Selasa, 30 November 2021

MATIUS PEMUNGUT CUKAI MENGIKUT YESUS

Comentari Injil Matius 9:9-13

9 Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: "Ikutlah Aku." Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia. 10 Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya. 11 Pada waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus: "Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" 12 Yesus mendengarnya dan berkata: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. 13 Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa."

Dalam ayat-ayat ini diceritakan tentang anugerah dan belas kasih Kristus kepada para pemungut cukai yang malang, khususnya kepada Matius. Apa yang dilakukan-Nya terhadap tubuh manusia berguna untuk membuka jalan agar rancangan-Nya yang baik terjadi pada jiwa mereka. Sekarang perhatikanlah di sini:

I. Panggilan Matius 

Markus dan Lukas memanggilnya Lewi; pada waktu itu biasa bagi seseorang untuk mempunyai dua nama. Mungkin Matius adalah namanya yang paling dikenal sebagai pemungut cukai, dan karena itu, dalam kerendahan hatinya, ia menyebut dirinya dengan nama itu daripada dengan nama Lewi yang lebih terhormat. Sebagian orang berpikir bahwa Yesus memberinya nama Matius ketika Ia memanggilnya untuk menjadi seorang rasul; seperti Simon yang diberi-Nya nama belakang Petrus. Matius berarti karunia Allah; para hamba Tuhan adalah karunia Allah bagi gereja; pelayanan mereka dan kemampuan mereka untuk melakukannya adalah karunia Allah bagi mereka. Sekarang perhatikanlah:

Apa yang sedang dilakukan Matius ketika Kristus memanggilnya. Ia sedang duduk di rumah cukai, karena ia seorang pemungut cukai (Luk. 5:27). Ia seorang petugas bea cukai di pelabuhan Kapernaum, atau petugas pajak, atau pemungut pajak atas tanah. Sekarang, mari kita lihat lagi:

(1) Ia sedang melakukan pekerjaannya, seperti juga murid-murid yang lain ketika mereka dipanggil Kristus (4:18). Perhatikanlah, dengan godaannya Iblis biasanya suka mendatangi orang-orang yang sedang bermalas-malasan. Sebaliknya, Kristus dengan panggilan-Nya suka mendatangi orang-orang yang sedang bekerja. Namun,

(2) Pekerjaan Matius itu merupakan panggilan yang tidak disukai oleh orang-orang benar, karena pekerjaan itu dipenuhi dengan begitu banyak korupsi dan godaan, dan hanya ada sedikit saja orang jujur yang bekerja dalam pekerjaan itu. Matius sendiri mengakui orang seperti apa dia sebelum bertobat, seperti halnya juga Rasul Paulus (1Tim. 1:13), supaya anugerah Kristus dalam memanggilnya lebih berlimpah, dan untuk menunjukkan bahwa Allah memiliki sisa-sisa umat-Nya di antara berbagai macam orang. Tidak ada orang yang bisa membenarkan dirinya untuk tidak percaya dengan menjadikan pekerjaannya di dunia ini sebagai alasannya, karena ada sebagian orang yang telah diselamatkan dari pekerjaannya yang penuh pekerjaan dosa, dan ada juga yang dari pekerjaan yang benar.

