Cari Blog Ini

Minggu, 28 September 2025

Santapan Harian

Manusia Bukanlah Benda 
Lukas 20:9-19 

Di dalam budaya kapitalisme industri, manusia sama seperti alam dianggap sebagai sumber daya. Karenanya ada istilah sumber daya alam dan sumber daya manusia. Tidaklah heran di dalam budaya ini sesama diperlakukan seperti alat untuk keuntungan diri.

Ahli-ahli Taurat dan imam-imam kepala digambarkan seperti pekerja kebun angur yang tidak tahu diuntung.

Mereka menganiaya hamba pemilik yang meminta bagian tuan yang empunya kebun (10). Kesabaran tuan pemilik kebun terlihat ketika sampai tiga kali mengutus hambanya (tiga: gambaran genap, sempurna;

12). Tak berhenti di sini, bahkan sang tuan mengutus anak yang sangat dikasihinya karena berpikir para petani ini bisa menjadi segan (13). Ironisnya, mereka membunuh anak itu tanpa perasaan (15).

Cerita tragis ini adalah peringatan Yesus kepada ahli-ahli Taurat dan Imam-imam kepala (19). Dengan peringatan ini, Yesus rindu mereka dapat berefleksi dan bertobat. Ini adalah teguran kasih, namun sangat keras atas mereka para pemimpin agama, yang melihat kepemilikan lebih penting daripada hidup dan nyawa sesama. Untuk kepemilikan ini, mereka rela menyakiti sesama manusia, bahkan membunuh orang yang tidak berdosa. Yesus tegas menyatakan akan ada penghakiman yang besar bagi orang-orang tersebut jika tidak bertobat. Sayangnya, apa yang diperbuat Yesus sama sekali tidak mengorek hati nurani mereka, justru hasrat meniadakan Yesus menjadi makin besar (19). Hukum Taurat yang menekankan kasih kepada sesama, tidak lagi bersuara di hati mereka.

Apakah Saudara dan saya memperlakukan sesama kita hanya sebagai alat atau benda yang bisa digunakan untuk keuntungan diri kita pribadi?

Sesama kita bukanlah sesuatu, tetapi seseorang yang Tuhan ciptakan untuk kita kasihi dan untuk mengasihi kita. Mari minta kepekaan untuk terus berhati-hati dan tidak terpengaruh ketika hidup di dalam zaman yang memperlakukan orang seperti alat atau benda demi kepentingan diri. Ingatlah bahwa manusia, sesama kita, jauh lebih berharga daripada sebuah benda! [JHN]

Sabtu, 27 September 2025

Renungan Harian

Brutalnya Tokoh Agama
Lukas 19:45-48

Kejahatan yang paling mengerikan adalah kejahatan yang dilakukan di ritus sakral agama. Terlebih lagi ketika hal tersebut dilakukan oleh para pemuka agama. Kenyataan inilah yang kita lihat dari bacaan kita hari ini.

Para imam kepala, ahli-ahli Taurat, dan orang-orang terkemuka di negeri itu berusaha mengakhiri hidup Yesus (48). Barangkali hal ini dipicu oleh kekesalan mereka akan sikap Yesus yang merusak bisnis mereka di Bait Suci (45). Juga, menyakitkannya kata-kata tajam Yesus yang secara tidak langsung menyatakan mereka "penyamun", padahal mereka adalah para pemuka agama, ahli kitab, dan orang-orang besar yang biasa mendapatkan hormat dari umat Israel.

Namun, oleh mereka, kesucian Bait Allah ternodai. Pelataran khusus di Bait Suci untuk orang asing berdoa, malah mereka jadikan tempat bisnis yang menguntungkan mereka sendiri dan merugikan orang banyak. Tidaklah heran, Yesus menegur dengan sangat keras (46). Mereka adalah para tokoh agama dan tidak seharusnya hal tersebut terjadi. Bait Suci tidak hanya seperti tempat bisnis, bahkan tempat yang merugikan orang banyak. Mereka seperti mengalami perampokan atas nama Tuhan dan ibadah.

