Mazmur 23:1-6 (TB) Mazmur Daud. TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.
Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang;
Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya.
Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.
Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah.
Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa.
================
Banyak dari mazmur-mazmur Daud penuh dengan keluhan, namun yang dalam pasal ini penuh dengan penghiburan, dan ungkapan-ungkapan kegembiraan akan kebaikan yang luar biasa dari Allah dan ketergantungan kepada-Nya. Ini merupakan mazmur yang telah dinyanyikan oleh orang-orang Kristen yang baik, dan akan terus dinyanyikan selama dunia masih ada, dengan kesukaan dan kepuasan yang luar biasa. Mazmur ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
I. Sang pemazmur menegaskan hubungannya dengan Allah, sebagai Gembalanya (ay. 1).
II. PEMAZMUR menceritakan pengalamannya tentang hal-hal baik yang telah diperbuat Allah baginya sebagai Gembalanya (ay. 2-3, 5).
III. DARI pengalamannya ini ia menyimpulkan bahwa ia tidak akan pernah kekurangan (ay. 1), bahwa ia tidak perlu takut bahaya (ay. 4), dan bahwa Allah tidak akan pernah meninggalkan ataupun mencampakkan dia dalam hal kemurahan, dan oleh sebab itu ia bertekad untuk tidak pernah meninggalkan ataupun mencampakkan Allah dalam hal kewajiban (ay. 6).
Karena itulah, pandangannya pasti tertuju, bukan hanya kepada berkat-berkat pemeliharaan Allah, yang membuatnya makmur secara lahiriah, melainkan juga kepada pemberian-pemberian anugerah Allah, yang diterima dengan iman yang hidup, dan dibalas dengan pengabdian yang hangat, yang memenuhi jiwanya dengan sukacita yang tiada terlukiskan. Dan, jika dalam mazmur sebelumnya dia melambangkan Kristus yang mati bagi domba-domba-Nya, maka di sini dia menggambarkan orang-orang Kristen yang menerima keuntungan dari segala perhatian dan kelembutan Sang Gembala yang agung dan baik itu.
Gembala yang BAIK (23:1-6)
Dari tiga pernyataan yang sangat menghibur, dalam mazmur ini, menarik tiga kesimpulan yang juga sangat menghibur, dan mengajar kita untuk melakukannya. Kita diselamatkan oleh pengharapan, dan pengharapan itu tidak akan mempermalukan kita, karena dasarnya sangat kuat. Adalah kewajiban bagi kita untuk memberanikan diri sendiri untuk menghadap Tuhan Allah kita. Dan di sini kita diarahkan untuk berbuat demikian oleh karena hubungan yang Dia miliki dengan kita maupun berdasarkan pengalaman yang sudah kita rasakan tentang kebaikan-Nya oleh karena hubungan itu.
I. Dari pengalaman akan Allah yang menjadi Gembalannya Daud, maka dapat menyimpulkan bahwa kita tidak akan kekurangan suatu apa pun dari Tuhan (ay. 1)
1. Kepedulian Allah yang besar terhadap orang-orang percaya.
Dia adalah Gembala kita, dan dapat memanggil-Nya demikian. Daud sendiri pernah menjadi seorang gembala. Dia diambil dari tempat domba-domba yang menyusui, jadi dari pengalamannya itu dia tahu seperti apa kepedulian dan kasih yang lemah lembut dari seorang gembala terhadap kawanan dombanya. Ia ingat betapa mereka memerlukan seorang gembala, dan betapa baiknya bagi mereka untuk mempunyai seorang gembala yang cakap dan setia. Ia pernah mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan seekor domba. Oleh karena itu, dengan hal inilah ia menggambarkan kepedulian Allah terhadap umat-Nya, dan inilah yang tampaknya dirujuk oleh Juruselamat kita ketika Dia berkata, “Akulah Gembala domba-domba. Gembala yang baik” (Yoh. 10:11). Dia yang adalah Gembala Israel, Gembala seluruh jemaat secara umum ( 80:2), juga menjadi Gembala bagi setiap orang percaya secara khusus. Anak domba yang paling kecil pun tidak luput dari perhatian-Nya (Yes. 40:11). Dia menggiring mereka ke dalam kawanan-Nya, dan kemudian menjaga mereka, melindungi mereka, dan menyediakan makanan bagi mereka, dengan lembut dan setia melebihi yang bisa dilakukan seorang gembala yang pekerjaannya menjaga kawanan domba. Jika Allah menjadi seperti Gembala bagi kita, maka kita harus menjadi seperti domba, tidak membantah, lemah lembut, dan tenang, kelu di depan penggunting bulu, bahkan di depan tukang jagal, berguna dan suka bergaul. Kita harus mengenali suara Sang Gembala, dan mengikuti-Nya.
