Senin, 07 Oktober 2019

Dua orang Buta disembuhkan

DUA ORANG BUTA DISEMBUKAHN

Matius 20:29-34 (TB) 29 Dan ketika Yesus dan murid-murid-Nya keluar dari Yerikho, orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia. 30 Ada dua orang buta yang duduk di pinggir jalan mendengar, bahwa Yesus lewat, lalu mereka berseru: "Tuhan, Anak Daud, kasihanilah kami!" 31 Tetapi orang banyak itu menegor mereka supaya mereka diam. Namun mereka makin keras berseru, katanya: "Tuhan, Anak Daud, kasihanilah kami!" 32 Lalu Yesus berhenti dan memanggil mereka. Ia berkata: "Apa yang kamu kehendaki supaya Aku perbuat bagimu?" 33 Jawab mereka: "Tuhan, supaya mata kami dapat melihat." 34 Maka tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan, lalu Ia menjamah mata mereka dan seketika itu juga mereka melihat lalu mengikuti Dia.

=================
Dalam teks ini  menceritakan mengenai kesembuhan dua orang pengemis buta yang berjuang untuk memperoleh kesembuhan. Kita dapat memahaminya berdasarkan ceritanya bahwa:

I. Seruan mereka kepada Kristus (ay. 29-30)

Kita bisa mengamati keadaan saat itu. Peristiwa itu terjadi ketika Kristus dan murid-murid-Nya berangkat dari Yerikho, tempat yang dibangun kembali di bawah kutuk. Kristus berangkat dari tempat itu dengan memberikan berkat ini, sebab Ia membagikan karunia bahkan kepada orang-orang yang memberontak sekalipun. Hal ini terjadi di hadapan orang banyak yang berbondong-bondong mengikuti Dia. Kristus mempunyai banyak pengikut, meskipun Ia tidak dipenuhi dengan kemegahan, dan Ia berbuat baik kepada mereka, tanpa maksud untuk membesar-besarkan diri-Nya sendiri. Orang banyak yang mengikuti-Nya itu ada yang menginginkan roti dan ada pula yang mendambakan kasih sayang. Ada yang didorong rasa ingin tahu, dan beberapa lagi karena mengharapkan pemerintahan duniawi daripada-Nya, yang juga diangan-angankan para murid. Hanya sedikit saja yang ingin diberi pengajaran mengenai kewajiban yang harus mereka lakukan. Namun, demi yang sedikit inilah Ia menegaskan pengajaran-Nya melalui mujizat-mujizat yang diadakan di hadapan banyak orang. Dan orang banyak ini, kalau mereka masih saja tidak berhasil diyakinkan juga, maka semakin tidak ada alasan lagi bagi mereka untuk dimaafkan. Dua orang buta ini mengajukan permohonan mereka dengan serempak, sebab doa yang dinaikkan bersama sangat menyukakan hati Kristus (Mat. 18:19). Keduanya sama-sama menderita dan juga sama-sama memohon. Karena mengalami kesulitan yang sama, mereka juga mengajukan permohonan yang sama dengan serempak. Sungguh baik apabila orang-orang yang berjuang menghadapi kesusahan yang sama, baik menyangkut tubuh maupun pikiran, bersatu dalam doa yang sama kepada Allah dan memohon untuk dilepaskan darinya, supaya bisa saling mendorong untuk bertekun dan saling menguatkan iman. Dalam Kristus, ada cukup banyak belas kasihan bagi semua pemohon. Kedua orang buta ini sedang duduk di pinggir jalan, seperti yang biasa dilakukan pengemis-pengemis buta. Perhatikanlah, orang-orang yang ingin menerima belas kasihan dari Kristus harus menempatkan diri di tempat di mana Ia sedang berlalu, di tempat Ia menyatakan diri kepada mereka yang mencari-Nya. Karena itu sungguh baik bila orang menghadang Kristus dan berada di jalan-Nya.

