Teks: Efesus 4:17-24 (TB) Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-siadan pengertiannya yang gelap, jauh dari hidup persekutuan dengan Allah, karena kebodohan yang ada di dalam mereka dan karena kedegilan hati mereka.Perasaan mereka telah tumpul, sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran.Tetapi kamu bukan demikian. Kamu telah belajar mengenal Kristus. Karena kamu telah mendengar tentang Dia dan menerima pengajaran di dalam Dia menurut kebenaran yang nyata dalam Yesus,yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.
===================
Setelah menyampaikan nasihatnya dalam ayat-ayat sebelumnya supaya jemaat saling mengasihi, bersatu, dan rukun, dalam ayat-ayat ini Rasul Paulus memberikan sebuah nasihat supaya hati dan hidup orang Kristen murni dan kudus. Kemurnian dan kekudusan ini dibicarakan secara lebih umum dalam ayat 17-24, dan dalam beberapa contoh khusus dalam ayat 25-32. Nasihat ini didahului dengan penuh kesungguhan: “Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan. Maksudnya, menimbang masalah yang dijelaskan di atas, melihat kamu sebagai anggota-anggota tubuh Kristus dan ikut ambil bagian dalam pemberian-pemberian-Nya, hal ini aku tekankan pada hati nuranimu, dan aku tegaskan sebagai kewajibanmu di dalam nama Tuhan, berdasarkan wewenangku yang berasal dari-Nya.” Pikirkanlah,
I. Nasihat yang lebih umum mengenai kemurnian dan kekudusan hati dan hidup.
1. Nasihat itu dimulai seperti ini, “Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah – bahwa untuk waktu ke depan, kamu jangan lagi hidup dan bertingkah laku seperti orang-orang kafir yang tidak insaf dan tidak bertobat, yang sepenuhnya dipimpin oleh pikiran yang memikirkan perkara yang sia-sia, yaitu berhala-berhala dan harta duniawi mereka, hal-hal yang sama sekali tidak bermanfaat bagi jiwa mereka, dan yang akan mengecewakan harapan-harapan mereka.” Bangsa-bangsa bukan Yahudi yang sudah bertobat tidak boleh hidup seperti bangsa-bangsa bukan Yahudi yang belum bertobat. Meskipun hidup di antara mereka, bangsa-bangsa bukan Yahudi yang sudah bertobat tidak boleh hidup seperti mereka. Di sini,
(1) Rasul Paulus mengambil kesempatan untuk menggambarkan kefasikan dunia kafir, yang darinya orang-orang Kristen yang diperbaharui direbut seperti kayu dari api yang membakar.
[1] Pengertian mereka gelap (ay. 18). Mereka tidak mempunyai pengetahuan yang menyelamatkan. Bahkan, mereka tidak tahu banyak hal tentang Allah yang bisa saja mereka ketahui melalui terang alam. Mereka berdiam dalam kegelapan, dan mereka menyukainya daripada terang. Dan karena kebodohan, mereka jauh dari hidup persekutuan dengan Allah. Mereka terasing dari hidup kudus, dan tidak suka serta benci terhadapnya. Padahal hidup kudus bukan saja merupakan cara hidup yang dituntut Allah dan yang membuat-Nya berkenan, yang melaluinya kita hidup untuk Dia, tetapi juga hidup yang menyerupai Allah sendiri, dalam kemurnian-Nya, kebajikan-Nya, kebenaran-Nya, dan kebaikan-Nya. Sikap mereka yang masa bodoh merupakan penyebab dari keterasingan mereka dari persekutuan dengan Allah ini, di mana persekutuan ini dimulai di dalam terang dan pengetahuan. Sikap yang cenderung tidak mau tahu dan masa bodoh itu merusak hidup beragama dan kesalehan. Dan apa yang menyebabkan mereka bersikap masa bodoh seperti itu? Itu karena kedegilan atau kekerasan hati mereka. Bukan karena Allah tidak menyatakan diri-Nya kepada mereka melalui karya-karya-Nya, melainkan karena mereka tidak mau menerima pancaran-pancaran terang ilahi yang memberi pengajaran. Mereka tidak tahu karena tidak mau tahu. Ketidaktahuan mereka timbul dari kedegilan dan kekerasan hati mereka, karena mereka menolak terang dan semua sarana pencerahan dan pengetahuan.
