Jumat, 17 Januari 2020

BERSUKACITA BERSAMA SAMA

(Fil. 2:17-18 [ITB]) 17 Tetapi sekalipun darahku dicurahkan pada korban dan ibadah imanmu, aku bersukacita dan aku bersukacita dengan kamu sekalian. 18 Dan kamu juga harus bersukacita demikian dan bersukacitalah dengan aku.

≠===================

Dalam dua ayat sederhana ini, Paulus sepenuhnya mengungkapkan sikap mentalitasnya dalam melayani. Ini adalah salah satu dari serangkaian contoh teladannya di pasal 2. Tindakan dan sikapnya sendiri memungkinkan kita untuk memahami lebih dalam apa artinya memiliki pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, dan apa itu pelayanan dalam kerendahan hati yang sejati.

Dalam ayat-ayat di atas, Paulus menyatakan keyakinannya terhadap orang-orang percaya di Filipi, dan ia percaya bahwa mereka akan melakukan yang terbaik di jalan iman dan akan terus bertumbuh. Dia bukan karena melihat atau mengetahui bagaimana penampilan jemaat Filipi sehingga membuat tanggapan tersebut, karena jikalau demikian maka di paragraf berikutnya ia tidak perlu mengutus Timotius  pergi kepada mereka untuk melihat kondisi mereka. Tetapi karena ia percaya dengan iman bahwa Allah akan sesuai dengan kesetiaan-Nya sendiri, membuat umat-Nya tumbuh dalam Yesus Kristus dan menghasilkan buah yang baik.

Di sini Paulus menunjukkan bahwa ia rela membayar harga atas iman mereka, jika iman mereka adalah suatu persembahan korban bagi Allah dan Paulus sendiri seperti anggur korban curahan yang dicurahkan di atasnya, yang dalam waktu sangat singkat akan habis, namun dia akan sangat puas dengan sukacita.

Dalam dua ayat ini, Paulus empat kali mengungkapkan pesan sukacita. Dua adalah deskripsi naratif tentang sikapnya sendiri, dan dua lainnya adalah perintahnya kepada jemaat Filipi. Baik dalam narasi atau perintah, ia menggunakan dua kata kerja yang terkait, di satu sisi menunjukkan kegembiraan seseorang, dan di sisi lain untuk menunjukkan bahwa kegembiraan harus dimiliki bersama, dan dinikmati bersama. Jika dibicarakan secara ketatnya, sukacita adalah sikap pribadi seseorang sendiri, yang berarti respons diri seseorang atas situasi ia berada, tetapi dalam komunitas iman, sukacita sejati harus merupakan pengalaman yang dimiliki dan dinikmati dalam kelompok.

Alasan untuk sukacita yang diungkapkan di sini bukanlah hasil yang ada di eksternal luar, jadi sukacita ini tidak dibangun atau didasarkan pada pencapaian atau hasil yang dapat terlihat, tetapi berdasarkan pada iman penuh kepastian bahwa Allah ada di antara manusia, dan Ia akan terus menggenapkan kehendak yang berkenan kepada-Nya. Untuk memiliki sukacita dalam hidup kita, kita juga harus mengandalkan iman yang demikian. Karena di dunia ini, hasil yang dangkal di permukaan kulit seringkali berumur pendek dan tidak dapat dipertahankan. Sukacita yang mereka bawa hanya dapat kesenangan sementara dan dangkal di permukaan kulit, setelah sukacita yang demikian berlalu, harus kembali menghadapi kenyataan yang kejam. Hanya sukacita ayang keluar dari iman, adalah yang abadi dan layak untuk saling berbagi.

Renungkan:

Apa dasar dari sukacita kita? Apakah kita mengubah sukacita kita menjadi sukacita yang berbagi dinikmati di dalam komunitas?

Sumber email :donotreply@wordpress.com


Statistik Pengunjung