Mereka mendengar, bahwa Yesus lewat. Walaupun buta, mereka tidak tuli. Melihat dan mendengar adalah indra pembelajaran. Sungguh menyedihkan bila orang kekurangan salah satu, tetapi kerusakan salah satu indra ini mungkin saja, bahkan cukup sering, digantikan dengan ketajaman indra yang lain. Oleh karena itu, hal ini diamati sebagian orang sebagai contoh kebaikan pemeliharaan Allah, bahwa nyaris tidak pernah ada orang yang diketahui lahir dalam keadaan buta sekaligus tuli, supaya dengan cara tertentu semua orang mempunyai kemampuan untuk menerima pengetahuan. Orang-orang buta ini mendengar berita tentang Kristus melalui pendengaran, tetapi mereka rindu agar mata mereka dapat melihat-Nya. Waktu mereka mendengar, bahwa Yesus lewat, mereka tidak bertanya-tanya lagi, siapa saja yang berada bersama-Nya, atau apakah Ia sedang terburu-buru, tetapi langsung berseru. Perhatikanlah, adalah baik untuk mengusahakan peluang yang kita peroleh saat ini, untuk memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya, sebab sekali kesempatan itu terlewatkan, ada kemungkinan kesempatan itu tidak akan kembali lagi. Kedua orang buta ini berbuat demikian, dan melakukannya dengan bijaksana, sebab kita tidak menemukan bahwa sejak itu Yesus pernah datang ke Yerikho lagi. Waktu ini adalah waktu perkenanan itu.

Seruan itu sendiri lebih kelihatan lagi karena diulangi. Tuhan, Anak Daud, kasihanilah kami! diulang kembali dalam ayat 31. Ada empat hal dalam seruan ini yang dianjurkan kepada kita untuk diteladani, sebab meskipun mata jasmani mereka gelap, mata hati mereka terang dalam melihat kebenaran, kewajiban, dan kepentingan.

(1) Ada usaha untuk mendesak Yesus dalam doa.

Mereka berseru dengan sungguh hati. Tentu saja, orang yang sedang mengalami kekurangan selalu bersungguh-sungguh. Keinginan yang disampaikan dengan setengah hati hanya akan mengakibatkan penolakan belaka. Orang-orang yang ingin berhasil dalam doa harus terus menggodok dirinya agar tetap mengandalkan Allah dalam doa. Saat dihalang-halangi, mereka semakin keras berseru. Jika arus yang kuat dihentikan, maka alirannya justru akan semakin meningkat dan meluap. Kalau kita bergumul terus dengan Allah dalam doa, hal ini akan membuat kita semakin layak untuk menerima belas kasihan, sebab semakin keras pergumulan kita, semakin besar pula penghargaan dan pengakuan yang diberikan-Nya.

(2) Terdapat kerendahan hati dalam doa.
Dalam perkataan Kasihanilah kami, yang tidak menentukan atau menjelaskan keinginan, apalagi memohon kebaikan, mereka menyerahkan diri dengan sukacita kepada belas kasihan Sang Pengantara itu, dengan cara yang menyukakan hati-Nya. "Kasihanilah kami." Meskipun mereka miskin, mereka tidak meminta perak atau emas, melainkan belas kasihan, hanya belas kasihan. Hal inilah yang harus hati kita dambakan saat menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat (Ibr. 4:16; Mzm. 130:7).

(3) Terlihatbada iman dalam doa.
Ini tampak dalam gelar yang mereka berikan kepada Kristus, yang memang sepantasnya ada dalam suatu permohonan: Tuhan, Anak Daud. Mereka mengakui bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, dan oleh sebab itu Dia memiliki kuasa untuk membebaskan mereka. Sudah pasti bahwa melalui Roh Kuduslah mereka menyebut Kristus Tuhan (1Kor. 12:3). Seperti halnya mereka memperoleh keberanian untuk berdoa oleh karena kuasa-Nya, demikian pula, dengan menyebut-Nya Anak Daud mereka juga memperoleh keberanian meminta karena kebaikan-Nya. Mereka memperolehnya dari Dia sebagai Mesias, yang kebaikan dan kelembutan-Nya telah begitu sering dinubuatkan, terutama belas kasihan-Nya terhadap orang miskin (Mzm. 72:12-13). Dalam doa, sungguh teramat baik apabila kita memandang Kristus dalam anugerah dan kemuliaan kedudukan-Nya sebagai Mesias. Dengan melakukan demikian, kita mengingat Dia sebagai Anak Daud, yang tugas-Nya adalah menolong, menyelamatkan, dan kita dapat berseru kepada Dia.