[2] Hati nurani mereka bejat dan kering: Perasaan mereka telah tumpul (ay. 19). Mereka tidak merasa berdosa, tidak juga sadar akan kesengsaraan dan bahaya yang akan menimpa karena dosa mereka. Sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu. Mereka terlena dalam hawa nafsu yang kotor. Dan, dengan menyerahkan diri pada kuasa hawa nafsu ini, mereka menjadi budak dan hamba dari dosa dan Iblis, mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran. Sudah menjadi kebiasaan mereka untuk mengerjakan segala macam kecemaran, bahkan dosa-dosa yang paling tidak wajar dan mencengangkan, dan itu dilakukan dengan nafsu yang tak terpuaskan. Perhatikanlah, apabila hati nurani sudah kering kerontang, maka dosa dilakukan tanpa mengenal lagi batas-batas. Apabila mereka memancangkan hati untuk memuaskan hawa nafsu, apa lagi yang dapat diharapkan selain kecemaran dan percabulan yang paling najis, dan bahwa perbuatan mereka yang menjijikkan itu akan bertumpuk? Ini merupakan ciri-ciri bangsa-bangsa bukan Yahudi. Akan tetapi,
(2) Orang-orang Kristen ini harus membedakan diri dari bangsa-bangsa bukan Yahudi yang seperti itu: Bukan itu yang kamu pelajari dari Kristus (ay. 20, KJV). Ayat itu bisa juga dibaca demikian, tetapi kamu bukan demikian. Kamu telah belajar mengenal Kristus. Orang yang sudah belajar mengenal Kristus diselamatkan dari kegelapan dan kenajisan yang melingkupi orang lain. Dan, seiring bertambahnya pengenalan mereka, mereka wajib untuk hidup lebih baik daripada orang lain. Ini merupakan alasan yang baik untuk menentang dosa, bahwa bukan itu yang kita pelajari dari Kristus. Pelajarilah Kristus! Adakah Kristus itu sebuah buku, pelajaran, cara, atau keahlian? Yang dimaksudkan di sini adalah, “Bukan itu yang kamu pelajari dari Kekristenan, yaitu ajaran-ajaran Kristus dan pedoman-pedoman hidup yang ditetapkan oleh-Nya, yaitu tidak berbuat seperti apa yang diperbuat oleh orang lain. Seperti itulah adanya, atau karena, kamu telah mendengar tentang Dia (ay. 21), telah mendengar ajaran-Nya yang diberitakan oleh kami, dan menerima pengajaran di dalam Dia, di dalam batin dan dengan berhasil, oleh Roh-Nya.” Kristus adalah pelajaran. Kita harus mempelajari Kristus. Dan Kristus adalah Guru. Kita diajar oleh-Nya. Menurut kebenaran yang nyata dalam Yesus. Ini bisa dipahami dengan dua cara: entah “Kamu sudah diajarkan kebenaran yang sesungguhnya, sebagaimana yang dipegang oleh Kristus sendiri, baik dalam ajaran-Nya maupun dalam hidup-Nya.” Atau seperti ini, “Kebenaran sudah menanamkan kesan yang sedemikian rupa dalam hatimu, menurut ukuranmu, sebagaimana demikian dalam hati Yesus.” Kebenaran Kristus tampil dalam keindahan dan kuasanya, apabila ia tampil sebagaimana di dalam Yesus.