2. Keyakinan mendalam orang percaya di dalam Allah
“Jika Tuhan adalah Gembalaku, yang menyediakan makanan bagiku, maka aku boleh yakin bahwa aku tidak akan kekurangan apa pun yang benar-benar aku butuhkan dan yang baik bagiku.” Jika Daud menulis mazmur ini sebelum dia naik takhta, maka, meskipun dia sudah ditentukan untuk bertakhta, dia juga mempunyai banyak alasan untuk takut kekurangan seperti siapa saja. Sekali waktu dia mengirimkan orang-orangnya kepada Nabal untuk mengemis bagi dia, dan pada waktu lain dia sendiri pergi mengemis kepada Ahimelekh. Namun demikian, ketika merenungkan Allah sebagai Gembalanya, ia berani berkata, “Takkan kekurangan aku.”Janganlah ada yang takut kelaparan jika mereka menemukan dan memiliki Dia sebagai Pemberi mereka makan. Di sini ada lebih banyak yang tersirat daripada yang tersurat, yaitu bahwa bukan hanya, takkan kekurangan aku, melainkan juga, “Apa saja yang aku butuhkan akan disediakan bagiku. Dan, jika aku tidak mendapatkan segala sesuatu yang kuinginkan, maka aku dapat menyimpulkan bahwa, entah hal itu tidak sesuai untukku atau tidak baik untukku, atau aku akan mendapatkannya nanti pada waktunya.”
II. Karena Allah telah berlaku sebagai Gembala yang baik baginya, maka dia pun menyimpulkan bahwa dia tidak perlu takut pada bahaya apa pun sekalipun ada dalam bahaya dan kesulitan besar (ay. 2-4).
Ia mengalami keuntungan dari hadirat Allah bersamanya dan kepedulian-Nya terhadap dia sekarang, dan karena itu dia pun mengharapkan keuntungan yang demikian ketika dia paling memerlukannya. Lihatlah di sini,
1. Penghiburan bagi orang kudus yang hidup. Allah adalah Gembalanya dan Tuhannya, yaitu Tuhan yang Mahamencukupi untuk segala maksud dan tujuan. Daud mendapati-Nya demikian, dan begitulah seharusnya dengan kita. Lihatlah kebahagiaan orang-orang kudus sebagai domba-domba di padang rumput Allah.
(1) Mereka ditempatkan dan dibaringkan dengan baik: Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau. Segala dukungan dan penghiburan yang kita dapatkan dari hidup ini berasal dari tangan Allah yang baik, dan makanan kita sehari-hari berasal dari Dia sebagai Bapa kita. Bagi orang fasik yang hanya ingin menikmati apa yang menyenangkan panca indra, kelimpahan itu hanyalah bagaikan padang tandus. Namun bagi orang saleh, yang mengecap kebaikan Allah dalam segala kesenangannya, dan yang menikmatinya dengan iman, maka meskipun ia hanya mempunyai sedikit dari dunia ini, baginya itu sudah seperti padang yang berumput hijau (37:16; Ams. 15:16-17). Segala ketetapan Allah itu seperti padang berumput hijau, yang di dalamnya makanan disediakan bagi semua orang percaya. Firman hidup adalah makanan bagi manusia baru. Firman itu seperti susu bagi bayi, dan padang rumput bagi domba, tidak pernah tandus, tidak pernah kosong dimakan, dan tidak pernah kering, melainkan selalu berumput hijau untuk memberi makanan bagi iman. Allah membaringkan orang-orang kudus-Nya. Dia memberi mereka ketenangan dan kepuasan dalam pikiran mereka, apa pun yang menjadi bagian mereka. Jiwa mereka berdiam dengan tenang di dalam Dia, dan itulah padang yang berumput hijau. Apakah kita diberkati dengan padang-padang berumput hijau yang berupa ketetapan-ketetapan Allah itu? Jika memang demikian, maka janganlah kita hanya menumpang lewat saja, tetapi marilah kita juga berbaring di dalamnya, berdiam di dalamnya. Inilah tempat peristirahatanku untuk selama-lamanya. Dengan sarana-sarana anugerah yang terus-meneruslah jiwa diberi makan.