Adanya kekuatan yang menggerakkan dalam panggilan ini. Kita tidak mendapati Matius mencari-cari Kristus atau berkeinginan untuk mengikuti-Nya, walaupun beberapa saudaranya sudah menjadi murid-murid Kristus. Kristus menggerakkannya dengan berkat-berkat kebaikan-Nya sendiri. Ia ditemukan di antara orang-orang yang tidak mencari-Nya. Kristus berbicara terlebih dulu; bukan kita yang memilih Dia, melainkan Dia yang memilih kita. Dia berkata, "Ikutlah Aku," dan kuasa ilahi yang sama yang menyertai perkataan untuk mengubah hati Matius ini jugalah yang menyertai perkataan, "Bangunlah dan berjalanlah" untuk menyembuhkan orang yang menderita lumpuh (ay. 6). Perhatikanlah, perubahan yang menyelamatkan, dikerjakan di dalam jiwa oleh Kristus sebagai Pencipta dan oleh perkataan-Nya sebagai sarana. Injil-Nya adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan (Rm. 1:16). Panggilan itu membuahkan hasil, karena Matius menurutinya; ia berdiri, lalu mengikut Dia dengan segera. Ia tidak menolak dan juga tidak menunda-nunda untuk mematuhi-Nya. Kuasa anugerah Allah akan segera menjawab dan mengatasi segala rintangan. Penghasilan atau keuntungan yang ia peroleh dari pekerjaannya itu tidak dapat mencegahnya untuk mengikut Kristus ketika Dia memanggilnya. Ia tidak minta pertimbangan dari manusia (Gal. 1:15-16). Ia berhenti melakukan pekerjaannya, dan membuang harapan-harapannya untuk bisa mendapatkan kedudukan tinggi dalam pekerjaannya itu; dan walaupun kita mendapati murid-murid yang dulunya nelayan kadang-kadang masih menjala ikan lagi setelahnya, kita tidak pernah mendapati Matius di rumah cukai lagi.

II. Pergaulan Yesus dengan para pemungut cukai dan orang berdosa 

Yesus memanggil Matius, supaya ia bisa memperkenalkan diri-Nya kepada orang-orang yang juga mempunyai pekerjaan yang sama seperti dia. Yesus makan di rumah (ay. 10). Penulis-penulis Injil lain berkata bahwa Matius mengadakan sebuah pesta besar, yang tidak mampu diadakan oleh nelayan-nelayan miskin ketika mereka dipanggil. Tetapi ketika Matius sendiri berbicara mengenai hal ini, ia tidak berkata bahwa itu adalah rumahnya, atau juga bahwa itu merupakan sebuah pesta, tetapi hanya berkata bahwa Ia makan di rumah (TB, "Yesus makan di rumah Matius"). Dengan demikian ia lebih mengingat kebaikan Kristus kepada para pemungut cukai daripada penghormatan yang ia berikan kepada-Nya. Perhatikanlah, baiklah bagi kita untuk tidak terlalu membesar-besarkan perbuatan baik kita sendiri.

Ketika Matius mengundang Yesus, ia juga mengundang murid-murid-Nya untuk ikut datang bersama-Nya. Orang yang menerima Yesus harus menerima juga semua orang kepunyaan-Nya demi Dia, dan harus menyediakan ruang di dalam hatinya bagi mereka.

Matius mengundang banyak pemungut cukai dan pendosa untuk makan bersama-sama dengan Dia. Ini adalah tujuan utamanya dalam mengundang teman-temannya ini, yaitu supaya ia mendapat kesempatan untuk memperkenalkan teman-teman lamanya kepada Kristus. Dia tahu dari pengalaman bagaimana anugerah Kristus sanggup melakukan hal-hal yang luar biasa, dan ia tidak kehilangan harapan untuk teman-temannya ini. Perhatikanlah, orang yang dibawa kepada Kristus sendiri pasti ingin agar orang lain juga bisa dibawa kepada-Nya, dan sangat bersemangat untuk menyumbangkan sesuatu agar bisa mewujudkan hal itu. Orang yang mengalami anugerah sejati tidak akan puas memakan makanannya sendiri, melainkan akan mengundang orang lain untuk ikut makan bersamanya. Pertobatan Matius ini akan membuat ikatan persaudaraan di antara dia dan kawan-kawan sekerjanya putus, namun sekarang rumahnya dipenuhi dengan para pemungut cukai, dan sebagian dari mereka pasti akan mengikut dia seperti dia mengikut Kristus. Demikianlah yang dilakukan Andreas dan Filipus (Yoh. 1:41, 45; 4:29; Hak. 14:9).