2. Bagian lain dari nasihat umum itu tampak dalam kata-kata selanjutnya, yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, dst. (ay. 22-24). “Ini adalah bagian besar dari ajaran yang sudah diajarkan kepada kamu, dan yang sudah kamu pelajari.” Di sini Rasul Paulus berbicara dalam bahasa kiasan tentang pakaian. Kaidah-kaidah, kebiasaan-kebiasaan, dan kecenderungan-kecenderungan jiwa harus diubah, sebelum bisa terjadi perubahan hidup yang menyelamatkan. Harus ada pengudusan, yang terdiri atas dua hal:
(1) Manusia lama harus ditanggalkan. Sifat yang bobrok disebut manusia, karena, seperti tubuh manusia, sifat itu terdiri atas bagian-bagian yang beragam, yang saling mendukung dan menguatkan. Dari manusia lamalah, Adam yang lama, kita mendapatkan sifat itu. Sifat itu merasuk ke dalam tulang-tulang, dan kita membawanya bersama kita ke dalam dunia. Sifat itu halus seperti manusia lama, tetapi dalam diri semua orang kudus kepunyaan Allah, sifat itu melemah dan layu seperti manusia lama, siap untuk mati. Sifat itu dikatakan bobrok. Sebab dosa di dalam jiwa merusakkan kemampuannya untuk berpikir dan merasa. Dan, apabila tidak dimatikan, dosa itu bertambah buruk setiap hari, dan dengan demikian akan menghancurkan. Oleh nafsunya yang menyesatkan. Segala kecenderungan dan keinginan yang berdosa adalah nafsu yang menyesatkan. Nafsu-nafsu itu menjanjikan kebahagiaan kepada manusia, tetapi justru membuatnya semakin sengsara, dan jika tidak ditundukkan dan dimatikan akan mengkhianati mereka dengan membawa mereka pada kebinasaan. Oleh sebab itu, semuanya ini harus ditanggalkan seperti pakaian lama yang sudah malu kita pakai. Itu semua harus ditundukkan dan dimatikan. Nafsu-nafsu ini menang melawan mereka dalam kehidupan mereka yang dahulu, yaitu selagi mereka belum diperbaharui dan hidup dalam keadaan tidak mengenal Allah.
(2) Manusia baru harus dikenakan. Menyingkirkan kaidah-kaidah yang bobrok saja tidak cukup, kita juga harus dihidupkan oleh kaidah-kaidah yang penuh rahmat. Kita harus memeluk kaidah-kaidah itu, menerapkannya, dan menuliskannya dalam hati kita. Berhenti melakukan kejahatan saja tidak cukup, kita juga harus belajar berbuat baik. “Supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu (ay. 23). Maksudnya, gunakanlah sarana yang tepat dan sudah ditetapkan supaya pikiranmu, yang adalah roh, makin lama makin diperbaharui.” Dan supaya kamu mengenakan manusia baru (ay. 24). Yang dimaksudkan dengan manusia baru adalah sifat baru, makhluk baru, yang dihidupkan oleh sebuah kaidah baru, yaitu anugerah yang memperbaharui, yang memampukan manusia untuk menjalani hidup baru, hidup dalam kebajikan dan kekudusan yang dituntut oleh kekristenan. Manusia baru ini diciptakan, atau dihasilkan dari kekacauan dan kehampaan, oleh kekuatan Allah yang mahakuasa, yang karya-Nya sungguh unggul dan indah. Menurut kehendak Allah, dengan meniru Dia, dan dengan mengikuti contoh dan teladan yang agung itu. Hilangnya citra Allah pada jiwa merupakan keberdosaan dan kesengsaraan manusia dalam keadaannya yang jatuh. Dan keserupaan yang dimiliki jiwa dengan Allah adalah keindahan, kemuliaan, dan kebahagiaan makhluk baru. Di dalam kebenaran, dalam hubungan dengan sesama manusia, yang mencakup semua kewajiban yang terdapat dalam loh batu kedua. Dan dalam kekudusan, dalam hubungan dengan Allah, yang menandakan ketaatan tulus terhadap perintah-perintah yang terdapat dalam loh batu pertama. Kekudusan yang sesungguhnya, yang berlawanan dengan kekudusan orang Yahudi yang bersifat lahiriah dan keupacaraan. Dikatakan bahwa kita harus mengenakan manusia baru ini ketika, dalam menggunakan semua sarana yang sudah ditentukan Allah, kita berusaha mencontoh sifat ilahi ini, makhluk baru ini. Inilah nasihat umum mengenai kemurnian dan kekudusan hati dan hidup.