(2) Mereka dibimbing dengan baik, dituntun dengan benar. Gembala Israel membimbing Yusuf seperti kawanan domba, dan setiap orang percaya berada di bawah bimbingan yang sama: Ia membimbing aku ke air yang tenang. Orang-orang yang diberi makan dari kebaikan Allah harus mengikuti petunjuk-Nya. Ia membimbing mereka dengan pemeliharaan-Nya, dengan firman-Nya, dan dengan Roh-Nya. Ia mengarahkan perkara-perkara mereka kepada apa yang terbaik, sesuai dengan hikmat-Nya. Ia mencondongkan segala perasaan dan perbuatan mereka sesuai dengan perintah-Nya. Ia mengarahkan pandangan, jalan, serta hati mereka kepada kasih-Nya. Air tenang, ke tempat mana Dia membimbing mereka, memberi mereka bukan hanya pengharapan yang menyenangkan melainkan juga banyak tegukan yang menyejukkan, banyak minuman yang menyegarkan, ketika mereka kehausan dan kelelahan. Allah menyediakan bagi umat-Nya bukan hanya makanan dan peristirahatan melainkan juga kesegaran dan kesenangan. Segala penghiburan Allah dan sukacita Roh Kudus itulah air yang tenang ini, yang kepadanya orang-orang kudus dibimbing. Itulah air yang mengalir dari sumber air hidup dan membawa kegembiraan pada kota Allah kita. Allah membimbing umat-Nya, bukan kepada genangan air yang bau dan penuh kotoran, bukan kepada laut yang bergelora, bukan juga kepada banjir yang bergulung dengan deras, melainkan kepada pusaran air yang tenang. Karena air yang tenang namun mengalir sungguh sesuai dengan roh yang mengalir menuju Allah, bergerak dengan tenang. Bimbingan ilahi yang menyertai mereka kini digambarkan tanpa melalui kiasan (ay. 3): Ia menuntun aku di jalan yang benar, di jalan kewajibanku. Di jalan itu Dia mengajarku dengan firman-Nya dan membimbingku dengan hati nurani dan pemeliharaan ilahi. Ini adalah jalan-jalan yang di dalamnya orang-orang kudus ingin dibimbing dan dipelihara, dan tidak pernah ingin berbelok darinya. Dan yang dibimbing ke air tenang penghiburan hanyalah mereka yang berjalan di jalan yang benar. Jalan kewajiban merupakan jalan yang sungguh menyenangkan. Pekerjaan kebenaranlah yang membawa damai. Di jalan-jalan ini, kita tidak akan dapat berjalan jika Allah tidak menuntun kita kepadanya dan membimbing kita di dalamnya.
(3) Mereka akan diberikan pertolongan penuh jika ada sesuatu yang menyakiti mereka: Ia menyegarkan jiwaku(kjv: Ia memulihkan jiwaku – pen.).
[1] “Ia memulihkan aku kembali ketika aku tersesat.” Tidak ada makhluk lain yang lebih cepat kesasar daripada domba, begitu mudahnya ia tersesat, dan begitu susahnya ia menemukan jalan untuk kembali pulang. Orang-orang kudus yang terbaik sadar akan kecenderungan mereka untuk sesat seperti domba yang hilang ( 119:176). Mereka hilang jalan, dan berbelok ke arah yang salah. Namun, ketika Allah menunjukkan kesalahan mereka, membuat mereka bertobat, dan membawa mereka kembali kepada kewajiban mereka, Ia memulihkan jiwa mereka. Dan, jika Dia tidak melakukannya, mereka akan berkeliaran tanpa tujuan hingga akhirnya binasa. Ketika, setelah melakukan satu dosa, hati Daud terpukul, dan, setelah melakukan dosa lain, Natan diutus untuk memberi tahu dia, “Engkaulah orang itu,” Allah pun memulihkan jiwanya. Meskipun Allah bisa saja membiarkan umat-Nya jatuh ke dalam dosa, Dia tidak akan membiarkan mereka terus tergeletak di dalamnya.