III. Ketidaksenangan orang-orang Farisi akan hal ini (ay. 11). Mereka mencela perbuatan Yesus

"Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" Perhatikanlah di sini

Bahwa Kristus ditentang. Bahwa Ia tekun menanggung bantahan terhadap diriNya dari pihak orang-orang berdosa, ini bukanlah penderitaan paling ringan yang Ia alami. Tidak ada orang yang lebih ditentang oleh manusia selain Dia yang datang untuk mengangkat perseteruan hebat antara Allah dan manusia. Dengan demikian Ia menyangkal diri-Nya untuk tidak menerima hormat yang sepatutnya Dia miliki sebagai Allah yang telah menjadi manusia. Walaupun pembicaraan-Nya selalu benar dan kehendak-Nya semestinya harus dituruti karena Ia tidak pernah berbicara atau berbuat salah, mereka terus mencari-cari kesalahan dalam segala sesuatu yang dikatakan dan diperbuat-Nya. Dengan demikian Ia mengajar kita untuk mengetahui bahwa celaan selalu akan datang dan kita harus bersiap-siap serta bersabar dalam menanggungnya.

Mereka yang berdebat dengan-Nya adalah orang-orang Farisi; angkatan yang sombong, suka mengagungkan diri, dan suka mencari-cari kesalahan orang lain. Perilaku mereka sama dengan orang-orang pada zaman nabi-nabi dulu yang berkata, "Menjauhlah, janganlah meraba aku, aku lebih kudus daripada engkau!" (Yes. 65:5, KJV). Mereka sangat tegas dalam menghindari orang-orang berdosa, tetapi tidak dalam menghindari dosa. Dalam hal kesalehan lahiriah, tidak ada orang lain yang lebih giat dan bersemangat daripada mereka ini, namun dalam hal menentang kuasa ilahi juga tidak ada musuh yang sedemikian hebatnya seperti mereka. Mereka ingin memelihara tradisi nenek moyang dengan baik, jadi mereka menularkan kepada orang lain semangat yang sama yang menguasai diri mereka sendiri.

Mereka tidak mengajukan keberatan itu kepada Kristus secara langsung, sebab mereka tidak punya cukup keberanian untuk menantang-Nya dengan keberatan itu. Pikir mereka, walaupun persoalan ini seharusnya dengan Sang Guru, namun murid-murid itu pun ada bersama-sama dengan para pemungut cukai itu; murid-murid melakukan perbuatan itu karena Sang Guru yang terlebih dulu melakukannya. Pikir mereka, kesalahan Sang Guru sebagai nabi seharusnya lebih besar daripada si murid; martabat-Nya seharusnya menjauhkan Dia dari berkumpul dengan orang-orang seperti ini. Jadi, begitulah, karena tersinggung dengan Sang Guru, mereka malah bertengkar dengan murid-murid. Perhatikanlah, merupakan kepedulian orang-orang Kristen supaya mampu untuk membela dan membenarkan Kristus, ajaran-ajaran serta hukum-hukum-Nya, dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu (1Ptr. 3:15). Sementara Kristus menjadi Pembela kita di sorga, marilah kita menjadi pembela-pembela-Nya di bumi, dan menerima penghinaan bagi-Nya sebagai bagian kita sendiri.