II. Rasul Paulus melanjutkan ke beberapa hal yang lebih khusus. Karena hal-hal yang umum biasanya tidak begitu berdampak, kita diberi tahu bagian-bagian tertentu yang mana dari manusia lama yang harus dimatikan, kain kotor dari sifat lama yang harus ditanggalkan itu, dan perhiasan-perhiasan khas apa dari manusia baru yang dengannya kita harus menghiasi pengakuan iman Kristen kita.
1. Waspadalah terhadap dusta, dan selalu berusahalah berkata benar (ay. 25): “Karena itu, karena kamu sudah tahu betul kewajibanmu, dan diwajibkan untuk melaksanakannya, biarlah tampak dalam perilakumu di masa depan, bahwa ada perubahan yang besar dan nyata yang dikerjakan dalam dirimu, khususnya dengan membuang dusta.” Bangsa-bangsa kafir sangat bersalah atas dosa ini, dengan menegaskan bahwa dusta yang bermanfaat itu lebih baik daripada kebenaran yang menyakitkan. Dan karena itu, Rasul Paulus menasihati mereka untuk berhenti berdusta, berhenti melakukan apa saja yang bertentangan dengan kebenaran. Ini adalah bagian dari manusia lama yang harus ditanggalkan. Dan bagian dari manusia baru yang harus dikenakan yang berlawanan dengannya adalah berkata benar dalam semua percakapan kita dengan orang lain. Merupakan ciri-ciri umat Allah bahwa mereka adalah anak-anak yang tidak mau berdusta, yang tidak berani berdusta, yang membenci dan tidak menyukai dusta. Semua orang yang beroleh anugerah berkata benar dengan kesadaran hati nurani, tidak mau sengaja berdusta demi mendapatkan keuntungan besar bagi diri mereka sendiri. Alasan yang diberikan di sini untuk berkata jujur adalah, karena kita adalah sesama anggota. Kebenaran adalah utang yang harus kita bayar satu terhadap yang lain. Dan, jika kita saling mengasihi, kita tidak akan menipu atau berbohong satu terhadap yang lain. Kita termasuk dalam satu perkumpulan atau tubuh, dan kepalsuan atau dusta cenderung mencerai-beraikannya. Oleh karena itu, kita harus menghindarinya dan berkata benar. Amatilah, berdusta adalah dosa yang sangat besar, suatu pelanggaran khusus terhadap kewajiban-kewajiban yang mengikat orang-orang Kristen, dan sangat melukai serta merugikan perkumpulan Kristen.