[2] “Dia menyembuhkanku ketika aku sakit, dan menyadarkanku ketika aku pingsan, dan dengan demikian Dia memulihkan jiwaku yang hampir melayang.” Dialah Tuhan Allah kita yang menyembuhkan kita (Kel. 15:26). Berkali-kali kita ini sudah pasti jatuh pingsan bila kita tidak percaya. Tetapi, oleh karena Gembala yang baik itulah kita terhindar dan tidak pingsan.
2. Lihatlah di sini semangat seorang kudus yang sedang sekarat (ay. 4): “Setelah mengalami kebaikan Allah yang sedemikian rupa itu di sepanjang hidupku, dalam berbagai macam kesesakan, aku tidak akan pernah meragukan-Nya, tidak akan pernah, biarpun ada di ujung tanduk sekalipun. Terlebih lagi, semua yang telah diperbuat-Nya kepadaku sampai saat ini bukan karena jasa atau ganjaran bagiku, melainkan murni demi nama-Nya sendiri. Semuanya itu karena Ia sendiri mau melaksanakan firman-Nya, menepati janji-Nya, dan demi untuk kemuliaan gelar-gelar-Nya dan hubungan-Nya dengan umat-Nya. Oleh karena itu, nama Allah tetap akan menjadi menara yang kuat bagiku, dan akan meyakinkan aku bahwa Dia yang telah membimbing aku, dan memberiku makan, di sepanjang hidupku, dan sekali-kali Dia tidak akan meninggalkanku.” Inilah,
(1) Intaian bahaya yang diandaikan: “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman,(kjv: Sekalipun aku berjalan melewati lembah bayang-bayang maut – pen.), yaitu, meskipun aku menghadapi bahaya maut, meskipun aku berada di tengah-tengah bahaya, sedalam lembah, gelap gulita, dan menakutkan seperti maut itu sendiri,” atau mungkin lebih tepatnya, “meskipun aku terancam maut, serasa sedang menjalani hukuman mati, dan sungguh-sungguh bagaikan orang yang sekarat, namun aku tetap tenang.” Wajarlah bila orang yang sakit, yang tua renta, merasa seperti ada dalam lembah kekelaman. Ada satu kata yang sungguh terdengar sangat mengerikan dalam keadaan begini. Kata itu adalah maut, yang harus dinantikan oleh kita semua. Tidak ada pengecualian dalam peperanganmelawan maut. Namun demikian, sekalipun bayangan ketakutan itu melanda, masih ada empat kata yang mengurangi kengeriannya: sungguh, maut itu ada di hadapan kita, namun,
[1] Itu hanyalah bayang-bayang maut. Tidak ada bahaya yang benar-benar ada di situ. Bayang-bayang ular tidak akan memagut, dan bayang-bayang pedang pun tidak akan membunuh.
[2] Itu hanyalah lembah bayang-bayang, yang memang benar-benar dalam, gelap, dan kotor. Namun demikian, lembah-lembah itu penuh dengan buah-buah, dan demikian pula dengan maut itu sendiri, penuh dengan buah-buah penghiburan bagi umat Allah.
[3] Di lembah ini, kita hanya berjalan, berjalan dengan perlahan-lahan dan menyenangkan. Orang fasik terusir dari dunia ini, dan jiwa mereka dituntut dari mereka. Namun orang-orang kudus berjalan-jalan ke dunia yang lain dengan cerianya, sama seperti ketika mereka meninggalkan dunia ini.
[4] Kita hanya berjalan melewatinya. Mereka tidak akan tersesat di lembah ini, melainkan akan tiba dengan selamat di gunung tanaman rempah-rempah di seberang lembah itu.
(2) Bahaya ini tidaklah ada apa-apanya dan telah ditaklukkan, berdasarkan alasan-alasan yang baik. Maut adalah raja kengerian, tetapi tidak demikian bagi domba-domba Kristus. Mereka tidak gemetar menghadapinya, sama seperti domba-domba tidak gemetar ketika harus dibawa ke tempat pembantaian. “Bahkan di lembah bayang-bayang maut aku tidak akan takut bahaya. Tidak satu pun hal-hal seperti ini bisa menggoyahkanku.”Perhatikanlah, anak Tuhan dapat menghadapi para malaikat maut, dan menerima panggilan-panggilannya dengan perasaan aman yang kudus dan pikiran yang tenang. Anak yang menyusu dapat bermain-main di dekat liang ular tedung ini, dan anak yang cerai susu, yang dengan anugerah telah disapih dari dunia ini, dapat mengulurkan tangannya ke sarang ular beludak ini, dan memberikan tantangan yang kudus kepada maut, seperti Paulus, “Hai maut, di manakah sengatmu?” Dan ada alasan yang cukup berdasar untuk keyakinan ini,
[1] Karena di dalamnya tidak ada apa-apa yang dapat membahayakan seorang anak Allah. Maut tidak dapat memisahkan kita dari kasih Allah, dan oleh sebab itu maut tidak dapat benar-benar menyakiti kita. Maut membunuh tubuh, namun tidak dapat menyentuh jiwa. Mengapa maut harus ditakuti bila tidak ada apa pun di dalamnya yang dapat menyakiti kita?