(4) Terdapat ketekunan dalam doa
Sekalipun diserang dengan rasa tawar hati. Orang banyak itu menegor mereka, karena menganggap mereka membuat keonaran, ribut, dan tidak sopan. Mereka disuruh diam dan tidak mengganggu Sang Guru mereka, yang awalnya seakan-akan tidak peduli dengan kedua orang buta itu. Dalam mengikuti Kristus dengan doa, kita harus bersiap-siap menghadapi rintangan dan teguran dari dalam dan dari luar, sesuatu yang membuat kita tidak merasa damai. Teguran-teguran seperti ini memang diizinkan, supaya iman, kegigihan, kesabaran, dan ketekunan bisa diuji. Kedua orang buta yang malang ini ditegur oleh banyak orang yang mengikuti Kristus. Perhatikanlah, para peminta-minta yang menghampiri Kristus dengan tulus dan sungguh hati biasanya berhadapan dengan teguran-teguran para pengikut-Nya yang munafik. Namun, kedua orang ini tidak mudah dihalang-halangi. Ketika sedang mencari-cari belas kasihan seperti itu, mereka tidak peduli dengan segala pujian ataupun perasaan malu. Tidak, mereka makin keras berseru. Perhatikanlah, kita harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu, dan dengan permohonan yang tak putus-putusnya (Luk. 18:1). Berdoalah terus dengan segala ketetapan hati dan janganlah menyerah pada tentangan.

II. Jawaban Kristus atas seruan mereka. Orang banyak menegur mereka, tetapi Kristus justru menguatkan hati mereka.

Alangkah malangnya kita seandainya Sang Guru tidak bersikap lebih ramah dan lembut daripada orang banyak itu. Namun, Ia sangat suka memihak orang-orang yang diperkenan-Nya dan ditekan oleh orang lain dengan teguran dan cercaan. Ia tidak mau membiarkan orang-orang yang memohon kepada-Nya dengan rendah hati itu ditindas dan ditentang.

Lalu Yesus berhenti dan memanggil mereka (ay. 32). Ia sedang dalam perjalanan menuju Yerusalem, dan tetap harus ke sana sampai tugas-Nya di situ selesai. Meskipun demikian, Ia berhenti untuk menyembuhkan kedua orang buta ini. Perhatikanlah, di saat kita terburu-buru dalam melakukan sesuatu, kita harus bersedia berhenti untuk berbuat baik. Ia memanggil mereka, bukan karena tidak mampu menyembuhkan mereka dari jarak jauh, melainkan karena Ia ingin memperlihatkan bahwa Ia sungguh mau melakukannya dan dengan demikian memberi contoh kepada kita. Ia menunjukkan kepedulian-Nya kepada kita yang lemah, kepada orang-orang sakit dan orang-orang yang mau memohon kepada-Nya. Kristus bukan saja memerintahkan kita untuk berdoa, tetapi mengajak kita untuk melakukannya. Ia menjulurkan tongkat Kerajaan-Nya pada kita, dan menyuruh kita datang mendekat dan menyentuh ujungnya.