2. “Waspadalah terhadap kemarahan dan amarah yang tak terkendali. Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa” (ay. 26). Ini dipinjam dari terjemahan Septuaginta (Perjanjian Lama terjemahan bahasa Yunani – pen.) dari 5, di mana kita mengartikannya, biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa. Di sini diberikan kelonggaran yang mudah, sebab seperti itulah kita harus memandangnya, bukan sebagai perintah. Biarlah kamu marah. Kita cukup mudah marah, Allah tahu itu. Tetapi kita cukup kesulitan untuk tidak melanggar batasan ini, tetapi jangan berbuat dosa. “Jika ada alasan yang bisa diterima bagimu untuk marah, usahakanlah untuk tidak berbuat dosa dalam amarahmu itu. Dan karena itu, waspadalah terhadap kemarahan yang berlebihan.” Ada orang bilang, kalau memang kita boleh marah tetapi tidak boleh berdosa, maka jangan marah terhadap apa-apa kecuali terhadap dosa. Dan kita harus lebih menginginkan kemuliaan Allah daripada kepentingan atau nama baik kita sendiri. Satu dosa besar dan umum dalam amarah adalah membiarkannya memanas menjadi kegeraman, dan membiarkan kegeraman itu mendekam di dalam hati. Oleh sebab itulah di sini kita diperingatkan terhadap amarah. “Jika kamu tersulut amarah dan jiwamu menjadi sangat resah, dan jika kamu dengan pahit hati membenci penghinaan apa saja yang sudah diberikan kepadamu, maka sebelum malam tiba, tenangkan dan diamkan jiwamu. Berdamailah dengan orang yang sudah berbuat salah terhadapmu, dan biarlah semuanya menjadi baik-baik kembali: Janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu. Jika amarah memanas menjadi kegeraman dan kepahitan roh, oh pastikanlah engkau segera menekannya.” Amatilah, walaupun amarah dengan sendirinya tidak berdosa, namun ada bahaya yang sangat besar bahwa amarah itu akan menjadi dosa jika tidak diwaspadai dengan hati-hati dan ditekan dengan segera. Dan karena itu, walaupun bisa saja timbul dalam dada seorang bijak, amarah hanya menetap dalam dada orang bodoh. Dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis (ay. 27). Orang yang terus memendam kegeraman dan amarah yang berdosa membiarkan Iblis masuk ke dalam hati mereka, dan membiarkannya mengambil keuntungan atas diri mereka, sampai ia membawa mereka pada kebencian, rancangan-rancangan jahat, dst. “Dan janganlah beri kesempatan kepada pemfitnah atau pendakwa palsu” (begitulah sebagian orang membaca ayat itu). Maksudnya, “janganlah pasang telinga kepada para pembisik, penggunjing, dan pemfitnah.”
3. Di sini kita diperingatkan terhadap dosa mencuri, yaitu pelanggaran terhadap perintah kedelapan, dan dinasihati supaya bekerja dengan jujur dan beramal: Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi (ay. 28). Ini merupakan peringatan terhadap segala macam perbuatan salah, yang dilakukan dengan kekerasan ataupun penipuan. “Hendaklah kamu yang ketika masih dalam keadaan tidak mengenal Allah, bersalah atas kejahatan besar ini, tidak lagi melakukannya.” Tetapi kita tidak hanya harus berjaga-jaga terhadap dosa, melainkan juga dengan kesadaran hati nurani harus banyak-banyak melakukan kewajiban yang berlawanan dengan itu. Bukan hanya tidak mencuri, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri. Kemalasan membuat orang menjadi pencuri. Begitulah menurut Krisostomus (uskup Konstantinopel, abad keempat – pen.), To gar kleptein argias estin – Mencuri adalah akibat dari kemalasan. Orang yang tidak mau bekerja, dan malu meminta-minta, membuka diri lebar-lebar pada godaan-godaan untuk mencuri. Oleh sebab itu, orang harus tekun dan rajin, bukan dengan cara yang terlarang, melainkan dalam panggilan hidup yang jujur. Melakukan pekerjaan yang baik. Bekerja, dengan cara yang jujur, akan menjauhkan orang dari godaan untuk berbuat salah. Tetapi ada alasan lain mengapa orang harus rajin, yaitu supaya mereka mampu berbuat suatu kebaikan, dan juga supaya mereka terhindar dari godaan: Supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan. Mereka harus berusaha bukan hanya supaya mereka sendiri hidup, dan hidup dengan jujur, melainkan juga supaya mereka bisa membagikan sesuatu untuk menutupi orang yang berkekurangan. Amatilah, bahkan orang yang mendapat penghasilan dari pekerjaan mereka harus beramal dari sedikit yang mereka punya kepada orang-orang yang tidak bisa bekerja. Begitu penting dan tetap berlakunya kewajiban beramal kepada kaum miskin ini sehingga bahkan para pekerja dan hamba pun, dan mereka yang hanya mempunyai sedikit, harus menyumbangkan sedikit harta mereka itu ke dalam perbendaharaan. Allah harus mendapat apa yang layak didapat-Nya, dan kaum miskin adalah pihak penerima untuk Dia. Cermatilah lebih jauh, amal yang akan mendapat perkenanan Allah bukanlah hasil dari ketidakbenaran dan perampasan, melainkan dari kejujuran dan ketekunan. Allah membenci perampasan dan kecurangan.
