Jumat, 06 Maret 2020

seberapa baiknya saya

Lukas 18:18-27


Sebagian orang tua mungkin pernah menasihati anaknya agar menjadi baik dengan iming-iming hadiah. Dalam budaya kita, menjadi orang baik memang sangat penting. Pasalnya, kita beranggapan bahwa kebaikan akan berbuah imbalan. Lalu, bagaimana pandangan Yesus tentang menjadi orang baik?

Seorang pemimpin menyapa Yesus dengan sebutan guru yang baik. Kemudian, ia bertanya mengenai apa yang harus dilakukannya untuk mendapatkan hidup kekal (18).

Anehnya, Yesus mempertanyakan sebutan tentang "guru yang baik". Yesus menegaskan kepada pemimpin tersebut bahwa Allah saja yang baik.

Walau begitu, Tuhan Yesus tetap menjawab pertanyaan itu. "Ada satu hal lagi yang harus kaulakukan: juallah segala yang kau miliki dan bagi-bagikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku, " (22). Respons pemimpin tersebut sangat mengagetkan. Ia sangat sedih karena banyak hartanya.

Yesus melihatnya bersedih. Ia kemudian berbicara kepada orang tersebut. "Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah" (24).

Dari kisah di atas, kita belajar bahwa perbuatan baik bukan sekadar kesalehan personal. Kebaikan juga mencakup tindakan berbagi, berkorban, atau menjadi berkat bagi sesama. Semua tindakan itu akan menuntun kita untuk bergantung kepada Tuhan.

Sering kali, kita salah kaprah dengan konsep menjadi orang baik. Kita berharap kebaikan akan mengucurkan harta dan keuntungan dari surga. Seolah-olah, masa depan orang baik pasti terjamin-seperti hukum tabur-tuai. Dalam hal ini, pemeliharaan Tuhan seakan-akan tergantikan dengan kualitas kebaikan kita.

Namun, bacaan hari ini mengingatkan kita. Kebaikan adalah tindakan berbagi dan berkorban kepada sesama. Kemudian, tindakan itu harus diiringi sikap bergantung penuh kepada Allah. Dengan berani melakukan hal-hal ini, terutama sepenuh hati berserah kepada Tuhan dan mengandalkan Dia, kita sudah menaati kehendak-Nya. [ARP]

Statistik Pengunjung