Keluhan mereka adalah tentang Kristus yang makan bersama-sama dengan para pemungut cukai dan orang berdosa: berhubungan dekat dengan orang-orang jahat berarti melawan hukum Allah (Mzm. 119:115; 1:1). Mungkin dengan menuduh Kristus mengenai hal ini di hadapan murid-murid-Nya, mereka berharap untuk menjauhkan murid-murid itu dari-Nya dan membuat mereka memandang rendah Dia. Dengan demikian mereka mungkin berharap bisa menarik murid-murid itu menjadi murid-murid mereka sendiri, karena mereka merasa adalah lebih terhormat telah mengarungi lautan dan menjelajah daratan untuk menobatkan orang-orang Berhubungan dekat dengan para pemungut cukai adalah melawan tradisi orang tua-tua, dan oleh sebab itu, mereka melihatnya sebagai suatu hal yang jahat. Mereka marah kepada Kristus atas kejadian ini,

(1) Karena mereka selalu mengharapkan yang jahat bagi Dia dan mencari-cari kesempatan untuk menyalahkan-Nya. Perhatikanlah, memang mudah dan sangat biasa bagi orang untuk mereka-reka hal-hal buruk dari perkataan dan perbuatan yang baik.

(2) Karena mereka tidak mengharapkan sesuatu yang baik datang kepada para pemungut cukai dan orang berdosa. Sebaliknya, mereka iri dengan kebaikan Kristus bagi orang-orang itu, dan merasa menderita ketika melihat orang-orang itu dibuat bertobat. Perhatikanlah, mungkin sah-sah saja kita mencurigai orang-orang yang merasa iri dan tidak senang ketika melihat orang lain beroleh anugerah, karena siapa tahu orang-orang itu sendiri memang tidak mendapatkan anugerah Allah.

IV. Pembelaan Yesus bagi diri-Nya sendiri dan bagi murid-murid-Nya untuk membenarkan perbuatan mereka dalam bergaul dengan para pemungut cukai dan orang berdosa. 

Tampaknya, murid-murid, mungkin karena masih lemah, harus mencari cara untuk menjawab celaan orang Farisi, dan karena itu mereka membawa masalah itu kepada Kristus, dan Ia mendengarnya (ay. 12), atau mungkin Kristus sendiri mendengar orang Farisi berbisik-bisik kepada murid-murid-Nya. Biarlah Ia sendiri yang membenarkan diri-Nya dan membela perkara-Nya, menjawab untuk diri-Nya sendiri dan juga untuk kita. Ada dua hal yang Ia tekankan dalam pembelaan-Nya:

Betapa penting dan mendesaknya permasalahan yang sedang dihadapi para pemungut cukai, yang sangat membutuhkan pertolongan-Nya, dan karena itu hal ini membenarkan Dia untuk bergaul dengan mereka demi kebaikan mereka sendiri. Keperluan yang teramat sangat yang ada pada orang-orang berdosa yang malang dan tersesatlah yang membawa Kristus turun dari dunia suci di atas ke dunia kotor di bawah; dan hal yang sama pulalah yang membawa-Nya ke dalam kumpulan orang yang dipandang kotor dan hina ini.

(1) Ia membuktikan pentingnya permasalahan yang dihadapi pemungut cukai ini: bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Para pemungut cukai itu sedang sakit, dan mereka memerlukan seseorang untuk membantu dan menyembuhkan mereka. Sebaliknya, orang-orang Farisi berpikir bahwa mereka tidak sakit dan memerlukan bantuan itu. Perhatikanlah:

  1. Dosa adalah penyakit jiwa; orang berdosa itu sakit secara rohani. Kejahatan berawal dari penyakit jiwa, sedangkan pelanggaran yang dilakukan adalah luka-lukanya, atau pecahnya penyakit jiwa itu. Penyakit ini membuat cacat, lemah, gelisah, membuat orang menjadi kurus kering dan bahkan bisa membunuhnya, tetapi, syukur kepada Allah, penyakit ini dapat disembuhkan.
  2. Yesus Kristus adalah Tabib Agung yang menyembuhkan jiwa. Penyembuhan-Nya terhadap penyakit-penyakit tubuh menandakan bahwa Ia bangkit dengan kesembuhan pada sayap-Nya. Ia adalah Sang Tabib yang ahli, setia, dan berbelas kasihan, dan menyembuhkan orang sakit adalah tugas dan pekerjaan-Nya. Orang yang bijak dan baik hati harus menjadi seperti tabib bagi orang-orang di sekelilingnya; seperti itulah Kristus. Hunc affectum versus omnes habet sapiens, quem versus ægros suos medicus -- Orang yang bijak membuat mereka yang ada di sekelilingnya merasa bahwa ia adalah tabib dan mereka adalah pasiennya (Seneca, De Const.).
  3. Jiwa-jiwa yang sakit karena dosa memerlukan Tabib ini, karena penyakit mereka sangat berbahaya. Alam tidak sanggup menolong dirinya sendiri, dan tidak ada manusia yang sanggup menolong kita. Begitulah kebutuhan kita akan Kristus, bahwa tanpa-Nya kita benar-benar akan binasa selamanya. Orang berdosa yang sadar pasti melihat kebutuhannya dan karena itu datang kepada Kristus.
  4. Ada banyak orang yang membayangkan bahwa mereka sehat, yang berpikir bahwa mereka tidak memerlukan Kristus dan bisa baik-baik saja tanpa-Nya, seperti jemaat di Laodikia (Why. 3:17). Jadi, orang Farisi tidak mengingini perkataan dan perbuatan Kristus, bukan karena mereka tidak memerlukan Dia, tetapi karena mereka berpikir mereka tidak memerlukan apa-apa (Yoh. 9:40-41).

(2) Ia membuktikan bahwa pentingnya masalah yang dihadapi para pendosa itu memang membenarkan perbuatan-Nya untuk bergaul dekat dengan mereka, dan bahwa selayaknya Ia tidak dipersalahkan karenanya; sebab kepentingan tersebut membuat perbuatan-Nya ini menjadi suatu tindakan kasih, yang harus selalu lebih diutamakan daripada segala bentuk luar keagamaan apa pun. Di dalam perbuatan kasih ini kebajikan dan kemurahan hati jauh lebih baik daripada kemegahan, seperti halnya hakikat lebih baik daripada hal yang tampak dari luar atau yang merupakan bayangan saja. Kewajiban-kewajiban moral dan alami harus lebih diutamakan bahkan melebihi hukum-hukum ilahi yang berkaitan dengan ritual dan religiusitas, apalagi terhadap segala peraturan manusia dan tradisi nenek moyang, yang semuanya ini hanya membuat hukum Allah lebih ketat daripada yang dimaksudkan-Nya sendiri. Pernyataan ini dibuktikan Kristus (ay. 13) dengan sebuah ayat yang dikutip dari Hosea 6:6, "Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan." Memisahkan diri dari kumpulan pemungut cukai, seperti yang diperintahkan orang Farisi, merupakan perbuatan yang masih kurang untuk disebut sebagai suatu persembahan; karena pergaulan Kristus dengan mereka melebihi perbuatan belas kasihan biasa, dan oleh sebab itu lebih diutamakan daripada pemisahan diri tadi. Jika berbuat baik terhadap diri sendiri saja lebih baik daripada persembahan, seperti yang ditunjukkan Samuel (1Sam. 15:22-23), apalagi berbuat baik kepada orang lain. Pergaulan Kristus dengan orang berdosa di sini disebut tindakan belas kasihan: berusaha mempertobatkan jiwa-jiwa adalah perbuatan belas kasihan terbesar yang bisa dibayangkan. Hal ini seperti menyelamatkan jiwa dari maut (Yak. 5:20). Amati baik-baik bagaimana Kristus mengutip perkataan ini, "Pergilah dan pelajarilah arti firman ini." Camkanlah, mengenal huruf-huruf dalam Alkitab saja tidaklah cukup, kita juga harus belajar mengerti artinya. Dan seseorang bisa dikatakan sudah mempelajari arti Alkitab dengan sempurna bila ia sudah belajar menerapkannya untuk menegur kesalahannya sendiri dan memakainya sebagai aturan yang mengatur tingkah lakunya. Ayat Alkitab yang dikutip Kristus ini tidak hanya untuk membenarkan Dia, tetapi juga:

  1. Untuk menunjukkan di mana sebenarnya letak agama yang benar; bukan dalam ibadah-ibadah lahiriah saja. Letak agama yang benar juga bukan dalam makanan dan minuman, pamer kesucian dalam pendapat-pendapat sepele mengenai hal tertentu dan perselisihan yang menimbulkan keraguan, melainkan dalam berbuat segala kebaikan yang bisa kita lakukan terhadap tubuh dan jiwa orang lain. Itu terletak dalam kebenaran dan kedamaian, dan dalam mengunjungi yatim piatu dan janda-janda.
  2. Untuk mengecam kemunafikan orang Farisi yang lebih menempatkan agama sebagai bentuk ritual atau upacara saja daripada dalam hal moral (23:23). Mereka mendukung bentuk-bentuk kesalehan yang bisa dibuat selaras dengan, atau mungkin tunduk kepada, kesombongan, kedengkian, ambisi, dan kebencian mereka, sementara itu mereka justru membenci kekuatan dari kesalehan itu sendiri yang sanggup mengendalikan nafsu-nafsu tersebut.

Yesus harus menaati tugas-Nya dan melaksanakan panggilan yang ditetapkan bagi-Nya, yaitu sebagai Sang Guru Agung. Oleh karenanya, Ia berkata, "Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa (KJV, "…melainkan orang berdosa untuk bertobat"), dan karena itu Aku harus bergaul dengan para pemungut cukai." Perhatikanlah:

(1) Apa tugas Kristus; tugas-Nya adalah memanggil orang untuk bertobat. Ini adalah tugas-Nya yang utama (4:17), dan semua khotbahnya cenderung menekankan hal ini. Perhatikanlah, panggilan Injil adalah panggilan untuk bertobat; panggilan bagi kita untuk mengubah pikiran dan cara-cara hidup kita.

(2) Siapa yang menjadi sasaran tugasnya; bukan orang benar, melainkan orang berdosa. Ini artinya:

  1. Seandainya anak-anak manusia bukan orang berdosa, maka tidak akan ada alasan bagi Kristus untuk datang ke tengah-tengah mereka. Ia adalah Juruselamat manusia, bukan manusia yang utuh, melainkan manusia yang jatuh. Andaikata Adam yang pertama tetap berada dalam kebenarannya yang semula, maka kita tidak akan memerlukan Adam kedua.
  2. Oleh sebab itu, tugas-Nya yang paling besar berkenaan dengan orang-orang yang paling berdosa; semakin berbahaya keadaan orang yang sakit itu, semakin banyak kesempatan bagi Sang Tabib untuk menolongnya. Kristus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa, tetapi terutama yang paling berdosa (1Tim. 1:15); bukan untuk pertama-tama memanggil orang yang walaupun berdosa namun masih agak benar, melainkan terlebih untuk memanggil orang yang paling berdosa.
  3. Semakin sadar orang akan dosanya, semakin terbukalah hatinya untuk menyambut Kristus dan Injil-Nya. Siapa saja pasti lebih suka memilih berada bersama-sama orang yang menginginkan kehadirannya, dan bukan bersama-sama dengan orang yang lebih ingin merampas tempatnya. Kristus tidak datang dengan harapan akan berhasil di antara orang-orang benar, yaitu mereka yang menyombongkan dirinya demikian, karena orang-orang semacam ini pasti akan segera merasa muak dengan Juruselamat mereka dan bukannya muak dengan dosa mereka. Karena itu, terlebih suka Ia mengunjungi orang-orang yang dengan rendah hati mau mengakui bahwa mereka orang berdosa. Kepada merekalah Kristus mau datang, karena di antara merekalah Ia disambut. Amin

 

======= WALHEBAK WA=======

 

Statistik Pengunjung