4. Di sini kita diperingatkan terhadap perkataan kotor, dan dibimbing kepada perkataan yang berguna dan membangun (ay. 29). Perkataan atau pembicaraan yang kotor dan najis itu beracun dan menular, seperti daging yang tengik dan busuk. Perkataan seperti itu timbul dari, dan banyak membuktikan, kebobrokan dalam hati pembicaranya, dan cenderung merusakkan pikiran dan perilaku orang lain yang mendengarnya. Oleh karena itu, orang-orang Kristen harus waspada terhadap segala macam pembicaraan seperti itu. Secara umum, perkataan seperti itu bisa dipahami sebagai semua hal yang menyulut hawa nafsu dan amarah orang lain. Kita tidak hanya harus menanggalkan perkataan kotor, tetapi juga mengenakan perkataan yang baik untuk membangun. Manfaat besar dari kata-kata adalah membangun mereka yang kita ajak bicara. Orang-orang Kristen harus berusaha menggalakkan penggunaan percakapan yang berguna: supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia. Supaya perkataan itu baik untuk, dan berkenan pada, mereka yang mendengarnya, dengan memberi informasi, nasihat, teguran yang diperlukan, atau sejenisnya. Amatilah, merupakan kewajiban besar dari orang-orang Kristen untuk memastikan bahwa mereka tidak menyinggung orang lain dengan bibir mereka, dan memanfaatkan percakapan dan perbincangan, sebanyak mungkin, demi kebaikan orang lain.
5. Di sini ada peringatan lain terhadap kegeraman dan kemarahan, dengan nasihat lebih jauh untuk saling mengasihi dan bersikap ramah satu terhadap yang lain (ay. 31-32). Yang dimaksud dengan kepahitan, kegeraman, dan kemarahan adalah kebencian dan ketidaksenangan yang kasar di dalam batin terhadap orang lain. Dan yang dimaksud dengan pertikaian adalah omong besar, ancaman keras, dan perkataan lain yang melewati batas, yang dengannya kepahitan, kegeraman, dan kemarahan melampiaskan diri. Orang-orang Kristen tidak boleh memanjakan nafsu-nafsu rendah ini dalam hati mereka, tidak boleh bertikai dengan lidah mereka. Fitnah berarti semua perkataan yang menista, mencerca, dan mencemooh orang-orang yang membuat kita marah. Dan yang dimaksudkan dengan kejahatan di sini adalah kemarahan yang berurat akar, yang mendorong orang untuk merancang dan melakukan kejahatan kepada orang lain. Selanjutnya disebutkan apa yang bertentangan dengan semuanya ini: Hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain. Ini menyiratkan asas kasih di dalam hati, dan ungkapan-ungkapan lahiriahnya dalam perilaku yang ramah, rendah hati, dan sopan. Sudah sepatutnya murid-murid Yesus ramah satu terhadap yang lain, seperti orang-orang yang sudah belajar, dan mau mengajar, rasa terima kasih. Penuh kasih mesra, yaitu murah hati dan peka terhadap kesusahan dan penderitaan orang lain, sehingga cepat tergerak oleh belas kasihan. Saling mengampuni. Perbedaan akan ada di antara murid-murid Kristus. Oleh karena itu, mereka harus cinta damai, dan siap mengampuni. Dengan demikian, mereka menyerupai Allah sendiri, yang di dalam Kristus telah mengampuni mereka, dan itu lebih daripada mereka bisa mengampuni satu sama lain. Perhatikanlah, pada Allah ada pengampunan. Ia mengampuni dosa di dalam Yesus Kristus, dan berdasarkan penebusan yang sudah dibuat Kristus demi memuaskan keadilan ilahi. Perhatikan lagi, mereka yang diampuni Allah haruslah berjiwa pengampun, dan harus mengampuni