[2] Karena orang-orang kudus memiliki hadirat Allah yang penuh rahmat bersama mereka ketika mereka sedang menghadapi ajal. Pada saat itu, Dia akan berada di sebelah kanan mereka, jadi mengapa mereka harus goyah? Gembala yang baik tidak hanya akan memimpin, tetapi juga akan mengawal domba-domba-Nya melewati lembah itu, di mana mereka akan terancam bahaya dimangsa oleh binatang-binatang buas dan serigala-serigala pemangsa yang rakus. Dia tidak hanya akan mengawal mereka tetapi juga akan menghibur mereka di saat-saat yang sangat membutuhkan seperti itu. Hadirat-Nya akan menghibur mereka: Engkau besertaku. Firman dan Roh-Nya akan menghibur mereka – gada-Mu dan tongkat-Mu, yang merujuk pada tongkat gembala, atau pada tongkat yang di bawahnya domba-domba lewat ketika mereka dihitung (Im. 27:32), atau pada tongkat yang digunakan gembala untuk mengusir anjing-anjing yang akan mencerai-beraikan atau membuat domba-domba ketakutan. Adalah suatu penghiburan bagi orang-orang kudus, bahwa saat menjelang ajal, Allah pasti memperhatikan mereka (Dia mengenali orang-orang kepunyaan-Nya), Dia akan menghardik si musuh, Dia akan menuntun mereka dengan tongkat-Nya dan melindungi mereka dengan gada-Nya. Injil disebut sebagai tongkat kekuatan Kristus( 110:2), dan ini saja sudah cukup untuk menghibur orang-orang kudus di kala menjelang ajal, dan di bawah mereka ada lengan-lengan yang kekal.
III. Dari pemberian-pemberian Allah yang baik dan berlimpah kepadanya sekarang, ia menyimpulkan bahwa kemurahan-Nya akan tetap untuk selama-lamanya (ay. 5-6).
1. Betapa tingginya dia memuliakan karunia-karunia Allah yang penuh rahmat terhadapnya (ay. 5): “Engkau menyediakan hidangan bagiku. Engkau telah menyediakan bagiku segala hal yang menyangkut hidup dan kesalehan, segala hal yang penting baik bagi tubuh maupun jiwa, baik untuk waktu kini maupun untuk kekekalan.” Betapa Allah itu Penderma yang murah hati terhadap semua umat-Nya, dan karena itu pantaslah bagi umat-Nya itu untuk menyatakan dengan sungguh-sungguh kebaikan-Nya yang besar itu, seperti Daud di sini, yang mengakui,
(1) Bahwa ia mempunyai hidangan yang sudah tersaji, meja yang sudah disiapkan, dan cawan yang sudah diisi penuh, makanan untuk memuaskan rasa laparnya dan minuman untuk memuaskan rasa hausnya.
(2) Bahwa Allah menyediakan makanan itu baginya dengan hati-hati dan siap sedia. Mejanya tidak disediakan kosong begitu saja dan akan dilengkapi kemudian, melainkan sudah dipersiapkan, dan dipersiapkan di hadapannya.
(3) Bahwa dia tidak diberi sedikit-sedikit, tidak serba kurang, melainkan berkelimpahan: “Pialaku penuh melimpah, cukup bagiku dan juga bagi teman-temanku.”