Akan tetapi, teguran ini tidak membuat mereka bertobat, malahan mereka berusaha mencari celah untuk dapat membinasakan Yesus. Bayangkan, hal ini direncanakan para tokoh agama dan dilakukan di tempat paling sakral umat Israel. Lebih parah lagi, mereka merencanakan hal itu karena mereka takut kekuasaan mereka terdampak. Mereka takut kehilangan muka dan tidak mau kehilangan pengaruh di hadapan orang banyak.

Ketika kita menjadi orang-orang penting di gereja, hati-hatilah! Kita melihat hal yang mengerikan dan tidak manusiawi bisa terjadi di tempat yang sangat sakral dan dilakukan oleh tokoh-tokoh terkemuka secara agama. Kita juga tidak kebal dengan hal itu. Mari kita menyadari dan berhati-hati, serta saling mengingatkan. Mari kita datang kepada Tuhan dengan berserah penuh dan meminta Tuhan senantiasa membimbing kita. [JHN]

Baca dan Renungkan 

Lukas 19:45-48

Bait Allah di Yerusalem adalah pusat ibadah dan tempat yang sangat dihormati oleh orang Yahudi. Di pelataran Bait Allah, banyak pedagang dan penukar uang yang melakukan transaksi perdagangan. Mereka mengambil keuntungan dari para peziarah yang datang ke Yerusalem untuk beribadah.

Yesus masuk ke Bait Allah dan mulai mengusir orang-orang yang berjual beli di sana. Yesus menegaskan bahwa Bait Allah seharusnya menjadi tempat untuk berdoa dan beribadah, bukan tempat untuk berbisnis yang merugikan orang lain. Yesus mengajar setiap hari di Bait Allah, namun para imam kepala, ahli Taurat, dan pemuka-pemuka bangsa berusaha membinasakan-Nya. Akan tetapi, mereka tidak menemukan cara untuk melakukannya, karena seluruh rakyat terpukau oleh pengajaran-Nya.

Apa saja yang Anda baca?
1. Ke manakah Yesus dan apa yang Ia lakukan? (45)
2. Apa yang Yesus katakan? (46)
3. Apa yang Yesus lakukan di Bait Allah dan apa yang hendak dilakukan oleh Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat? (47-48)

Apa pesan yang Allah sampaikan kepada Anda?
1. Apakah Anda melayani dan beribadah dengan motivasi yang murni atau ada kepentingan pribadi yang Anda kejar?
2. Bagaimana Anda bisa memastikan bahwa motivasi Anda dalam pelayanan adalah untuk memuliakan Tuhan?
3. Apakah Anda berani berbicara dan bertindak untuk kebenaran seperti Yesus?

Apa respons Anda?
1. Bagaimana ajaran Yesus memengaruhi cara Anda berinteraksi dengan orang lain dan menghadapi tantangan hidup?
2. Bagaimana Anda menghadapi konflik atau ketidaksepakatan dengan pemegang otoritas keagamaan atau pemimpin di sekitar Anda?

Pokok Doa:
Mari kita berdoa agar kita menjauhkan diri dari kepentingan pribadi yang dapat merusak pelayanan.

Jumat, 26 September 2025

Santapan Harian

Pahlawan Murung 
Lukas 19:28-44 

Kisah kepahlawanan pastilah menginspirasi. Apalagi ketika kita ada di dalam kondisi hidup yang sangat berat, kita rindu hadirnya "pahlawan" yang dapat mengatasi permasalahan itu. Kita merindukan ada pahlawan yang dapat menolong kita untuk menyelesaikan masalah besar dalam hidup kita.

Kisah kepahlawanan Yudas Makabeus, seorang pahlawan yang menjadi kebanggaan bangsa Yahudi tidak asing lagi. Kehebatan Yudas saat melawan tirani penjajah Yunani masih melekat dalam benak rakyat Yerusalem. Pada saat memasuki gerbang kota, rakyat menyambut Yesus dengan daun palem dan penuh sorak sorai. Rakyat berharap Yesus berani seperti Yudas Makabeus, melawan tirani Imperium Roma.