Ia bertanya lebih lanjut, Apa yang kamu kehendaki supaya Aku perbuat bagimu? Hal ini menyatakan secara tidak langsung:
(1) "Inilah Aku, beri tahukan kepada-Ku apa yang kamu inginkan, dan kamu akan menerimanya." Apa lagi yang kita inginkan? Ia mampu melakukan apa pun bagi kita, dan bersedia melakukannya. Mintalah, maka akan diberikan kepadamu.
(2) Syarat yang ditambahkan pada tawaran ini, yang sangat mudah dan masuk akal, yaitu agar mereka memberitahukan kepada-Nya apa yang mereka ingin Ia lakukan bagi mereka.
Orang mungkin akan menganggap pertanyaan itu janggal. Siapa pun bisa mengatakan apa yang diinginkan kedua orang buta itu. Kristus juga mengetahui hal ini, tetapi Ia ingin mendengarnya sendiri dari mulut mereka, apakah mereka hanya meminta sedekah seperti yang biasa mereka pinta dari orang lain, atau meminta kesembuhan, seperti yang diminta dari Sang Mesias. Perhatikanlah, adalah kehendak Allah supaya dalam segala perkara kita menyampaikan keinginan kita kepada-Nya melalui doa dan permohonan, bukan untuk memberi tahu Dia atau menggerakkan hati-Nya, melainkan supaya kita layak menerima belas kasihan itu. Pelaut yang menyangkutkan pengait kapalnya di pantai tidak menarik pantai itu ke arah kapalnya, namun sebaliknya menarik kapalnya ke arah pantai. Demikian pula, dalam doa kita bukan menarik belas kasihan itu kepada kita, melainkan menarik diri kita kepada belas kasihan itu.

Kedua orang buta itu langsung mengajukan permohonan mereka kepada-Nya, permintaan yang belum pernah mereka ajukan kepada orang lain. Tuhan, supaya mata kami dapat melihat. Kelemahan dan beban jasmani yang langsung dapat kita rasakan adalah Ubi dolor, ubi digitus Jari langsung menunjuk bagian yang sakit. Oh, seandainya saja kita sama prihatinnya mengenai kelemahan rohani kita dan sungguh berkeluh-kesah mengenainya, terutama kebutaan rohani kita! Tuhan, supaya mata hati kita dapat melihat! Banyak orang yang buta secara rohani, namun berkata bahwa mereka dapat melihat (Yoh. 9:41). Seandainya saja kita menyadari kegelapan kita, maka kita akan segera menghampiri Dia, satu-satunya yang mempunyai obat penyembuh, dengan memohon, Tuhan, supaya mata kami dapat melihat.

Ia menyembuhkan mereka. Ketika membesarkan hati mereka untuk mendatangi-Nya, Ia tidak berkata, "Carilah dengan sia-sia." Apa yang dilakukan-Nya merupakan contoh:
(1) Mengenai belas kasihan-Nya. Maka tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan. Kesusahan merupakan sasaran yang menjadi tujuan belas kasihan. Mereka yang miskin dan buta, melarat dan malang (Why. 3:17), mereka layak mendapatkan belas kasihan. Belas kasihan Allah yang lembut itulah yang memberikan terang dan penglihatan kepada mereka yang duduk dalam kegelapan (Luk. 1:78-79). Kita memang tidak dapat menolong mereka yang menderita kesusahan itu dengan cara seperti yang dilakukan Kristus. Namun, kita dapat dan bahkan harus berbelas kasihan kepada mereka seperti yang dilakukan Kristus, dan mencondongkan hati kita kepada mereka.

(2) Tentang kuasa-Nya. Dia yang membentuk mata, masakan Ia tidak dapat menyembuhkannya? Ya, Ia dapat, Ia telah melakukannya, dan melakukannya dengan mudah, Ia menjamah mata mereka. Ia berhasil melakukannya, seketika itu juga mereka melihat. Dengan demikian Ia bukan saja membuktikan bahwa Ia diutus oleh Allah, tetapi juga menunjukkan untuk tugas apa Ia diutus -- untuk memberikan penglihatan kepada orang-orang yang buta secara rohani, supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang.
Terakhir, sesudah mampu melihat, orang-orang buta ini mengikuti Dia. Perhatikanlah, tidak ada yang mengikuti Kristus dengan mata tertutup. Mula-mula Ia membuka mata manusia dengan anugerah-Nya, dan dengan begitu Ia menarik hati mereka untuk mengikuti Dia. Mereka mengikuti Kristus, sebagai murid-murid-Nya, untuk belajar dari-Nya, dan untuk bersaksi, sebagai saksi-saksi-Nya, untuk memberikan kesaksian perihal diri, kuasa, dan kebaikan-Nya. Bukti terbaik mengenai pencerahan rohani adalah kelekatan terus-menerus yang tidak terpisahkan kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Pemimpin kita.


=====TUHAN YESUS MEMBERKATI=====

Statistik Pengunjung