ingin melakukan perintah-perintah Allah harus mencarinya dengan tekun, dan bertanya-tanya apa saja perintah-perintah tersebut. Ezra sendiri bertekad untuk meneliti hukum Taurat dan melakukannya (Ezr. 7:10). "Ada banyak perintah dalam hukum Musa. Guru yang baik, beri tahukanlah kepadaku yang mana saja dari hukum-hukum tersebut yang dibutuhkan untuk memperoleh keselamatan."
Sebagai jawaban atas pertanyaan ini, Kristus menyebutkan secara khusus beberapa perintah, khususnya perintah-perintah dalam loh batu yang kedua.
Pertama, yang berkaitan dengan kehidupan kita dan sesama kita, Jangan membunuh.
Kedua, mengenai kesucian diri kita sendiri dan sesama kita, yang hendaknya sama berharganya dengan hidup itu sendiri, yaitu jangan berzinah.
Ketiga, kekayaan dan harta milik kita sendiri dan sesama kita yang kelihatan, seperti yang dilindungi dalam aturan mengenai harta milik, yaitu jangan mencuri.
Keempat, yang berhubungan dengan kebenaran dan nama baik kita sendiri dan sesama kita, yaitu jangan mengucapkan saksi dusta, baik untuk membela dirimu sendiri maupun untuk melawan sesamamu.
Kelima, yang berhubungan dengan kewajiban-kewajiban dalam hubungan-hubungan tertentu, yaitu hormatilah ayahmu dan ibumu.
Keenam, hukum cinta kasih yang merangkum semuanya, yang merupakan sumber dan inti sari dari semua kewajiban-kewajiban yang disebutkan di sini, yang darinya semua akan mengalir, yang menjadi dasar dari semuanya, yang di dalamnya semua akan dipenuhi, yaitu kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Gal. 5:14; Rm. 13:9). Inilah hukum utama (Yak. 2:8). Beberapa orang beranggapan bahwa perintah ini dikemukakan di sini bukan sebagai inti sari dari loh yang kedua, tetapi berhubungan dengan perintah yang kesepuluh, jangan mengingini, yang menurut Markus, jangan mengurangi hak orang. Ini menyiratkan bahwa tidaklah benar bagi saya untuk merencanakan keuntungan untuk diri sendiri di atas kehilangan atau kerugian orang lain, karena hal ini sama saja dengan mengasihi diri sendiri lebih dari orang lain, yang seharusnya kita kasihi dan perlakukan seperti diri kita sendiri.
Juruselamat kita dalam hal ini hanya menyebutkan secara khusus kewajiban-kewajiban dalam loh batu yang kedua. Namun, ini tidaklah berarti bahwa loh yang pertama seakan-akan kurang penting. Hal ini dilakukan-Nya:
Karena mereka yang sekarang duduk di kursi Musa (yaitu para ahli Taurat -- pen.) benar-benar telah mengabaikan atau mencemari hukum-hukum ini dalam ajaran mereka. Ketika mereka lebih menekankan persepuluhan atas selasih, adas manis dan jintan, mereka mengabaikan keadilan, dan belas kasih dan iman, yang merupakan intisari dari loh batu yang kedua (23:23). Ajaran mereka hanya berkutat seputar tata cara ibadah dan tidak mengajarkan apa pun mengenai budi pekerti. Oleh karena itu, Kristus sangat menekankan hal yang paling tidak mereka tekankan. Halnya seperti kebenaran dan kewajiban tidak boleh saling meniadakan, melainkan masing-masing harus mengetahui tempatnya sendiri-sendiri, dan tetap berada di dalamnya. Keseimbangan di antara keduanya sangat diperlukan, tetapi justru keseimbangan inilah yang ada dalam bahaya akan disingkirkan. Itulah kebenaran sekarang yang menjadi panggilan kita untuk memberikan kesaksian bukan hanya terhadap apa yang ditentang, melainkan juga terhadap apa yang diabaikan.