Karya mukjizat Yesus membuat pengharapan rakyat akan kemerdekaan kembali hidup. Mereka menyambut Yesus bak seorang pahlawan yang mereka harapkan akan memerdekakan mereka kembali dari tangan kekuasaan asing (37-38).

Ganjilnya, pahlawan yang mereka harapkan malah memilih keledai muda, bukan kuda gagah (36). Ini adalah sebuah tanda kesederhanaan, bukan kegagahan. Tak hanya itu, sembari orang-orang bersukacita menyambut dan merayakan kedatangan-Nya, dituliskan pahlawan ini menangis melihat kota Yerusalem (41). Hal ini bukan karena Ia lemah, melainkan hati-Nya yang sangat lembut terluka karena melihat akhir kehancuran total kota yang dikasihi-Nya di tangan kekuasaan Romawi (42-44). Apalagi Ia tahu kisah kepahlawanan yang Dia jalani tidak seperti yang orang-orang Israel percayai dan dambakan.

Kadang kita rindu Tuhan berkarya secara dahsyat menyatakan pertolongan-Nya di dalam kisah perjalanan hidup kita yang berat. Kita percaya, berharap, berdoa, dan bahkan berpuasa untuk melihat kisah itu menjadi kenyataan. Akan tetapi, karya-Nya selalu tidak pernah dapat kita pahami dan terjadi tidak selalu seperti yang kita mau. Apakah kita mau belajar rela membuka hati kita untuk Yesus, Sang Pahlawan itu, dan merelakan Dia secara bebas berkarya atas kisah hidup kita sesuai kehendak-Nya? [JHN]

Kamis, 25 September 2025

Santapan Harian

Pahlawan Murung 
Lukas 19:28-44 

Kisah kepahlawanan pastilah menginspirasi. Apalagi ketika kita ada di dalam kondisi hidup yang sangat berat, kita rindu hadirnya "pahlawan" yang dapat mengatasi permasalahan itu. Kita merindukan ada pahlawan yang dapat menolong kita untuk menyelesaikan masalah besar dalam hidup kita.

Kisah kepahlawanan Yudas Makabeus, seorang pahlawan yang menjadi kebanggaan bangsa Yahudi tidak asing lagi. Kehebatan Yudas saat melawan tirani penjajah Yunani masih melekat dalam benak rakyat Yerusalem. Pada saat memasuki gerbang kota, rakyat menyambut Yesus dengan daun palem dan penuh sorak sorai. Rakyat berharap Yesus berani seperti Yudas Makabeus, melawan tirani Imperium Roma.

Karya mukjizat Yesus membuat pengharapan rakyat akan kemerdekaan kembali hidup. Mereka menyambut Yesus bak seorang pahlawan yang mereka harapkan akan memerdekakan mereka kembali dari tangan kekuasaan asing (37-38).

Ganjilnya, pahlawan yang mereka harapkan malah memilih keledai muda, bukan kuda gagah (36). Ini adalah sebuah tanda kesederhanaan, bukan kegagahan. Tak hanya itu, sembari orang-orang bersukacita menyambut dan merayakan kedatangan-Nya, dituliskan pahlawan ini menangis melihat kota Yerusalem (41). Hal ini bukan karena Ia lemah, melainkan hati-Nya yang sangat lembut terluka karena melihat akhir kehancuran total kota yang dikasihi-Nya di tangan kekuasaan Romawi (42-44). Apalagi Ia tahu kisah kepahlawanan yang Dia jalani tidak seperti yang orang-orang Israel percayai dan dambakan.