sebagaimana Allah mengampuni, dengan tulus dan sepenuh hati, dengan hati yang siap dan gembira, mengampuni semua orang dan untuk selama-lamanya, apabila si pendosa bertobat dengan tulus, mengingat bahwa mereka berdoa, ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami. Sekarang, kita bisa mencermati semua hal khusus yang ditekankan oleh Rasul Paulus ini, bahwa itu semua termasuk dalam perintah-perintah yang terdapat dalam loh batu kedua. Dari sini orang-orang Kristen harus mempelajari kewajiban-kewajiban ketat yang mengikat mereka untuk melaksanakan perintah-perintah dalam loh batu kedua. Dan bahwa orang yang tidak melaksanakannya dengan kesadaran hati nurani berarti tidak pernah takut akan Allah atau mengasihi-Nya dengan sebenarnya dan tulus, apa pun itu kepura-puraan mereka. Di tengah-tengah nasihat dan peringatan ini, Rasul Paulus menyelipkan sebuah nasihat umum, dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah (ay. 30). Dengan melihat apa yang dikatakan sebelumnya, dan apa yang dikatakan selanjutnya, kita bisa melihat apa itu yang mendukakan Roh Allah. Dalam ayat 25-29, tersirat bahwa semua kecemaran dan kenajisan, dusta, dan perkataan kotor yang memicu hawa nafsu kotor mendukakan Roh Allah. Dalam bagian selanjutnya tersirat bahwa nafsu-nafsu bobrok seperti kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian, fitnah, dan kejahatan itu mendukakan Roh yang baik ini. Dengan ini tidak dimaksudkan bahwa Sang Pribadi yang penuh berkat itu bisa dibuat berduka atau kesal seperti kita manusia. Tetapi maksud dari nasihat itu adalah supaya kita tidak berbuat kepada-Nya dengan cara yang cenderung mendukakan dan menggelisahkan sesama kita. Kita tidak boleh melakukan apa yang bertentangan dengan sifat-Nya yang kudus dan kehendak-Nya. Kita tidak boleh menolak mendengarkan nasihat-nasihat-Nya, atau memberontak melawan pemerintahan-Nya, sebab itu akan membuat-Nya berbuat terhadap kita seperti yang cenderung akan dilakukan manusia satu terhadap yang lainnya ketika mereka dibuat marah dan berduka, yaitu dengan cara menarik diri dan kebaikan mereka dari orang-orang itu, dan mencampakkan mereka kepada musuh-musuh mereka. Oh, janganlah membuat Roh Allah yang penuh berkat itu menarik hadirat-Nya dan kuasa-kuasa-Nya yang penuh rahmat darimu! Inilah alasan yang baik mengapa kita tidak boleh mendukakan Dia, yang oleh-Nya kita telah dimeteraikan menjelang hari penyelamatan. Akan datang hari penyelamatan. Tubuh pasti akan ditebus dari kuasa maut pada hari kebangkitan, dan kemudian umat Allah akan dilepaskan dari semua akibat dosa, dan juga dari segala dosa dan kesengsaraan, yang tidak akan pernah lepas dari mereka sebelum mereka diselamatkan dari alam maut. Barulah pada saat itu kebahagiaan mereka yang penuh dan utuh dimulai. Semua orang yang sungguh-sungguh percaya dimeteraikan menjelang hari itu. Allah telah membedakan mereka dari orang lain, dengan memberikan tanda pada mereka. Dan Ia memberi mereka jaminan dan keyakinan akan kebangkitan yang penuh sukacita dan mulia. Dan Roh Allahlah meterainya. Di mana pun Roh yang penuh berkat itu berada sebagai Pengudus, Dia adalah jaminan dari segala sukacita dan kemuliaan di hari penyelamatan. Dan kita pasti akan binasa seandainya Allah mengambil Roh Kudus-Nya dari kita.
======Tuhan Yesus memberkati======