(4) Bahwa apa yang dimilikinya bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan melainkan juga untuk perhiasan dan kegirangan: Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak. Samuel mengurapinya sebagai raja, yang merupakan pertanda pasti karunia demi karunia akan diperolehnya. Namun demikian, semua ini lebih merupakan contoh kelimpahan yang diterimanya dari Allah sebagai berkat-Nya. Bisa juga, semua ini merujuk pada sambutan luar biasa yang diterima sahabat-sahabat istimewa, yang kepalanya diminyaki dengan minyak (Luk. 7:46). Bahkan, menurut sebagian orang, dia masih memandang dirinya sebagai domba, namun seperti anak domba betina yang kecil milik si miskin (2 Sam. 12:3), yang makan dari suapnya, minum dari pialanya, dan tidur di pangkuannya. Begitulah, tidak hanya dengan begitu baik, tetapi juga dengan lembutnya anak-anak Allah itu dijaga. Persediaan yang melimpah dipersiapkan bagi tubuh mereka, bagi jiwa mereka, bagi hidup sekarang dan bagi hidup yang akan datang. Jika Pemeliharaan ilahi tidak mengaruniakan kepada kita dengan begitu berlimpah hal-hal yang penting bagi kehidupan alami kita, maka salah kita sendiri jika kita tidak berusaha mendapatkannya secara rohani.
2. Betapa yakinnya dia bahwa kebaikan-kebaikan Allah itu akan didapatkannya terus (ay. 6). Ia telah berkata (ay. 1), “Takkan kekurangan aku,” tetapi sekarang ia berbicara dengan lebih yakin lagi, lebih luas lagi: Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku. Pengharapannya naik, dan imannya dikuatkan, saat dia menerapkannya.
Perhatikanlah:
(1) Apa yang dijanjikannya kepada dirinya sendiri – kebajikan dan kemurahan, semua arus kemurahan yang mengalir dari sumber mata air, kemurahan yang mengampuni, kemurahan yang melindungi, kemurahan yang menopang, dan kemurahan yang menyediakan.
(2) Cara penyaluran kemurahan itu: kebajikan dan kemurahan itu akan mengikutiaku, seperti air yang keluar dari gunung batu mengalir mengikuti kemah Israel di padang gurun. Kebajikan dan kemurahan itu akan mengikutiku di semua tempat dan dalam semua keadaan, akan selalu siap sedia.
(3) Keberlanjutannya: Kebajikan dan kemurahan itu akan mengikutiku sepanjang hidupku, bahkan sampai akhir nanti, karena barangsiapa dikasihi Allah, Dia akan mengasihinya sampai pada akhirnya.
(4) Keberlangsungannya yang tetap: seumur hidupku, sepasti datangnya esok hari. Kebajikan dan kemurahan itu akan selalu baru setiap pagi (Rat. 3:22-23), seperti manna yang diberikan kepada orang-orang Israel setiap hari.
(5) Kepastiannya: Pasti (kjv) kebajikan dan kemurahan itu akan mengikutiku. Sama pastinya dengan janji yang bisa dibuat oleh Allah kebenaran. Dan kita tahu siapa yang kita percaya.
(6) Inilah pengharapan akan sempurnanya kebahagiaan di dunia yang akan datang. Dengan demikian, sebagian orang mengartikan pernyataan yang terakhir seperti ini: “Setelah kebajikan dan kemurahan mengikuti aku sepanjang hidupku di bumi ini, maka ketika hidupku itu sudah berakhir, aku akan berpindah ke dunia yang lebih baik, untuk diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa, di rumah Bapa kita di atas, di mana ada banyak tempat. Dengan apa yang kumiliki, aku sangat senang. Dengan apa yang kuharapkan aku bahkan lebih senang lagi.” Semuanya ini, dan juga sorga! Jadi sudah jelas bahwa kita memang melayani Tuan yang baik hati.
3. Betapa bulatnya tekadnya untuk melekat kepada Allah dan kepada kewajibannya. Kita membaca kalimat terakhir sebagai kovenan Daud dengan Allah: “Aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa (sepanjang hidupku), dan aku akan memuji-Nya selama aku ada.” Kita harus diam di rumah-Nya sebagai hamba, yang ingin agar telinganya ditusuk dengan penusuk di tiang pintu, untuk melayani-Nya sampai selama-lamanya. Jika kebaikan Allah kepada kita seperti cahaya pagi, yang bersinar semakin terang dan terang sampai tengah hari, maka janganlah kebaikan kita kepada-Nya seperti awan dan embun pagi yang cepat menghilang. Siapa dipuaskan dengan kelimpahan dari rumah Allah, dia harus tetap melekat pada kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan dengan kelimpahannya itu. AMIN