Kadang kita rindu Tuhan berkarya secara dahsyat menyatakan pertolongan-Nya di dalam kisah perjalanan hidup kita yang berat. Kita percaya, berharap, berdoa, dan bahkan berpuasa untuk melihat kisah itu menjadi kenyataan. Akan tetapi, karya-Nya selalu tidak pernah dapat kita pahami dan terjadi tidak selalu seperti yang kita mau. Apakah kita mau belajar rela membuka hati kita untuk Yesus, Sang Pahlawan itu, dan merelakan Dia secara bebas berkarya atas kisah hidup kita sesuai kehendak-Nya? [JHN]

Selasa, 23 September 2025

RENUNGAN HARIAN

Yesus, Minta Dijamu?
Lukas 19:1-10

Sebagai orang Kristen, kepada kita selalu diajarkan agar kita berkorban bagi sesama demi menyatakan cinta Tuhan yang besar. Ya, pengorbanan Kristus adalah sesuatu yang besar, tetapi apakah hanya itu yang Dia teladankan bagi kita?

Ketika Yesus datang ke suatu daerah pastilah banyak orang berpengaruh dan terpandang yang ingin menjamu-Nya makan. Uniknya, perhatian Yesus justru tertuju kepada seorang pemungut cukai yang bertubuh pendek (3).

Masyarakat Yahudi pada masa itu mendeskripsikan seorang pemungut cukai sebagai orang berdosa yang najis dan harus dihindari. Namanya Zakheus. Ia sangat kaya, tetapi kesepian karena orang Yahudi dilarang duduk dan makan bersama serta berelasi dengan pendosa seperti dirinya. Ia hanya ingin melihat Yesus. Ia pun berpikir mustahil menjamu Yesus. Dia sadar akan dirinya yang berdosa dan ketidaklayakan dirinya. Apalagi Yesus adalah seorang Rabi, dan dia sudah melihat bagaimana tokoh agama di sekitarnya dan masyarakat Yahudi melihat dan memperlakukan dirinya.

Meskipun demikian, Yesus malah menghampiri Zakheus dan meminta dijamu olehnya (5). Sepertinya, ini pertama kali setelah sekian lama Zakheus tak pernah makan bersama seorang sahabat. Kali ini seorang Rabi, bahkan Juru Selamat mau bersahabat dengan dia, dan ini mendatangkan sukacita yang besar bagi dirinya yang penuh dosa. Hari itu menjadi hari yang tak akan pernah dilupakan oleh Zakheus.

Yesus tak hanya meneladankan kepada kita sebuah pengorbanan diri. Dia juga menunjukkan teladan untuk berkorban memberi diri dijamu dan dikasihi orang yang berdosa. Yesus mau duduk gembira dan tertawa bersama dengan mereka yang disisihkan oleh masyarakat. Ia tidak takut kehilangan reputasinya dan dianggap tidak rohani. Maukah kita sebagai gereja belajar mengasihi sesama kita dengan memberi diri untuk dikasihi? Mari kita belajar menjadi sahabat bagi sesama dengan duduk, makan, minum, tertawa, bercerita, dan berterima kasih untuk kebaikan sesama yang mengasihi kita. Mari kita saling menjamu dalam kasih! [JHN]


Minggu, 21 September 2025

Santapan Harian

Penderitaan Sudah di Depan Mata 
Lukas 18:31-34 

Ketiga kalinya Yesus mengungkapkan penderitaan yang akan Ia alami kepada murid-murid-Nya. Yesus mengajak murid-murid-Nya pergi ke Yerusalem, tempat di mana Dia akan disalibkan, seperti yang sudah dinubuatkan para nabi (31). Yesus akan ditangkap, diolok-olok, dihina, diludahi, dicambuk, dan dibunuh; namun, pada hari yang ketiga Ia akan bangkit (32, 33). Akan tetapi, para murid belum mengerti arti perkataan Yesus (34).