Karena Kristus akan mengajarkan tuan muda tersebut, dan kita semua, bahwa kejujuran budi pekerti adalah sifat yang penting dari Kekristenan yang sejati, sehingga harus dicamkan. Jika orang yang bertingkah laku baik saja dapat gagal menjadi pengikut Kristus yang utuh, lebih-lebih lagi orang yang berperilaku buruk, ia pastilah bukan seorang pengikut Kristus yang sejati, karena anugerah Allah mengajarkan kita untuk hidup dengan penuh hikmat dan adil, benar serta saleh. Begitulah, walaupun kewajiban-kewajiban pada loh yang pertama lebih banyak merupakan hakiki atau pokok ibadah, namun kewajiban-kewajiban pada loh kedua lebih banyak memberikan pembuktian mengenainya. Terang kita berkobar-kobar ketika kita mengasihi Allah, namun sinarnya menyinari sesama bila kita memang benar-benar mengasihi sesama kita itu.
II. Lihatlah di sini bagaimana tuan muda tersebut gagal, walaupun ia telah berlaku sangat baik. Ada dua hal di mana ia gagal, yaitu:
Oleh kesombongan dan sikap tinggi hatinya mengenai sifat baik dan kekuatan diri sendiri. Inilah yang menjadi sumber keruntuhan bagi banyak orang, yaitu mereka yang membuat diri mereka terus sengsara dengan berangan-angan bahwa mereka sedang berbahagia. Ketika Kristus memberitahukan dia mengenai perintah-perintah yang harus ia pegang, ia menjawabnya dengan cemoohan, Semuanya itu telah kuturuti (ay. 20).
(1) Berdasarkan apa yang dipahaminya mengenai hukum, yaitu ia menjauhi perbuatan-perbuatan dosa yang lahiriah, saya cenderung berpikir bahwa tuan muda ini berkata benar mengenai perbuatannya, dan Kristus mengetahuinya, karena Ia tidak menyanggahnya. Bahkan, dikatakan dalam Markus, Kristus menaruh kasih kepadanya. Apa yang ia lakukan selama ini baik dan berkenan kepada Kristus. Rasul Paulus menganggap perbuatan seperti ini istimewa, tidak ada cacatnya. Namun, bagi Paulus, semua ini dianggap rugi bila dibandingkan dengan Kristus, walaupun dalam menaati hukum Taurat, aku tidak bercacat (Flp. 3:6). Segenap perintah ini telah dilakukannya dengan cermat. Semuanya itu telah kuturuti, sejak awal dan tidak pernah luput, sejak masa mudaku. Perhatikanlah, seseorang mungkin dapat luput dari dosa yang keji, namun gagal dalam hal anugerah dan kemuliaan. Tangannya mungkin bersih dari kecemaran-kecemaran di luar, namun ia dapat binasa selamanya karena kebusukan hatinya. Dan bagaimana pula menurut kita, mengenai mereka yang gagal dalam hal ini, yang kecurangan dan ketidakadilan, kemabukan dan kenistaan jelas-jelas bersaksi melawan mereka, yang telah melakukan semua pelanggaran ini sejak masa mudanya walaupun mereka telah menyebut nama Kristus? Ya, sungguh disayangkan, kalau kita bahkan gagal menyamai orang-orang yang sebenarnya gagal menuju sorga.
Hal yang juga layak dipuji dari tuan muda itu adalah bahwa ia ingin mengetahui lebih jauh apa yang menjadi kewajibannya, Apa lagi yang masih kurang? Ia yakin bahwa masih ada hal yang dituntut demi memenuhi pekerjaan-pekerjaannya di hadapan Allah, sehingga ia sangat ingin mengetahuinya, karena jika apa yang ia yakini adalah benar, ia siap untuk melakukannya. Oleh karena ia belum berhasil dalam hal ini, ia kelihatannya bertanya dengan semangat. Ia mendekatkan dirinya kepada Kristus, yang ajaran-ajaran-Nya diharapkan dapat memperbaiki dan menyempurnakan hukum Musa. Ia sangat ingin tahu apa yang menjadi pokok dari ajaran-Nya, sehingga melaluinya ia dapat diperlengkapi untuk menyenangkan hati-Nya dan menggapai-Nya. Siapa yang dapat melakukan yang lebih baik daripada ini? Akan tetapi,
(2) Bahkan dalam apa yang dikatakannya di sini, ia menemukan ketidakacuhannya dan kebodohannya.
