MENGAPA ALLAH TIDAK MENEGUR “HAWA” KETIKA MENGAMBIL
BUAH TERLARANG
Kedua ayat diatas memberitahu kita bahwa Allah adalah pribadi yang tidak hanya menciptakan Manusia sesuai dengan gambar dan rupa-Nya (Kejadian 1:26) tetapi juga DIA adalah aktor utama dari plening masa depan manusia, pemikiran tersebut didukung oleh Kejadian 3:15 bahwa “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya". Ayat ini benar-benar merupakan plening Allah untuk penebusan Manusia yang hanya bisa dilakukan oleh pihak Allah tanpa campur tangan manusia.
Hal
inilah yang merupakan rahasia Allah dalam merencanakan masa depan bagi Manusia
bahwa melalui kejatuhan dalam dosa ALLAH sedang membuat suatu rencana lain
yaitu keselamatan Manusia dan masa depan
Manusia itu sendiri. Disisi yang lain Allah adalah pemerakarsa dari segala
sesuatu yang melaluinya manusia mendapatkan hak istimewa untuk menerima
kelayakan sebagai Anak-Anak Allah. Yohanes 1:12 memberitahu kita bahwa “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa
supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya” Ayat
ini tidak ada kaitan antara Kejadian 3:15 namun sesungguhnya Allah sudah
mempersiapkan diri-Nya sebagai actor utama dalam hide plan untuk adanya
suatu pengakuan dan keberkantungan Manusia kepada Allah secara mutlak tanpa
mempertanyakan bagaimana dan mengapa, tetapi suatu keharusan manusia adalah
percaya kepada-Nya sebagai bukti pengakuan Manusia akan kesalahan yang
dibuatnya yaitu DOSA.
Walaupun dalam pandangan Yohanes Calvin ataupun Arminianisme yang keduanya mempunya dukungan ayat Alkitab untuk menjelaskan tentang keselamatan Manusia dari dosa, namun dalam rencana Allah sesungguhnya terdapat misteri yang tidak dapat dipahami dan dipecahkan oleh pemikiran Manusia yang terbatas oleh ruang dan waktu. Manusia tidak dapat memahami pemikiran Allah yang tidak terbatas, sebab Allah bersifat transenden baik itu tentang keberadaan-Nya dalam pemikiran Manusia, kecuali manusai hanya dapat memahami-Nya dalam konsep Imanenen. Manusia hanya dapat memahami yang bisa dapat dipahami, diluar dari itu adalah dugaan dan analisis dalam keterbatas dan ketidakmampuannya oleh sebab itulah Yesaya 55:8-9 Allah mempertegas kepada Manusia bahwa “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu”. Ayat ini sangat tegas memberitahu setiap insan Manusia bahwa analisis mengenai Allah dan keberadaan-Nya yang berada diluar ruang dan waktu adalah suatu kesia-siaan yang mendatangkan paradoksi tentang keberadaan dan kehadiran Allah dalam hidup Manusia.
Allah hanya dapat dipahami dalam kaitan IMAN di dalam Yesus Kristus sebagai pusat penggenapan dari segala nubuatan dalam Perjanjian Lama (PL). Terkait dengan itu Hadiwijono berpendapat bahwa “Allah adalah Mahatinggi, maka IA tidak dapat dilihat oleh Manusia. Bahwa Tuhan Allah tidak dapat dilihat ini juga bukan karena tabiat ilahi-Nya yang gaib, yang tidak berwujud, yang bersifat rohani dan akali, juga bukan karena kesimpulan akal Israel, melainkan karena Tuhan Allah tidak menghendaki dilihat oleh Manusia”[1]. Dari pemikiran diatas dapat dipahami bahwa pribadi yang berada jauh dari hadapan manusia, yang tidak terlihat dan terjangkau oleh manusia dengan keterbatasannya tidak mungkin memahami pemikiran-Nya dan rencana-Nya bagi manusia. Pemikiran-Nya melampaui pemikiran manusia sehingga membicarakan tentang Allah adalah suatu halusinasi manusia yang didorong oleh adanya keingin tahuan manusia tentang Allah dan keberadaan-Nya.
Jika demikian apakah Allah secara mutlak tidak dapat di pahami ? jawabannya adalah ya, secara transendensi memang Allah tidak dapat dipahami oleh Manusia yang terbatas dengan pemikiran yang terbataspula, namun Manusia dapat memahami keberadaan dan kehadiran-Nya hanya dalam konteks Iman. Hanya dengan Iman Manusia dapat mengenal dan memahami kehadiran Tuhan Allah serta menikmati segala kebaikan dan rencana-Nya yang sempurna itu dalam kehidupan Manusia secara nyata. Allah dalam rencana-Nya mempersiapkan setiap insan manusia untuk mengakui kedaulatan dan kekuasaan-Nya dalam kelangsungan hidup Manusia. Segala yang terjadi dalam hidup manusia adalah dalam rencana dan dalam kedaulatan Allah bagi Manusia itu sendiri. Manusia hanya dapat menikmati yang Allah rencanakan dan sediakan bagi setiap Manusia tanpa terkecuali, semua dalam rencana Allah sehingga tidak ada alasan yang mendasar untuk mengatakan Allah salah dalam memilih dan menentukan seseorang untuk berada dalam dunia ini.