Tiga kali, pertanda berita ini sangat penting. Yesus menjelaskan kepada murid-murid-Nya bahwa Dia akan mengalami penderitaan dan di Yerusalem peristiwa itu akan terjadi. Saat itu Yesus sedang berjalan menuju Yerusalem, pertanda penderitaan sudah di depan mata. Para murid tetap belum mengerti penjelasan Yesus bahwa saat penderitaan akan tiba. Bisa saja harapan para murid adalah Yesus akan menjadi raja yang akan menaklukkan kekuasaan Romawi yang saat itu berkuasa atas Yerusalem. Dia akan mengembalikan kejayaan Yerusalem seperti masa kerajaan Daud. Yerusalem akan kembali menjadi pusat perhatian bangsa-bangsa sekitarnya. Jadi, sekalipun berkali-kali Yesus menjelaskan tentang penderitaan yang akan dialami-Nya, hal itu tidak menjadi bagian pemikiran para murid. Mereka berjalan bersama Yesus, namun pikirannya tidak searah dengan pikiran Yesus. Penderitaan yang Yesus maksudkan adalah penyaliban dan kematian-Nya yang masih tersembunyi bagi para murid.

Penderitaan sudah di depan mata, apakah tetap kita putuskan berjalan bersama Yesus? Dibenci, dihina, diolok-olok, dicambuk, dibunuh adalah bagian kita sebagai berkat kesungguhan mengikut Yesus. Ingat, penderitaan dan kematian bukan akhir segalanya. Yesus dibangkitkan pada hari ketiga. Hal itu menjadi jaminan bahwa setiap orang yang percaya dan sungguh-sungguh mengikut Yesus seumur hidupnya akan dimuliakan seperti Yesus. Peringatan bagi kita: jangan bertahan dengan pikiran kita sendiri, ikutilah alur pikiran Yesus. Penderitaan akan tetap ada, namun bila tetap berjalan bersama Yesus kita akan kuat menghadapinya. [NRG]

Sabtu, 20 September 2025

Santapan Harian

Kuputuskan Mengikut Yesus 
Lukas 18:28-30 

Setelah perjumpaan Yesus dengan seorang pemimpin yang kaya, Petrus angkat bicara: "Kami telah meninggalkan apa yang kami miliki dan mengikut Engkau" (28). Menurut Petrus dan teman-temannya, mereka sudah meninggalkan harta bendanya. Walaupun mereka tidak tergolong orang kaya, mereka sudah meninggalkan pekerjaan dan keluarganya untuk mengikut Yesus.

Petrus dan murid-murid yang lain tampaknya juga memiliki pergumulan tentang hidup kekal. Kemudian, Yesus menghibur Petrus dan teman-temannya dengan mengatakan: "Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang karena Kerajaan Allah meninggalkan rumah, atau istri, atau saudara, atau orang tua, atau anak-anaknya, akan menerima kembali berlipat ganda pada masa ini, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal" (29, 30).

Alasan mengikut Yesus adalah karena Kerajaan Allah, bukan karena motivasi yang lain! Bukan karena alasan politik, atau alasan ekonomi. Bukan juga karena alasan keamanan dan sebagainya. Kalau benar mengikut Yesus itu dengan kesungguhan, penuh pengorbanan, dan komitmen, mereka akan beroleh hasil yang berlipat ganda. Maksudnya mereka bukan akan menjadi kaya raya, atau istri dan anak-anak mereka akan bertambah banyak, tetapi mereka akan beroleh keselamatan dan hidup yang kekal. Itu bukan nanti, tetapi kini dan akan datang. Keselamatan dan hidup kekal merupakan harta surga yang jauh lebih berarti daripada harta dunia yang sifatnya sementara dan bisa rusak.

Pelajaran bagi kita ketika memutuskan mengikut Yesus, bukan hanya apa yang kita miliki yang harus ditanggalkan, melainkan di dalam diri kita sendiri ada perubahan pola pikir, kebiasaan, karakter, cara kerja, dan motivasi. Yesus hidup sederhana, rendah hati, rela berkorban, dan selalu memikirkan orang banyak. Oleh sebab itu, penderitaan adalah bagian dari hidup-Nya. Mengikut Yesus berarti kita ikut dalam penderitaan-Nya memperjuangkan kebenaran. Namun, ada janji: mengikut Yesus tidak akan sia-sia! [NRG]

Rabu, 17 September 2025

Santapan Harian
Doa yang Dibenarkan 
Lukas 18:9-14 

Jika ada doa yang dibenarkan, apakah ada doa yang tidak dibenarkan? Dalam perumpamaan ini ada dua bentuk sikap orang berdoa, yaitu sikap doa orang Farisi dan sikap doa pemungut cukai.