[1] Jika hukum dipahami secara rohaniah, seperti yang diperjelas oleh Kristus, tidak diragukan lagi bahwa dalam banyak hal, ia telah melanggar semua perintah-perintah ini. Jika saja ia telah mendapat penjelasan sebelumnya mengenai maksud dan arti rohaniah dari hukum tersebut, maka sebaliknya, daripada berkata, "Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?", ia akan berkata, dengan malu dan sedih, "Semua ini telah aku langgar, apa yang harus kulakukan supaya dosa-dosaku diampuni?"
[2] Terserah bagaimana orang memahaminya, tetapi apa yang dikatakannya dipenuhi dengan kesombongan dan kemuliaan yang semu, dan terlalu banyak bualan di dalamnya yang tidak berkenan kepada hukum iman (Rm. 3:27), dan tidak dapat dibenarkan (Luk. 18:11, 14). Ia terlalu tinggi menilai dirinya sendiri, seperti halnya kaum Farisi, yang suka mengatakan hal-hal yang muluk-muluk di hadapan orang, dan bangga akan hal tersebut, sehingga tindakan mereka tidak diterima. Kata-katanya, Apa lagi yang masih kurang? mungkin lebih merupakan tuntutan supaya dipuji atas kesempurnaan yang ia bangga-banggakan dan tantangan kepada Kristus sendiri untuk menunjukkan kepadanya satu contoh saja mengenai hal-hal yang masih kurang. Sesungguhnya ia tidak ingin untuk mendapatkan arahan lebih lanjut dari Kristus.
Orang muda itu gagal karena cintanya yang berlebihan terhadap dunia ini dan kesenangan yang ia nikmati di dalamnya. Inilah yang menjadi batu sandungan yang menjatuhkannya.
(1) Bagaimana ia dicobai dalam hal ini (ay. 21), Kata Yesus kepadanya, Jika engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu. Kristus tidak mau ambil pusing dengan tindakannya yang membangga-banggakan diri mengenai ketaatannya pada hukum. Ia tidak mau berdebat dengan anak muda ini mengenai maksud hukum itu. Ia lebih memilih untuk menyingkapkan siapa sebenarnya anak muda ini. "Mari," kata Kristus, "jika kamu ingin menjadi sempurna, jika kamu ingin menunjukkan bahwa dirimu tulus dalam ketaatanmu" (karena ketulusan merupakan kesempurnaan Injil), "jika kamu ingin berhasil dalam apa yang telah Kristus tambahkan ke dalam Hukum Musa, jika kamu ingin menjadi sempurna, jika kamu ingin masuk ke dalam hidup, dan memperoleh kebahagiaan yang sempurna." Apa yang Kristus tetapkan di sini bukanlah suatu hal yang terlalu berlebihan. Dia tidak menuntut bahwa kita harus sempurna. Inti dan maksud yang utama di sini adalah ada kewajiban penting yang harus kita lakukan. Apa yang Kristus katakan kepadanya juga dikatakan-Nya kepada kita semua, yaitu bahwa jika kita ingin membuktikan diri sebagai pengikut-pengikut Kristus dan mau memperoleh hidup kekal kelak, kita harus melakukan dua hal di bawah ini.