Orang Farisi berdoa dengan memegahkan diri dan merendahkan orang di sekitarnya. Dia membanggakan dirinya karena tidak sama dengan orang lain, ia bukan perampok, ia bukan pezina, ia bukan juga seperti pemungut cukai (11). Ia berpuasa dua kali seminggu dan rutin memberi persepuluhan (12). Sementara pemungut cukai berdoa dengan merendahkan hati, mengakui kesalahannya dengan memukul-mukul dadanya. Ia meminta pengasihan Tuhan untuk mengampuninya (13). Yesus berkata kepada murid-murid-Nya bahwa yang dibenarkan Allah adalah doa yang mengakui kesalahan dan memohon belas kasihan Tuhan (14).

Sebaik-baiknya orang pasti pernah melakukan kesalahan. Sejahat-jahatnya orang pasti ada kebaikan yang pernah ia lakukan. Pastilah ada perbuatan baik pemungut cukai walaupun di mata manusia lebih banyak jahatnya. Dia tidak mengungkapkan kebaikan-kebaikannya karena amal yang diperbuatnya tidak mampu menyelamatkannya. Namun, dia memohon kepada Tuhan yang penuh belas kasihan dan berkuasa menyelamatkan.

Semua yang kita lakukan tidak pernah luput dari mata Tuhan. Biarlah perbuatan baik itu dirasakan semua orang dan perbuatan jahat itu kita jauhkan dari hadapan Tuhan dan sesama. Mengaku dosa adalah sikap orang yang rendah hati. Pada saat mengaku dosa ada proses dalam diri untuk menjadi lebih baik. Inilah yang Tuhan kehendaki, mengaku dosa dan tidak melakukannya lagi!

Semua orang berdosa di hadapan Tuhan dan kebaikan-kebaikan yang kita perbuat itu tidak bisa menghapus dosa. Hanya Tuhan yang mampu mengampuni dosa. Tuhan adalah Bapa yang pengasih. Dia akan selalu mengampuni mereka yang datang mengakui kesalahan dan dosa-dosanya. Sebagai respons kita, mari meneladan sikap pemungut cukai yang dengan rendah hati mau berdoa dan meminta pengasihan Tuhan. [NRG]

Selasa, 16 September 2025

Santapan Harian

Siang Malam Berseru 
Lukas 18:1-8 

Pernahkah permintaan kita seolah-olah ditolak Tuhan? Lantas apa yang kita lakukan? Apakah kita berhenti berseru?

Seorang janda selalu datang kepada hakim karena ada orang yang berbuat tidak adil kepadanya (3). Beberapa kali hakim ini menolak permintaan janda tersebut (4). Namun, perempuan ini terus saja datang, tidak berhenti, atau tidak menyerah. Meskipun ditolak, dia tidak berputus asa. Si hakim berpikir, "Ah daripada aku terus disusahkan, baiklah kukabulkan permintaan ibu ini." Meskipun hakim ini tidak mengenal Tuhan akhirnya dia membela hak janda itu (5). Bayangkan, orang yang tidak mengenal Tuhan saja bisa berbuat baik, membela hak seorang janda. Meskipun dia hanya memikirkan dirinya sendiri, tetapi dia sudah berbuat baik. Bagaimana dengan Allah, apakah Dia akan menolak seruan anak-anak-Nya?