[1] Dalam hidup sehari-hari kita harus lebih memilih harta sorgawi di atas segala kemakmuran dan kekayaan duniawi. Kemuliaan tersebut harus menjadi pertimbangan kita yang utama dalam mengambil keputusan dan lebih dihargai daripada kemuliaan duniawi. Tentu saja kita akan lebih memilih sorga daripada neraka, orang yang paling fasik di dunia ini pun akan senang memilih Yerusalem ini sebagai tempat pelarian mereka ketika dunia ini tidak bisa ditempatinya lagi; ia pasti senang memiliki sorga sebagai tempat tinggal cadangannya. Namun, menjadikan sorga sebuah pilihan dan lebih memilihnya daripada dunia ini -- itu sudah menjadi keharusan seorang Kristen. Nah, sebagai bukti atas hal ini, kita harus:
Pertama, menyingkirkan apa yang kita miliki di dunia, demi kemuliaan Allah, untuk melayani-Nya, "Juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin. Jika melakukan tindakan amal sangatlah diperlukan, juallah milikmu sehingga kamu dapat memberikannya kepada mereka yang membutuhkannya, sebagaimana yang dilakukan oleh jemaat Kristen mula-mula dalam ketaatan terhadap perintah ini (Kis. 4:34). Juallah apa yang dapat kamu sisihkan untuk kepentingan-kepentingan rohani, segala milikmu yang berlebih. Jika kamu tidak dapat memanfaatkan milik kepunyaanmu itu dengan baik, juallah. Jangan terikat dengan semuanya itu, dan bersedialah untuk berpisah dengannya demi kemuliaan Allah dan untuk menolong yang miskin." Memandang rendah dunia ini dan mengasihi mereka yang miskin dan menderita di dalamnya, merupakan syarat-syarat penting untuk memperoleh keselamatan. Bagi mereka yang memiliki harta, memberikan sumbangan adalah bukti yang penting untuk menunjukkan bahwa mereka memandang rendah dunia dan mengasihi sesama. Inilah yang akan menjadi ujian bagi kita pada hari penghakiman (25:35). Banyak orang menyebut diri mereka pengikut Kristus, namun tidak bertindak sesuai dengan apa yang mereka imani. Ketika kita merangkul Kristus, maka kita harus melepaskan dunia ini, karena kita tidak dapat menyembah Tuhan dan mamon sekaligus. Kristus mengetahui bahwa keserakahan akan harta adalah dosa yang paling mudah mengganggu pikiran orang muda ini, sehingga walaupun apa yang dimilikinya diperolehnya dengan jujur, ia tidak dapat berpisah dengan hartanya dengan hati yang lapang, sehingga dalam hal ini ia terbukti tidak tulus. Perintah ini sama seperti panggilan kepada Abraham, Pergilah dari negerimu, ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu. Seperti halnya Allah menguji orang-orang percaya melalui sifat-sifat terbaik mereka, begitu juga Ia menguji orang-orang munafik melalui kecemaran-kecemaran terburuk mereka.
Kedua, kita harus mengandalkan apa yang kita harapkan di dunia yang lain itu sebagai ganti rugi yang berlimpah atas semua yang telah kita tinggalkan atau atas segala kehilangan yang kita derita, atau atas apa yang telah kita singkirkan di dunia ini demi Allah, Engkau akan beroleh harta di sorga. Kita harus, sesuai dengan kewajiban yang diperintahkan kepada kita, percaya kepada Allah atas sukacita yang tidak kelihatan, yang secara berlimpah akan menggantikan segala pengorbanan kita dalam melayani Allah. Perintah ini kedengarannya keras dan kejam, "Juallah semua yang kamu miliki dan berikanlah kepada sesamamu." Orang tentu bisa merasa keberatan dengan perintah "amal dimulai dari rumah" ini, dan karena itulah Kristus segera mengaitkan perintah tersebut dengan jaminan harta di sorga. Perhatikanlah, janji Kristus membuat perintah-Nya mudah, dan kuk-Nya bukan hanya masuk akal, namun juga menyenangkan, manis, dan sangat nyaman. Meskipun demikian, janji ini juga menjadi ujian yang berat bagi iman orang muda ini, sama beratnya seperti perintah untuk berbuat amal dan memandang rendah dunia ini.
[2] Kita harus tunduk sepenuhnya kepada tuntunan dan perintah Yesus Tuhan kita, Mari, dan ikutlah Aku. Kelihatannya yang dimaksudkan-Nya di sini adalah mengikuti Dia secara dekat dan tetap, seperti misalnya dengan orang muda itu, untuk menjual segala sesuatu yang dimilikinya di dunia ini, atau seperti murid-murid lain yang meninggalkan panggilan hidup mereka. Kita dituntut untuk mengikuti Kristus, kita harus benar-benar taat terhadap penetapan-penetapan-Nya, benar-benar bertindak sesuai dengan pola-pola-Nya, dengan senang hati tunduk terhadap penugasan-Nya, dengan ketaatan yang teguh dan tidak pandang bulu menaati hukum-hukum-Nya. Semuanya ini harus kita lakukan dengan dasar kasih kita kepada-Nya, dan kebergantungan kita terhadap-Nya, serta memandang rendah semua hal lain selain diri-Nya. Segala yang bersaing dengan diri-Nya harus disingkirkan. Inilah yang dimaksudkan dengan mengikuti Kristus sepenuhnya. Menjual semua harta dan memberikannya kepada orang miskin tidak akan berguna jika kita tidak datang dan mengikuti Kristus. Jika aku memberikan semua harta bendaku untuk memberi makan orang-orang miskin, namun tidak memiliki kasih, maka hal itu tidak ada gunanya. Jadi, hanya melalui syarat-syarat inilah, tidak lebih tidak kurang, keselamatan dapat diperoleh. Semua ini merupakan syarat-syarat yang sangat mudah dan masuk akal, dan akan dirasakan begitu bagi mereka yang bersedia menerimanya dengan syarat-syarat apa pun.
(2) Lihatlah bagaimana ia terbukti tidak tulus. Perintah amal itu menyentuh hatinya (ay. 22). Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya.
[1] Ia seorang yang kaya, dan mencintai kekayaannya, karena itu ia beranjak pergi. Ia tidak menginginkan hidup kekal jika ini adalah syarat-syaratnya.
Pertama, mereka yang memiliki banyak harta di dunia berada dalam godaan yang sangat kuat untuk mencintai hartanya, sehingga membuat hati mereka terpaut padanya. Inilah sifat menggoda dari harta duniawi, sampai-sampai orang yang tidak mengingininya pun sangat merindukannya. Ketika kekayaan bertambah, begitu juga bahaya yang membuat hati terpincut dengannya (Mzm. 62:11). Jika saja si orang muda itu hanya memiliki uang dua peser di dunia ini dan diperintahkan untuk memberikannya kepada orang miskin, atau hanya punya segenggam tepung dalam tempayan, dan sedikit minyak dalam buli-buli dan disuruh untuk membuat kue dari bahan-bahan tersebut untuk seorang nabi yang miskin, maka orang bisa berpikir bahwa ujian tersebut benar-benar terlalu berat. Akan tetapi, ujian-ujian seperti ini pun telah diatasi (Luk. 21:4 dan 1Raj. 17:14). Apa yang terjadi dengan orang muda ini menunjukkan bahwa cinta terhadap dunia lebih kuat tarikannya daripada kebutuhan-kebutuhan yang mendesak sekalipun.
Kedua, cinta akan dunia ini sangat menguasai banyak orang sehingga membuat mereka menjauh dari Kristus, sekalipun tampaknya mereka mempunyai kerinduan untuk mengikuti Dia. Bagi orang-orang yang memperolehnya, harta yang banyak merupakan suatu pencapaian yang besar, namun bila orang sampai terbelit di dalamnya, harta itu malah akan menjadi penghalang terbesar yang merintangi jalannya untuk ke sorga.
Akan tetapi, ada suatu kejujuran yang tampak dalam diri orang muda tersebut, yaitu bahwa ketika ia tidak menyukai syarat-syaratnya, ia beranjak pergi dan tidak mau berpura-pura. Lebih baik demikian daripada seperti yang dilakukan Demas, yang pernah mengenal Jalan Kebenaran, namun setelah itu berbalik arah karena kecintaannya akan dunia ini, sehingga membawa lebih banyak kecemaran terhadap pengakuan imannya. Orang muda ini tidak ingin menjadi orang yang munafik karena ia tidak mampu menjadi pengikut Kristus yang utuh.
[2] Pada dasarnya si tuan muda ini memang seorang yang penuh pertimbangan dan punya keinginan yang baik, dan karena itulah ia pergi dengan sedih. Sebenarnya hatinya condong kepada Kristus dan enggan berpisah dengan-Nya. Perhatikanlah, banyak orang dihancurkan oleh dosa yang enggan dilakukannya dan meninggalkan Kristus dengan sedih hati, namun, mereka tidak pernah menyesal telah meninggalkan Dia, karena jika mereka menyesal, mereka akan kembali kepada-Nya. Jadi, kekayaan orang muda ini sangat membuat hatinya gundah, dan terus menjadi cobaan baginya. Seperti apa nantinya rupa kesedihannya, ketika semua miliknya musnah dan semua harapan untuk hidup kekal juga ikut sirna?
=====/==TUHAN MEMBERKATI========