Sekalipun Tuhan menolak pasti ada rencana-Nya yang lebih baik. Pertanyaannya, apakah kita berhenti berseru? Perempuan janda itu tidak berhenti berseru. Siang malam dia berseru sampai akhirnya permintaannya dikabulkan. Siang dan malam ia berseru, ini merupakan tindakan iman. Ia tidak dibatasi dengan jumlah berapa kali harus berseru, tidak dibatasi ruang dan waktu, siang ataupun malam.

Dalam seruan kita kepada Tuhan, banyak hal yang perlu diceritakan dan diungkapkan. Pelbagai hal yang kita lakukan dan alami setiap hari perlu diungkapkan. Meski tidak satu pun kita ceritakan, sebenarnya Tuhan tahu. Namun, Tuhan rindu agar anak-anak-Nya selalu bercerita kepada-Nya tentang segala sesuatu. Tentang pergumulan hidup, termasuk tentang perbuatan-perbuatan orang lain yang tidak adil kepada kita.

Tuhan senang ketika kita terus-menerus berseru kepada-Nya. Seperti seorang bapa yang senang melihat anak-anaknya yang selalu berterus terang kepadanya. Tuhan tidak akan mengulur-ulur waktu memberikan pertolongan kepada anak-anak-Nya yang dikasihi-Nya. Dia akan segera memberi keadilan kepada mereka yang berseru kepada-Nya tanpa henti, itulah janji Tuhan. Perintah bagi kita, tetaplah berseru! [NRG]

Senin, 15 September 2025

Santapan Harian

Kuasa Iman dan Ucapan Syukur 
Lukas 17 

Iman dan ucapan syukur ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Iman berkaitan dengan keyakinan kita kepada Allah yang menyelamatkan kita, sedangkan ucapan syukur adalah respons atas anugerah Allah. Seorang yang sadar akan anugerah Allah dalam hidupnya akan merespons dengan syukur, penundukan, dan penyerahan diri kepada Allah.

Dalam perjalanannya ke Yerusalem, Tuhan Yesus bertemu dengan sepuluh orang kusta di sebuah desa dan meminta belas kasihan dari-Nya (11-13). Singkat cerita, Tuhan Yesus menunjukkan belas kasihan kepada kesepuluh orang kusta tersebut. Sesuai dengan aturan yang berlaku, Tuhan Yesus menyuruh mereka memperlihatkan diri kepada imam supaya dinyatakan tahir (14, bdk. Im 14). Pada titik ini, kesepuluh orang kusta tersebut menunjukkan iman dan ketaatan mereka dan hal itu berbuahkan hasil, yaitu mereka sembuh di tengah perjalanan menuju kepada imam.

Hal yang menarik di sini adalah kesepuluh orang kusta ini memiliki pengalaman yang sama, yaitu disembuhkan oleh Tuhan Yesus dari penyakit kusta mereka. Namun, kita dapat melihat sebuah perbedaan yang sangat mendasar dari seorang kusta yang kembali kepada Yesus. Salah seorang dari antara kesepuluh orang kusta ini, tidak hanya menyadari bahwa ia telah sembuh, tetapi juga mengakui dengan imannya bahwa kesembuhan itu berasal dari Yesus Kristus. Hal itu terlihat dari respons yang ia berikan, yaitu memuliakan Allah, tersungkur menyembah Yesus, dan mengucap syukur (15-16). Ini adalah sikap iman yang benar, yaitu iman yang diikuti oleh penyembahan dan penyerahan diri kepada Allah atas anugerah-Nya. Hasilnya adalah ia mendapatkan predikat dari Tuhan Yesus yang tidak didapatkan oleh kesembilan lainnya, "... imanmu telah menyelamatkan engkau" (19).

Saat ini, apakah kita masih mengaku beriman kepada Tuhan? Apakah kita menyadari betapa besar anugerah yang Allah berikan dalam kehidupan kita? Terhadap anugerah Allah, apakah kita sudah merespons dengan hati penuh syukur, tunduk, dan menyerahkan diri kepada Allah? [ABL]

Statistik Pengunjung

Wikipedia

Hasil penelusuran